Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Propranolol HCl
Propranolol hidroklorida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan
tidak lebih dari 101,0% C16H21NO2.HCl, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan. Khasiat dan penggunaan sebagai anti adrenergikum dengan
dosis maksimum sehari 320 mg (Depkes, 1979).
Rumus struktur Propranolol HCl :

Gambar 2.1 Rumus struktur propranolol hidroklorida (Depkes, 1979)

Nama Kimia : [1- isopropilamino-3-(1-naftiloksi)-propan-2-ol


Rumus Molekul : C16H21NO2.HCl
Berat Molekul : 165,6 g/mol
Pemerian : serbuk, putih atau hampir putih, tidak berbau, rasa
pahit
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air dan dalam 20 bagian
etanol (95%) P, sukar larut dalam kloroform P
Penyimpanan : wadah tertutup
Propranolol HCl merupakan obat antihipertensi yang bekerja
terhadap reseptor β-non selektif, dengan menghambat respon stimulans
adrenergic. Propranolol hidroklorida larut dalam air dan alkohol, sukar
larut dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter, propranolol dalam
bentuk larutan sangat stabil pada pH 3 dan rusak dengan cepat ketika
suasana alkali, juga diabsorbsi dengan sempurna pada saluran cerna
(Fitriana, 2010).

3
Validasi Metode Analisis…, Radika Afiko Pradesti, Fakultas Farmasi UMP, 2017
Propranolol HCl memiliki waktu eliminasi yang pendek serta
sifatnya yang tidak stabil pada cairan usus tetapi sangat stabil pada cairan
lambung.
2. Floating system
Floating system, pertama kali diperkenalkan oleh Davis di tahun
1968 yang merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki
kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal dilambung
untuk beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung dilambung, obat
dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan, hasil yang
diperoleh adalah peningkatan Gastro Retention Time (GRT) dan
pengurangan fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma (Rosmawati,
2016). Keuntungan dari sistem penghantaran obat floating dibanding
dengan sistem konvensional, adalah ( Kare et al., 2010) :
a. Meningkatkan bioavailabilitas sehingga cocok digunakan untuk obat
yang bioavailabilitasnya kurang baik.
b. Menurunkan fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma sehingga efek
farmakologis lebih stabil.
c. Menurunkan performa transit variabiitas obat sehingga obat segera
diabsorbsi dan dapat menurunkan dosis obat hingga 2 kali lipatnya.
d. Peningkatan keberhasilan terapi, sangat berguna untuk obat larut
asam dan sukar larut atau tidak stabil dalam cairan usus.
Bentuk floating system banyak diformulasikan dengan
menggunakan beberapa jenis matriks. Dalam penelitiannya, Rosmawati
(2016) melakukan 6 trial untuk beberapa komposisi formula. Dari
evaluasi komposisi matriks tersebut didapat formula optimum tablet
floating propranolol HCl dengan menggunakan HPMC 180 mg dan
NaCMC 0 mg yang kemudian dilanjutkan dengan uji penetapan kadar
menggunakan spektrofotometri UV-Vis dan didapat %kadar untuk 3
replikasi yaitu sebesar 101,30%; 102,54%; 100,37% dimana kadar
tersebut memenuhi persyaratan pada tablet floating propranolol HCl
dengan prasyarat mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari
110%.

4
Validasi Metode Analisis…, Radika Afiko Pradesti, Fakultas Farmasi UMP, 2017
3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau high performance
liquid chromatography (HPLC) merupakan jenis kromatografi yang
penggunaannya paling luas. Hampir semua laboratorium analisis kimia
memiliki instrumen KCKT. KCKT secara umum berfungsi untuk
pemisahan dan pemurnian senyawa obat serta untuk analisis kuantitatif
senyawa obat dalam sediaan farmasetika. KCKT juga dapat digunakan
untuk identifikasi kualitatif senyawa obat dengan mendasarkan pada
parameter waktu retensi senyawa obat standar dan senyawa obat dalam
sampel. Keterbatasan penggunaan KCKT adalah jika sampelnya sangat
kompleks, karena resolusi atau daya pisah yang baik sulit diperoleh.
Kelebihan metode KCKT antara lain mampu memisahkan molekul -
molekul dari suatu campuran, kecepatan analisis dan kepekaan yang
tinggi, mudah pengoperasiannya, dapat dihindari terjadinya
dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis, menghasilkan resolusi
yang baik, dapat digunakan bermacam-macam detektor, kolom dapat
digunakan kembali dan mudah melakukan perolehan kembali (Gandjar
dan Rohman, 2014). Komponen dari KCKT yaitu terdiri dari :

Gambar 2.2. Komponen KCKT (Putra, 2008)


a. Wadah Fase Gerak
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah ini
biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.
Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing
(penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan
berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor
sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar dan Rohman, 2014).

