Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN I
PREPARATION BENZILIDENASETOFENON

DISUSUN OLEH:
(Kelompok II)
1. Muhammad Abdul Muqsith / 24030117130058

2. Ayu Octa Damayanti / 24030117130091

3. Cholifatul Jannah / 24030117130073

4. Ema Cahyaningrum / 24030117120038

5. Jihan Rosyadah/ 24030117130074

6. Nur Hanna Mardhiyyah / 24030117130056

7. Setiya Rahayu / 24030117120039

8. Faizatun Nimah / 24030117130092

Mudliatul Husna
240301151

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
PERCOBAAN I
PREPARATION BENZILIDENASETOFENON

I. TUJUAN
1.1 Preparasi senyawa kalkon dari benzaldehida dan asetofenon.
1.2 Analisis spektrofotometri UV-Vis senyawa kalkon

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Senyawa Kalkon

Kalkon merupakan salah satu metabolit sekunden golongan


flavonoid yang dapat ditemukan pada tumbuh- tumbuhan. Senyawa kalkon
dapat disintesis dengan menggunakan keton aromatic (London, 2001). Reaksi
tersebut dapat dikatalis dengan asam atau basa yang biasa dikenal dengan
kondensasi adol (kondensasi claisen schimidt) (Palil, et al, 2009). Senyawa
kalkkon mengandung gugus etilen keton ( -CO-CH=CH- ) iyang reaktif
(Jayapol, 2010). Struktur kimia senyawa Kalkon:

Gambar Struktur Senyawa Kalkon (London, 2001)

Sintesis senyawa kalkon biasa menggunakan senyawa benzaldehida


dan asetofenon dan penggunaan spektrofotometri UV-Vis untuk
menghasilkan spektrum dengan panjang gelombang maksimum (London,
2001). Pada struktur senyawa kalkon, subtituen pada 2 cincin aromatis yang
mengapit enon akanmemberikan pengaruh terhadap elektrofilisitas struktur
enon melalui peningkatan ataupun penurunan kerapatan elektron pada cincin
aromatis. Adanya gugus pemberi elektron akanmenurunkan elektrofilisitas
dari cincin enon. Demikian pula sebaliknya, adanya gugus penarik elektron
pada cincin c aromatis akan meningkatkan aktivitasnya sebagai agen
pengalkil nukleofil biologis dalam biosintesis IL-1 sebagai antiinflamasi
(Jayapal dan Sreedhar, 2010)
2.2 Senyawa Flavonoid

Kata dari “flavonoid” merupakan kata yang merujuk pada senyawa


bahan alam yang mengandung dua cincin aromatik benzena yang
dihubungkan oleh 3 atom karbon, atau suatu fenilbenzopiran (C6-C3-C6).
Bergantung pada posisi ikatan dari cincin aromatik benzena pada rantai
penghubung tersebut, kelompok flavonoid dibagi menjadi 3 kelas utama,
flavonoid, isoflavonoid, dan neoflavonoid.

Flavonoid dapat disintesis melalui jalur fenol dengan melibatkan


calkon dan dihidrocalkon sebagai senyawa antaranya. Bahan awal yang
direasikan dengan adanya asam dapat membentuk senyawa flavonoid dengan
melibatkan calkon sebagai senyawa antara, sedangkan apabila direaksikan
pada kondisi basa akan 5 membentuk suatu dehidrocalkon dengan adanya
proses reduksi terlebih dahulu (Groteworld, 2006). Perbedaan struktur kelas
utama tersebut dapat dilihat pada Gambar berikut:

Gambar Struktur umum flavonoid, isoflavonoid, dan neoflavonoid

(Grotewold, 2006)

Flavonoid merupakan senyawa metabolit tumbuhan yang sangat


melimpah di alam. Fungsi senyawa flavonoid sangatlah penting bagi tanaman
pada pertumbuhan dan perkembangannya. Fungsi tersebut seperti penarik
perhatian hewan pada proses penyerbukan dan penyebaran benih, stimulan
fiksasi nitrogen pada bakteri Rhizobium, peningkat pertumbuhan tabung
serbuk sari, serta resorpsi nutrisi dan mineral dari proses penuaan
daun.senyawa flavonoid juga dipercaya memiliki kemampuan untuk
pertahanan tanaman dari herbivora dan penyebab penyakit, serta senyawa ini
membentuk dasar untuk melakukan interaksi alelopati antar tanaman
(Andersen dan Markham, 2006).

