PERCOBAAN KE 8
Disusun Oleh :
Shift/Kel : B/6
I. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum pada percobaan kali ini yaitu agar mahasiswa
dapat memahami metode hidrolisis trigliserida secara penetapan kadar asam
lemak.
2.1 Lipid
Lipid adalah sekelompok senyawa non heterogen yang meliputi asam lemak
dan turunannya, lemak netral (trigliserida), fosfolipid serta sterol. Lipid memiliki
arti lain sebagai kelompok besar biomolekul dengan gugus fungsional karboksil (-
COOH) atau gugus ester (-COOR), yang tidak dapat larut dalam air, tapi larut
dalam larutan non polar, seperti eter, aseton, bensin, karbon tetraklorida, dan lain
sebagainya. Lipid akan larut dalam pelarut organik seperti aseton, alkohol,
kloroform, eter, dan benzena.Lipid dikelompokan berdasarkan struktur dan
karakteristik non polarnya menjadi lemak (fat), lilin, fosfolipid, sfingolipid,
glikolipid, eikosanoat, steroid, lipoprotein, dan vitamin yang larut di dalam lemak.
Beberapa jenis lipid memiliki gugus polar dan non polar, sehingga lipid bersifat
amfipatik akan membentuk misel di dalam air (Bintang,2010).
Klasifikasi Lipid
b. Lipid kompleks (Complex Lipids) lipid kompleks, merupakan ester gugus asam
lemak dengan molekul alkohol, lipid kompleks juga berikatan dengan molekul
yang lain, seperti asam fosfat dan senyawa nitrogen tertentu. Asam lemak tidak
hanya mengalami proses esterisasi menjadi molekul lipid yang lebih kompleks,
tapi juga dapat mengalami poses transformasi metabolik menjadi senyawa-
senyawa baru yang disebut sebagai turunan lipid.
2.2 Minyak
Minyak dan lemak adalah senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar. Minyak goreng
adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan
dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk
menggoreng bahan makanan. Minyak dan lemak merupakan campuran dari
ester - ester asam lemak dengan gliserol yang akan membentuk gliserida, ester -
ester tersebut biasa disebut dengan trigliserida . Kandungan utama dari minyak
goreng adalah asam lemak yang terdiri dari asam lemak jenuh (saturated fatty
acids) misalnya asam plamitat, asam stearate dan asam lemak tak jenuh
(unsaturated fatty acid) misalnya asam oleat dan asam linoleat. Asam lemak tak
jenuh ini yang memiliki ikatan karbon rangkap, yang mudah terurai dan bereaksi
dengan senyawa lain,sampai mendapatkan komposisi yang stabil berupa asam
lemak jenuh. Komposisi dan kandungan bermacam – macam asam lemak ini ang
sangat menentukan mutu dari minyak goreng (Ketaren, 2005).
Penentuan asam lemak bebas dapat dilakukan dengan metode Titrasi asam
basa. Titrasi asam basa adalah penentuan kadar suatu larutan basa dengan
larutan asam yang diketahui kadarnya. Atau sebaliknya, penentuan kadar suatu
larutan asam dengan larutan basa yang diketahui, dengan didasarkan pada reaksi
netralisasi. Prinsip dari titrasi asam basa yaitu Analisis jumlah asam lemak bebas
dalam suatu sampel ekuivalen dengan jumlah basa (NaOH) yang ditambahkan
dalam titrasi yang ditandai dengan berubahnya warna sampel menjadi warna
merah jambu (Maligan,2014).
Pada proses titrasi asam kuat dengan basa kuat dan sebaliknya,kedua larutan
dapat terionisasi dengan sempurna, hal ini dikarenakanlarutan asam kuat dan
basa kuat termasuk kedalam larutan elektrolit kuat yang dapat terionisasi secara
sempurna didalam air. Penambahan basa kuat ke dalam asam kuat (atau
sebaliknya) adalah jenis titrasiyang paling sederhana. Reaksi kimianya adalah
netralisasi (David W, 2001). Asam dan basa kuat terurai sempurna dalam larutan
berair, oleh karena itu, pH pada berbagai titik selama titrasi dapat dihitung
langsung dari jumlah stoikiometri asam dan basa yang dibiarkan bereaksi. Pada
titik ekivalen, pH ditentukan oleh tingkat terurainya air. Pada 25° C pH air murni
adalah 7,00 (Day Al,2001).
Pada proses titrasi asam lemah dengan basa kuat dan sebaliknya, salah satu
larutan (asam lemah) tidak dapat terionisasi dengan sempurna. Hal ini
dikarenakan asam lemah tergolong kedalam larutan elektrolit lemah. Sehingga
garam yang dihasilkan dalam reaksi memiliki sifat basa. Oleh karena itu, pada
proses titrasi asam lemah dengan basa kuat titik ekuivalennya terjadi ketika pH
campuran lebih dari 7. Titrasi asam lemah dengan basa kuat akan mempunyai
kurva dan titik ekuivalen yang berbeda dari asam kuat dengan basa kuat (Day
Al,2001).
Proses titrasi basa lemah dan asam kuat terjadi hampir sama dengan proses
titrasi asam lemah dengan basa kuat. Hal ini dikarenakan salah satu dari larutan
adalah larutan elektrolit lemah yang tidak mampu terionisasi secara sempurna.
Karena dalam reaksi ini larutan basa yang tidak dapat bereaksi secara sempurna,
garam hasil reaksi ini menjadi memiliki sifat asam. Oleh karena itu, pada proses
titrasi basa lemah dengan asam kuat titik ekuivalennya terjadi ketika pH
campuran kurang dari 7 (Day Al,2001).
Titrasi ini menggunalan analit berupa basa lemah dan titran berupa asam
lemah. Sifat keduanya yang lemah membuat perubahan pH selama titrasi tidak
berlangsung secara cepat, melainkan perlahan hingga mencapai titik ekuivalen.
Titik ekuivalen titrasi basa lemah dan asam lemah tidak bisa ditentukan begitu
saja, melainkan bergantung pada jenis asam dan basa lemah yang digunakannya
(Day Al,2001).
Alat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu buret, erlenmeyer 250mL,
hotplate/Penagas, gelas kimia 100mL, gelas ukur 50mL, penyangga, pipet ukur 2
mL, pipet ukut 25mL, pipet tetes, timbangan analitik.
Bahan yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu aquadest, etanol 95%,
indikator PP, minyak goreng baru, minyak goreng bekas, NaOH 0,1M.
IV. Prosedur
Ditimbang minyak goreng baru sebanyak 12 gram dan juga minyak goreng
bekas sebanyak 7 gram, kemudian masing-masing sampel dimasukan kedalam
erlenmeyer 250mL, lalu ditambahkan 25mL etanol 95% pada masing- masing
sampel minyak dan dipanaskan pada suhu 60˚C pada hotplate selama 30 menit.
Setelah itu sampel didinginkan sebentar kemudian ditambahkan 3 tetes
indikator PP dan dititrasi dengan NaOH 0,1M sampai mucul warna merah jambu.
Kemudian dihitung kadar asam lemak bebas dalam sampel.
gr = 0,63 gr
5.2 Pembakuan
Diambil 25 Ml + indikator PP dititrasi dengan larutan NaOH secara duplo
Titik awal = 24,6 mL
Titik akhir = 25,7 mL
24,6+25,7
= 25,15 mL (Rata-rata)
2
5.3 Larutan sebenarnya
V1 . N1 = V2 . N2
20Ml . 0,1 = 25,15 . N2
N2 = 0,1 N
5.4 Pemanasan minyak
1. 15 menit
Berat minyak goreng baru = 14,0091 gr
Berat minyak goreng bekas = 7,0038 gr
Hasil titrasi minyak baru = 1 mL
Hasil titrasi minyak bekas = 11,5 mL – 1 mL = 10 mL
Kadar asam lemak
1mL × 0,1 ×256
Minyak goreng baru = × 100%
14,0091× 1000
= 0,1827 %
10,5 mL ×0,1 ×256
Minyak goreng bekas =
7,0038 ×1000
× 100%
= 3,8379 %
2. 30 menit
Berat minyak goreng baru = 14,0243 gr
Berat minyak goreng bekas = 7,0231 gr
Hasil titrasi minyak baru = 0,2 mL
Hasil titrasi minyak bekas = 9,6 mL – 0,2 mL = 9,4 mL
= 0,0365 %
= 3,8379 %
VI. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan penetapan kadar asam lemak bebas. Tujuan
percobaan kali ini untuk memahami dan menetapkan kandungan asam lemak
bebas yang terdapat pada minyak goreng baru dan minyak goreng bekas dengan
menggunakan metode titrasi asam basa. Prisip percobaan kali ini adalah
netralisasi asam basa.
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terdapat dalam suatu sampel
minyak nabati atau lemak sebagai asam lemak yang tidak terikat sebagai ester
dengan gliserol. Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu
penguraian lemak atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan gliserol
dan asam lemak bebas. Kerusakan minyak atau lemak dapat juga diakibatkan
oleh proses oksidasi, yang biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan
hidroperoksida (Rivana, 2022).
Dilakukan pengerjaan yang sama seperti pada prosedur diatas, tetapi kali
ini dilakukan dengan menggunakan minyak goreng bekas pada sampelnya.
Setelah dilakukan perhitungan angka lemak terhadap sampel minyak goreng
bekas didapatkan hasil perhitungan yaitu sebesar 3,4264%. Dari hasil
penetapan kadar asam lemak tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel
minyak goreng bekas tidak memenuhi kadar standar mutu, dikarnakan kadar
air dalam minyak goreng bekas berwarna hitam dan coklat lebih tinggi dari
nilai yang ditetapkan SNI. Standar mutu SNI mempersyaratkan kadar air
(0,10- 0,30%b/b). Dengan demikian, minyak tersebut telah rusak dan tak
layak digunakan lagi karena beresiko bagi kesehatan. Tingginya kadar air
dalam minyak dapat diperoleh dari bahan makanan yang digoreng, proses saat
penggorengan, atau kelembapan udara saat penyimpanan. Selama proses
menggoreng, air dalam bahan pangan akan keluar dan diisi oleh minyak
goreng sehingga menaikkan kadar air dalam minyak. (Kuntanti,2001).
VII. Kesimpulan
Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya proses hidrolisis minyak
menjadi asam-asam. Angka lemak yang didapatkan pada sampel minyak
goreng baru yaitu sebesar 0,0365% hasil tersebut telah memenuhi standar SNI
karena <3%, sedangkan pada sampel minyak goreng bekas didapatkan hasil
3,4264%, sampel minyak goreng bekas tidak memenuhi standar mutu karena
melebihi nilai yang ditetapkan SNI.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Siti. (2010). Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah Dan Sifat
Organileptik Tempe Pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan
dan Gizi,Vol. 01, No. 01, Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah, Semarang: 7-14.
Badan Standardisasi Nasional. (2013). Minyak Goreng. SNI 3741 2013, pp. 1–23
Krisno Budianto, A. (2009). Gizi Dan Kesehatan. Malang: Bayu Media dan
UMMPres.
Maligan, Jaya Mahar. (2014). Analisis Lemak dan Minyak. Malang: Studi Ilmu
danTeknolog Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FTP. Universitas
Brawijaya.
RA. Day JR dan AL. Underwood. (2001). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke-
Enam. Erlangga : Jakarta.
Rivana Agustin. (2022). Manfaat dan Aneka Olahan Kambing PE : Susu Terbaik
dari Hewan Ruminansia. Malang: Media Nusa Creative (MNC Publishing).