Anda di halaman 1dari 29

SPEKTROSKOPI MASSA

A. PENDAHULUAN
Dahulu, berat molekul suatu senyawa ditentukan dengan cara mengukur kerapatan
uap atau penurunan titik beku senyawa tersebut, sementara rumus molekulnya
ditentukan dengan cara analisis unsur. Selain lama dan merepotkan, teknik ini juga
memerlukan jumlah sampel yang banyak dengan kemurnian yang tinggi. Sekarang
berat molekul dan rumus molekul bisa ditentukan dengan cepat dan jumlah sampel
sedikit menggunakan spektrofotometer massa (MS).

Identifikasi struktur kimia suatu molekul, merupakan salah satu fungsi spektroskopi
massa. Penentuan struktur molekul baik molekul organik maupun anorganik
didasarkan pada pola fragmentasi dari ion-ion yang terbentuk ketika suatu molekul
diionkan. Pola fragmentasi suatu molekul sangat berbeda dengan molekul yang lain
dan hasil analisisnya dapat berulang (reproducible).

Gambar 3.1. Skema alat Spektroskopi Massa

Secara umum spektroskopi massa terdiri dari tiga bagian penting, yaitu tempat
pengionan sampel, pemisahan ion, dan deteksi ion yang terbentuk. Pada gambar 4.1.
digambarkan suatu spektroskopi massa dengan tehnik tumbukan elektron (EI).
Sampel dimasukan kedalam chamber, diuapkan dengan menaikkan temperatur
chamber, ditembak dengan elektron berenergi tinggi, ion fragmen yang terbentuk
dipercepat dan dipisahkan dalam medan magnet, kemudian dideteksi dengan
detektor.

Seiring dengan berkembangnya teknologi, masing-masing bagian telah mengalami


perubahan untuk meningkatkan kemudahan dalam penggunaan dan kemampuan alat
dalam menganalisa. Saat ini, spektroskopi massa biasanya digunakan secara mandiri
dalam analisa sampel atau digunakan bersama-sama dengan alat lain, seperti dengan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC), Kromatografi Gas (GC), Electroforesis
Kapiler (CE) sehingga dikenal istilah HPLC-MS, GC-MS, dan CE-MS. HPLC, GC,
atau CE berperan untuk memisahkan campuran sampel, yang selanjutkan setiap
komponen yang sudah terpisah akan dianalisa satu persatu dalam MS.

B. PENANGANAN DAN IONISASI SAMPEL


Sampel yang akan dianalisis dimasukkan pada tempat pengionan dalam alat
spektroskopi massa. Sampel dapat berupa gas, padatan, dan larutan sesuai dengan
wujud sampel dan teknik ionisasi yang dipilih. Beberapa teknik ionisasi yang lazim
dilakukan akan dibahas berikut ini.
1. Tumbukan Elektron (Electron Impact/EI)
Dalam ruang pengionan, uap sampel ditumbuk dengan elektron berenergi tinggi
(70 ev). Energi yang diserap molekul sampel akan mendorong pelepasan/
pengionan elektron dari orbital ikatan dan orbital anti-ikatan. Energi ditransfer
kearah pembentukan ion melalui proses tumbukan seperti terlihat pada
persamaan reaksi berikut :
A-B-C + e- → A-B-C+ + 2 e-

Metode ini banyak digunakan untuk sampel yang volatil dan stabil pada
temperatur tinggi. Sacara umum, spektroskopi massa dengan metode tumbukan
elektron yang menghasilkan ion positif (kation) lebih disukai dibandingkan yang
menghasilkan ion negatif (anion). Selain itu, literatur dengan pola-pola
fragmentasi ion positif sebagai referensi telah banyak dipublikasikan.
2. Electrospray Ionisation (ESI)
Suatu larutan disemprotkan melalui pipa berdiameter sangat kecil kedalam ruang
vakum dengan medan listrik bergradient beberapa ratus hingga ribuan volt per
centimeter, menghasilkan ion gas dari solut. ESI merupakan tehnik MS yang
mampu menghasilkan fraksi besar dari fragmen-fragmen molekul organik atau
analit biologis. Karena MS mengukur rasio massa terhadap muatan ion, metode
ini memberikan keuntungan dalam menganalisa massa yang sangat tinggi tanpa
perlu instrument analisis massa yang khusus. Sebagai contoh, suatu ion dengan
massa 120.000 dalton membawa 60 muatan positif muncul pada 2000 massa per
muatan. Metode ini telah digunakan untuk mengukur massa ion dari molekul
hingga 200.000 dalton, seperti protein.