2.3 Reaksi Kondensasi Aldol

Secara umum reaksi kondensasi aldol melibatkan dua tahapan


reaksi, tahap pertama adalah adisi nukleofilik enolat dari alkil aril keton
dengan aldehid aromatik menghasilkan β-hidroksi keton. Pada tahap kedua
β-hidroksi keton mengalami dehidrasi menghasilkan α,β-keton tak jenuh
(kalkon).
Ion enolat bereaksi dengan suatu molekul aldehid lain dengan cara
mengadisi pada karbon karbonil untuk membentuk suatu ion alkoksida yang
kemudian merebut sebuah proton dari dalam air untuk menghasilkan aldol
produk itu.
Reaksi umum :

(Fessenden, 1992)
Reaksi kondensasi aldol yang melibatkan dua aldehid yang berbeda
memiliki hidrogen α kuarang bermanfaat karena hasil yang didapat berupa
produk campuran. Hal ini dapat diekstraksikan untuk reaksi yang terjadi
ketika basa (Wingrove et al., 1981). Suatu aldehida dalam kondensasi aldol
tanpa hidrogen α tidak dapat membentuk ion enolat dan dengan demikian
tidak dapat berdimerisasi dalam suatu kondensasi aldol (Fessenden, 1992).
2.4 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan
campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya
yang menggunakan plat tipis. Kromatografi juga merupakan analisis cepat
yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya
(Ibnu Gholib Ganjar, 2007).
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya
sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif.
Kedua, dipakai untuk menjajaki system pelarut dan system penyangga yang
akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi
(Roy J.Gitter, 1991)
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang
sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar
dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk
mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari
kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi
senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang
disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan
tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi –
pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari KLT
adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk
senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar.
Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh
senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari
titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.(Ibnu Gholib
Ganjar, 2007).
2.5 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis


yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara
kuantitatif maupun kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi
dengan cahaya. Peralatan yang digunakan dalam spektrofotometri disebut
spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV
dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun
yang lebih berperan adalah elektronvalensi (Khopkar, 2010).
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri
dari spektrometer dan fotometer.Spektrometer menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. (Arifin,
2014)
Spektrofotometer UV-Visible merupakan gabungan antara
spektrofotometer UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya
berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Untuk sistem
spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan paling populer
digunakan. Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sampel
berwarna juga untuk sampel tak berwarna.
Bagian-bagian spektrofotometer dan fungsinya (Khopkar, 2010) :
a. Sumber Cahaya
Lampu wolfram (lampu pijar) menghasilkan spektrum kontinu pada
gelombang 320-2500 nm. Lampu hidrogen atau Deutrium (160-375 nm).
Lampu gas xenon (250-600 nm).
b. Monokromator
Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu
mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi
cahaya monokromatis. Jenis monokromator yang saat ini banyak
digunakan adalan grating atau lensa prisma dan filter optik.
c. Kuvet (Sel absorbsi)
Kuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat
contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Kuvet biasanya terbuat dari
kwarsa, plexiglass, kaca, plastik dengan bentuk tabung empat persegi
panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai
kuvet kwarsa atau plexiglass, sedangkan kuvet dari kaca tidak dapat
dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Semua macam kuvet dapat
dipakai untuk pengukuran di daerah sinar tampak (visible).
d. Detektor
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya
menjadi signal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil
data dalam bentuk jarum penunjuk atau angka digital.

2.6 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh


kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan dengan
pelarut yang sesuai dalam standar prosedur ekstraksi (ICS-UNIDO, 2008;
Ditjen POM, 2000).Ekstraksi padat-cair adalah suatu teknik ekstraksi untuk
memindahkan zat terlarut dari fase padat dengan bantuan pelarut.

Prinsip dari ekstraksi padat-cair adalah zat padat mengalami kontak


dengan pelarut sehingga senyawa dalam zat padat akan berpindah ke dalam
pelarut. Dengan demikian terjadi transfer massa senyawa dari zat aktif ke
pelarut dan proses tersebut berlangsung dalam gradient konsentrasi.
Kecepatan transfer massa akan menurun ketika konsentrasi senyawa dalam
pelarut meningkat hingga kesetimbangan tercapai yaitu konsentrasi senyawa
dalam zat padat dan pelarut sama. Jika kesetimbanagn telah tercapai maka
transfer massa senyawa dari zat padat ke dalam pelarut akan berhenti.Transfer
massa senyawa bergantung pada kelarutannya dalam pelarut, pemanasan
pelarut dapat meningkatkan transfer senyawa (ICS UNIDO,2008).

Maserasi, adalah proses ekstraksi yang dilakukan dengan


menempatkan serbuk simplisia dan pelarut dalam wadah tertutup dan
didiamkan pada suhu kamar selama jangka waktu minimal 3 hari dengan
beberapa kali pengadukan hingga senyawa dalam simplisia larut.

