PERCOBAAN I
PREPARATION BENZILIDENASETOFENON
DISUSUN OLEH:
(Kelompok II)
1. Muhammad Abdul Muqsith / 24030117130058
Mudliatul Husna
240301151
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
PERCOBAAN I
PREPARATION BENZILIDENASETOFENON
I. TUJUAN
1.1 Preparasi senyawa kalkon dari benzaldehida dan asetofenon.
1.2 Analisis spektrofotometri UV-Vis senyawa kalkon
(Grotewold, 2006)
(Fessenden, 1992)
Reaksi kondensasi aldol yang melibatkan dua aldehid yang berbeda
memiliki hidrogen α kuarang bermanfaat karena hasil yang didapat berupa
produk campuran. Hal ini dapat diekstraksikan untuk reaksi yang terjadi
ketika basa (Wingrove et al., 1981). Suatu aldehida dalam kondensasi aldol
tanpa hidrogen α tidak dapat membentuk ion enolat dan dengan demikian
tidak dapat berdimerisasi dalam suatu kondensasi aldol (Fessenden, 1992).
2.4 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan
campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya
yang menggunakan plat tipis. Kromatografi juga merupakan analisis cepat
yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya
(Ibnu Gholib Ganjar, 2007).
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya
sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif.
Kedua, dipakai untuk menjajaki system pelarut dan system penyangga yang
akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi
(Roy J.Gitter, 1991)
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang
sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar
dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk
mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari
kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi
senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang
disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan
tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi –
pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari KLT
adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk
senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar.
Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh
senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari
titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.(Ibnu Gholib
Ganjar, 2007).
2.5 Spektrofotometer UV-Vis
2.6 Ekstraksi
Sifat fisika: Cairan tidak berwarna, titik didih 178,1 oC, titik lebur -26oC,
densitas 1,0415 g/ml
Sifat kimia: dihasilkan dari oksidasi alkohol, berbau almond, larut dalam
alkohol, kelarutan dalam air kurang (Sartika, 2012)
Sifat fisika: berhablur, tak berwarna, berat molekul: 120,16 g / mol, Titik
didih:201,7 ° C (395,1 ° F), Titik lebur: 19,7 ° C (67,5 ° F)
Sifat kimia: larut dalam air, metanol, dietil eter.(Pudjaatmaka,2013)
Sifat fisik: berupa Cairan tak berwarna , pahit,berat molekul: 88,11 g / mol,,
Titik didih: 77 ° C , Titik leleh -83 ° C
sifat fisika: berbentuk cairan, tidak berwarna, titik didih 68oC, Berat Molekul
86.18g/mole
sifat Kimia: bersifat non polar, larut dalam aseton dan dietil
eter.(Pudjaatmaka,2013)
Sifat Fisik: Kristal berwarna putih, titik didih: 19390C dan titik leleh:3180C.
Sifat Kimia: Menyerap air dan CO2 dari udara, larut dalam air,
alkohol.(Pudjaatmaka,2013)
Sifat fisika: padatan berwarna putih, berat molekul 142,06 g/mol, titik leleh
88OC, titik didih 110OC, massa jenis 2,671
Sifat kimia : higroskopis, larut dalam air, hidrogen iodida, gliserol, tidak larut
dalam alkohol (Wulandari , 2015)
III. METODELOGI PERCOBAAN
Hasil
IV. DATA PENGAMATAN
6 Pengeringan dengan Na2SO4 , disaring Larutan kalkon yang murni dari air
7 Evaporasi hingga tidak ada solven yang Larutan kalkon murni dari etil asetat
tersisa, timbang
8 Analisis hasil dengan spektroskopi UV-Vis Diperoleh panjang gelombang pada
pita I =205 nm,
pita II= 227,5 nm
pita III=308,5 nm
9 Pengukuran titik leleh 50-52 oC
V. HIPOTESIS
Percobaan ini bertujuan untuk mensintesis suatu senyawa kalkon dari benzaldehid
dan asetofenon yang berprinsip pada reaksi Claisen-Schmidt atau kondensasi aldol
dengan mereaksikan benzaldehid, asetofenon dan NaOH dalam pelarut etanol dan
akuades. Reaksi Caisen-Schmidt merupakan reaksi kondensasi antara aldehyde aromatic
dengan alkil (aril) keton menggunakan katalis basa menghasilkan senyawa α,β-keton tak
jenuh (currey dan sundberg, 1990).