3. Chemical Ionization (CI)


Ion yang akan dianalisa diproduksi melalui transfer suatu partikel (H +, H-, dan
lebih berat) hasil pengionan suatu reaktan berupa gas yang lebih berat ke dalam
sampel. Umumnya reaktan yang digunakan adalah gas metana pada tekanan 0,2-
2,0 torr (27-270 pascal). Mula-mula metana (CH4) diionkan melalui proses
tumbukan elektron menghasilkan ion CH4+ . Selanjutnya ion tersebut bereaksi
dengan molekul netral metana yang lain menghasilkan asam Bronsted yang kuat
untuk bereaksi dengan molekul sampel melalui transfer proton.
CH4 + e- → CH4+ + 2 e-
CH4+ + CH4 → CH5+ + CH3
CH3+ + CH4 → C2H5+ + H2
CH5+ + A-B-C → HABC+ + CH4
C2H5+ + A-B-C → HABC+ + C2H4

Gas lain yang juga sering digunakan adalah hidrogen (H 2), uap air (H2O),
ammonia (NH3), dan isobutana (C4H10). Dalam gas-gas ini, ion yang reaktif
adalah H3+, H2O+, NH3+ dan C4H10+. Energi yang ditransfer pada proses ionisasi
dengan metode ini berkisar 10-50 kkal/mol atau 40-200 kJ/mol, jumlah energi
yang cukup kuat untuk proses fragmentasi, namun fragmentasi yang terjadi lebih
sedikit dari metode tumbukan elektron.
4. Fast Atom Bombardment (FAB)
FAB merupakan suatu tehnik ionisasi yang popular untuk molekul non-volatil
dan atau labil terhadap temperatur tinggi. Baik digunakan untuk molekul polar
dan molekul dengan berat molekul tinggi. Umumnya FAB menggunakan uap
atom netral berkecepatan tinggi seperti Argon dan Xenon pada 8 kV. Sampel
yang dianalisa dapat berupa padatan atau sampel yang dilarutkan dalam pelarut
kental seperti gliserol. Biasanya ion pseudo molekuler [M+H]+ terbentuk bersama
sedikit ion fragmen dengan massa yang lebih rendah.

5. Field Desorption (FD)


Untuk material yang kurang volatil, ionisasi biasanya dilakukan dekat permukaan
elektroda melalui gradient medan listrik yang sangat tinggi (beberapa volt per
angstrom). Awan elektron dalam molekul didistorsi dan bagian molekul yang
mengandung kelebihan elektron berperan sebagai anoda. Ion yang terbentuk akan
ditolak oleh anoda. Lifetime dari ion ini sangat singkat dibandingkan dengan ion
hasil tumbukan electron. Karena sedikit energi yang ditransfer berupa energi
dalam dan ion bergerak sangat cepat, dan fragmentasinya sangat sedikit, maka
berat molekul sangat mudah dideteksi.

