Oleh :
JURUSAN KIMIA
2018
I. Judul Percobaan : High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
II. Waktu Percobaan : Kamis, 15 Maret 2018 pukul 07.50 WIB
III. Selesai Percobaan : Kamis, 15 Maret 2018 pukul 10.20 WIB
IV. Tujuan Percobaan : Menentukan konsentrasi parasetamol dalam sampel menggunakan
HPLC
V. Dasar Teori
Parasetamol
Parasetamol (C8H9NO2) atau asetaminofen berupa serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa
sedikit pahit. Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0 % C8H9NO2, dihitung
terhadap zat anhidrat. Kelarutannya larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N
serta mudah larut dalam etanol. BM parasetamol adalah 151,16. Parasetamol memiliki khasiat
sebagai analgetikum dan antipiretikum (Depkes RI, 1995).
Absorbansi parasetamol pada max 245 nm dalam larutan asam adalah sebesar 668a sedangkan
dalam larutan alkali atau basa absorbansinya sebesar 715a pada max 257 nm. Identifikasi: Sistem
HD—k 0.1; sistem HW—k 0.32; sistem HX—RI 264; sistem HY—RI 241; sistem HZ—waktu
retensi 1.9 menit; sistem HAA—waktu retensi 5.6 menit; sistem HAM—waktu retensi 2.0 menit;
sistem HAX—waktu retensi 4.8 menit; sistem HAY—waktu retensi 3.7 menit (Moffat et al., 2005).
2.4 Instrumen
a. Pompa (Pump)
Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom. Ada
dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan
konstan (constant displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran
yang berdenyut teratur (pulsating), oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau
peredam elektronik untuk, menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila
detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak
terbatas. Pompa syringe memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya
terbatas (Putra, 2004).
b. Injektor (Injector)
Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan:
1) Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan
aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil dan
resolusi tidak dipengaruhi.
2) Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada
Kromatografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -70 atmosfir.
Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Partikel
kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.
3) Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar
dari 10 μL dan dilakukan dengan cara otomatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai,
volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi load, sampel diisi
kedalam loop pada kinerja atmosfer, bila valve difungsikan, maka sampel akan masuk ke
dalam kolom (Putra, 2004).
c. Kolom (Column)
Kolom dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Kolom analitik: Diameter dalam 2 - 6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material
pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50 - 100 cm.
Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 - 30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.
2) Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom
25 -100 cm (Putra, 2004).
d. Detektor
Detektor dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
1) Detektor spektrofotometri UV-Vis
Detektor jenis ini merupakan detektor yang paling banyak digunakan dan sangat
berguna untuk analisis di bidang farmasi karena kebanyakan senyawa obat mempunyai
struktur yang dapat menyerap sinar UV-Vis. Detektor ini didasarkan pada adanya
penyerapan radiasi UV dan sinar tampak pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm
oleh spesies solut yang mempunyai struktur atau gugus kromoforik. Sel detektor umumnya
berupa tabung dengan diameter 1 mm dan panjang celah optiknya 10 mm, serta diatur
sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan pengaruh indeks bias yang dapat
mengubah absorbansi yang terukur.
2) Detektor Indeks Bias
Detektor indeks bias atau refraktometer diferensial adalah suatu detektor universal
yang memberi tanggap pada setiap zat terlarut, asalkan indeks biasnya jauh berbeda
dengan indeks bias fase gerak. Kelemahan utamanya adalah bahwa indeks bias ini peka
terhadap suhu. Karena itu suhu fase gerak, kolom, dan detektor harus dikendalikan dengan
seksama, bila pengukuran yang cermat dilakukan pada kepekaan tinggi.
3) Detektor Elektrokimia
Banyak molekul organik, termasuk obat, dapat dioksidasi atau direduksi secara
elektrokimia pada elektrode yang cocok. Arus yang dihasilkan pada proses ini dapat
diperkuat untuk menghasilkan tenaga yang sesuai. Meskipun detektor elektrokimia cukup
peka, namun ada pula kelemahannya. Adanya timbrungan listrik dan goncangan arus juga
harus diperhatikan.
4) Detektor Photodiode-Array (PDA)
Detektor PDA merupakan detektor UV-Vis dengan berbagai keistimewaan.
Detektor ini mampu memberikan kumpulan kromatogram secara simultan pada panjang
gelombang yang berbeda dalam sekali proses (single run). Selama proses berjalan, suatu
kromatogram pada panjang gelombang yang diinginkan (biasanya antara 190-400) dapat
ditampilkan. Dengan demikian, PDA memberikan banyak lebih banyak informasi
komposisi sampel disbanding dengan detector UV-Vis. Dengan detektor ini, juga diperoleh
spectrum UV tiap puncak yang terpisah sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang penting
untuk memilih panjang gelombang maksimal untuk sistem KCKT yang digunakan. Dan
akhirnya dengan detektor ini pula, dapat dilakukan uji kemurnian puncak dengan
membandingkan antara spectra analit dengan spectra senyawa yang sudah diketahui.
