Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KIMIA FISIKA

KOEFISIEN PARTISI

Disusun Oleh :

1. Maulida Safitri K100170071


2. Nur Ela K100170072
3. Za’imatu Nabilah K100170073
4. Lilis Damayanti K100170074
5. Tonia Indah Pertiwi K100170075

MEI, 2018

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Koefisien partisi merupakan suatu informasi penting karena dapat


digunakan untuk memperkirakan proses absorbsi, distribusi, dan eliminasi obat
didalam tubuh. Pengetahuan tentang koefisien partisi dapat digunakan untuk
memperkirakan onset kerja obat atau durasi kerja obat serta mengetahui apakah
obat akan bekerja secara aktif.

Fenomena distribusi dan kelarutan sangat penting dipelajari dalam bidang


farmasi karena kelarutan dapat membantu kita untuk memilih medium pelarut
yang cocok untuk obat dan dapat digunakan sebagai uji kemurnian dari obat.
Selain itu kelarutan dapat memberi penjelasan atau informasi mengenai struktur
obat dan gaya antar molekul obat.

Pada dasarnya kelarutan suatu zat bias dipengaruhi oleh jenis pelarut yang
ada dalam larutan, pengaruh pH, temperatur, konstanta dielektrik, bentuk dan
ukuran partikel dan penampang zat-zat lain. Disamping itu faktor yang paling
penting dalam kelarutan suatu zat adalah polaritas pelarut, penambahan polar akan
melarutkan lebih baik zat-zat polar, ionik dan begitu pula sebaliknya.
Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu obat-obat yang digunakan dalam
jangka panjang dan pendek. Dalam percobaan ini minyak dimisalkan sebagai
lemak dalam tubuh dan air suling sebagai cairan tubuh. Obat yang efeknya
panjang akan tersimpan di dalam lemak yang memiliki durasi dan onset yang
lama. Sedangkan obat yang efeknya pendek akan diserap langsung dalam cairan
tubuh memiliki durasi dan onset yang cepat di dalam tubuh.
1.2 RUMUSAN MASALAH

Penentuan koefisien partisi dari asam salisilat berdasarkan pada


perbandingan kelarutan suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
yakni dalam minyak dan air.

1.3 TUJUAN
Mengetahui PH terhadap koefisien partisi yang bersifat asam lemah dalam
campuran pelarut kloroform-air.

1.4 MANFAAT PERCOBAAN


Dapat Mengetahui pengaruh pH terhadap partisi obat yang bersifat asam
lemah dalam campuran pelarut kloform-air.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Koefisien partisi lipida-air suatu obat adalah perbandingan kadar obat


dalam fase lipoid dan fase air setelah dicapai kesetimbangan. Peranan koefisien
partisi obat dalam bidang farmasi sangat penting. Teori-teori tentang absorbs,
ekstraksi, dan kromatografi banyak terkait dengan teori koefisien
partisi. Kecepatan absorbs obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal
ini disebabkan oleh komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari
lipida. Dengan demikian obat-obat yang mudah larut dalam lipida akan dengan
mudah melaluinya. Sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan sukar
diabsorbsi. Obat-obat yang larut dalam lipida tersebut dengan sendirinya memiliki
koefisien partisi lipida-air yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam
lipida akan memiliki koefisien partisi sangat kecil. Pada umumnya obat – obat
bersifat asam lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air, sebagian akan
terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pH larutannya. Obat –
obat yang tidak terionkan ( unionized ) lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya
dalam bentuk ion kelarutaannya kecil atau bahkan praktis tidak larut, dengan
demikian pengaruh pH terhadap kecepatan absorbs obat yang bersifat asam lemah
dan basa lemah sangat besar (Martin, 1990) .
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut
terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu
temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding
distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini
tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka
banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan
temperature. (Svehla, 1990).
Adanya pemahaman tentang koefisien partisi dan pengaruh pH pada
koefisien partisi akan bermanfaat dalam hubungannya dengan ekstraksi dan
kromatografi obat. Secara sederhana koefisien partisi suatu senyawa (P) dapat
ditentukan dengan :
Dengan : Co = Konsentrasi senyawa pada fase organik.
                 Cw = Konsentrasi senyawa dalam air.
Semakin besar nilai P maka semakin banyak senyawa dalam pelarut organik. Nilai
P suatu senyawa tergantung pada pelarut organik tertentu yang digunakan untuk
melakukan pengukuran. Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan
menggunakan partisi air dan n-oktanol.
                                                                                           (Ghalib, 2007)
Hukum distribusi atau partisi. Cukup diketahui bahwa zat-zat tertentu lebih
mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu dibanding dengan pelarut-pelarut yang
lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau
karbon tetraklorida daripada dalam air. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu
seperti karbon disulfida dan air, dan juga eter dan air, dikocok bersama-sama
dalam suatu bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan
memisah menjadi dua lapisan. Cairan semacam itu dikatakan sebagai tak dapat
campur (karbon disulfida dan air) atau setengah campur (eter dan air), bergantung
pada apakah satu kedalam yang lain hampir tak dapat larut atau setengah dapat
larut.
Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air serta kemudian
didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut itu. Suatu keadaan
kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod
dalam air. Ternyata bila banyaknya iod diubah-ubah. 
                                                                                               (Vogel, 1985)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 WAKTU DAN TEMPAT

