Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN DAN PENGUKURAN

PENENTUAN KAFEIN DAN NATRIUM BENZOAT DALAM MINUMAN BERENERGI


DENGAN TEKNIK KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (HPLC)
ANALISIS DATA SEKUNDER
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Kimia Pemisahan dan
Pengukuran
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Anna Permanasar, M.Si.
Dr. Soja Siti Fatimah, M.Si.

Disusun Oleh:
Qurratu Aini Alya Adzkia (1801188)

PROGRAM STUDI KIMIA


DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
A. Tujuan
1. Menentukan/menghitung kadaar zat aditif dalam sampel minuman dalam satuan mg
per kemasan.

B. Skema Alat
Komponen-komponen instrumentasi HPLC

Dasar Teori
Kromatografi adalah metode suatu proses fisik yang digunakan untuk memisahkan
komponen-komponen dari suatu campuran senyawa kimia. Dalam kromatografi, campuran
tersebut dibuat sebagi zona yang sempit (kecil) pada salah satu ujung media porus seperti
adsorben, yang disebut alas atau landasan kromatografi. Zona campuran kemudian digerakan
dengan larutan suatu cairan atau gas yang bergerak sebagai pembawa, melaui media porus
tersebut, yang berupa partikel-partikel yang “diam” (tidak bergerak, statisiones). Sehingga
akibatnya masing-masing komponen dari campuran tersebut akan terbagi (terdistribusi) secara
tidak merata antara alas yang “diam” dan cairan atau gas yang membawanya. Akibat selanjutnya,
masing-masing komponen akan bergerak (bermigrasi) pada kecepatan yang berbeda (differential
migration) dan dengan demikian, akan sampai pada ujung lain dari alas tersebut pada waktu yang
berlainan, dan dengan demikian terjadilah pemisahan diantara komponen-komponen yang ada.
(Bahti, 2011)
HPLC atau KCKT (Kromatografi Cair Tingkat Tinggi) adalah teknik yang paling banyak
digunakan untuk mengukur kuantitas obat-obat dalam formulasi. Penentuan kadar dalam
farmakope masih banyak didasarkan pada spektroskopi UV langsung, tetapi di industri, deteksi
dengan spektrosmetri UV biasanya dikombinasikan dengan pemisahan pendahuluan dengan
KCKT.
(Hendayana, 2006)
HPLC yang modern telah muncul akibat pertemuan dari kebutuhan, keinginan manusia
untuk meminimalisir pekerjaan, kemampuan teknologi, dan teori untuk memandu pengembangan
pada jalur yang rasional. Jelas sebelum era peralatan yang modern bahwa LC (Liquid
Chromatography) memiliki kekuatan pemisahan yang sangat ampuh, bahkan untuk komponen-
komponen yang berhubungan sangat erat. LC harus ditingkatkan kecepatannya, diotomasi, dan
harus disesuaikan dengan sampel-sampel yang lebih kecil, waktu elusi yang beberapa jam.
(Underwood, 2002)
Prinsip kerja alat HPLC adalah pemisahan komponen-komponen berdasarkan
kepolarannya, artinya komponen pada suatu analit (sampel) akan terpisah berdasarkan sifat
kepolaran masing-masing komponen dalam sampel, jika kepolarannya lebih mirip dengan fase
diam, maka sampel akan berinteraksi dengan fase diam atau bergerak terdisribusi lebih jauh dan
lebih cepat. Dengan bantuan pompa fase cair dialirkan melalui kolom detektor.
(Hendayana, 2006)
Prinsip dasar HPLC adalah fase gerak air dialirkan dengan pompa melalui kolom ke
detektor. Cuplikan dimasukkan ke datigum aliran fase gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam
kolom terjadi pemisahan komponen-komponen cairan karena perbedaan kekuatan interaksi
antara salut-salut terhadap fase diam akan keluar dari kolom lebih dahulu dan sebaliknya. Setiap
komponen campuran yang keluar dari kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam
bentuk kromatogram.
(Lestari, 2014)
Beberapa kelebihan yang dimiliki kromatografi HPLC sehingga menjadikannya sebagai
“the best choice” dalam dunia penentuan/pemisahan ion/logam, diantaranya:
(Johnson, 2002)
a. Kecepatan (speed)
Kecepatan dalam analisis suatu sampel menjadi aspek yang sangat penting dalam hal analisis
ion yaitu untuk mengurangi biaya bisa menghasilkan data analisis yang akurat dan cepat dan bisa
mengurangi limbah (waste) yang dihasilkan dari penggunaan eluen.
b. Sensitivitas (sensitivity)
Perkembangan teknologi mikro prosessor yang dikombinasikan dengan efisiensi kolom
pemisah, mulai ukuran diameter dalam millimeter sampai skala mikro yang biasa juga disebut
microcolumn, membuat pendeteksian ion dalam sampel menjadi lebih baik, meskipun jumlah
sampel yang diinjeksikan ke dalam kolom pemisah sangat sedikit.
c. Selektivitas (selectivity)
Dengan sistem ini, bisa dilakukan pemisahan berdasarkan keinginan, misalnya kation/anion
organik saja atau kation/anion anorganik yang ingin dipisahkan. Itu dapat dilakukan dengan
memilih kolom pemisah yang tepat.
d. Pendeteksian yang serempak (simultaneous detection)
Teknik pendeteksian sekali injeksi untuk sebuah sampel seperti ini penting untuk dilakukan
karena tentunya mempunyai sejumlah kelebihan dibanding pemisahan terpisah. Sebagaimana
telah diulas diatas, beberapa kelebihan diantaranya dapat menekan biaya operasional,
memperkecil jumlah limbah saat analisis (short time analysis) serta dapat memaksimalkan hasil
yang diinginkan.
e. Kestabilan pada kolom pemisah (stability of the seperator column)
Walaupun sebenarnya, ketahanan kolom ini berdasarkan pada paking (packing) material
yang diindikan ke dalam kolom pemisah bisa bertahan pada perubahan yang terjadi pada
sampel, misalnya konsentrasi suatu ion terlalu tinggi, tidak akan mempengaruhi
kestabilan material penyusun kolom pemisah yang mempunyai waktu penggunaan yang
tidak terlalu lama, dikarenakan kemasan kolom yang kurang baik atau karena faktor
internal lainnya.
(Unang, 2010)
Komponen utama HPLC antara lain:
1. Reservoir Pelarut
Zat pelarut yang dipakai polaritasnya dapat bervariasi tergantung dari senyawa yang
dianalisis, yang perlu diperhatikan adalah bahwa tempat pelarut tersebut harus memungkinkan
untuk proses menghilangkan gas atau udara yang ada dalam pelarut.
2. Pompa
Pompa diperlukan untuk mengalirkan pelarut sebagai fase mobil dennngan kecepatan dan
tekanan tetap. Gangguan pada pompa dapat disebabkan oleh perawatan yang kurang teratur.
3. Injektor
Pada sampel diinjeksikan dalam kolom, diharapkan agar pelarut tidak mengganggu
masuknya keseluruhan sampel ke dalam kolom. Injeksi dapat menggunakan syringe.
4. Kolom
Ukuran kolom yang umum dipakai adalah dengan panjang 10-25 cm dan berdiameter 4,5 –
5,0 mm, yang diisi dengan fase stasioner berukuran rata-rata 5-10 mikrometer dan dibuat dari
logam stailessstccl.
5. Detektor
Detektor digunakan untuk mendeteksi suatu zat atau sampel. Sifat-sifat detektor yang
diperlukan adalah mempunyai spesifitas tinggi, bersifat linear untuk jangka konsentrasi
tertentu dan dapat mendetek dieluen tanpa mempengaruhi resolusi kromatogram.
(Adnan, 1997)
HPLC terdiri dari dua fase yang pertama adalah fase diam/stasioner, pada fase ini
sennyawa-senyawa polar dalam campuran yang melalui kolom akan melekat lebih lama pada
silica (diatome) yang polar dibanding dengan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena itu,
senyawa yang non polar kemudian akan lebih cepat melewati kolom, yang kedua merupakan fase
gerak. Senyawa-senyawa non polar dalam campuran akan cenderung membentuk atraksi dengan
gugus hidrokarbon karena adanya dispersi gaya Van Der Waals. Senyawa-senyawa ini juga akan
kurang larut dalam pelarut karena membutuhkan pemutusan ikatan hidrogen sebagaimana halnya
senyawa-senyawa tersebut berada dalam molekul-molekul air atau metanol misalnya. Oleh
karenanya, senyawa-senyawanya ini akan menghabiskan waktu dalam larutan dan akan bergerak
lambar dalam kolom. Ini berarti bahwa molekul-molekul polar akan bergerak lebih cepat melalui
kolom.
(Underwood, 2002)
Waktu yang dibutuhan oleh senyawa untuk bergerak melalui kolom menuju detektor
disebut sebagai waktu retensi. Waktu retensi diukur berdasarkan waktu dimana sampel
diinjeksikan sampai sampel menunjukkan ketinggian puncak retensi yang berbeda. Untuk
beberapa senyawa, waktu retensi akan sangat bervariasi dan bergantung pada:
1. Terkanan yang digunakan, karena akan berpengaruh pada laju alir dari pelarut.
2. Kondisi air pada fase diam (tidak hanya material penyusunnya, tetapi juga pada ukuran
partikel).
3. Komposisi yang tepat dari pelarut.
4. Temperatur pada kolom.
Analisa kualitatif bertujuan untuk mengatahui informasi tentang identitas kimia dari alat
dalam suatu sampel, sedangkan analisa kuantitatif untuk mengetahui jumlah dan konsentrasi alat
tersebut dalam sampel. Tentu saja informasi kualitatif diperlukan baik untuk analisa kuantitatif.
Proses separasi biasanya diperlukan sebelum dapat melakukan analisa kualitatif atau analisa
kuantitatif. Sebelum memulai pembuatan metode analisa, perlu untuk mengetahui lebih jauh
tentang sifat-sifat sampel, tujuan analisa, berapa jumlah sampel yang nantinya akan dianalisa
dengan metode terkait, serta perlu dilihat jenis instrumen HPLC yang dimiliki.
(Riyadi, 2009)
HPLC ini menggunakan metode regresi linear. Regresi linear adalah metode statistika
yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependen; respon; Y)
dengan satu atau lebih variabel bebas (independen; prediktor; X). Apabila banyaknya variabel
bebas hanya ada satu, disebut sebagai regresi linear sederhana, sedangkan apabila terdapat lebih
dari 1 variabel bebas, disebut sebagai regresi linear berganda.
(Johnson, 1997)
HPLC memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah:
1. HPLC dapat menangani senyawa-senyawa yang stabilitasnya terhadap suhu terbatas,
begitu juga volatilitasnya bila tanpa menggunakan derivativasi.
2. HPLC mampu memisahkan senyawa yang sangat serupa dengan resolusi yang baik.
3. Waktu pemisahan dengan HPLC biasanya singkat, sering hanya dalam waktu 5-10 menit,
bahkan kadang kurang dari 5 menit untuk senyawa sederhana.
4. HPLC dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dengan baik dan dengan presisi yang
tinggi, dengan koefisien variasi dapat kurang dari 1%.
5. HPLC juga merupakan teknik analisis yang peka.
(Adnan, 1997)
Kelemahan penggunaan HPLC, yaitu:
1. Larutan harus dicari fase diamnya terlebih dahulu
2. Hanya bisa digunakan untuk asam organik
3. Harus mengatahui kombinasi yang optimum antara pelarut, analit, dan gradien elusi
4. Harganya mahal sehingga penggunaannya dalam lingkup penelitian yang terbatas.
(Arindradita, 2009)