Spektrum dan kromatogram yang dihasilkan pada detektor PDA ini dapat
ditampilkan sebagai plot 3 dimensi absorbansi, panjang gelombang, dan waktu sehingga
data ini dapat dimanipulasi dan diplotkan kembali pada layar (monitor) lalu dibandingkan
dengan data 3 dimensi senyawa lain dari perpustakaan data yang ada di sistem
komputernya sehingga bisa digunakan untuk tujuan identifikasi (Gandjar dan Rohman,
2007).
b. Kisaran (Range)
Kisaran suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana
suatu metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, dan linieritas yang mencukupi. Kisaran-kisaran
konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis metode dan kegunaannya. Untuk pengujian komponen
utama (mayor), maka konsentrasi baku harus diukur di dekat atau sama dengan konsentrasi
kandungan analit yang diharapkan. Suatu strategi yang baik adalah mengukur baku dengan kisaran
25, 50, 75, 100, 125, dan 150% dari konsentrasi analit yang diharapkan (Gandjar dan Rohman,
2012).
Sebagaimana telah direkomendasikan ICH, kisaran umum yang digunakan untuk uji potensi
senyawa obat atau produk obat adalah ±20% dari target atau nominal konsentrasi; sementara untuk
uji keseragaman kadar adalah ±20% dari target atau nominal konsentrasi (Gandjar dan Rohman,
2012).
c. Stabilitas
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan bahwa sampel dan larutan standar
yang disiapkan sesuai dengan metode masing-masing adalah stabil setidaknya selama durasi normal
urutan analitis (itu adalah rekomendasi biasanya untuk melakukan stabilitas larutan pada 24, 48, dan
72 jam). Kriteria dapat ditentukan selama tahap pengembangan metode jika pengencer cocok untuk
sampel persiapan dan pengencer tidak bereaksi dengan aktif dan / atau eksipien dalam matriks
(Kazekevich dan LoBrutto, 2007).
d. Kekasaran
Definisi dalam hal ketidakrataan diberikan oleh USP adalah sebagai berikut: "Kekasaran
dari metode analisis adalah tingkat kemampuan untuk memproduksi hasil tes yang diperoleh oleh
analisisis dari sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium yang
berbeda, analisis instrumen yang berbeda berbeda, hari yang berbeda, dll. Ketidakrataan biasanya
dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh pada hasil tes dari variabel operasional dan lingkungan
dari metode analisis. Kekasaran adalah ukuran kemampuan untuk memproduksi hasil tes dalam
kondisi normal kondisi operasional yang diharapkan dari laboratorium - laboratorium ke dan dari
Analis ke analis". Praktis berbicara, kekasaran. adalah nama lain untuk presisi menengah, di mana
dua analis, dari dua laboratorium yang berbeda, pada dua hari yang berbeda, menggunakan
instrumentasi yang berbeda, jumlah kolom banyak, reagen, pelarut, dan bahan kimia, ikuti metode
uji identik dengan menguji sampel identik (Kazekevich dan LoBrutto, 2007).
e. Kecermatan (accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar
analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit
yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo
recovery) yaitu memasukkan analit ke dalam matriks blanko atau metode penambahan baku
(standard additionmethod) yaitu penambahan baku pada matriks sampel yang mengandung analit
(Harmita, 2004).
f. Keseksamaan (precision)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara
berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Keseksamaan diukur
sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Keseksamaan dapat
dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atauketertiruan (reproducibility). Keterulangan
adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama
dan dalam interval waktu yang pendek (Harmita, 2004).
g. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat
tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam
matriks sampel. Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang
mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo
dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi (Harmita, 2004).
𝟑 𝐒𝐲 ⁄𝐱 𝟏𝟎 𝐒𝐲 ⁄𝐱
𝐋𝐎𝐃 = , 𝐋𝐎𝐐 =
𝐛 𝐛
(Harmita, 2004)
VI. Alat dan Bahan
Alat
Pipet volume 25 mL 1 buah
Labu ukur 250 mL 1 buah
Pipet tetes 2 buah
Gelas kimia 50 mL 1 buah
Bahan
Aquades
Paracetamol 100 ppm
0,1 gram obat paracetamol
kadar sampel
hasil
VIII. Daftar Pustaka
Dirjen POM.(1995).Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta:Depkes RI
Gandjar, I. G. & Rohman, A., 2012, Analisis Obat secara Spektroskopi dan Kromatografi,
315-317, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Harmita. 2004. ‘Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya’, Majalah
Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No. 3, Desember.
Moffat, A.C., et al. 2005. Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons Pharmaceutical Press.
Putra EDL. 2004. Kromatografi cair kinerja tinggi dalam bidang farmasi . Medan: Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Taufikurrohmah, Titik dkk. 2009. Panduan Praktikum Kimia Analitik III Spektroskopi dan
Kromatografi.Surabaya: Laboratorium Instrumen Jurusan Kimia FMIPA UNESA