Anda di halaman 1dari 16

1.

IDENTIFIKASI OBAT
Rumus Struktur

Gambar 1 Struktur Alprazolam

Rumus Molekul : 8-Kloro-1-metil-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-α] [1,4]


benzodiazepina
Nama Kimia : C17H13ClN4
Berat Molekul : 308,77

Kajian Farmakologi : Alprazolam merupakan kelompok obat benzodiazepin


yang memiliki kerja pendek yang digunakan sebagai
obat ansietas dan depresi. Ansietas merupakan
perasaan khawatir atau ketakutan yang ditandai
dengan gejala fisik seperti palpitasi, berkeringat, dan
tanda-tanda stress lainnya (Tjay dan Rahardja, 2001).
2. KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA

Pemerian : Serbuk hablur putih sampai hampir putih, melebur pada


0
lebih kurang 225 .
Kelarutan : Tidak larut dalam air, sukar larut dalam etil asetat, agak
sukar larut dalam aseton, larut dalam metanol, mudah larut
dalam kloroform
Baku Pembanding : Alprazolam BPFI.
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 0.5% Lakukan pengeringan pada suhu
60° Selama 16 jam dan tekanan tidak lebih dari 0.5mmHg.
Susut Pemijaran : Tidak lebih dari 0.5%.

3. EVALUASI SEDIAAN OBAT

• Bentuk Sediaan
Tablet 0,25 mg, 0,5 mg, 1 mg, 2 mg (Anonim, 2010).
• Evaluasi Organoleptis Zat Aktif
0
Serbuk hablur putih sampai hampir putih, melebur pada lebih kurang 225 .
• Evaluasi Kelarutan
Tidak larut dalam air, sukar larut dalam etil asetat, agak sukar larut dalam
aseton, larut dalam metanol, mudah larut dalam kloroform
• Evaluasi Mikroskopik
Spektrum serapan inframerah zat yang disipersikan dalam minyak mineral
P menunjuka maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti
pada Alprazolam BPFI, Kecuali pada daerah 880 cm hingga 890 cm
maksimum akan berbeda dengan perbandingan dari polimorf alparazolam.
(Farmakope Indonesia Edisi IV)
4. MEKANISME KERJA OBAT
Berikatan dengan reseptor benzodiasepin pada saraf post sinap GABA di
beberapa tempat  di SSP, termasuk sistem limbik dan formattio retikuler.
Peningkatan efek inhibisi GABA menimbulkan peningkatan permiabilitas
terhadap ion klorida yang menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi dan stabilisasi.

5.  KEGUNAAN OBAT
Kegunaan obat ini terutama untuk Anti-anxietas dan anti panik. Pada saat
keadaan cemas dan panik terjadi penurunan sensitivitas terhadap reseptor 5HT1A,
5HT2A/2C, meningkatnya sensitivitas discharge dari reseptor adrenergic pada saraf
pusat, terutama reseptor alfa-2 katekolamin, meningkatnya aktivitas locus
coereleus yang mengakibatkan teraktivasinya aksis hipotalamus-pituitari-adrenal
(biasanya berespons abnormal terhadap klonidin pada pasien dengan panic
disorder), meningkatnya aktivitas metabolic sehingga terjadi peningkatan laktat
(biasanya sodium laktat yang kemudian diubah menjadi CO2(hiperseansitivitas
batang otak terhadap CO2), menurunnya sensitivitas reseptor GABA-A sehingga
menyebabkan efek eksitatorik melalui amigdala dari thalamus melalui nucleus
intraamygdaloid circuitries, model neuroanatomik memprediksikan panic
attack dimediasi oleh fear network pada otak yang melibatkan amygdale,
hypothalamus, dan pusat batang otak.
Sehingga, terapi yang diberikan pada kecemasan yaitu anxiolitik atau
antianxietas yang bekerja pada reseptor GABA dengan memperkuat aksi
inhibitor GABA-ergic neuron sehingga hiperaktivitas mereda.
6. METODE PENELITIAN
Analisa Kualitatif dan Kuantitatif
Sesuai Farmakope Indonesia Edisi IV untuk mengetahui kemurnian dan
Alprazolam dapat mengunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) .

7. Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh ahli botani Rusia pada

tahun 1903 yang bernama Michael Tswett untuk memisahkan pigmen warna

dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas

yang berisi kalsium karbonat. Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan

yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan

dapat dimanfaatkan untuk melalukan analisis, baik analisis kualitatif, analisis

kuantitatif, atau preparatif dalam bidang farmasi, industri dan lain sebagainya.

Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam

(stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Rohman dan Gandjar, 2007).

8. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan


dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh
kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor
yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan
secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun
campuran (Ditjen POM, 1995).

KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis
dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara
lain: farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan (Munson, 1991).
Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik,
anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan
analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling
sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti
asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis,
menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain (Munson, 1991).