6. Matrix Assisted Laser Desorption Ionization (MALDI)


Metode ini baik digunakan untuk sampel dengan berat molekul lebih besar dari
700.000, dan tehnik ini telah digunakan untuk menentukan berat molekul dari
molekul biologi besar yang bersifat polar, seperti enzim, analisa interaksi
antibodi. Sampel berupa matriks organik atau dibuat dalam matrik organic (asam
sinapinat biasanya untuk sampel protein), dioleskan pada permukaan suatu
lempeng, selanjutnya diradiasi dengan sinar laser (N2  337 nm) . MALDI adalah
metode ionisasi yang lemah dan fragmentasi ion sampel jarang terjadi. Ion yang
dihasilkan biasanya berupa ion molekuler sehingga spektra yang dihasilkan
sangat sederhana.
C. ANALISA SPEKTRA MASSA
C.1. RUMUS MOLEKUL DAN INDEKS KEKURANGAN HIDROGEN
Peralatan spektroskopi massa resolusi tinggi (HRMS) yang telah tersedia saat ini
mampu menentukan massa suatu ion molekuler (massa yang setara dengan rumus
molekul) atau fragmen molekul (pecahan molekul setelah proses ionisasi) secara
akurat, sehingga memudahkan untuk membedakan ion molekuler atau fragmen
molekul yang massanya hampir sama. Massa yang teramati adalah penjumlahan
eksak semua massa atom penyusun molekul atau fragmen molekul dengan
kelimpahan isotop terbanyak. Sebagai contoh, HRMS mampu membedakan CO, N 2,
CH2N, dan C2H4.
12 14 12 12
C 12,0000 N 28,0062 C 12,0000 C 12,0000
16 1 1
O 15,9949 H2 2,0156 H4 4,0312
14
27,9949 N 14,0031 28,0312
28,0187

Untuk ion molekul yang tersusun oleh atom-atom yang memiliki beberapa isotop
atom dengan kelimpahan yang cukup besar, maka ion molekul yang muncul bisa
lebih dari satu. Ion molekuler yang muncul biasanya ditandai sebagai M+, [M+1]+,
[M+2]+, dan seterusnya tergantung jumlah ion molekuler yang mungkin ada. Sebagai
contoh CH3Br yang memiliki ion molekuler M+ dan [M+2]+ akibat adanya isotop 79Br
dan 81Br yang kelimpahannya hampir sama banyak.
M+ 12
C 12,0000 [M+2]+ 12
C 12,0000
1 1
H3 3,0234 H3 3,0234
79 81
Br 78,9183 Br 80,9163
93.9417 95.9397

Bila ion molekuler diketahui, maka rumus molekul dari sampel dapat ditentukan pula
dengan cara mencocokkan harga m/z dari ion molekuler dengan tabel Rumus
Molekul dengan variasi jumlah karbon, hidrogen, nitrogen, dan oksigen yang
tersedia. Selanjutnya dari rumus molekul yang ada, dapat dihitung indeks
kekurangan hidrogen (sering disebut BDE) yang bermanfaat untuk diprediksi jumlah
ikatan rangkap atau adanya cincin/siklik dalam molekul tersebut. Harga DBE
dihitung dengan rumus :
DBE =  C - ½  H - ½  Halogen + ½  N + 1
Tabel 3.1 Kelimpahan relatif dan massa eksak beberapa isotop yang umum
Unsur Isotop Massa eksak Kelimpahan relatif
12
Karbon C 12,0000 100
13
C 13,0034 1,11
1
Hidrogen H 1,0078 100
2
H 2,0141 0,016
14
Nitrogen N 14,0031 100
15
N 15,0001 0,38
16
Oksigen O 15,9949 100
17
O 16,9991 0,04
18
O 17,9992 0,20
28
Silikon Si 27,9769 100
29
Si 28,9765 5,10
30
Si 29,9738 3,35
32
Belerang S 31,9721 100
33
S 32,9715 0,78
34
S 33,9679 4,40
35
Klor Cl 34,9689 100
37
Cl 36,9659 32,5
79
Brom Br 78,9183 100
81
Br 80,9163 98,0

Adanya isotop suatu atom dapat membantu dalam identifikasi suatu molekul. Spektra
massa suatu senyawa akan menampilkan puncak yang menginformasikan jumlah
isotop yang ada dalam molekul. Sebagai contoh spektra massa suatu hidrokarbon
yang memiliki 5 atom karbon. Intensitas puncak [M+1]+ yang mengindikasikan
banyaknya isotop C13 dalam molakul, pasti 5(1,1%) = 5(0,011) dikalikan intensitas
relatif puncak ion molekuler. Jadi banyaknya atom karbon dalam molekul dapat
dihitung bila intensitas relatif [M]+ dan [M+1]+ diketahui.