Cara kerja yang dilakukan pada percobaan adalah menimbang kristal NaOH
sebanyak 100 mg dan meneteskan asetofenon 0,1 ml. Penambahan NaOH berfungsi
sebagai katalis dalam reaksi Claisen-Schimdt atau kondensasi aldol. Asetofenon
berfungsi sebagai sumber karbanion (bersifat sebagai nukleofil) yang dapat menurunkan
energi aktivasi sehingga reaksi berlangsung lebih cepat dan NaOH dapat terbentuk
kembali di akhir reaksi (Petrucci, 1987). Reaksinya yang terjadi yaitu:
(Fessenden,1992).
Pada reaksi diatas OH yang bersifat negative menyerang Hα yang bersifat δ+.
Disebut Hα karena H tersebut berikatan dengan atom Cα terhadap gugus karbonil. Setelah
itu Hα berikatan dengan OH- membentuk H2O dan Cα terhadap gugus karbonil tersebut
menjadi bersifat negative karena kekurangan elektron. Untuk karbanion relatif stabil
karena dapat berkonjugassi membentuk ion enolat. Reaksinya yaitu :
(Fessenden,1992)
Fessenden(1992)
Pada reaksi diatas aquadest akan terhidrolisis sehingga dapat melakukan transfer
proton yang kemudian akan menghasilkan menghasilkan β-hidroksiketon. Atom hidrogen
yang memiliki muatan δ+, yaitu atom H dari H2O akan berikatan dengan atom oksigen
(O) yang bermuatan negative dan membentuk OH-. Disebut β-hidroksiketon karena OH
terikat pada atom karbon (C) posisi β, yaitu posisi atom karbon (C) kedua yang mengikat
gugus karbonil.
(Fessenden,1992)
Pada reaksi diatas atom H yang bermuatan δ+ akan berikatan dengan OH-
membentuk H2O. Pada tahap ini β-hidroksiketon akan mengalami dehidrasi atau
kehilangan H2O dan menghasilkan α,β-keton tak jenuh (kalkon) atau dikenal dengan
senyawa benzilidenasetofenon.
Reaksi kondensasi aldol apabila suatu aldehida tanpa hydrogen α tidak dapat
membentuk ion enolat dan dengan demikian tidak dapat berdimerisasi dalam suatu
kondensasi aldol (Fessenden, 1992). Kondensasi aldol terjadi dalam dua tahap , tahap
pertama adalah adisi nukleofilik enolat dari alkil aril keton dengan aldehid aromatic
menghasilkan β-hidroksiketon. Pada tahap kedua reaksi eliminasi atau hilangnya molekul
kecil seperti air (dehidrasi) yang diikui dengan dekarboksilasi ketika guugus karbonil
aktif ditambahkan. (Fessenden, 1992).
Larutan campuran tersebut kemudian ditambahkan aquadest dan etil asetat lalu
diekstraksi sebanyak dua kali. Pada saat ekstrasi pertama didapatkan dua lapisan. Lapisan
atas merupakan lapisan etil asetat dan lapisan bawah merupakan air. Etilasetat bersifat
semipolar cenderung ke polar sehingga dapat mengikat kalkon yang juga bersifat
semipolar sedangkan air bersifat polar sehingga kedua larutan ini tidak dapat bercampur,
lapisan etil asetat berada diatas karena massa jenis etil asetat (0.897 g/cm 3) lebih kecil
dari pada masa jenis air (1 g/cm3) (Fessenden, 1992). Kemudian lapisan airnya diekstraksi
lagi dengan menambahkan etil asetat agar kandungan kalkon dalam etil asetatnya dapat
terambil semua. Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali agar kandungan kalkon yang
mulanya terdapat pada lapisan air dapat berpindah ke dalam lapisan etil asetat. Kemudian
hasil ekstraksi tersebut ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat yang bertujuan untuk
menyerap kandungan air yang masih terdapat dalam larutan tersebut. Dilakukan
penambahan Na2SO4 karena dalam larutan terlihat ada gelembung-gelembung air.