Percobaan Kimia Fisika yang berjudul “Koefisien Partisi” ini dilakukan


pada tanggal 24 Mei 2018 pukul 13.00 sampai dengan 17.00 WIB. Percobaan ini
dilakukan di laboratorium Kimia Fisika yang bertempat di Kampus Universitas
Muhammadiyah Surakarta

3.2 ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, shaking
thermostatic waterbath, pipet tetes, pipet volume 1 mL dan 5 mL,
spektrofotometri UV-VIS, dan kuvet

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah dapar salisilat pH


3,4,5, air bebas CO, aquadest (fase air), kloroform (fase lipoid), dan larutan besi
III klorida 1%.

3.3 PROSEDUR PERCOBAAN

Percobaan Koefisien Partisi

Diambil masing-masing larutan dapar Salisilat pH 3, 4, dan 5 sebanyak 5 mL


dan dimasukkan dalam tabung percobaan.
Ditambahkan pada larutan tersebut 2 mL kloroform p.a lalu diinkubasi pada suhu
370C dan diaduk.

Setelah kira-kira dua jam, tentukan kadar salisilat dalam fase cair dan diulangi tiap
30 menit. Kesetimbangan dicapai apabila beberapa kali penentuan kadar tersebut
hasilnya sudah konstan.

Dihitung masing-masing koefisien partisinya pada ketiga macam pH tersebut.

Dibuat kurva hubungan antara APC sebagai fungsi pH

Penetapan Kadar Salisilat

1 mL fase air pada percobaan koefisien partisi ditambahkan 2 mL larutan FeCl3


1% diencerkan dengan aquadest hingga 5 mL.

Didiamkan larutan selama 10-12 menit

Serapannya dibaca pada panjang gelombang 525 nm.

Ditentukan kadar salisilat dengan menggunakan kurva baku yang tersedia.

Analisis Cara Kerja

Pada percobaan kali ini kami mempraktikan pengujian koefisien partisi


pada larutan dapar salisilat 0,01 M dengan pH 3, 4, dan 5. Hal yang pertama
dilakukan adalah memasukkan 5 mL larutan dapar dengan pH 3, 4, dan 5 masing-
masing kedalam 2 tabung, kemudian ditambahkan kloroform sebanyak 2 mL,
kloroform dengan larutan dapar akan terlihat memisah, dengan lapisan bawah
adalah kloroform, dan lapisan atas adalah larutan dapar. Tutup dengan alumunium
foil dan diberi label agar tidak tertukar. Kemudian di tempatkan dishake pada
shaking thermostatic waterbath.
Setelah itu, mengambil larutan dapar yang sudah disediakan oleh
kelompok sebelumnya sebanyak 1 mL menggunakan pipet volume yang
kemudian dimasukkan kedalam labu takar 10 mL, lalu ditambahkan FeCl3 1%
sebanyak 1 mL, ditambahkan aquadest sampai 5 mL, tutup dengan alumunium
foil, diamkan selama 10-12 menit. Fungsi dari pendiaman selama 10-12 menit ini
adalah agar obat membentuk kompleks warna dengan larutan FeCl3. Setelah 10-12
menit, kemudian dibaca absorbansinya di Spektrofotometer UV/ Vis, hal berikut
dilakukan berulang kali sampai semua tabung yang diisi larutan dapar dan
kloroform telah dibaca absorbansinya.
Tidak ada kendala dalam percobaan yang kami lakukan karena kami
mendapatkan hasil yang memasuki range (0,2-0,8) dan hasilnya sesuaidengan pH
yang digunakan, semakintinggi pH maka semakin tinggi pula absorbansinya.
Dapat disimpulkan bahwa pengerjaan menggunakan spektrofotometer UV/Vis
harus menggunakan blanko awal yang sama dan tidak boleh berbeda-beda karena
dapat mempengaruhi hasil yang didapat. Blanko yang digunakan adalah campuran
dari Aquadest dan FeCl3. Penggunaan gelombang pada percobaan ini adalah 525
nm. Saat menggunakan kuvet hendaklah memegang pada bagian kaca yang
buram, jangan memegang bagian kaca yang bening karena bila kaca yang bening
kotor atau tidak bersih bisa mempengaruhi hasil. Penempatan kuvet pada alat
spektrofotometer UV/ Vis harus kaca bening dihadapkan pada lubang tempat yang
tersedia, apabila kaca buram yang dihadapkan maka spektrofotometer UV/Vis
tidak bisa membaca absorbansi pada larutan.