Prinsip ekstraksi dengan maserasi sama dengan ekstraksi senyawa


dari zat padat dengan pelarut atau disebut dengan ekstrasi padat-cair
(leaching). Proses ekstraksi akan berhenti ketika kesetimbangan telah tercapai
antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dan konsentrasi dalam simplisia.
Setelah proses ekstraksi selesai, residu padat dan pelarut (marc) dipisahkan
dengan cara penyaringan (ICS-UNIDO, 2008; Seidel,2012 ). Kelebihan dari
ekstraksi dengan metode maserasi adalah metode ini dapat digunakan untuk
ekstrasi dalam jumlah yang banyak (bulk). Kekurangan dari metode maserasi
adalah proses ekstraksi membutuhkan waktu yang lama, beberapa senyawa
tidak dapat diekstraksi secara efektif pada suhu kamar (Seidel,2012).

Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet dan


jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM,
2000). Alat soklet terdiri dari flask, soklet ekstraktor dan refluks kondensor.
Simplisia ditempatkan dalam thimble yang terbuat dari kertas saring dan
dimasukan dalam tabung ekstraktor. Pelarut diletakan dalam flask dan
dipanaskan hingga mencapai titik didih. Pelarut akan menguap ke bagian atas
ekstraktor kemudian mengalami kondensasi. Pelarut yang terkondensasi akan
masuk ke dalam tabung ekstraktor yang berisi simplisia. Selama periode
tersebut, senyawa diekstraksi. Ketika seluruh volume ekstrak telah mencapai
bagian atas tabung siphon maka ekstrak ekstrak akan kembali ke dalam flask.
Proses tersebut terjadi secara kontinu hingga senyawa terekstraksi dengan
sempurna (ICS-INDO,2008). Kelebihan ekstraksi dengan metode sokletasi
adalah proses ekstraksi berlangsung secara kontinu (Seidel, 2012).
Kekurangan ekstraksi dengan metode sokletasi adalah hanya dapat digunakan
untuk senyawa yang termostabil (ICS-INDO,2008).

2.7 Analisa Bahan


2.7.1 Benzaldehid (beracun)

Sifat fisika: Cairan tidak berwarna, titik didih 178,1 oC, titik lebur -26oC,
densitas 1,0415 g/ml

Sifat kimia: dihasilkan dari oksidasi alkohol, berbau almond, larut dalam
alkohol, kelarutan dalam air kurang (Sartika, 2012)

2.7.2 Asetofenon (mudah terbakar)

Sifat fisika: berhablur, tak berwarna, berat molekul: 120,16 g / mol, Titik
didih:201,7 ° C (395,1 ° F), Titik lebur: 19,7 ° C (67,5 ° F)
Sifat kimia: larut dalam air, metanol, dietil eter.(Pudjaatmaka,2013)

2.7.3 Etilasetat (mudah terbakar)

Sifat fisik: berupa Cairan tak berwarna , pahit,berat molekul: 88,11 g / mol,,
Titik didih: 77 ° C , Titik leleh -83 ° C

Sifat kimia : Larut dalam air,dietileter, aseton, alkohol, benzene, Reaktif


dengan agen oksidasi, dan asam.(Wulandari, 2015).

2.7.4 n-Heksana (C6H14) (beracun)

sifat fisika: berbentuk cairan, tidak berwarna, titik didih 68oC, Berat Molekul
86.18g/mole

sifat Kimia: bersifat non polar, larut dalam aseton dan dietil
eter.(Pudjaatmaka,2013)

2.7.5 Aquades (aman)

Sifat fisika: tidak berwarna, tidak berbau, Td = 1000C , = 00C

Sifat kimia : bersifat polar, pelarut universal (Pudjaatmaka,2013)

2.7.6 Etanol (mudah menguap)


Sifat fisika : tidak berwarna, Td = 78,40C

Sifat kimia : larut dalam air,bersifat semi polar.(Pudjaatmaka,2013)

2.7.7 NaOH (iritan)

Sifat Fisik: Kristal berwarna putih, titik didih: 19390C dan titik leleh:3180C.