C. Alat dan Bahan


Alat:
1. Perangkat HPLC 1 set
2. Labu ukur 100 mL 1 buah
3. Labu ukur 10 mL 6 buah
4. Pipet tetes 3 buah
5. Gelas kimia 20 mL 2 buah
6. Gelas kimia 500 mL 1 buah
7. Ultrasonic vibrator 1 set
8. Mikroburet 10 mL 1 buah
Bahan:
1. Natrium benzoat p.a. 0,0752 g
2. Vitamin C standar 2 mg
3. Kafein 10 mg
4. Sampel hormoviton 0,8 mL
5. Aquabides secukupnya
6. Asetonitril + KH2PO4 ± 60 mL
7. Metanol dan asetonitril untuk perangkat HPLC secukupnya

D. Langkah Kerja
1. Pembuatan pelarut standar/sampel/fasa gerak
 Dihitung jumlah massa untuk membuat larutan KH2PO4 0,01 M sebanyak 1 L dalam
aquades. Lakukan penyesuai pH pada pH meter dengan penambahan asam fosfat untuk
mencapai pH 2,65 lalu saring dengan membran selulosa nitrat.
 Saring juga fasa gerak asetonitril dalam Millipore dengan menggunakan membran PTFE.
 Buatlah perbandingan fasa gerak untuk sampel dan standar antara KH2PO4 0,01 M pH
2,65 dan asetonitril (60:40).
 Fasa gerak KH2PO4 dan asetonitril lainnya dipersiapkan untuk disimpan pada reservoir
pada alat HPLC.
2. Pembuatan larutan induk natrium benzoat dan kafein
 Ditimang natirum benzoat 82,5 mg dan kafein 41,6 mg dilarutkan dalam labu ukur 25 mL
dengan fasa gerak hingga tanda batas.
 Lakukan homogenisasi dalam ultrasonic vibrator.
3. Pembuatan deret larutan standar natrium benzoat dan kafein
 Dipipet masing-masing 0,4 mL; 1 mL; 1,4 mL; 2 mL; 2,4 mL; dan 3,4 mL dilarutkan
dalam labu ukur 10 mL dengan fasa gerak lakukan homogenisasi.
4. Pembuatan larutan sampel
 Sejumlah 0,8 mL sampel dipipet dimasukkan dalam labu ukur 1 mL dan encerkan dengan
fasa gerak.
 Lakukan penyaringan sampel dan pindahkan pada botol vial.
 Sampel hormoviton berwujud cair berwarna ungu per kemasan 100 mL.
5. Pengkondisian alat HPLC
 Lakukan cuci kolom metanol hingga baseline lurus dan lihat noise test.
 Lakukan uji kesesuaian alat dengan menginjeksikan standar sebanyak 6 kali lakukan.
 Atur kondisi analisis dengan elusi gradien dengan data sebagai berikut:
Waktu (min) % Asetonitril % KH2PO4
0 60 40
1 40 60
2 20 80
3 30 70
4 40 60
5 60 40
λ = 254 nm, laju alir = 0,75 mL/menit, dan volume injeksi = 20 μL (sesuai loop alat
HPLC)
 Setelah baseline lurus dengan kondisi kromatografi yang digunakan lakukan injeksi
standar mulai dari konsentrasi terkecil, lalu sampel.
 Sebelum Anda membuat grafik kurba kalibrasi lakukan perhitungan dari konsentrasi
masing-masing standar.
 Buat kurva kalibrasi antara konsentrasi standar dan area yang dihasilkan.
Catatan:
 Waktu retensi Kafein: sekitar 2,22 – 2,68 menit (perbedaan antar RT 20% ingat ini
berbeda dengan GC.
 Waktu retensi Kafein: sekitar 2,99 – 4,05 menit.
 Perhatikan komposisi yang tertera pada sampel (dicari).

E. Data Hasil Analisis


- Larutan standar 0,4 mL
- Larutan standar 1 mL

- Larutan standar 1,4 mL


- Larutan standar 2 mL

- Larutan standar 2,4 mL


- Kromatogram sampel

- Kurva Kalibrasi

Luas Area Natrium Benzoat


konsentra
1600000
1400000
si luas f(x)
area= 1753.46 x − 12401.15
1200000
132
1000000
228229
R² = 1
330 554747
Area

800000
462
600000 800585
660
400000 1132013
200000
792 1388634
0
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
Konsentrasi (ppm)

Luas Area Kafein


konsentras
3500000 luas area
i3000000 f(x) = 7842.44 x + 19128.96
2500000 R² = 1
66.56 560375
2000000
166.4 1282217
Area

1500000
233 1877409
1000000
332.8
500000
2601994
399.36 0 3169833
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Konsentrasi (ppm)
F. Perhitungan
1. Konsentrasi larutan Induk
 Kafein
massa(mg) 41,6 mg
[Kafein] = = = 1664 ppm
volume( L) 0,025 L
 Natrium Benzoat
massa(mg ) 82,5 mg
[Natrium Benzoat] = = = 3300 ppm
volume( L) 0,0025 L
2. Pembuatan Larutan Standar
- Larutan standar natrium benzoat
a. 0,4 mL
V1M1 = V2M2
0,4 mL x 3300 ppm = 10 mL x M2
M2 = 132 ppm
b. 1 mL
V1M1 = V2M2
1 mL x 3300 ppm = 10 mL x M2
M2 = 330 ppm
c. 1,4 mL
V1M1 = V2M2
1,4 mL x 3300 ppm = 10 mL x M2
M2 = 462 ppm
d. 2 mL
V1M1 = V2M2
2 mL x 3300 ppm = 10 mL x M2
M2 = 660 ppm
e. 2,4 mL
V1M1 = V2M2
2,4 mL x 3300 ppm = 10 mL x M2
M2 = 792 ppm

- Kafein
a. 0,4 mL
V1M1 = V2M2
0,4 mL x 1664 ppm = 10 mL x M2
M2 = 66,56 ppm
b. 1 mL
V1M1 = V2M2
1 mL x 1664 ppm = 10 mL x M2
M2 = 166,4 ppm
c. 1,4 mL
V1M1 = V2M2
1,4 mL x 1664 ppm = 10 mL x M2
M2 = 232,96
d. 2 mL
V1M1 = V2M2
2 mL x 1664 ppm = 10 mL x M2
M2 = 332,8
e. 2,4 mL
V1M1 = V2M2
2,4 mL x 1664 ppm = 10 mL x M2
M2 = 399,36 ppm

3. Kandungan kafein dan natrium benzoat dalam sampel


 Kafein
Luas area kromatogram = 1126391
Waktu retensi = 2,40
y=7842,4x + 19203
1126391 = 7842,4x + 19129
X = 141,1891 ppm

Kadar
M1V1 = M2V2
141,1891 ppm x 1 mL = M2 x 0,8 mL
M2 = 176,4863 ppm

V sampel = 100 mL = 0,1 L


Massa = 176,4863 ppm x 0,1 L
Massa = 17,65 mg

 Natrium benzoat
Luas area kromatogram = 602356
Waktu retensi = 2,06
y = 1753,5x – 12401
147925 = 1753,5x – 12401
X = 91,4319 ppm

Kadar
M1V1 = M2V2
91,4319 ppm x 1 mL = M2 x 0,8 mL
M2 = 114,2898 ppm

V sampel = 100 mL = 0,1 L


Massa = 114,2898 x 0,1 L
Massa = 11,43 mg

G. Analisis Data
Praktikum Penentuan Kadar Zat Aditif (Kafein dan Natrium Benzoat) dalam sampel
minuman menggunakan teknik HPLC yang bertujuan untuk menentukan/menghitung kadar zat
aditif dalam sampel minuman dalam satuan mg per kemasan. HPLC merupakan teknik
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu
sampel. Percobaan ini menggunakan metode HPLC fase terbalik, karena fase gerak yang
digunakan bersifat polar sedangkan fase diamnya bersifat non polar, dengan sistem elusi
isokratik, artinya selama analisis digunakan fase gerak dengan perbandingan pelarut yang tetap.
Fase gerak yang digunakan berupa campuran senyawa KH2PO4, dan asetonitril dengan
perbandingan 60:40. Sedangkan fase diam yang digunakan adalah kolom C-18 yang bersifat non
polar. Sistem elusi yang digunakan adalah elusi gradien, artinya selama analisis digunakan fase
gerak dengan perbandingan variasi pelarut. Sampel yang akan didegassing dengan menggunakan
ultrasonic vibrator selama 5 menit dengan tujuan agar campuran homogen sebelum pengukuran
dan menghilangkan gelembung. Detektor yang digunakan adalah detektor UV.
Prinsip dasar HPLC yaitu berdasarkan perbedaan distribusi komponen-komponen dalam
sampel diantara dua fase, fase gerak dan fase diam. Prinsip kerja HPLC yaitu adsorpsi dan
partisi. Adsorpsi yaitu penyerapan senyawa-senyawa menggunakan fase diam, dimana
kemampuan suatu senyawa untuk terikat pada silika gel dan partisi yaitu pemisahan berdasarkan
polaritas menggunakan fase gerak.
Berdasarkan urutan kepolaran, kafein lebih polar dari Natrium Benzoat dan kolom C-18,
sehingga kafein akan keluar lebih dahulu karena memiliki kepolaran yang lebih tinggi dan
serapannya maksimal pada lamda yang digunakan. Sedangkan Natrium Benzoat yang bersifat
kurang polar akan tertahan lebih lama dalam fasa diam karena interaksinya kuat. Membran PTFE
digunakan untuk memisahkan larutan sampel atau standar dari pengotornya. Sebelum pengujian
sampel dibuat kurva kalibrasi standar, dilakukan dengan menghitung konsentrasi sampel
berdasarkan luas area puncak kromatogram dengan menggunakan membuat kurva kalibrasi
dengan larutan deret standar. Larutan deret standar dibuat dari Kafein dan Natrium Benzoat yang
dilarutkan dengan fasa gerak.
Dalam preparasi sampel, sampel ditimbang kemudian dilarutkan menggunakan
aquabides. Digunakan aquabides karena dalam analisis menggunkan HPLC diperlukan pelarut
dengan kemurnian yang tinggi, sebab larutan sampel yang akan dianalisis jumlahnya sedikit,
yaitu sekitar 20 μL sehingga apabila digunakan pelarut dengan kemurnian kurang akan
mengganggu hasil pemisahan. Sebelum dilakukan pengenceran sampel sampai 10 mL, dilakukan
sonikasi terlebih dahulu agar semua komponen dalam sampel larut dan homogen. Setelah
diencerkan sampai 10 mL secara kuantitatif, larutan sampel disaring sebanyak dua kali. Dibuat
deret standar yang konsentrasinya bervariasi, yaitu 0,4 mL; 1 mL; 1,4 mL; 2 mL; 2,4 mL; dan
3,4 mL. Deret standar ini dibuat sebagai acuan waktu retensi dan luas area pembanding dengan
sampel. Konsentrasi analit dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan y = mx + c,
sehingga dapat dihitung kadar analit dalam sampel. Kemudian dibuat kurva kalibrasi dari deret
larutan standar dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Kurva diplotkan antara konsentrasi
setiap larutan standar terhadap luas area peak pada masing-masing kromatogramnya.
Waktu retensi pada larutan standar menjadi acuan dalam menentukan komponen yang
terdapat dalam sampel. Dari kromatogram didapatkan untuk kafein luas area kromatogram =
1126391 dan waktu retensi = 2,40 sedangkan untuk natrium benzoat didapatkan Luas area
kromatogram = 602356 dan waktu retensi = 2,06. Dari hasil perhitungan didapatkan kadar kafein
sebesar 176,4863 ppm dan kadar natrium benzoat sebesar 114,2898 ppm serta massa kafein
sebesar 17,65 mg dan massa natrium benzoat sebesar 11,43 mg.