3.4 HASIL PERCOBAAN


Obat : Asam salisilat
: 0,01 M
Kadar awal (C2°)
Volume Fase Air (a) : 5 mL
Volume Fase Lipid (b) : 2 mL
ƛ max : 525nm
Operating Time : 10 menit
Blanko : Fecl3 + aquadest
Kurva Baku : y = 0,1401X + 0,0038

Sampling
PH Abs fp Kadar (mg %) Kadar rata2 Kadar (M)
(mg%)
3 0,429 5x 15,17 16,11 1,17x10-3
0,476 5x 16,85
0,461 5x 16,32
4 0,443 5x 15,67 16,61 1,20x10-3
0,507 5x 17,96
0,458 5x 16,21
5 0,445 5x 15,74 17,25 1,25x10-3
0,509 5x 18,03
0,508 5x 17,99

BAB IV
PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap
koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut
kloroform-air. Pengertian koefisien partisi lipida air suatu obat adalah
perbandingan kadar obat dalam fase lipoid dan fase air setelah tercapai
kesetimbangan. Dalam bidang farmasi, peranan koefisien partisi obat-obat
juga sangat penting. Toeri-teori tenteng absorbsi, ekstraksi, dan
kromatografi juga banyak terkait dengan teori koefisien partisi.
Pada percobaan ini digunakan fase air berupa larutan dapar asam
salisilat, dan yang berfungsi sebagai fase lipoidnya adalah kloroform.
Koefisien partisi sangat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat. Hal ini
disebabkan karena kemampuan dinding usus yang sebagian besar terdiri
dari lipid akan sangat sukar dilakukan absorbsi. Semakin besar koefisien
suatu obat, maka semakin cepat pula obat tersebut terabsorbsi, atau dapat
pula dikatakan jika obat mudah larut dalam lipid berarti koefisien partisi
lipid-airnya besar.
Untuk obat-obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah, jika
dilarutkan dalam air maka sebagian akan terionisasi. Banyaknya fraksi
obat yang terion tergantung pada pH larutannya. Untuk obat asam lemah
apabila pH makin besar, maka fase yang terionisasi juga makin banyak.
Pada pH yang tinggi, obat akan mengalami peristiwa penggaraman dimana
garam tersebut oleh air akan terurai menjadi bentuk-bentuk ionnya. Hal
tersebut dapat terjadi pada asam salisilat, karena asam salisilat termasuk
asam lemah. Maka jika pH semakin tinggi, asam salisilat akan terionkan,
dan dalam fase lipoid akan tidak larut, tetapi pada fase air akan larut
(menunjukkan bahwa pada pH yang tinggi, kadar asam salisilat dalam air
tinggi dan dalam fase lipoid rendah).
Rumus asam salisilat
BM asam salisilat = 138,12
Dalam praktikum ini digunakan larutan dapar asam salisilat dengan
pH yang berbeda-beda yaitu 3,4 dan 5, masing-masing tabung sebanyak
5,0 ml dan dimasukkan ke dalan 3 tabung, tiap pH dimasukkan dalam 1
tabung. Digunakan larutan dapar bertujuan agar dapat mempertahankan
harga pH larutan. Sedangkan pH yang digunakan dalam percobaan
berbeda-beda bertujuan untuk mengetahui absorbsi obat dalam usus dan
lambung, dimana umumnya pH pada lambung adalah asam, dan pH dalam
usus adalah basa, yang menjadi ukuran pertama gerakan peristaltik usus
sehingga terjadi absorbsi yang besar dengan bertambah luasnya
permukaan usus.
Selanjutnya, pada tiap tabung yang sudah terisi larutan dapar,
ditambahkan 2,0 ml kloroform. Lalu akan terjadi dua lapisan atau dua fase
zat cair yang tidak bercampur. Lapisan kloroform berada dibagian bawah,
karena berat jenisnya lebih besar dibandingkan dengan berat jenis air pada
larutan dapar.
Selain itu karena adanya perbedaan sifat dari kedua fase tersebut dimana
kloroform bersifat non polar sedangkan dapar salisilat bersifat polar