Sifat Kimia: Menyerap air dan CO2 dari udara, larut dalam air,
alkohol.(Pudjaatmaka,2013)

2.7.8 Natrium Sulfat Anhidrat (Na2SO4)(higroskopis)

Sifat fisika: padatan berwarna putih, berat molekul 142,06 g/mol, titik leleh
88OC, titik didih 110OC, massa jenis 2,671
Sifat kimia : higroskopis, larut dalam air, hidrogen iodida, gliserol, tidak larut
dalam alkohol (Wulandari , 2015)
III. METODELOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Erlenmeyer
- Magnetic stirrer
- Labu ekstraksi
- Hotplate
- Botol Vial
- Corong pisah
- Kuvet
- KLT
- Chamber
- Evaporator
- Pipet serologi
- Pipet tetes
- Gelas Beker
- Gelas Ukur
- Spektrofotometer UV-Vis
3.1.2 Bahan
- Benzaldehid
- Asetofenon
- NaOH
- Aseton
- Akuades
- Etilasetat
- n-Heksana
- Metanol
3.2 Skema Kerja

100 mg asetofenon (0.83 mol)


Botol Vial

- Penambahan 42.5 mg NaOH


- Penambahan 0.5 mL aquades
- Penambahan 0.5 mL etanol
- Pengadukan
- Penambahan 88 mg benzaldehida (0,83
mol)
- Pengadukan dengan stirrer
- Pemonitoran reaksi selama 1 jam, 2 jam
dengan KLT menggunakan eluen heksana
: etilasetat (4:1)
- Ekstraksi dengan etilasetat 20 mL
sebanyak 2 kali
- Evaporasi
- Pengambilan hasil evaporasi dengan
sedikit etil asetat
- Penambahan 𝑁𝑎2 𝑆𝑂4 anhidrat dan
penyaringan
- Penimbangan
- Penentuan absorbansi dengan
spektrofotometer UV-VIS
- Penentuan titik leleh

Hasil
IV. DATA PENGAMATAN

No. Perlakuan Hasil

1 100 mg asetofenon dalam tabung reaksi 10 larutan berwarna kuning


ml + 42.5 mg NaOH dalam 0.5 ml air + 0.5
ml etanol, diaduk
2 + 88 mg benzaldehid, suhu 25°C, diaduk Larutan berwarna kuning
keras selama 1-2 jam
3 Monitor reaksi dengan TLC Terbentuk 1 noda pada produk
4 Ekstraksi campuran dengan etilasetat 20 ml Lapisan atas =etil asetat
sebanyak 3 kali Lapisan bawah = air
5 + 2.5 ml air, Larutan kalkon warna kuning

6 Pengeringan dengan Na2SO4 , disaring Larutan kalkon yang murni dari air

7 Evaporasi hingga tidak ada solven yang Larutan kalkon murni dari etil asetat
tersisa, timbang
8 Analisis hasil dengan spektroskopi UV-Vis Diperoleh panjang gelombang pada
pita I =205 nm,
pita II= 227,5 nm
pita III=308,5 nm
9 Pengukuran titik leleh 50-52 oC
V. HIPOTESIS

Percobaan berjudul ‘Preparation Benzilidenasetofenon’ bertujuan untuk


preparasi senyawa kalkon dari benzaldehid dan asetofenon serta analisis
spektrofotometri UV-Vis senyawa kalkon. Metode yang digunakan adalah ekstraksi,
kromatografi lapis tipis, evaporasi, spektroskopi UV-VIS. Prinsip yang digunakan
adalah Reaksi Claisen-Shmidt disebut juga reaksi kondensasi aldol) yaitu reaksi
kondensasi antara aldehida aromatik dengan alkil (aril) keton menggunakan katalis
basa menghasilkan senyawa α,β – keton tak jenuh. Dari percobaan ini akan dihasilkan
padatan senyawa kalkon (benzilidenasetofenon) berwarna kuning dan spektra UV-VIS
dari senyawa kalkon yang dihasilkan.
VI. PEMBAHASAN

Percobaan berjudul “Preparasi Benzilidenasetofenon” bertujuan untuk preparasi


senyawa kalkon dari benzaldehid dan asetofenon serta pemurnian senyawa kalkon
menggunakan kromatografi kolom cepat. Prinsip dari percobaan ini adalah reaksi
Claisen-Schmidt atau reaksi kondensasi aldol yaitu reaksi kondensasi antara aldehida
aromatik dengan alkil (aril) keton menggunakan katalis basa menghasilkan senyawa α,β
– keton tak jenuh. Metode yang digunakan adalah ekstraksi dengan etil asetat, evaporasi,
kromatografi lapis tipis dan spektrofotometri.

6.1 Preparasi Senyawa Kalkon dari Benzaldehide dan Asetofenon

Percobaan ini bertujuan untuk mensintesis suatu senyawa kalkon dari benzaldehid
dan asetofenon yang berprinsip pada reaksi Claisen-Schmidt atau kondensasi aldol
dengan mereaksikan benzaldehid, asetofenon dan NaOH dalam pelarut etanol dan
akuades. Reaksi Caisen-Schmidt merupakan reaksi kondensasi antara aldehyde aromatic
dengan alkil (aril) keton menggunakan katalis basa menghasilkan senyawa α,β-keton tak
jenuh (currey dan sundberg, 1990).