Jumlah C = intensitas relatif puncak [M+1]+


0,011 x intensitas relatif [M]+
C.2. POLA FRAGMENTASI SETIAP GOLONGAN SENYAWA ORGANIK
Alkana
Puncak ion molekuler alkana rantai terbuka selalu muncul tetapi intensitasnya
semakin rendah seiring dengan bertambahnya panjang rantai. Pola fragmentasinya
ditandai dengan puncak-puncak dengan selisih massa 14 (CH2) yaitu m/z 29, 43, 57,
71, 84, ... seterusnya. Setiap puncak umumnya memiliki m/z = 14n + 1, dimana
fragmen yang paling tinggi pada C3 dan C4, serta puncak seterusnya akan terus
berkurang secara bertahap.

Gambar 3.2 Spektra


massa dodekana

R CH2 CH2 CH3


-e
R CH2 CH2 .
+ CH3
.
- CH3
R CH2
+
CH2

[M]+ [M-15]+

R CH2
+ - : CH2
CH2 +
R CH2

[M-15]+ [M-29]+

Pola fragmentasi alkana bercabang memiliki kemiripan dengan alkana terbuka,


hanya saja pola perubahan puncak dengan selisih m/z 14 hilang karena adanya
fragmentasi yang dominan pada percabangan.

Gambar 3.3 Spektra massa


2,3-dimetilbutana
+ .
CH3 CH CH CH3 CH3 CH CH CH3
-e
CH3 CH3 CH3 CH3

[ M ]+

CH3 CH +
CH3 CH CH +

CH3
CH3 CH3

m/z 43 m/z 71

Intensitas puncak ion molekuler alkana dengan rantai bercabang cenderung lebih
rendah dibandingkan alkana tak bercabang. Hal ini mengindikasikan tingginya
tingkat kestabilan karbokation yang dihasilkan dari fragmentasi pada percabangan
rantai, sehingga mendukung proses fragmentasi dari ion molekuler. Sementara
alkana siklik cenderung memiliki puncak ion molekuler yang tinggi. Seperti terlihat
pada spektra n-heksana, 2-metilpentana dan sikloheksana berikut.

Gamabar 3.4
Spektra massa
n-heksana
Gambar 3.5
Spektra massa
2-metil-pentana

Gambar 3.6
Spektra massa
sikloheksana

Pola fragmentasi alkana siklik mirip dengan alkana pada umumnya dengan
pengurangan massa sesuai dengan deret homolog alkana. Puncak dasar fragmentasi
sikloalkana adalah hasil pelepasan etena (C2H4) atau m/z [M-28]+ seperti puncak pada
m/z 56 dari sikloheksana. Bila alkana siklik memiliki cabang atau rantai samping,
pemutusan cabang merupakan pola fragmentasi yang paling favorit.

Alkena
Puncak ion molekuler alkena khususnya polialkena selalu muncul. Alkena rantai
terbuka memiliki ciri mirip dengan alkana, dimana puncak-puncak dengan selisih
massa 14 akan muncul. Puncak dengan massa C nH2n-1 dan CnH2n akan lebih tampak
dibandingkan puncak CnH2n+1 . Fragmentasi allilik dan vinilik akan terlihat nyata.
Puncak-puncak yang lazim terlihat adalah m/z 27, 41, 55, 69, 83, ....dan seterusnya.
Pada spektra massa 2-pentena terlihat puncak pada m/z 41 dan 55 hasil dari
fragmentasi pelepasan etil dan metil.

-e
. +
CH3 CH2 CH CH R CH3 CH2 CH CH R

[ M ]+

- .CH3
- .CH2CH3
+ +
CH CH R CH2 CH CH R

[ M - 29 ]+ [ M -15 ]+

Gambar 3.7 Spektra massa 2-pentena

Ciri khas fragmentasi sikloalkena merupakan kebalikan reaksi Diels-Alder, yaitu


pemcahan cincin menghasilkan suatu diena dan dienofil. Hal ini dibuktikan dengan
munculnya puncak m/z 68 pada spektra massa limonen.

+ . + .
+
+ . + .
+

m/z 68
limonen

Alkuna
Spektra massa alkuna mirip dengan alkena. Intensitas puncak ion molekuler cukup
tinggi dan pola fragmentasinya mirip dengan alkena. Pemutusan ikatan C – C dari
karbon yang terikat langsung ke C ≡ C dan pelepasan H dari alkuna terminal sangat
lazim dijumpai.

+ . .R + +
H C C CH2 R H C C CH2 H C C CH2

+
.H C C CH2 R

Spektra massa 2-pentuna menunjukkan puncak ion molekuler pada m/z 68 dengan
intesitas yang cukup tinggi. Pelepasan radikal hidrogen dari C-1 menghasilkan
puncak pada m/z 67. Dengan pola yang sama, pelepasan radikal metil akan
menghasilkan puncak pada m/z 53.

Gambar 3.8 Spektra massa 2-pentuna


Alkohol
Puncak ion molekuler alkohol primer dan sekunder muncul dengan intensitas yang
sangat rendah, bahkan tidak muncul untuk alkohol tersier. Pemutusan ikatan C – C
dekat atom oksigen pada alkohol primer akan menghasilkan puncak dengan m/z 31
(CH2=OH)+ . Alkohol sekunder dengan pola fragmentasi yang sama akan
menghasilkan puncak dengan m/z 45, 59, 73, ... seterusnya tergantung panjang rantai
karbon, sementara alkohol tersier menghasilkan puncak mulai m/z 59, 73, ...
seterusnya.

R"

CH2 +
.+ .
- CH2R"
R C OH
R C OH
R'
R'
Alkohol primer R dan R' = H m/z = 31
Alkohol sekunder R/R' salah satu = H m/z = 45, 59, 73,....
Alkohol tersier R/R' bukan = H m/z = 59, 73,....

Alkohol rantai panjang biasanya menghasilkan puncak M-18 akibat pelepasan H 2O


dan puncak [M-(H2O + alkena)]+.

H
RHC
.

OH CHR
+

- H2O
. +

H2C CH2 CH2


C
- CH2=CH2
H2
[M - (18+ALKENA)]+

Spektra 2-pentanol menunjukkan puncak-puncak pada m/z 45 dan 74 hasil dari


pelepasan C3H9 dan CH3. Sementara puncak ion molekuler muncul dengan intensitas
yang sangat rendah.
Gambar 3.9 Spektra massa 2-pentanol

Alkohol siklik seperti sikloheksanol akan mengalami fragmentasi sekurang-


kurangnya dengan tiga skema yang berbeda, yaitu :

H OH OH

(1) .H

m/z 99
OH

OH OH H H
H OH
H H
(2) H H
CH2 . CH3 m/z 57
H

CH3

H OH

(3)
H2O
+

m/z 82
Gambar 3.10 Spektra massa sikloheksanol

Eter
Eter alifatik memiliki intensitas puncak ion molekuler yang lebih rendah
dibandingkan alkohol dengan berat molekul yang sama. Pola fragmentasi eter hampir
mirip dengan alkohol seperti pemutusan ikatan C - C dan penataan ulang dengan
pemutusan ikatan C - H. Pola fragmentasi eter menghasilkan m/z mulai 31, 45, 59,
73, dan seterusnya tergantung panjangnya rantai alkil.

.R
R CH2 O R CH2 O R

R CH O CH2 CH R R CH OH + CH2 CH R

Spektra massa dietileter menunjukkan puncak ion molekuler pada m/z 74. Hasil
fragmentasi pelepasan CH3 pada m/z 69. sementara puncak 45 dan 31 merupakan
hasil fragmentasi lanjutan dari puncak [M-15] melalui pelepasan CH2=CH2 diikuti
dengan :CH2 .
Gambar 3.11 Spektra massa dietileter

Aldehid
Puncak ion molekuler aldehid biasanya mucul walaupun intensitasnya lemah.
Pemutusan ikatan C – C dan C – H dari C karbonil atau yang lazim disebut
pemutusan  (-cleavage) lazim terjadi menghasilkan puncak fragmen dengan m/z
[M-H]+ dan [M-R]+ atau [CHO]+. Selain, itu pemutusan  juga merupakan model
fragmentasi yang penting menghasilkan fragmen R+ atau senilai [M-43]+.

O O
(1) .H
R C H R C

[M-1]+

O O
(2) .R
R C H C H

m/z 29

O O
(3)
+
R CH2 C H R + CH2 C H
+
[M-43]
Aldehid rantai panjang dapat mengalami fragmentasi yang disebut dengan penataan
ulang McLafferty. Aldehid tidak bercabang akan menghasilkan puncak pada m/z 44.
Puncak hasil penataan ulang ini biasanya menjadi puncak dasar.

H R H R
O O
+
C CH2 C CH2
H C H CH2
H2
m/z 44

Selain aldehid, penataan ulang McLafferty dapat terjadi pada semua senyawa
karbonil seperi keton, asam karboksilat, ester, dan amida yang memiliki panjang
rantai minimum 4 atom karbon dan atom C ke-4 harus mengikat atom H.

Gambar 3.12 Spektra massa pentanaldehid

Spektra massa pentanaldehid diatas menunjukkan puncak pada m/z 29 dan 44 yang
merupakan hasil fragmentasi C dengan C karbonil, serta hasil penataan ulang
McLafferty.
Keton
Puncak ion molekuler dari keton biasanya umumnya muncul walaupun intensitasnya
tidak begitu tinggi. Pola fragmentasi keton asiklik hampir mirip dengan aldehid,
yaitu pemutusan ikatan C dengan C karbonil. Bila ukuran kedua gugus alkil yang
mengapit C karbonil tidak sama, maka lepasnya gugus alkil yang lebih besar akan
lebih disukai sehingga intensitas puncaknya umumnya lebih tinggi. Bila rantai
karbon keton memiliki jumlah atom C4, maka puncak hasil penataan ulang
McLafferty akan teramati.

Gambar 3.13 Spektra massa 2-pentanon

Puncak ion molekuler 2-pentanon terlihat cukup tinggi intensitasnya pada m/z 86.
Sementara puncak pada m/z 43 dan 71 merupakan hasil pemecahan C dengan C
karbonil, dimana intensitas puncak hasil pelepasan rantai propil lebih tinggi
dibandingkan pelepasan rantai metil. Puncak pada m/z 58 merupakan hasil penataan
ulang McLafferty.
Keton siklik mengalami variasi fragmentasi dan penataan ulang. Sebagai contoh
adalah spektra massa sikloheksanon dibawah ini.

Gambar 3.14 Spektra massa sikloheksanon

Munculnya puncak-puncak pada m/z 98, 83,70, 55, dan 42 dapat dijelaskan melalui
beberapa variasi fragmentasi dan penataan ulang.

O O O

CH2 C2H4 CO CH2

CH2 CH2

m/z 98 m/z 98 m/z 70 m/z 42

O O O
H
H H
CH2 CH3
C3H7

m/z 98 m/z 98 m/z 55

O O

H
CH3
CH3

m/z 98 m/z 83
Asam Karboksilat
Puncak ion molekuler asam karboksilat biasanya muncul, walaupun pada senyawa
tertentu intensitasnya rendah atau bahkan tidak teramati. Pemecahan  (ikatan C
dengan C=O) yang lazim dijumpai pada senyawa karbonil juga akan teramati pada
senyawa ini. Spektra masssa asam butanoat dibawah ini menunjukkan puncak ion
molekuler yang lemah pada m/z 88. Sementara puncak pada m/z 71, 45, dan 43
merupakan hasil pemecahan . Penataan ulang McLafferty juga terjadi pada asam
butanoat dengan munculnya puncak pada m/z 60 dengan intensitas tertinggi.