 Kelebihan KCKT antara lain:

− Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran

− Resolusinya baik

− Mudah melaksanakannya

− Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi

− Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis

− Dapat digunakan bermacam-macam detektor

− Kolom dapat digunakan kembali

− Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian operator dan

reprodusibilitasnya lebih baik

− Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan


kuantitatif

− Waktu analisis umumnya singkat

− Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar

− Ideal untuk molekul besar dan ion (Munson, 1991).


9. Cara Kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut

terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati

suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi

dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair

membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi

operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom,

kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman dan

Gandjar, 2007

10. Komponen KCKT

 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun

labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya

dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum

digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase

gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama

dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Rohman dan Gandjar,

2007).
 Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang

mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni : pompa harus inert

terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja

tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu

memberikan tekanan sampai 6000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan

kecepatan alir 0,1-10 ml/menit. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut

untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor (Rohman dan Gandjar,

2007)

 Injektor

Ada 3 jenis injektor, yakni syringe injector, loop valve dan

automaticinjector (autosampler). Syringe injector merupakan bentuk injektor

yang palingsederhana (Meyer, 2004).

Pada waktu sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan agar

aliran pelarut tidak mengganggu masuknya keseluruhan sampel ke dalam

kolom. Sampel dapat langsung diinjeksikan ke dalam kolom (on column

injection) atau digunakan katup injeksi (Meyer, 2004).

Katup putaran (loop valve), tipe injektor ini umumnya digunakan untuk

menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl dan sekarang digunakan

dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil

dapat diinjeksikan secara manual). Bila katup difungsikan, maka cuplikan di

dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom (Meyer, 2004).

Automatic injector atau disebut juga autosampler memiliki prinsip

yangmirip, hanya saja sistem penyuntikannya bekerja secara otomatis

(Meyer, 2004).
 Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu

analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang

sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok :

a. Kolom analitik : diameter khas adalah 2 – 6 nm. Panjang kolom

tergantung pada jenis kemasan. Untuk kemasan pellikular, panjang

yang umumnya adalah 50 – 100 cm. Untuk kemasan poros

mikropartikulat, umumnya 10 – 30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.

b. Kolom preparatif : umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih

besar dan panjang kolom 25 – 100 cm.

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya


dioperasikan

pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih

tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi

eksklusi (Putra, 2007).


 Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen

cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang

baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah,

kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk

semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan

fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat

diperoleh (Johnson dan Stevenson, 1991).

Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair

modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm.

Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis

sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk

mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor

lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor

elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan (Johnson dan

Stevenson, 1991).

 Pengolahan Data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat

sebagai puncak-puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai

kromatogram (Johnson dan Stevenson, 1991).


Guna kromatogram:

1. Kualitatif

Waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi

yang sama dapat digunakan untuk identifikasi.

2. Kuantitatif

Luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan

dan dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi (Johnson dan

Stevenson, 1991).

 Fase Gerak

Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu

variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas

dari fase gerak yang digunakan dalam semua mode KCKT, tetapi ada

beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi

oleh semua fase gerak (Putra, 2007).

Fase gerak harus:

• Murni, tidak ada pencemar/kontaminan

• Tidak bereaksi dengan pengemas

• Sesuai dengan detektor

• Melarutkan cuplikan

• Mempunyai viskositas rendah

• Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas (Putra, 2007).

Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan dari


pelarut, karena udara yang keluar melewati detektor dapat
menghasilkan banyak noise sehingga data tidak dapat digunakan
(Putra, 2007).
11. PROSEDUR METODE
 Alat-alat
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat
instrumen KCKT lengkap dengan pompa, degasser (DGU 20 AS),
injektorAutosampler, kolom Luna Phenomenex C18 (250 x 4,60 mm),
detektor UV,wadah fase gerak, vial khusus Autosampler, Sonifikator
(Branson 1510), pompa vakum (Gast DOA-P604-BN), neraca analitik
(Mettler Toledo), membrane filterPTFE 0,5 µm dan 0,2 µm,
cellulosenitrate membran filter 0,45 µm

 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah metanol grade for HPLC dan
akuabides Alprazolam BPFI, tablet Alprazolam 0,5 mg

 Pembuatan Fase Gerak


Metanol 500 ml di saring dengan menggunakan mebran filter PTFE 0,5
µm dan diawaudarakan selama 30 menit. Akuabides 500 ml di saring dengan
menggunakan cellulose nitrate membran filter 0,45 µm dan diawaudarakan
selama 30 menit
 Prosedur Analisis
 Penyiapan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Masing - masing unit diatur, kolom yang digunakan C18
(250 x 4,60 mm), detektor UV-Vis dan dideteksi pada panjang
gelombang 254 nm. Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa
dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit
dengan laju alir 1,5 ml/menit sampai diperoleh garis alas yang
datar, menandakan sistem tersebut telah stabil.