Cara kerja yang dilakukan pada percobaan adalah menimbang kristal NaOH
sebanyak 100 mg dan meneteskan asetofenon 0,1 ml. Penambahan NaOH berfungsi
sebagai katalis dalam reaksi Claisen-Schimdt atau kondensasi aldol. Asetofenon
berfungsi sebagai sumber karbanion (bersifat sebagai nukleofil) yang dapat menurunkan
energi aktivasi sehingga reaksi berlangsung lebih cepat dan NaOH dapat terbentuk
kembali di akhir reaksi (Petrucci, 1987). Reaksinya yang terjadi yaitu:

(Fessenden,1992).
Pada reaksi diatas OH yang bersifat negative menyerang Hα yang bersifat δ+.
Disebut Hα karena H tersebut berikatan dengan atom Cα terhadap gugus karbonil. Setelah
itu Hα berikatan dengan OH- membentuk H2O dan Cα terhadap gugus karbonil tersebut
menjadi bersifat negative karena kekurangan elektron. Untuk karbanion relatif stabil
karena dapat berkonjugassi membentuk ion enolat. Reaksinya yaitu :

(Fessenden,1992)

Kemudian dilarutkan dalam aquades dan etanol dengan perbandingan volume


yang sama, setelah itu ditambahkan benzaldehide. Reaksinya sebagai berikut :

Fessenden(1992)

Reaksi diatas merupakan reaksi adisi nukelofilik. Benzaldehid berfungsi sebagai


sumber karbokation (bersifat sebagai elektrofil). Pada reaksi atom karbon yang memiliki
muatan δ+ berikatan dengan atom karbon (C) yang cenderung kekurangan atom H. ikatan
rangkap pada atom karbon (C) berpindah sehingga atom oksigen (O) kekurangan
elektron. Untuk kemudian mengalami transfer proton dan molekul H2O menghasilkan β-
hidroksiketon. Reaksinya yaitu sebagai berikut:
(Fessenden,1992)

Pada reaksi diatas aquadest akan terhidrolisis sehingga dapat melakukan transfer
proton yang kemudian akan menghasilkan menghasilkan β-hidroksiketon. Atom hidrogen
yang memiliki muatan δ+, yaitu atom H dari H2O akan berikatan dengan atom oksigen
(O) yang bermuatan negative dan membentuk OH-. Disebut β-hidroksiketon karena OH
terikat pada atom karbon (C) posisi β, yaitu posisi atom karbon (C) kedua yang mengikat
gugus karbonil.

Dehidrasi dengan melepaskan H2O

(Fessenden,1992)

Pada reaksi diatas atom H yang bermuatan δ+ akan berikatan dengan OH-
membentuk H2O. Pada tahap ini β-hidroksiketon akan mengalami dehidrasi atau
kehilangan H2O dan menghasilkan α,β-keton tak jenuh (kalkon) atau dikenal dengan
senyawa benzilidenasetofenon.

Kemudian dilakukan pengadukan secara magnetik pada larutan campuran tersebut


selama kurang lebih 1 jam. Pengadukan berfungsi untuk mempercepat reaksi karena dapat
meningkatkan tumbukan antar molekul dalam larutan. Setelah diaduk selama 1 jam
larutan tersebut diambil sedikit sebagai sampel 1 (hasil stirer 1 jam).Larutan sampel 1
digunakan untuk uji KLT. Larutan sisanya kemudian distire lagi selama 1 jam lagi (total
stire 2 jam) yang mana nanti larutannya juga diambil sedikit untuk sampel 2 (hasil stire 2
jam). Larutan sampel 2 juga digunakan untuk uji KLT.

Reaksi kondensasi aldol apabila suatu aldehida tanpa hydrogen α tidak dapat
membentuk ion enolat dan dengan demikian tidak dapat berdimerisasi dalam suatu
kondensasi aldol (Fessenden, 1992). Kondensasi aldol terjadi dalam dua tahap , tahap
pertama adalah adisi nukleofilik enolat dari alkil aril keton dengan aldehid aromatic
menghasilkan β-hidroksiketon. Pada tahap kedua reaksi eliminasi atau hilangnya molekul
kecil seperti air (dehidrasi) yang diikui dengan dekarboksilasi ketika guugus karbonil
aktif ditambahkan. (Fessenden, 1992).