Gambar 3.15 Spektra massa asam butanoat

Ester
Pola fragmentasi ester serupa dengan asam karboksilat. Selain pemecahan ,
penataan ualng McLafferty lazim terjadi pada ester. Etil butanoat menunjukkan
puncak ion molekuler dengan intensitas lemah pada m/z 116. Pemecahan  akan
menghasilkan puncak-puncak pada m/z 43, 45, 71 dan 73. Sementara penataan ulang
McLafferty menghasilkan puncak pada m/z 88.
Ester etil dari asam-p-hidroksibenzoat lazim mengalami pemecahan  (melapas
radikal etoksi) menghasilkan puncak pada m/z 121 dengan intensitas yang sangat
tinggi. Fragmen ini memiliki kestabilan yang tinggi karena resonansi ke cincin
aromatik.

Gambar 3.16 Spektra massa etilbuatnoat


Gambar 3.17 Spektra massa etil-p-hidroksibenzoat

Amina
Harga m/z dari ion molekuler amina sangat bermanfaat dalam mengidentifikasi
banyaknya atom N dalam senyawa amina. Amina dengan jumlah atom N ganjil akan
memiliki ion molekuler dengan harga m/z ganjil, sementara senyawa yang jumlah
atom N-nya genap akan memiliki harga yang genap pula. Sayangnya, puncak ion
molekuler amina intensitasnya sangat lemah bahkan jarang muncul. Intensitas
puncak tertinggi biasanya berasal dari hasil pemecahan . Sementara amina rantai
panjang lazim membentuk fragmen siklik 6 atom (n=4).

R R' R'
+. - .R +
R' C N R' C N

R'' R'' R'' R''

Jika semua R = H m/z = 30

+. +
R CH2 NH 2 - .R H2C NH

(CH2)n (CH2)n
Gambar 3.18 Spektra massa heksilamina
Hidrokarbon Aromatik
Jika ada gugus alkil yang terikat pada cincin benzena, fragmentasi lazimnya terjadi
pada posisi benzilik membentuk fragmen dengan m/z 91 (C 7H7+). Bila panjang rantai
alkil lebih besar atau terdiri dari 3 atom karbon, fragmen massa hasil penataan ulang
McLafferty akan teramati.

CH2

Karbokation benzil Ion tropilium


m/z 91 m/z 91

CH3 CH3
CH3

CH CH3 CH
CH3

m/z 105

CH2
CH2

H +
H H CH3 H CH3
H

m/z 92
Alkil halida
Intensitas puncak ion molekuler senyawa alkil halida alifatik bervariasi, dimana alkil
iodida memiliki intensitas ternggi dan alkil fluorida terendah. Intensitas puncak ion
molekuler akan berkurang seiring dengan bertambahnya ukuran gugus atau cabang
pada posisi  . Pola fragmentasi yang paling penting dari alkil halida terutama alkil
iodida dan alkil bromida adalah lepasnya atom halida dan meninggalkan carbokation
pada rantai alkil. Hal ini mudah terjadi karena iodida dan bromida merupakan gugus
pergi yang baik. Karbokation yang terbentuk biasanya mengalami fragmentasi lebih
lanjut. Sebaliknya pola fragmentasi pelepasan halida sangat jarang terjadi pada alkil
klorida, dan bahkan tidak terjadi pada alkil fluorida. Pada kedua alkil halida ini (Cl
dan F) lazimnya terjadi pelepasan HX

H X
HX
R CH CH2 R CH CH2

Pola fragmentasi pemecahan  pada lakil halida juga sering terjadi. Bila pada posisi
 terdapat percabangan, maka lepasnya gugus yang lebih besar umumnya lebih lazim
terjadi. Puncak yang dihasilkan dari pemecahan  umumnya cukup lemah.

