Anda di halaman 1dari 12

KARAKTERISASI NANOPARTIKEL

Disusun Oleh :

Nicky Octaviani (03031381621068)

TEKNIK KIMIA B/ PALEMBANG

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
KARAKTERISASI NANOPARTIKEL
Pendahuluan
Riset nanomaterial, khususnya bidang eksperimen, tidak bisa lepas dari
kegiatan karakterisasi atau pengukuran. Dengan karakterisasi kita bisa yakin
bahwa material yang disintesis sudah memenuhi kriteria nanostruktur, yaitu salah
satu dimensinya berukuran nanometer. Dalam kesepakatan umum sampai saat ini,
dimensi nanometer adalah ukuran yang kurang dari 100 nm. Karakterisasi juga
memberikan informasi tentang sifat-sifat fisis maupun kimiawi nanomaterial
tersebut. Ini sangat penting karena ketika dimensi material menuju nilai beberapa
nanometer (kurang dari 10 nm), banyak sifat fisis maupun kimiawi yang
bergantung pada ukuran. Ini menghasilkan sejumlah kekayaan sifat dan peluang
memanipulasi atau menggenerasi sifat-sifat baru yang tidak dijumpai pada
material ukuran besar (bulk) (Abdullah dan Khairurrijal, 2009).

Particle Size Analyzer (PSA)


Sieve analyses (analisis ayakan) dalam dunia farmasi sering kali
digunakan dalam bidang mikromeritik, yaitu ilmu yang mempelajari tentang ilmu
dan teknologi partikel kecil. Metode yang paling umum digunakan adalah analisis
gambar (mikrografi). Metode ini meliputi metode mikroskopi dan metode
holografi. Alat yang sering digunakan biasanya SEM, TEM, dan AFM. Namun
seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah ke era
nanoteknologi, para peneliti mulai menggunakan laser diffraction (LAS). Metode
ini dinilai lebih akurat bila dibandingkan dengan metode analisis gambar maupun
metode ayakan, terutama untuk sampel-sampel dalam orde nano maupun
submikron (Lusi, 2011).
Gambar Alat Particle Size Analyzer (PSA) (Rusli, 2011)
Contoh alat yang menggunakan metode LAS adalah particle size analyzer
(PSA). Metode LAS dibagi dalam dua metode :
1. Metode basah, metode ini menggunakan media pendispersi untuk
mendispersikan material uji.
2. Metode kering, metode ini memanfaatkan udara atau aliran udara untuk
melarutkan partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini baik
digunakan untuk ukuran yang kasar, di mana hubungan antar partikel
lemah dan kemungkinan untuk beraglomerasi kecil.
Keunggulan penggunaan particle size analyzer (PSA) untuk mengetahui
ukuran partikel :
1. Lebih akurat. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA lebih akurat
jika dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat lain seperti
XRD ataupun SEM. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam
media sehingga ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single
particle.
2. Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga dapat
menggambarkan keseluruhan kondisi sampel.
3. Rentang pengukuran dari 0,6 nanometer hingga 7 mikrometer (Rusli,
2011)
Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan
metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode
kering ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisis gambar.
Terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submikron yang
biasanya memiliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan
partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling
beraglomerasi (menggumpal).
Dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single
particle. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil
pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi
sampel. Beberapa analisis yang dilakukan, antara lain :
1. Menganalisis ukuran partikel.
2. Menganalisis nilai zeta potensial dari suatu larutan sampel.
3. Mengukur tegangan permukaan dari partikel clay bagi industri keramik
dan sejenisnya.
4. Mengetahui zeta potensial koagulan untuk proses koagulasi partikel
pengotor bagi industri water treatment plant (Nanortim, 2010).
Analisis ukuran partikel adalah sebuah sifat fundamental dari endapan
suatu partikel yang dapat memberikan informasi tentang tentang asal dan sejarah
partikel tersebut. Distribusi ukuran juga merupakan hal penting seperti untuk
menilai perilaku granular yang digunakan oleh suatu senyawa atau gaya gravitasi.
Diantara senyawa-senyawa dalam tubuh hanya ada satu partikel yang
berkarakteristik dimensi linear. Partikel irregular memiliki banyak sifat dari
beberapa karakteristik dimensi linear (James & Syvitski 1991).
Perhitungan partikel secara modern umumnya menggunakan alinasis
gambar atau beberapa jenis penghitung partikel. Gambar didapatkan secara
tradisional dengan mikroskop elektron atau untuk partikel yang lebih kecil
menggunakan SEM (James & Syvitski 1991). Penyinaran sinar laser pada analisis
ukuran partikel dalam keadaan tersebar. Pengukuran distribusi intensitas difraksi
cahaya spasial dan penyebaran cahaya dari partikel. Distribusi ukuran partikel
dihitung dari hasil pengukuran. Difraksi sinar laser analisis ukuran partikel
meliputi perangkat laser untuk mennghasilkan sinar laser ultraviolet sebagai
sumber cahaya dan melekatkan atau melepaskan flourescent untuk mengetahui
permukaan photodiode array yang menghitung distribusi intensitas cahaya spasial
dan penyebaran cahaya selama terjadinya pengukuran (Totoki 2007).
Pengukuran sampel diperoleh dari penyebaran partikel yang akan diukur
(P) dalam suatu pelarut kemudian mengalir melalui aliran sel (1) dengan pompa
(Gambar 6). Aliran sel (1) terbuat dari leburan silika yang mampu
mentransmisikan sinar ultraviolet. Sistem penyinaran optik (2) dan sistem
pengukuran optik (3) dikeluarkan melalui aliran sel (1). Sistem penyinaran optik
(2) terdiri atas laser (2a) untuk menghasilkan sinar laser ultraviolet dengan
panjang gelombang 325 nm untuk gas sedangkan panjang gelombang 266 nm
untuk padatan dan carian, kondensator (2b), penyaring spasial (2c), dan lensa
kolimator (2d) (Totoki 2007).
Sistem pengukuran optik (3) terdiri atas kondensator (3a), cincin detektor
(3b), dan fluorescent (3c) yang dilekatkan atau dikeluarkan mendekati permukaan
cincin detektor (3b). Cincin detektor (3b) adalah photodiode array yang terbentuk
dari photodiodes. Photodiodes cincin detektor (3b) mengirimkan output menuju
data sampling circuit (4). Data sampling circuit (4) terbentuk dari amplifier untuk
memperkuat output dari photodiodes secara terpisah berupa data digital. Data
digital tersebut akan dikirim ke komputer (5), computer akan merubah distribusi
intesitas data menjadi data algoritma. Hasil dari pengukuran akan muncul pada
layar monitor (6) atau dicetak menggunakan printer (7) (Totoki 2007).