5
Validasi Metode Analisis…, Radika Afiko Pradesti, Fakultas Farmasi UMP, 2017
b. Pompa pada KCKT
Pompa yang digunakan untuk KCKT yaitu pompa harus inert
terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah
gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang
digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi
dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir
3 mL/menit. Pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase
gerak dengan kecepatan 20 mL/menit jika digunakan untuk tujuan
preparatif (Gandjar dan Rohman, 2014).
c. Injektor sampel pada KCKT
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikan secara langsung ke
dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom
menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat
dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel internal atau
eksternal. Pada saat pengisian sampel, sampel dialiri melewati keluk
sampel dan lebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat
penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati
keluk sampel dan mengalirkan sampel ke kolom (Gandjar dan
Rohman, 2014).
d. Kolom pada KCKT
Kolom merupakan bagian sangat terpenting dari kromatografi.
Bahan yang sering digunakan sebagai fase diam adalah Oktadesil
Silika (ODS) yang mengandung rantai C1. Kolom yang digunakan
pada KCKT pada umumnya memiliki panjang 5-25 cm dengan
diameter bagian dalam sebesar 4,6 mm, ukuran partikel 5 µm dan
mengandung 40.000 – 70.000 plat/meter (Skoog et al., 2007). Kolom
berfungsi untuk memisahkan masing-masing komponen. Kolom
yang baik memiliki HETP yang kecil dan N yang besar. Untuk suatu
puncak yang simetris, tailling faktor (Tf) besarnya satu, harga Tf
akan bertambah jika kromatogram makin tampak berekor (Stella,
2011). Kolom dibagi menjadi dua yaitu (Gandjar dan Rohman,
2014). :

6
Validasi Metode Analisis…, Radika Afiko Pradesti, Fakultas Farmasi UMP, 2017
1) Kolom analitik : Diameter 2-6 mm, panjang kolom ini
bergantung pada jenis material dari pengisi kolom, pada
kemasan polikular panjang yang digunakan 50-100 cm, pada
kemasan poros mikropartikulat 10-30 cm.
2) Kolom preparatif : Diameter 6 mm atau lebih besar, panjang
kolomnya 25-100 cm.
e. Oven
Pada KCKT sistem terbalik, temperatur kolommenentukan
waktu retensi dan mempengaruhi selektivitas. Temperatur yang
digunakan dalam analisis berkisar antara 30-50 °C penggunaan suhu
lebih dari 60 °C berpengaruh padastabilitas analit dan masa kerja
kolom (Ahuja dan Dong, 2005).
f. Fase Diam pada KCKT
Fase diam pada KCKT umumnya berupa silika yang
dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau
polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Oktadesil silika (ODS
atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan
karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran
yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang
lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Solut-solut
yang polar, terutama yang bersifat basa, akan memberikan puncak
yang mengekor (tailing peak) pada penggunaan fase diam silika fase
terbalik (Gandjar dan Rohman, 2014).
g. Detektor
Detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen
sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan untuk menghitung
kadarnya (analisis kuantitatif). Suatu detektor yang baik mempunyai
sensitifitas yang tinggi, kisar respon linier yang luas, gangguan
(noise) yang rendah, dan memberi respon untuk semua tipe senyawa.
detektor-detektor yang sering digunakan adalah detektor
spektrofotometri UV-Vis, detektor photodiode-array (PDA),
detektor fluoresensi, detektor indeks bias, dan detektor elektrokimia
(Putra, 2008).