R
R CH2 X CH2 X

Untuk alkil klorida dan alkil bromida rantai panjang, pembentukan fragmen siklik 5
atom lazim terjadi dengan melepas sisa rantai dalam bentuk radikal.
. + +
Cl Cl
R CH2 CH2 - .R H2C CH2

H 2C CH2 H2C CH2

Puncak ion molekuler dan pola fragmentasi senyawa alkil halida cukup unik
sehingga memudahkan dalam proses identifikasi. Fluorida dan iodida tidak memiliki
isotop, sementara klorida dan bromida memiliki isotop dengan kelimpahan yang
berbeda-beda mudah dibedakan. Puncak ion molekuler [M]+ alkil fluorida dan alkil
iodida berupa puncak tunggal, sementara untuk alkil klorida dan alkil bromida akan
muncul [M]+ dan [M+2]+ bila mengandung satu atom Cl atau Br. Serta akan lebih
kompleks bila jumlah atom Cl dan atau Br bertambah. Selain itu, perbandingan
intensitas puncak-puncak ion molekuler juga akan lebih kompleks, seperti tertera
pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Hubungan Jumlah dan Jenis Atom Halogen dengan Prosentase Intensitas
Puncak Ion Molekuler
Atom Intensitas Relatif Puncak Ion Molekuler (%)
Halogen [M] +
[M+2]+ [M+4]+ [M+6]+ [M+8]+ [M+10]+ [M+12]+
Br 100 97,2
2 Br 100 195,0 95,5
3 Br 100 293,0 286,0 93,4
Cl 100 32,6
2 Cl 100 65,3 10,6
3 Cl 100 97,8 31,9 3,47
4 Cl 100 131,0 63,9 14,0 1,2
5 Cl 100 163,0 106,0 34,7 5,7 0,4
6 Cl 100 196,0 161,0 69,4 17,0 2,2 0,1
Br Cl 100 130,0 31,9
2 Br 1 Cl 100 228,0 159,0 31,2
2 Cl 1 Br 100 163,0 74,4 10,4
Keterangan : Angka-angka pada kolom 1 mewakili jumlah atom dalam molekul
D. LATIHAN SOAL-SOAL

1. Berapakah jumlah atom C dalam molekul bila intensitas relatif ion


molekulernya 43,27 % dan intensitas relatif [M+1]+ 3,81 % ?

2. Spektra massa berikut merupakan spektra massa 1-metoksibutana, 2-metoksi


butana, dan 2-metoksi-2-metilpropana. Pasangkanlah senyawa-senyawa tersebut
dengan spektra massanya !
3. Puncak-puncak pada m/z berapakah yang lazim akan muncul pada spektra
massa a. 2-pentanon b. 3-heptanol c. 2-klorobutana
d. etilheksanoat e. etilbenzena

4. Diantara ketiga senyawa berikut, ada dua senyawa memiliki puncak dasar
pada m/z 119 dan ada satu senyawa pada m/z 105. Tentukanlah senyawa-
senyawa tersebut sesuai dengan harga puncak dasarnya !

CH2CH3 CH2CH2CH3 CH(CH3)2

H3C CH3 CH3 CH3


E. DAFTAR PUSTAKA
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, 1996, Introduction to Spectroscopy, Saunders
College Publishing, USA

Silverstein RM, Bassler GC, Morrill TC, 1991, Spectrometric Identification of


Organic Compounds, 5th ed., John Wiley & Sons, USA

Cresswell, CJ., Runquist, OA., Campbell, MM., 1982, Analisis Spektrum Senyawa
Organik, (diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro),
Penerbit ITB, Bandung

Dudley W., and Fleming I., 1995, Spectroscopic Methods in Organic Chemistry,
McGraw Hill Higher Education

Bruice PY, 2005, Organic Chemistry, 4th ed, John Wiley & Sons, USA

Anda mungkin juga menyukai