Larutan campuran tersebut kemudian ditambahkan aquadest dan etil asetat lalu
diekstraksi sebanyak dua kali. Pada saat ekstrasi pertama didapatkan dua lapisan. Lapisan
atas merupakan lapisan etil asetat dan lapisan bawah merupakan air. Etilasetat bersifat
semipolar cenderung ke polar sehingga dapat mengikat kalkon yang juga bersifat
semipolar sedangkan air bersifat polar sehingga kedua larutan ini tidak dapat bercampur,
lapisan etil asetat berada diatas karena massa jenis etil asetat (0.897 g/cm 3) lebih kecil
dari pada masa jenis air (1 g/cm3) (Fessenden, 1992). Kemudian lapisan airnya diekstraksi
lagi dengan menambahkan etil asetat agar kandungan kalkon dalam etil asetatnya dapat
terambil semua. Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali agar kandungan kalkon yang
mulanya terdapat pada lapisan air dapat berpindah ke dalam lapisan etil asetat. Kemudian
hasil ekstraksi tersebut ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat yang bertujuan untuk
menyerap kandungan air yang masih terdapat dalam larutan tersebut. Dilakukan
penambahan Na2SO4 karena dalam larutan terlihat ada gelembung-gelembung air.
Penambahan Na2SO4 dihentikan sampai terlihat garis lurus pada perbatasan antara
Na2SO4 dengan larutan yang mendakan bahwa air dalam larutan telah terserapoleh
Na2SO4. Setelah itu kedua hasil ekstraksi dikumpulkan dalam labu bulat untuk kemudian
di evaporasi. Tujuannya menguapkan etil asetat sehingga yang tersisa hanyalah
kandungan kalkonnya saja. Setelah dievaporasi larutan yang ada dalam labu alas buat
tersebut dimasukkan dalam botol vial dan ditutup dengan alumunium foil dan alumunium
foil yang digunakan sebagai tutup dilubangi sedikit yang bertujuan suapaya mempercepat
proses pengkristalan senyawa kalkon. Setelah itu, larutan didiamkan dalam kulkas sampai
terbentuk kristal. Tujuan dimasukkan dalam kulkas adalah agar pembentukan padatan
kalkon cepat terjadi. Karena jika dalam suhu ruang akan membutukan waktu yang lama

Hasil dari percobaan ini yaitu didapatkan senyawa kalkon (salah satu metabolit
sekunder golongan flavonoid yang dapat ditemukan pada tumbuh-tumbuhan) berupa
padatan bewarna kuning sebanyak 0.0473 gram dengan rendemen sebesar 27,40%.
Rendemen yang diperoleh kurang dari 100% karena saat proses ekstraksi dan evaporasi
ada larutam senyawa kalkon yang terbuang.

6.2 Analisis Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Benzilidenasetofenon

Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menganalisis senyawa kalkon atau
benzilidenasetofenon dengan menggunakan teknik kromatografi lapis tipis. Prinsip dari
percobaan ini yaitu perbedaan kepolaran dan distribusi sampel dalam fasa diam dan fasa
gerak. Pada analisis dengan KLT ini, pelarut yang digunakan adalah etil asetat dan n-
heksana dengan perbandingan 1:4. Perbandingan etil asetat lebih kecil dibanding n-
heksana bertujuan agar dihasilkan eluen yang bersifat non polar. Fasa diam yang
digunakan berupa plat silica gel. Eluen yang berupa campuran antara etil asetat dan n-
heksana bersifat non polar sedangkan silica gel bersifat polar, sehingga sampel akan
terdistribusi ke dalam kedua fase tersebut berdasarkan tingkat kepolarannya.

Senyawa yang telah terbentuk ditotolkan pada plat KLT untuk masing-masing
fraksi yang mana plat KLT tersebut sebelumnya telah diberi garis batas tanda alir eluen.
Selanjutnya, plat tersebut dicelupkan ke dalam chamber yang telah berisi eluen kemudian
ditutup agar eluen yang bersifat volatile tidak cepat menguap. Dalam percobaan ini eluen
sebagai fase gerak sedangkan plat silica gel adalah fase diam. Fase gerak (Mobile phase)
merupakan pembawa analit (asam amino), dapat bersifat inert maupun berinteraksi
dengan analit tersebut. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porous (berpori)
berbentuk molekul kecil atau cairan yang umumnya dilapiskan pada padatan pendukung.
Setelah mencapai batas, plat diambil dan dikeringkan untuk menguapkan eluen dari plat
silica. Diperoleh hasil terbentuknya noda-noda pada plat silica sebagai hasil
pendistribusian sampel dalam fase diam dan fase gerak.