Gambar Skema kerja PSA aliran sel (1), sistem penyinaran optik (2), sistem
pengukuran optik (3), data sampling circuit (4), komputer (5), layar monitor (6),
& printer (7) (Totoki 2007)
Atomic Force Microscope (AFM)
Mikroskop gaya atom (Atomic Force Microscope) adalah jenis mikroskop
dengan resolusi tinggi yang mana resolusinya mencapai seperbilangan nanometer
(1000 kali lebih kuat dari batas difraksi optik). Nano adalah satuan panjang
sebesar sepertriliun meter (1 nm = 10-9 m). Bahan berstruktur nano merupakan
bahan yang memiliki paling tidak salah satu dimensinya berukuran <100 nm.
Atomic force microscope mampu menampilkan gambar dimana ukurannya lebih
kecil dari 20 ms. Mikroskop ini juga memungkinkan menampilkan gambar dari
kristal yang lunak dan permukaan polimer.
Mikroskop gaya atom ini merupakan salah satu alat untuk penggambaran,
pengukuran, dan manipulasi materi pada skala nano. Cara untuk mendapatkan
informasi pada Mikroskop gaya atom dengan meraba permukaan dengan
menggunakan sebuah alat pemeriksa mekanik yang disebut dengan piezoelektrik.
Elemen piezoelektrik ini yang memfasilitasi perintah elektronik gerak dengan
sangat akurat dan tepat sehingga membuatnya dapat memindai dengan presisi
tinggi.
Mikroskop gaya atom terdiri dari sebuah penopang (cantilever) dengan
ujung yang tajam sebagai alat pemeriksa (probe) yang digunakan untuk memindai
permukaan sampel. Penopang tersebut biasanya terbuat dari silikon dengan radius
kelengkungan ujung mencapai bilangan nanometer. Ketika ujungnya dibawa
mendekati permukaan sampel, gaya antara ujung tajam pemindai dengan
permukaan sampel menyebabkan pelengkungan penopang sesuai dengan hukum
Hooke. Tergantung pada situasinya, gaya yang diukur AFM meliputi gaya kontak
mekanik, gaya van der waals, gaya kapiler, ikatan kimia, gaya elektrostatik, gaya
magnet, gaya casimir, gaya pelarutan, dan lain-lain.
AFM bekerja dengan cara memanfaatkan gaya tarik-menarik dan tolak-
menolak yang bekerja antara cantilever dan permukaan sampel pada jarak
beberapa nanometer. Persamaan gaya ini dinyatakan dalam persamaan potensial
Lennard-Jones. Gaya tarik menarik terjadi saat cantilever dan sampel saling
menjauh. Sementara itu, gaya tolak-menolak terjadi saat cantilever dan sampel
saling mendekat.