7
Validasi Metode Analisis…, Radika Afiko Pradesti, Fakultas Farmasi UMP, 2017
h. Fase Gerak pada KCKT
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut
yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya
elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh
polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat
komponen-komponen sampel (Johnson dan Stevenson, 1991).
Fase gerak yang baik harus memiliki beberapa sifat
diantaranya harus murni, tidak bereaksi dengan kolom, sesuai
dengan detektor, selektif terhadap komponen, dapat melarutkan
cuplikan, mempunyai viskositas yang rendah, memungkinkan
memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, harganya wajar, dapat
memisahkan zat dengan baik. Elusi pada KCKT ada 2 cara yaitu cara
isokratik dan cara gradien. Cara isokratik yaitu dimana komposisi
fase gerak tetap selama elusi, sementara untuk cara gradien
komposisi fase gerak berubah-ubah.
4. Parameter Kromatografi
a. Waktu retensi atau waktu tambat
Waktu tambat atau waktu retensi (retention time ) adalah
selang waktu yang diperlukan oleh analit mulai saat injeksi sampai
keluar dari kolom. Waktu retensi analit dapat dinyatakan sebagai
berikut :
tR = (Vs Kd + 1 ) tM ...... Persamaan 1
Vm
Keterangan :
tR = Waktu retensi analit
tM = Waktu tambat fase gerak
Kd = Koefisien distribusi
Vm = Volume fase gerak
Vs = Volume fase diam
Campuran zat yang diinjeksikan untuk dianalisis dengan
KCKT tentu mempunyai harga tR yang berbeda-beda karena tiap-
tiap analit memiliki harga Kd yang spesifik ( Mulja dan Suharman,
1995)

8
Validasi Metode Analisis…, Radika Afiko Pradesti, Fakultas Farmasi UMP, 2017
b. Resolusi (Rs )
Resolusi (Rs) didefinisikan sebagai rasio antara waktu retensi
yang berbeda t1 dan t2 dari dua peak dan rata-rata lebar area W1 dan
W2 dari dua peak pada garis dasarnya yang dapat ditunjukan sebagai
berikut :
Rs = t2 – t1
...... Persamaan 2
0,5 (W1 + W2 )
Rs dengan nilai 1 dapat diartikan bahwa sekitar 4% dua peak
yang berdekatan overlap dan mampu untuk analisa beberapa
kromatogram. Untuk pemisahan yang baik, harga Rs mendekati atau
lebih dari 1,5 (Cazes, 2004)
c. Jumlah Lempeng (N)
Jumlah lempeng atau plate number (N) yang didasarkan pada
konsep lempeng teoritis pada kolom digunakan sebagai ukuran
efisiensi. Dengan menganggap profil puncak kromatogram adalah
sesuai kurva Gaussian, maka N dapat didefinisikan :
N= (tR)2 ...... Persamaan 3
at
Dimana tR adalah waktu retensi dan at adalah standar deviasi
lebar puncak. Suatu ukuran alternatif adalah tinggi lempeng (H) atau
biasa disebut tinggi setara plat teori (HETP = Height Equivalent
Theoritical Plate). Hubungan antara HETP dengan N serta panjang
kolom dirumuskan :
H= L
N ...... Persamaan 4

Kolom yang memberikan jumlah lempeng (N) yang besar dan


nilai HETP yang kecil akan mampu memisahkan komponen-
kompnen dalam suatu campuran yang lebih baik yang berarti bahwa
efisiensi kolom adalah besar (Gandjar dan Rohman, 2014)
d. Puncak Asimetri
Penentuan asimetri puncak dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan faktor asimetri (af) = b/a. Persamaan (af) =

9
Validasi Metode Analisis…, Radika Afiko Pradesti, Fakultas Farmasi UMP, 2017
b/a menunjukan bahwa a adalah waktu paruh awal puncak yang
diukur pada 10% tinggi puncak, sementara b adalah paruh pengikut
pada puncak yang diukur pada 10% tinggi puncak. Idealnya nilai
faktor asimetri ini dalam rentang 0,95 – 1,15 (Watson, 2013)

Gaussian Tailling Fronting

(a) (b) (c)

Gambar 2.3 Profil-profil puncak yang dihasilkan pada KCKT.(a) linier (b)
Puncak Tailling (c) Puncak Fronting (Kealey dan Haines, 2002 )