Kemudian, untuk melihat noda yang terbentuk plat silica dimasukkan kedalam
wadah berlampu UV, terlihat noda yang terbentuk berada pada jarak yang berbeda-beda.
Pada plat hasil elusi, noda yang terlihat memiliki jarak yang berbeda-beda (nilai Rf tidak
dihitung). Pada plat terbentuk noda benzilidenasetofenon dan asetofenon yang sejajar.
Eluen bersifat nonpolar yang merambat naik pada fasa diam. Sesuai prinsip like dissolves
like yang mana senyawa polar akan berikatan dengan yang polar, begitu sebaliknya
dengan senyawa nonpolar. Plat atau fasa diam bersifat polar. Pada percobaan yang
dilakukan digunakan UV dengan panjang gelombang 254 nm, dan dengan panjang
gelombang 365 nm.

Sampel ditotolkan pada plat, yang menempel kuat adalah bersifat polar,
sedangkan senyawa yang nonpolar akan ikut terbawa aliran eluen sehingga membentuk
noda diatasnya. Jadi, senyawa yang polar akan berada pada pelat bagian bawah sedangkan
yang bersifat nonpolar akan berada pada pelat bagian atas. Benzilidenasetofenon berada
pada posisi paling atas karena lebih bersifat nonpolar jika dibandingkan dengan senyawa
benzaldehid dan asetofenon yang berada dibawahnya. Pernyataan di atas kurang sesuai
dengan percobaan yang dilakukan. Pada percobaan didapati bahwa noda
benzilidenasetofenon dengan asetofenon sejajar,baik dalam pengadukan yang 1 jam,
namun pada pengadukan 2 jam terbentuk tetapi tidak terlalu jelas, kemungkinan karena
asetofenon yang digunakan terlalu encer. Kemudian perbedaan KLT pada keadaan 1 jam
dan 2 jam adalah KLT pada keadaan 1 jam terlihat di totolan campuran terlihat teratur
noda aseton dan noda produk. Sedangkan pada benzaldehid terlihat tidak teratur. Hal ini
dikarenakan benzaldehid yang digunakan terlalu encer. Sedangkan pada keadaan 2 jam
terlihat ditotolan tidak teratur pada aseton dan benzaldehid, namun pada produk
totolannya terlihat teratur. Hal ini sesuai dengan literatur yaitu bila pengadukan lebih
lama, lebih banyak tumbukan yang terjadi sehingga diperoleh produk
benzildenasetofenon yang lebih sempurna. Pada benzaldehid dan aseton totolan yang
dihasilkan tidak teratur karena saat penotolan kedua larutan tercampur sehingga hasilnya
tidak teratur.

6.3 Uji Spektrofotometer UV-Vis

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang serapan senyawa


kalkon (benzilidenasetofenon) dan absorbansinya pada spektro UV-Vis. Dengan
menggunakan UV-Vis dapat diketahui gambar spektra-spektra absorbansi yang
didapatkan dengan panjang gelombang maksimum. Menurut literatur, senyawa kalkon
yang akan dianalisis akan menghasilkan puncak pada daerah panjang gelombang 220-
270nm dan 300-350 nm (Markham, 1988).

Pada uji Spektroskopi UV-Vis sampel yang telah didapatkan diencerkan menjadi 10 ppm
menggunakan metanol. Larutan blanko yang digunakan adalah metanol. Blanko adalah
larutan yang mempunyai perlakuan yang sama dengan analit tetapi tidak mengandung
komponen analit. Tujuan pembuatan blanko adalah untuk mengetahui besarnya serapan
oleh zat yang bukan analit. Larutan analit adalah larutan yang dianalisis.

Setelah sampel diencerkan menjadi konsentrasi 10ppm, kemudian dilakukan


analisis menggunakan spektrofotometer UV VIS untuk pembacaan absorbansi dengan
panjang gelombang yang digunakan berada pada rentang 200-400nm, penggunaan
gleombang pada range 200-400nm karena pada senyawa kalkon yang disintesis
mempunyai dua serapan dengan panjang gelombang 230-270nm pada pita I (benzoil) dan
pada pita II 300-350nm (sinamoil) (Markham, 1988).

Hasil yang didapatkan dari percobaan ini serapan yang muncul pada spektrum
hasil sintesis berada pada rentang serapan senyawa kalkon pada pita I yaitu dengan
panjang gelombang 205 nm dengan nilai absorbansi 0,831, serapan pada pita II didapat
panjang gelombang 227,5 nm dengan absorbansi 0.392, dan serapan pada pita III didapat
panjang gelombang 308,5 dengan absorbansi 0,820. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa
kalkon yang disintesis adalah murni.

6.4 Pengukuran titik leleh

Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui karakteristik kalkon. Uji yang
dilakukan yaitu pengukuran titik leleh. Pada percobaan ini diperoleh titik leleh kalkon
yaitu 50-52oC, titik leleh yang diperoleh sesuai dengan literatur yaitu 50oC
(Ismiyarto,2001). Hal ini membuktikan bahwa kalkon yang diperoleh memiliki kualitas
yang baik.
VII. PENUTUP

7.1 Kesimpulan

a. Senyawa Benzilidenasetofenon atau kalkon yang terbentuk berupa padatan berwarna


kuning yang diperoleh dari reaksi benzaldehid dan asetofenon dengan massa rendemen
sebesar 0,0473 gram dengan rendemen presentase 27,40%

b. Analisis senyawa kalkon dengan KLT menghasilkan noda yang kurang sesuai dengan
literatur, noda yang terbentuk berukuran besar dan sejajar dengan pembanding yang lain.
Menurut literatur, noda benzilidenasetofenon berada di paling bawah,kemudian
benzaldehid lalu asetofenon.

c. Analisis senyawa kalkon dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis


menghasilkan 3 peak pada larutan dengan konsentrasi 10 ppm yaitu peak 1 pada panjang
gelombang 205 nm dengan absorbansi 0.831 dan peak 2 pada panjang gelombang 227,5
nm dan absorbansi 0,392 dan peak 3 panjang gelombang 308,5 nm dengan absorbansi
0,820.

7.2 Saran

a. Proses stirer hendaknya dilakukan lebih lama agar didapatkan hasil yang lebih baik.

b. Praktikan lebih hati-hati pada saat penotolan agar noda yang terbentuk berukuran
seragam dan bulat sempurna, sehingga hasilnya dapat terlihat
DAFTAR PUSTAKA

Andersen, Øyvind M. & Markham, Kenneth R., 2006, Flavonoids: Chemistry,


Biochemistry and Applications, CRC Press Taylor & Fransic Group, Boca Raton,
FL, United States of America.

Fessenden, Ralph. 1992. Organic Chemistry. Edisi ke 2. Willard Grant Press Publisher.
USA.
Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Swharting, A.E. 1991. Pengantar Kromatografi. Edisi
Kedua. Penerbit ITB. Bandung
Grotewold, E., 2006, The Science of Flavonoids, Springer Science and Business Media
Inc., United States of America.

Hadyana, Pudjaatmaka, A. 2013. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ibnu Gholib Ganjar. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Penerbit Pustaka
Pelajar. Hal. 220 - 240.

Jayapal, M.R. and Sreedhar, N.Y. 2010. Anhydrous K2CO3 as Catalyst for the Synthesis
of Chalcones Under Microwave Irradiation. J. Pharm. Sci. Res. 2:644–647
London. 2001. International Organizations. London and New York: Routledge.

Sartika. 2012. Sifat kimia dan sifat kimia senyawa. Bogor.


Wulandari dkk.2015. Faktor Risiko dan Potensi Penularan Tuberkulosis Paru di
Kabupaten Kendal. Jawa Tengah. Vol. 14 No. 1 April 2015.
LAMPIRAN

Reaksi umum

(Fessenden, 1984)

Rendemen

Mol asetofenon = 0,1 gram / 120 = 0,00083 mol


Mol benzaldehid = 0,088 gram / 106 = 0,00083 mol

C8H8O + C7H6O C15H12O + H2O

Mula-mula 0.00083 0.00083 - -

Reaksi 0,00083 0,00083 0,00083 0,00083

Sisa - - 0,00083 0,00083

Massa C15H12O = Mol x BMC15H12O

= 0,00083mol x 208 g/mol

Massa C15H12O= 0,17264 gram rendemen teoritis

Rendemen nyata = 0,0473 gr

Rendemen Prosentase = ( rendemen nyata /rendemen teoritis) X 100%

= (0,0473/ 0,17264) X 100%

= 27,40 %

Pengenceran Sampel untuk UV-VIS

Larutan 1000 ppm dalam 10 ml

1000 ppm = 1000

1000 = = 10 mg = 0,01 gram  10 ml


Larutan 1000 ppm diencerkan menjadi 100 ppm sebanyak 10 ml

M1 x V1 = M2 x V2

1000 ppm x V1 = 100 ppm x 10 ml

V1 = 1 ml

Larutan 100 ppm diencerkan menjadi 10 ppm sebanyak 10 ml

M1 x V1 = M2 x V2

100 ppm x V1 = 10 ppm x 10 ml

V1 = 1 ml
DOKUMENTASI

Penjenuhan chamber

KLT selama 1 jam KLT selama 2 jam


Ekstraksi Senyawa kalkon (padat)

Anda mungkin juga menyukai