Penambahan Na2SO4 dihentikan sampai terlihat garis lurus pada perbatasan antara
Na2SO4 dengan larutan yang mendakan bahwa air dalam larutan telah terserapoleh
Na2SO4. Setelah itu kedua hasil ekstraksi dikumpulkan dalam labu bulat untuk kemudian
di evaporasi. Tujuannya menguapkan etil asetat sehingga yang tersisa hanyalah
kandungan kalkonnya saja. Setelah dievaporasi larutan yang ada dalam labu alas buat
tersebut dimasukkan dalam botol vial dan ditutup dengan alumunium foil dan alumunium
foil yang digunakan sebagai tutup dilubangi sedikit yang bertujuan suapaya mempercepat
proses pengkristalan senyawa kalkon. Setelah itu, larutan didiamkan dalam kulkas sampai
terbentuk kristal. Tujuan dimasukkan dalam kulkas adalah agar pembentukan padatan
kalkon cepat terjadi. Karena jika dalam suhu ruang akan membutukan waktu yang lama
Hasil dari percobaan ini yaitu didapatkan senyawa kalkon (salah satu metabolit
sekunder golongan flavonoid yang dapat ditemukan pada tumbuh-tumbuhan) berupa
padatan bewarna kuning sebanyak 0.0473 gram dengan rendemen sebesar 27,40%.
Rendemen yang diperoleh kurang dari 100% karena saat proses ekstraksi dan evaporasi
ada larutam senyawa kalkon yang terbuang.
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menganalisis senyawa kalkon atau
benzilidenasetofenon dengan menggunakan teknik kromatografi lapis tipis. Prinsip dari
percobaan ini yaitu perbedaan kepolaran dan distribusi sampel dalam fasa diam dan fasa
gerak. Pada analisis dengan KLT ini, pelarut yang digunakan adalah etil asetat dan n-
heksana dengan perbandingan 1:4. Perbandingan etil asetat lebih kecil dibanding n-
heksana bertujuan agar dihasilkan eluen yang bersifat non polar. Fasa diam yang
digunakan berupa plat silica gel. Eluen yang berupa campuran antara etil asetat dan n-
heksana bersifat non polar sedangkan silica gel bersifat polar, sehingga sampel akan
terdistribusi ke dalam kedua fase tersebut berdasarkan tingkat kepolarannya.
Senyawa yang telah terbentuk ditotolkan pada plat KLT untuk masing-masing
fraksi yang mana plat KLT tersebut sebelumnya telah diberi garis batas tanda alir eluen.
Selanjutnya, plat tersebut dicelupkan ke dalam chamber yang telah berisi eluen kemudian
ditutup agar eluen yang bersifat volatile tidak cepat menguap. Dalam percobaan ini eluen
sebagai fase gerak sedangkan plat silica gel adalah fase diam. Fase gerak (Mobile phase)
merupakan pembawa analit (asam amino), dapat bersifat inert maupun berinteraksi
dengan analit tersebut. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porous (berpori)
berbentuk molekul kecil atau cairan yang umumnya dilapiskan pada padatan pendukung.
Setelah mencapai batas, plat diambil dan dikeringkan untuk menguapkan eluen dari plat
silica. Diperoleh hasil terbentuknya noda-noda pada plat silica sebagai hasil
pendistribusian sampel dalam fase diam dan fase gerak.
Kemudian, untuk melihat noda yang terbentuk plat silica dimasukkan kedalam
wadah berlampu UV, terlihat noda yang terbentuk berada pada jarak yang berbeda-beda.
Pada plat hasil elusi, noda yang terlihat memiliki jarak yang berbeda-beda (nilai Rf tidak
dihitung). Pada plat terbentuk noda benzilidenasetofenon dan asetofenon yang sejajar.
Eluen bersifat nonpolar yang merambat naik pada fasa diam. Sesuai prinsip like dissolves
like yang mana senyawa polar akan berikatan dengan yang polar, begitu sebaliknya
dengan senyawa nonpolar. Plat atau fasa diam bersifat polar. Pada percobaan yang
dilakukan digunakan UV dengan panjang gelombang 254 nm, dan dengan panjang
gelombang 365 nm.