 Penentuan Perbandingan Fase Gerak Optimum


Pada kondisi kromatografi komposisi fase gerak
divariasikan untukmendapatkan hasil analisis yang optimum.
Perbandingan fase gerak metanol-air yang divariasikan 60:40,
70:30, 80:20, 90:10 dengan laju alir 1,5 ml/menit. Kondisi
kromatografi yang memberikan waktu retensi singkat di pilih
sebagai kondisi yang akan digunakan dalam penelitian

12. Analisis kualitatif


 Uji Identifikasi Alprazolam menggunakan KCKT
Ditimbang seksama sejumlah 10,0 mg serbuk alprazolam BPFI,
dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dan diencerkan
dengan pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan
konsentrasi 100 µg/ml (LIB I). Dari LIB I dipipet 1 ml, lalu
dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan diencerkan dengan
pelarut dan dicukupkan hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan
dengan konsentrasi 1 µg/ml (LIB II). Alprazolam BPFI dengan
konsentrasi 1 µg/ml dan larutan sampel dibuat dengan cara ditimbang
seksama serbuk sampel setara dengan 0,5 mg alprazolam,lalu
dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dan dicukupkan
dengan pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan
konsentrasi 10 µg/ml, dikocok ± 5 menit, kemudian disaring dengan
kertas saring, ± 5 ml filtrat pertama dibuang. Dipipet 2,5 ml filtrat,
dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml, dan dicukupkan hingga
garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1 µg/ml,
diinjeksikan menggunakan vial autosampler sebanyak 20 µl,
dianalisis pada kondisi KCKT yang sama dari perbandingan fase
gerak metanol-air dan laju alir yang terbaik hasil optimasi, kemudian
dicatat masing-masing waktu retensinya. Hasil penyuntikan
alprazolam BPFI diperoleh waktu retensi dari kromatogram
dibandingkan dengan waktu retensi dari kromatogram pada
penyuntikan larutan sampel pada kondisi KCKT yang sama. Apabila
waktu retensi sampel hampir sama dengan waktu retensi BPFI, maka
sampel mengandung alprazolam. Untuk mempertegas identifikasi
ini, ditambahkan larutan alprazolam BPFI (spiking)
sebanyak 10 µg/ml ke dalam larutan sampel kemudian dianalisis
pada kondisi KCKT yang sama. Luas area dan waktu retensi yang
sama diamati kembali dan dibandingkan antara kromatogram hasil
spiking dengan kromatogram larutan sampel sebelum spiking.
Sampel dinyatakan mengandung alprazolam, jika terjadi peningkatan
tinggi puncak dan luas area pada kromatogram hasil spiking dengan
waktu retensi sama seperti pada kromatogram penyuntikan larutan
alprazolam BPFI.
13. Analisis kuantitatif menggunakan KCKT
 Pembuatan Larutan Induk Baku Alprazolam BPFI
Ditimbang seksama sejumlah 10,0 mg serbuk alprazolam
BPFI,dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dan
diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 200 µg/ml (LIB I).
Dari LIB I dipipet 1 ml, lalu dimasukkan kedalam labu tentukur
50 ml dan diencerkan dengan pelarut dan dicukupkan hingga
garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsenterasi 4
µg/ml (LIB II)

 Pembuatan Kurva Kalibrasi Alprazolam BPFI


Dipipet LIB II sebanyak 1,5 ml, 2,5 ml, 3,0 ml, 3,5 ml, dan
4,0 ml,dimasukkan dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan
dengan pelarut hingga garis tanda. Kocok sehingga diperoleh
konsentrasi 0,6 µg/ml, 1,0 µg/ml, 1,2 µg/ml, 1,4 µg/ml dan 1,6
µg/ml. Kemudian masing-masing larutan disaring dengan
membrane filter PTFE 0,2 µm, dan diinjeksikan ke sistem
KCKTmenggunakanvial autosampler sebanyak 20 µl dan
dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.

 Penetapan Kadar Sampel


Ditimbang Alprazolam untuk masing-masing jenis sample,
kemudian digerus sejumlah serbuk dan ditimbang seksama
sejumlah sample setara dengan ± 0,5 mg Alprazolam, lalu
dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dan
dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 10 µg/ml, dikocok ± 5 menit, kemudian
disaring dengan kertas saring, ± 5 ml filtrat pertama dibuang.
Dipipet 2,5 ml filtrat, dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml,
dan dicukupkan hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan
dengan konsentrasi 1 µg/ml. Dikocok ± 5 menit lalu disaring
dengan membran filter PTFE 0,2 µm. Diinjeksikan sebanyak 20 µl
kesistem KCKT vial autosampler dan dideteksi pada panjang
gelombang 254 nm dengan perbandinganfase gerak metanol-air
(90:10), laju alir 1,5 ml/menit. Dilakukan sebanyak 6 kali
perlakuan untuk setiap sampel.

Anda mungkin juga menyukai