5. Validasi
Validasi adalah suatu tindakan terhadap parameter tertentu pada
prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter
tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Validasi metode analisis adalah proses untuk menjamin bahwa prosedur
uji yang dilakukan memenuhi standar yang dapat diterima dan sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Metode uji yang berbeda
membutuhkan validasi yang berbeda pula. Tingkatan yang diuji dalam
validasi diantaranya yaitu ketepatan, ketelitian, linieritas, limit deteksi
dan limit kuantitas (LOD/LOQ), dan selektivitas (Riyanto, 2014)
Suatu metode analisis harus divalidasi untuk memastikan bahwa
parameter kerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis,
karenanya suatu metode harus divalidasi ketika :
a. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi masalah analisis
tertentu
b. Metode yang sudah baku direvisi umtuk menyesuaikan
perkembangan atau karena munculnya suatu masalah yang
mengarahkan bahwa metode baku tersebut harus direvisi
c. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah
berubah seiring dengan berjalannya waktu

10
Validasi Metode Analisis…, Radika Afiko Pradesti, Fakultas Farmasi UMP, 2017
d. Metode baku yang dilakukan di laboratorium yang berbeda,
dikerjakan oleh analis yang berbeda atau dikerjakan dengan alat
yang berbeda
e. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antara dua metode seperti
metode baru dan metode baku.
(Gandjar dan Rahman, 2014).
USP XXXVII tahun 2014 membagi metode-metode analisis
kedalam beberapa kategori, yaitu :
a. Kategori I merupakan prosedur analisis untuk mengkuantifikasi
komponen utama atau bahan aktif pada produk farmasi.
b. Kategori II merupakan prosedur analisis untuk menentukan cemaran
atau senyawa hasil degradasi pada produk akhir farmasi. Metode ini
meliputi perhitungan kembali secara kuantitatif dan uji batas
c. Kategori III merupakan prosedur analisis untuk menentukan
performa karakteristik (disolusi, pelepasan obat)
d. Kategori IV uji identifikasi.

Tabel 2.1 Data yang diperlukan untuk uji validasi (USP, 2014)
Karakteristik Kategori Kategori II Kategori
Kategori IV
Analisis I Kuantifikatif Limit tes III
Akurasi Ya Ya * * Tidak
Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak
Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya
LOD Tidak Tidak Ya * Tidak
LOQ Tidak Ya Tidak * Tidak
Linieritas Ya Ya Tidak * Tidak
* Mungkin diperlukan, tergantung pada spesifikasi tes yang dilakukan.

Menurut USP Edisi Ketiga puluh, ada 8 karakteristik yang


digunakan dalam validasi metode yaitu akurasi, presisi, spesifisitas, batas
deteksi, batas kuantitasi, linearitas dan rentang. Karakteristik utama yang
digunakan dalam validasi dapat dilihat pada tabel 2.2.

11
Validasi Metode Analisis…, Radika Afiko Pradesti, Fakultas Farmasi UMP, 2017
Tabel 2.2 Karakteristik utama dalam validasi metode analisis.
Karakteristik Pengertian
Akurasi Kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh lewat metode
analitik dengan nilai sebenarnya
Presisi Ukuran keterulangan metode analitik, termasuk diantaranya
kemampuan instrument dalam memberikan hasil analitik yang
reprodusibel.
Spesifitas Kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat
dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks
sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan
komponen matriks.
Batas Deteksi Konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat
dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.
Batas Kuantitasi Konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat
ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima
pada kondisi operasional metode yang digunakan.
Linieritas Kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang
secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada
kisaran yang diberikan
Rentang Konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode
analitik menunjukan akurasi, presisi dan linieritas yang
cukup.
(USP, 2006)
a. Ketepatan (Akurasi)
Ketepatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan
hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan
sebagai persen perolehan kembali (%recovery) analit yang
ditambahkan dan dapat ditentukan melalui dua cara yaitu metode
simulasi (spiked placebo recovery) dan metode penambahan bahan
baku (standard addition method). Jika metode simulasi tidak dapat
dilakukan maka akurasi dapat diukur dengan metode penambahan
baku (Riyanto, 2014). Terdapat tiga cara yang dapat digunakan
dalam menentukan akurasi suatu metode analisis, yaitu :
1) Membandingkan hasil analisis dengan CRM (Certified reference
material) dari organisasi internasional
2) Uji perolehan kembali dengan memasukan analit kedalam
matriks blanko (Spiked placebo)
3) Penambahan baku pada matriks sampel yang mengandung analit
(Standard addition method). Dalam metode adisi, sampel
dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa
ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis kembali.
Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya

12
Validasi Metode Analisis…, Radika Afiko Pradesti, Fakultas Farmasi UMP, 2017
(hasil yang diharapkan). Dalam kedua metode tersebut, persen
perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang
diperoleh dengan hasil yang sebenarnya nilai akurasi adalah
kurang lebih 80-120%. Jika nilai akurasi diluar kisaran, maka
analisis harus diinvestigasi (Gandjar dan Rohman, 2014).
b. Ketelitian (Presisi)
Ketelitian dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian
diantara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan
berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari sampel
homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi
standar relatif (koefisien variasi). Presisi dapat diartikan pula sebagai
derajat reprodusibilitas atau keterulangan dari prosedur analisis
(Harmita, 2004).
Presisi dibagi menjadi tiga, yaitu keterulangan (repeatability),
ketertiruan (reproducibility), dan presisi antara (intermediate
precision). Keterulangan adalah ukuran kemampuan metode untuk
memberikan hasil yang mirip pada beberapa kali preparasi dan atau
pengukuran untuk sampel yang sama. Keterulangan dapat diukur
dengan menetapkan 6 sampel pada konsentrasi 100% atau dengan
preparasi sampel pada tingkat konsentrasi 80; 100; 120% dari target
konsentrasi analit (Riyanto, 2014).
Presisi antara adalah ukuran kemampuan metode untuk
memberikan hasil yang reprodusibel dengan analis yang berbeda,
peralatan yang berbeda, atau hari yang berbeda (Riyanto, 2014).
Tujuan dilakukannya uji presisi antara adalah untuk menetapkan
presisi suatu metode pada kondisi laboratorium yang berbeda. Suatu
metode dikatakan mempunyai presisi yang baik apabila nilai RSD
lebih kecil dari 2% (<2%). Rumus SD dapat dinyatakan :

...... Persamaan 5

13
Validasi Metode Analisis…, Radika Afiko Pradesti, Fakultas Farmasi UMP, 2017
...... Persamaan 6

c. Selektivitas (Spesifisitas)
Spesifisitas adalah kemampuan suatu metode analisis untuk
mengukur analit secara akurat dan spesifik bila analit berada
bersama dengan komponen lain dalam matriks sampel seperti
pengotor, produk degradasi dan komponen matriks. Spesifisitas
dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) (Harmita,
2004). Spesifisitas dapat ditentukan melalui nilai resolusinya (R).
Resolusi dikatakan memenuhi syarat jika nilai R ≥ 2,00 (Snyder et
al., 1997).
d. Linieritas
Linieritas suatu metode analisis adalah kemampuan untuk
menunjukkan bahwa nilai hasil uji langsung atau setelah diolah
secara matematika, proporsional dengan konsentrasi analit dalam
sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu. Rentang suatu
metode analisis adalah interval antara batas konsentrasi tertinggi dan
konsentrasi terendah analit masih menggunakan ketelitian, ketepatan
dan linieritas (Gandjar dan Rohman, 2014). Data linearitas
dievaluasi menggunakan metode statistik, metode yang paling umum
digunakan adalah persamaan garis regresi antara respon detektor
(sumbu y) versus konsentrasi sampel (sumbu x). Dalam suatu
metode analisis, kriteria nilai r yang didapat harus lebih besar dari
0,99 (Miller dan Miller, 2005).
e. Sensitivitas (LOD/LOQ)
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang
dapat dideteksi dan masih memberikan respon signifikan
dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji
batas. Pendekatan yang paling umum adalah menetapkan jumlah
sampel yang dapat memberikan perbandingan sinyal terhadap
gangguan (S/N) 2:1 atau 3:1, dan yang sering digunakan adalah 3:1
(Snyder et al., 1997).

14
Validasi Metode Analisis…, Radika Afiko Pradesti, Fakultas Farmasi UMP, 2017
Batas kuantifikasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam
sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama
(Harmita, 2004). Batas kuantifikasi sering digunakan sebagai batas
bawah untuk pengukuran nilai kuantitatif yang tepat. Batas
kuantifikasi seringkali didasarkan pada nilai signal to noise (S/N) =
10 (Snyder et al., 1997).

15
Validasi Metode Analisis…, Radika Afiko Pradesti, Fakultas Farmasi UMP, 2017

Anda mungkin juga menyukai