H. Kesimpulan
Praktikum Penentuan Kadar Zat Aditif (Kafein dan Natrium Benzoat) dalam sampel
minuman menggunakan teknik HPLC yang bertujuan untuk menentukan/menghitung kadar zat
aditif dalam sampel minuman dalam satuan mg per kemasan. HPLC merupakan teknik
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu
sampel. Dari percobaan didapatkan hasil kadar kafein sebesar 176,4863 ppm dan kadar natrium
benzoat sebesar 114,2898 ppm serta massa kafein sebesar 17,65 mg dan massa natrium benzoat
sebesar 11,43 mg.
I. Pertanyaan
1. Bagaimana pengaruh pH fasa gerak terhadap komponen analit yang dianalisis.
2. Pada analisis kali ini digunakan detektor UV pada panjang gelombang 254 nm, prediksi
hasil analisis bila menggunakan detektor PDA yang diukur pada masing-masing panjang
gelombang analit masing-masing, informasi apalagi yang dapat diperoleh.
Jawab:
1. pH merupakan peranan yang penting karena dapat mengubah sifat hidrofobik analit,
kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonasi.
Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase diam
menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi
karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan terelusi lebih cepat.
2. PDA adalah detektor UV-Vis dengan beberapa kelebihan, diantaranya adalah mampu
memberikan kumpulan kromatogram secara simultan pada panjang gelombang yang
berbeda dalam sekali proses. Selama proses tersebut berjalan, suatu kromatogram pada
panjang gelombang yang diinginkan dapat ditampilkan sehingga PDA memberikan lebih
banyak informasi komposisi sampel. Maka akan diperoleh spektrum UV tiap puncak
yang terpisah. Spektrum dan kromatogram yang dihasilkan pada detektor PDA ini dapat
ditampilkan sebagai plot 3 dimensi absorbansi, panjang gelombang dan waktu sehingga
data ini dapat dimanipulasi dan diplotkan kembali pada layar kemudian dibandingkan
dengan data 3 dimensi seyawa lain dari data yang ada di sistem komputernya sehingga
dapat digunakan untuk tujuan identifikasi.
J. Daftar Pustaka
Adnan. (1997). Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta: Andi Offset.
Arindradita. (2011). High Performance Liquid Chromatography. Jakarta: Erlangga.
Bahti. (2011). Teknik Pemisahan Kimia dan Fisika. Bandung: Universitas Padjajaran.
Hendayana, Sumar. (2006). Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Johnson. (1997). Basic Liquid Chromatography. California: Varian Associate, Inc.
Lestari, Wahyuni Sri. (2014). Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren dalam Plasma Darah
Secara In Vitro Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah.
Riyadi, W. (2009). Identifikasi Signal Kromatogram HPLC. Jakarta: Erlangga.
Unang. (2010). Eludasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Widya Padjajaran.
Underwood, Day, R.A., A.L. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai