KOEFISIEN PARTISI
Disusun Oleh :
MEI, 2018
FAKULTAS FARMASI
PENDAHULUAN
Pada dasarnya kelarutan suatu zat bias dipengaruhi oleh jenis pelarut yang
ada dalam larutan, pengaruh pH, temperatur, konstanta dielektrik, bentuk dan
ukuran partikel dan penampang zat-zat lain. Disamping itu faktor yang paling
penting dalam kelarutan suatu zat adalah polaritas pelarut, penambahan polar akan
melarutkan lebih baik zat-zat polar, ionik dan begitu pula sebaliknya.
Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu obat-obat yang digunakan dalam
jangka panjang dan pendek. Dalam percobaan ini minyak dimisalkan sebagai
lemak dalam tubuh dan air suling sebagai cairan tubuh. Obat yang efeknya
panjang akan tersimpan di dalam lemak yang memiliki durasi dan onset yang
lama. Sedangkan obat yang efeknya pendek akan diserap langsung dalam cairan
tubuh memiliki durasi dan onset yang cepat di dalam tubuh.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
Mengetahui PH terhadap koefisien partisi yang bersifat asam lemah dalam
campuran pelarut kloroform-air.
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, shaking
thermostatic waterbath, pipet tetes, pipet volume 1 mL dan 5 mL,
spektrofotometri UV-VIS, dan kuvet
Setelah kira-kira dua jam, tentukan kadar salisilat dalam fase cair dan diulangi tiap
30 menit. Kesetimbangan dicapai apabila beberapa kali penentuan kadar tersebut
hasilnya sudah konstan.
Sampling
PH Abs fp Kadar (mg %) Kadar rata2 Kadar (M)
(mg%)
3 0,429 5x 15,17 16,11 1,17x10-3
0,476 5x 16,85
0,461 5x 16,32
4 0,443 5x 15,67 16,61 1,20x10-3
0,507 5x 17,96
0,458 5x 16,21
5 0,445 5x 15,74 17,25 1,25x10-3
0,509 5x 18,03
0,508 5x 17,99
BAB IV
PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap
koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut
kloroform-air. Pengertian koefisien partisi lipida air suatu obat adalah
perbandingan kadar obat dalam fase lipoid dan fase air setelah tercapai
kesetimbangan. Dalam bidang farmasi, peranan koefisien partisi obat-obat
juga sangat penting. Toeri-teori tenteng absorbsi, ekstraksi, dan
kromatografi juga banyak terkait dengan teori koefisien partisi.
Pada percobaan ini digunakan fase air berupa larutan dapar asam
salisilat, dan yang berfungsi sebagai fase lipoidnya adalah kloroform.
Koefisien partisi sangat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat. Hal ini
disebabkan karena kemampuan dinding usus yang sebagian besar terdiri
dari lipid akan sangat sukar dilakukan absorbsi. Semakin besar koefisien
suatu obat, maka semakin cepat pula obat tersebut terabsorbsi, atau dapat
pula dikatakan jika obat mudah larut dalam lipid berarti koefisien partisi
lipid-airnya besar.
Untuk obat-obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah, jika
dilarutkan dalam air maka sebagian akan terionisasi. Banyaknya fraksi
obat yang terion tergantung pada pH larutannya. Untuk obat asam lemah
apabila pH makin besar, maka fase yang terionisasi juga makin banyak.
Pada pH yang tinggi, obat akan mengalami peristiwa penggaraman dimana
garam tersebut oleh air akan terurai menjadi bentuk-bentuk ionnya. Hal
tersebut dapat terjadi pada asam salisilat, karena asam salisilat termasuk
asam lemah. Maka jika pH semakin tinggi, asam salisilat akan terionkan,
dan dalam fase lipoid akan tidak larut, tetapi pada fase air akan larut
(menunjukkan bahwa pada pH yang tinggi, kadar asam salisilat dalam air
tinggi dan dalam fase lipoid rendah).
Rumus asam salisilat
BM asam salisilat = 138,12
Dalam praktikum ini digunakan larutan dapar asam salisilat dengan
pH yang berbeda-beda yaitu 3,4 dan 5, masing-masing tabung sebanyak
5,0 ml dan dimasukkan ke dalan 3 tabung, tiap pH dimasukkan dalam 1
tabung. Digunakan larutan dapar bertujuan agar dapat mempertahankan
harga pH larutan. Sedangkan pH yang digunakan dalam percobaan
berbeda-beda bertujuan untuk mengetahui absorbsi obat dalam usus dan
lambung, dimana umumnya pH pada lambung adalah asam, dan pH dalam
usus adalah basa, yang menjadi ukuran pertama gerakan peristaltik usus
sehingga terjadi absorbsi yang besar dengan bertambah luasnya
permukaan usus.
Selanjutnya, pada tiap tabung yang sudah terisi larutan dapar,
ditambahkan 2,0 ml kloroform. Lalu akan terjadi dua lapisan atau dua fase
zat cair yang tidak bercampur. Lapisan kloroform berada dibagian bawah,
karena berat jenisnya lebih besar dibandingkan dengan berat jenis air pada
larutan dapar.
Selain itu karena adanya perbedaan sifat dari kedua fase tersebut dimana
kloroform bersifat non polar sedangkan dapar salisilat bersifat polar
sesuai teori “like dissolve like” yaitu larutan yang bersifat sama akan
saling bercampur atau saling melarutka.
Selanjutnya ketiga tabung tersebut dishaking selama pada suhu
37⁰C menggunakan alat shaking waterbath. Tujuan dilakukannya shaking
adalah agar larutan menjadi setimbang, dimana dalam suatu reaksi kimia
kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri. Dapat
dikatakan pula jika pada temperatur, tekanan dan konsentrasi tertentu
maka reaksi tersebut energinya sama antara produk dan reaktan, sehingga
hubungan konsentrasi dan hasil reaksi tetap. Sedangkan suhu yang
digunakan 37⁰C adalah untuk menyesuaikan keadaan agar sesuai dengan
suhu tubuh, karena setelah obat diminum akan mengalami fase farmasetik,
farmakokinetik (ADME) dan fase farmakodinamik. Penggunaan
kloroform sebagai fase lipoid karena kloroform memiliki sifat yang mirip
dengan lipid yang ada dalam tubuh.
Selanjutnya dilakukan pembacaan absorbansi menggunakan
spektrofotometer UV/ Vis. Absorbansi dilakukan terhadap fase air,
dengan cara mengambil 2,0 ml fase air dan ditambahkan dengan 1,0 ml
FeCl3 1%, kemudian ditambah aquadest ad 5,0 ml lalu dibaca
absorbansinya dengan spektrofotometer UV/ Vis pada λ 525 nm dengan
OT 10-12 menit. Setelah dibaca absorbansinya kemudian dihitung kadar
asam salisilat dengan kurva baku y = 0,1401x + 0,0038 dalam mg%.
Untuk pembacaan absorbansinya hanya menggunakan fase airnya saja,
karena fase air dalam tabung merupakan campuran dari obat salisilat
dengan ionnya dan untuk mempermudah pengambilan cairan. Tujuan
penambahan FeNO3 1% adalah untuk membentuk kompleks warna agar
dapat dilakukan pembacaan absorbansi pada spektrofotometer UV/ Vis.
Sebelum dibaca absorbansinya terlebih dahulu didiamkan selama 10-12
menit sebagai operating time, tujuannya agar asam salisilat dapat
membentuk kompleks seluruhnya dengan FeNO3 1%. Terbentuk reaksi
kompleks warna antara asam salisilat dengan FeNO3 1% sehingga muncul
warna ungu.
Dari hasil percobaan diperoleh kadar untuk masing-masing pH dan
waktu, serta APC yang dihitung pada saat setimbang. Kemudian dibuat
grafik hubungan kadar vs waktu pada masing-masing pH. Asam salisilat
merupakan asam lemah, biasanya dalam bentuk tak terion, sehingga
mudah larut dalam lipid.
Kadar rata-rata pada masing-masing pH adalah pH 3 sebanyak 16,11 pH 4
16,61 sebanyak dan pH 5 sebanyak 17,25. Sedangkan untuk APC
diperoleh APC pada pH 3 = 18,86, pH 4 = 18,3, pH 5 = 17,5.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi Fisik edisi 3. Jakarta : Universitas Indonesia
Press.
Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualilatif Mikro dan Semimikro.
Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.