Gambar Skematik Atomic Force Microscope (AFM) (Nababan, 2011)


Pada AFM, cantilever bekerja meraba-raba (melakukan scanning)
permukaan sambil menjaga jarak antara cantilever dengan permukaan sampel
tetap sama beberapa nanometer. Gaya tarik-menarik dan tolak-menolak yang
terjadi di antaranya menyebabkan perubahan posisi cantilever. Perubahan posisi
cantilever selama meraba-raba permukaan sampel ditangkap dengan laser dan
menyebabkan perubahan pantulan laser pada sensor photodioda. Perubahan posisi
tangkapan laser pada photodioda ini diolah dengan rangkaian elektronik dan
komputer untuk kemudian diwujudkan dalam bentuk data gambar 3D pada layar
monitor.
Selama proses perabaan (scanning), pengaturan jarak antara cantilever dan
permukaan sampel serta pergerakan sampel diatur secara simultan dan sinergis
melalui komunikasi antara rangkaian elektronik (komputer) dengan cantilever dan
material piezoelektrik. Proses perubahan tekanan menjadi tegangan atau tegangan
menjadi tekanan ini diatur oleh piezoelektrik. Untuk menampilkannya dalam
komputer sinyal tegangan ini diubah ke sinyal analog. Karena sangat kecil maka
diperkuat dengan amplifier. Kemudian sinyal dikonversi ke digital sehingga data
dapat diolah oleh komputer.
Dengan memanfaatkan gaya tersebut, berbagai macam sampel dapat
diamati, tidak terbatas hanya pada benda yang bisa menghantarkan listrik saja.
AFM juga bisa bekerja pada suhu ruangan dan tekanan udara biasa. Hal ini
menyebabkan sampel organik pun bisa diamati dengan AFM. Untuk
meningkatkan kemampuan AFM, diperlukan diameter ujung tip yang sangat kecil
dan juga frekuensi resonansi cantilever yang tinggi agar sensitivitas terhadap
perubahan posisi cantilever meningkat dan AFM bisa bekerja dengan lebih cepat
(Nababan, 2011).
AFM termasuk mikroskop cangih yang sederhana pengoperasiannya.
Prinsip kerja AFM juga sangat sederhana dan dapat dipahami hanya dengan
konsep- konsp fisika dasar. AFM tidak memerlukan sistem vakum, tegangan
tinggi, maupun fasilitas pendingin seperti pada SEM dan TEM.
Perangkat utama sebuah AFM adalah sebuah tip yang sangat tajam yang
ditempatkan di ujung cantilever, kedalaman tekstur permukaan benda dapat
dketahui. Sudut pantul sinar laser pada berbagai titik scan ditentukan. Selanjutnya
dengan program pengolahan citra yang ada dalam komputer, profil permukaan
sampel dapat dibangun.

Gambar Contoh Tip AFM yang difoto dengan SEM (Abdullah dan Khairurrijal,
2009).

Sampel berupa single wall carbon nanotube yang ditempatkan di atas


substrat. Sudut yang dibentuk cantilever ditentukan dengan mengarahkan berkas
tipis sinar laser ke arah cantilever dan sudut sinar pantul ditentukan. Perubahan
sudut cantilever menyebabkan perubahan arah sinar pantul. Ke dua sudut tersebut
berkaitan satu dengan lainnya. Dengan kata lain, dengan mengetahui sudut sinar
pantul maka sudut cantlever dapat di ketahui, dan pada akhirnya lurus
permukaan) tetapi sering kurang teliti untuk dimensi tekstur arah tangensial
(sejajar permukaan).

Gambar Contoh profil permukaan sample yang diamati dengan AFM (Abdullah
dan Khairurrijal, 2009).

Pergeseran posisi cantilever arah normal sedikit saja (puluhan nanometer)


dapat direkam dengan baik. Kesalahan pengamatan arah sejajar sampel sering
terjadi jika ada perubahan tekstur pada ukuran yang lebih kecil daripada ukuran
tip (Abdullah dan Khairurrijal, 2009).

Fourier Transform Infrared (FTIR)


FTIR merupakan singkatan dari Forier Transform Infrared. FTIR adalah
teknik yang digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi,
emisi, fotokonduktivitas atau raman scattering dari sampel padat, cair, dan gas.
Karakterisasi dengan menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis
vibrasi antaratom. FTIR juga digunakan untuk menganalisis senyawa organik dan
anorganik baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan melihat intensitas
absorpsi senyawa pada panjang gelombang tertentu (Anam, 2007).
Fourier Transform Infrared (FTIR) merupakan salah satu metode
spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan transformasif fourier untuk
menganalis hasil spektrumnya. Metode FTIR merupakan metode absorpsi, yaitu
metode yang didasarkan adanya perbedaan penyerapan radiasi inframerah. Suatu
materi dapat menyerap inframerah apabila telah memenuhi dua syarat, yaitu
kesesuaian antara frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi vibrasi molekul
sampel dan perubahan momen dipol selama bervibrasi (Anam, 2007).
Spektrofotometri FTIR pada dasarnya adalah sama dengan
spektrofotometri IR dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada
sistem optic sebelum berkas sinar infra merah melewati sampel. Beberapa radiasi
inframerah diserap oleh sampel dan sebagian dilewatkan (ditransmisikan).
Spektrum yang dihasilkan merupakan penyerapan dan transmisi molekul,
menciptakan bekas molekul dari sampel. Seperti sidik jari tidak ada dua struktur
molekul khas yang menghasilkan spektrum inframerah sama (Thermo, 2001).
Spektroskopi FTIR menggunakan sistem optik dengan laser sebagai
sumber radiasi kemudian diinterferensikan oleh radiasi inframerah menjadi sinyal
radiasi yang diterima oleh detektor dengan kualitas yang baik dan bersifat utuh.
Prinsip kerja FTIR seperti pada gambar, berupa sinar infrared yang melewati
celah ke sampel, yang akan mengontrol jumlah energi yang disampaikan ke
sampel. Kemudian infrared diserap oleh sampel dan yang lainnya ditransmisikan
melalui permukaan sampel sehingga sinar infrared lolos ke detektor dan sinyal
yang terukur kemudian dikirim ke komputer seperti yang ditunjukkan pada
gambar dibawah ini (Thermo, 2001).

Gambar Skematik prinsip kerja FTIR (Thermo, 2001).


Spektrometer FTIR memiliki beberapa kelebihan utama dalam hal analisis
dibandingkan dengan metode konvensional, yaitu:
1. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara
simultan, sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat dari pada
menggunakan cara scanning.
2. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi
disperse standar karena resolusinya lebih tinggi. Sensitivitas dari metoda
spektrofotometri FTIR lebih besar dari pada cara dispersi, sebab radiasi
yang masuk ke sistim detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui
celah (slitless).
3. Pada FTIR, mekanik optik lebih sederhana dengan sedikit komponen yang
bergerak dibanding spektroskopi infra merah lainnya, dapat
mengidentifikasi material yang belum diketahui, serta dapat menentukan
kualitas dan jumlah komponen sebuah sampel (Hamdila, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., dan Khairurrijal. 2009. Review: Karakterisasi Nanomaterial. Jurnal
Nanosains & Nanoteknologi. 2(1): 1-9.
Anam, C., Sirojudin, Firdausi, K.S., 2007, Analisis Gugus Fungsi pada Sampel
Uji, Bensin dan Spiritus menggunakan Metode Spektroskopi FTIR,
Berkala FisikaISSN : 1410 9662. 10: 79-85.
Hamdila, J.D. 2012. Pengaruh Variasi Massa terhadap Karakteristik
Fungsionalitas dan Termal Komposit MgO-SiO2 Berbasis Silika Sekam
Padi sebagai Katalis. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
James P. M. Syvitski. 1991. Principles, Methods, and Application of Particle Size
Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.
Lusi. 2011. Cara Mengetahui Ukuran Suatu Partikel. http://nanotech.co.id/index
.php?option= com_content&view=article&id=120&catid=46&Itemid=6
7&lang=in.
Nababan, N. 2011. Berkenalan dengan SPM (Scanning Probe Microscope): AFM
(Atomic Force Microscope). https://stunecity.wordpress.com/2011/02/04
/berkenalan-dengan-spm-scanning-probe-microscope-afm-force-microsco
pe/.
Nanortim. 2010. Jasa Analisa dan Pengujian Sampel. http://nano.or.id/index.php?
option=com_content&task=blogcategory&id=32&Itemid=58.
Rusli, P. R. 2011. Pembuatan dan Karakterisasi Nanopartikel Titanium Dioksida
Fase Anatase dengan Metode Sol-Gel. Skripsi. Medan : Unimed.
Therno, N. 2001. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry.
Thermonicolet Corporation. USA.
Totoki S, Wada Y, Moriya N, Shimaoka H. 2007. DEP active grating method: a
new approach for size analysis of nano-sized particles. Shimadzu Review
62: 173-179.

Anda mungkin juga menyukai