Sampel ditotolkan pada plat, yang menempel kuat adalah bersifat polar,
sedangkan senyawa yang nonpolar akan ikut terbawa aliran eluen sehingga membentuk
noda diatasnya. Jadi, senyawa yang polar akan berada pada pelat bagian bawah sedangkan
yang bersifat nonpolar akan berada pada pelat bagian atas. Benzilidenasetofenon berada
pada posisi paling atas karena lebih bersifat nonpolar jika dibandingkan dengan senyawa
benzaldehid dan asetofenon yang berada dibawahnya. Pernyataan di atas kurang sesuai
dengan percobaan yang dilakukan. Pada percobaan didapati bahwa noda
benzilidenasetofenon dengan asetofenon sejajar,baik dalam pengadukan yang 1 jam,
namun pada pengadukan 2 jam terbentuk tetapi tidak terlalu jelas, kemungkinan karena
asetofenon yang digunakan terlalu encer. Kemudian perbedaan KLT pada keadaan 1 jam
dan 2 jam adalah KLT pada keadaan 1 jam terlihat di totolan campuran terlihat teratur
noda aseton dan noda produk. Sedangkan pada benzaldehid terlihat tidak teratur. Hal ini
dikarenakan benzaldehid yang digunakan terlalu encer. Sedangkan pada keadaan 2 jam
terlihat ditotolan tidak teratur pada aseton dan benzaldehid, namun pada produk
totolannya terlihat teratur. Hal ini sesuai dengan literatur yaitu bila pengadukan lebih
lama, lebih banyak tumbukan yang terjadi sehingga diperoleh produk
benzildenasetofenon yang lebih sempurna. Pada benzaldehid dan aseton totolan yang
dihasilkan tidak teratur karena saat penotolan kedua larutan tercampur sehingga hasilnya
tidak teratur.
Pada uji Spektroskopi UV-Vis sampel yang telah didapatkan diencerkan menjadi 10 ppm
menggunakan metanol. Larutan blanko yang digunakan adalah metanol. Blanko adalah
larutan yang mempunyai perlakuan yang sama dengan analit tetapi tidak mengandung
komponen analit. Tujuan pembuatan blanko adalah untuk mengetahui besarnya serapan
oleh zat yang bukan analit. Larutan analit adalah larutan yang dianalisis.
Hasil yang didapatkan dari percobaan ini serapan yang muncul pada spektrum
hasil sintesis berada pada rentang serapan senyawa kalkon pada pita I yaitu dengan
panjang gelombang 205 nm dengan nilai absorbansi 0,831, serapan pada pita II didapat
panjang gelombang 227,5 nm dengan absorbansi 0.392, dan serapan pada pita III didapat
panjang gelombang 308,5 dengan absorbansi 0,820. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa
kalkon yang disintesis adalah murni.
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui karakteristik kalkon. Uji yang
dilakukan yaitu pengukuran titik leleh. Pada percobaan ini diperoleh titik leleh kalkon
yaitu 50-52oC, titik leleh yang diperoleh sesuai dengan literatur yaitu 50oC
(Ismiyarto,2001). Hal ini membuktikan bahwa kalkon yang diperoleh memiliki kualitas
yang baik.
VII. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
b. Analisis senyawa kalkon dengan KLT menghasilkan noda yang kurang sesuai dengan
literatur, noda yang terbentuk berukuran besar dan sejajar dengan pembanding yang lain.
Menurut literatur, noda benzilidenasetofenon berada di paling bawah,kemudian
benzaldehid lalu asetofenon.
7.2 Saran
a. Proses stirer hendaknya dilakukan lebih lama agar didapatkan hasil yang lebih baik.
b. Praktikan lebih hati-hati pada saat penotolan agar noda yang terbentuk berukuran
seragam dan bulat sempurna, sehingga hasilnya dapat terlihat
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, Ralph. 1992. Organic Chemistry. Edisi ke 2. Willard Grant Press Publisher.
USA.
Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Swharting, A.E. 1991. Pengantar Kromatografi. Edisi
Kedua. Penerbit ITB. Bandung
Grotewold, E., 2006, The Science of Flavonoids, Springer Science and Business Media
Inc., United States of America.
Ibnu Gholib Ganjar. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Penerbit Pustaka
Pelajar. Hal. 220 - 240.
Jayapal, M.R. and Sreedhar, N.Y. 2010. Anhydrous K2CO3 as Catalyst for the Synthesis
of Chalcones Under Microwave Irradiation. J. Pharm. Sci. Res. 2:644–647
London. 2001. International Organizations. London and New York: Routledge.
Reaksi umum
(Fessenden, 1984)
Rendemen
= 27,40 %
M1 x V1 = M2 x V2
V1 = 1 ml
M1 x V1 = M2 x V2
V1 = 1 ml
DOKUMENTASI
Penjenuhan chamber