sesuai teori “like dissolve like” yaitu larutan yang bersifat sama akan
saling bercampur atau saling melarutka.
Selanjutnya ketiga tabung tersebut dishaking selama pada suhu
37⁰C menggunakan alat shaking waterbath. Tujuan dilakukannya shaking
adalah agar larutan menjadi setimbang, dimana dalam suatu reaksi kimia
kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri. Dapat
dikatakan pula jika pada temperatur, tekanan dan konsentrasi tertentu
maka reaksi tersebut energinya sama antara produk dan reaktan, sehingga
hubungan konsentrasi dan hasil reaksi tetap. Sedangkan suhu yang
digunakan 37⁰C adalah untuk menyesuaikan keadaan agar sesuai dengan
suhu tubuh, karena setelah obat diminum akan mengalami fase farmasetik,
farmakokinetik (ADME) dan fase farmakodinamik. Penggunaan
kloroform sebagai fase lipoid karena kloroform memiliki sifat yang mirip
dengan lipid yang ada dalam tubuh.
Selanjutnya dilakukan pembacaan absorbansi menggunakan
spektrofotometer UV/ Vis. Absorbansi dilakukan terhadap fase air,
dengan cara mengambil 2,0 ml fase air dan ditambahkan dengan 1,0 ml
FeCl3 1%, kemudian ditambah aquadest ad 5,0 ml lalu dibaca
absorbansinya dengan spektrofotometer UV/ Vis pada λ 525 nm dengan
OT 10-12 menit. Setelah dibaca absorbansinya kemudian dihitung kadar
asam salisilat dengan kurva baku y = 0,1401x + 0,0038 dalam mg%.
Untuk pembacaan absorbansinya hanya menggunakan fase airnya saja,
karena fase air dalam tabung merupakan campuran dari obat salisilat
dengan ionnya dan untuk mempermudah pengambilan cairan. Tujuan
penambahan FeNO3 1% adalah untuk membentuk kompleks warna agar
dapat dilakukan pembacaan absorbansi pada spektrofotometer UV/ Vis.
Sebelum dibaca absorbansinya terlebih dahulu didiamkan selama 10-12
menit sebagai operating time, tujuannya agar asam salisilat dapat
membentuk kompleks seluruhnya dengan FeNO3 1%. Terbentuk reaksi
kompleks warna antara asam salisilat dengan FeNO3 1% sehingga muncul
warna ungu.
Dari hasil percobaan diperoleh kadar untuk masing-masing pH dan
waktu, serta APC yang dihitung pada saat setimbang. Kemudian dibuat
grafik hubungan kadar vs waktu pada masing-masing pH. Asam salisilat
merupakan asam lemah, biasanya dalam bentuk tak terion, sehingga
mudah larut dalam lipid.
Kadar rata-rata pada masing-masing pH adalah pH 3 sebanyak 16,11 pH 4
16,61 sebanyak dan pH 5 sebanyak 17,25. Sedangkan untuk APC
diperoleh APC pada pH 3 = 18,86, pH 4 = 18,3, pH 5 = 17,5.
BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN

 Larutan dapar salisilat berperan sebagai fase air.


 Kloroform berperan sebagai fase lipoid.
 Yang digunakan sebagai blangkonya yaitu FeNO3 1% 2 ml dan
aquadest ad 10 ml.
 Kadar rata-rata pH 3 = 2,50x10-4 M, pH 4 = 2,75x10-4 M, pH 5 =
3,59x10-4 M.
 APC masing-masing pH 3 = 19,75, pH 4 = 15,68, pH 5 = 11,43
 Untuk kadar rata-rata, semakin besar pH maka semakin besar kadar
rata-rata.
 Untuk APC, semakin besar pH juga semakin kecil jumlah APCnya.

DAFTAR PUSTAKA

Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi Fisik edisi 3. Jakarta : Universitas Indonesia
Press.

Gandjar, Ibnu Ghalib, dkk. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar.

Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualilatif Mikro dan Semimikro.
Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.

Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.


Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai