Anda di halaman 1dari 6

TINJAUAN PUSTAKA

A. Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen merupakan derivat amino fenol yang merupakan


metabolit fenasetin dengan efek analgetik. Efek analgetik parasetamol dapat mengurangi
rasa nyeri ringan sampai sedang.

Parasetamol juga dapat menurunkan suhu tubuh berdasarkan efek sentral,


yaitu anti-piretik. Namun, efek antiinflamasi parasetamol sangat lemah yang
dikarenakan kemampuannya dalam menghambat biosintesis prostaglandin lemah
sehingga tidak dapat digunakan sebagai antireumatik. Secara farmakokinetik,
parasetamol di absorpsi dengan cepat dan sempurna dari usus. Terjadi reaksi
biotransformasi parasetamol selama perjalanan dalam tubuh, parasetamol akan
bertransformasi menjadi methemoglobin. Pada orang dewasa, hal ini tidak menjadi
kendala karena akan di reduksi oleh enzim hemoglobin. Tetapi, pada bayi dan anak-
anak hal ini perlu perhatian mengingat sistem enzim pereduksi belum di bentuk
secara sempurna oleh tubuh. (Mutschler, 1999). Pada dosis yang berlebih
parasetamol dapat menyebabkkan nekrosis sel hati yang parah, dengan kata lain
hepatotoksik. Hal ini terjadi karena metabolit parasetamol berikatan dengan protein
sel hati sehingga terjadi reaksi akibat oksidasi mikrosomal pada protein sel hati.
Parasetamol memiliki dosis lazim dalam sediaan tunggal, yaitu 500-1000 mg.

B. Kafein
Kafein merupakan golongan trimethylxanthine, alkaloid yang terdapat dalam biji
kopi berasal dari Arab dan Etiopia. Kafein berkhasiat untuk menstimulasi sistem saraf
pusat dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar, mengantuk, meningkatkan daya
konsentrasi dan kecepatan reaksi otak, serta memperbaiki suasana jiwa. Kafein juga
memberikan efek memperkuat kontriksi jantung, vasodilatasi dan diuretis.

Kafein sering dikombinasikan dengan parasetamol dan aspirin untuk memperkuat


efek analgetiknya. Kombinasi tetap tersebut atas kemampuan metilxantin yang
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah serebral. Penggunaannya sebagai penyegar
yang bekerja secara adiktif. Efek samping yang timbul akibat konsumsi kafein lebih dari
10 cangkir kopi sehari adalah jantung berdebar, gangguan lambung, tangan gemetar,
gelisah, ingatan berkurang dan sukar tidur. Kadar kafein yang terkandung dalam satu
cangkir kopi adalah 80-100 mg. Dosis kafein pada keadaan rasa letih 100-200 mg per
hari dengan pemakian 1-3 kali sehari, sehingga dosis penyesuaian yang digunakan
bersama dengan analgetik adalah 50 mg. (Tjay dan Rahardja, 2013)

C. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)


Kromatograsi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau disebut juga dengan HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) merupakan alat instrument dengan teknik
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu
dalam suatu sampel pada beberapa bidang. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
digunakan untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, biologis, senyawa
yang tidak mudah menguap, isolasi senyawa dan pemurnian senyawa. Namun, KCKT
memiliki keterbatasan dalam identifikasi senyawa yang komplek karena sulit untuk
memperoleh resolusi yang baik, kecuali KCKT dihubungkan dengan spektrometer
massa (MS). Teknik dasar pemisahan kromatografi adalah perbedaan kecepatan migrasi
analit melalui fase diam dengan gerakan fase gerak cair yang digunakan untuk penentuan
kualitatif dan kuantitatif senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap.

D. Instrumentasi KCKT

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas : fase gerak (Reservoir), pompa,
alat untuk memasukan sampel (tempat injeksi), kolom, detector. system kromatografi
cair dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

a. Fase gerak

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya
elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase
diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk KCKT fase normal (fase
diam KCKT lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat
dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk KCKT fase terbalik
(fase diam kurang polar dibanding fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan
meningkatnya polaritas pelarut. Pemilihan fase gerak didasarkan pada kriteria
berikut :

- Viskosita
- Transparansi
- Indeks bias
- Titik didih
- Kemurnian Tidak adanya senyawa lain yang mengganggu analisis
- Lembam (inert)
- Toksisitas
- Harga Fase gerak

b. Pompa

Pompa yang cocok digunakan unttuk KCKT adalah pompa harus inert
(tidak mudah bereaksi) terhadap fase gerak. Pompa yang digunakan sebaiknya
mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak
dengan kecepatan alir 3 ml/menit.Pompa berfungsi sebagai penghantar fase gerak
yang berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan dan bebas dari gangguan.
Tipe pompa terdapat dua jenis, namun sejauh ini yang umum digunakan adalah
pompa dengan aliran fase gerak yang konstan.

c. Tempat injeksi
Sampel yang akan dianalisis dibuat daam bentuk cairan dan larutan,
kemudian disuntikkan secara langsung kedalam fase gerak yang mengalir
dibawah tekanan menuju kolom. Sampel yang diinjeksikan akan digelentori
melewati keluk sampel dan kelebihannya akan dikeluarkan ke pembuang. Pada
saat penyuntikkan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk
sampel dan menggelontor sampel ke kolom.

d. Kolom
Terdapat dua jenis kolo pada KCKT, yaitu kolom konvensional dan
kolom mikrobor. Namun dalam prakteknya, yang banyak digunakan adalah
kolom konvensional karena kolom konvensional lebih tahan dan bermanfaat
untuk analisis rutin. Kolom konensional terbuat dari stainless steel yang
memiliki ukuran panjang bervariasi (3,10, 15,20 dan 25cm) dengan diameter
luar 0,25 imchi dan diameter dalam 4,6 mm. didalam kolom terdapat fase diam
dengan ukuran yang sama rata-rata diameter partikel 3,5 atau 10 µm dengan
porositas yang kecil. Tekanan operasional yang digunakan kolom konvensional
sekitar 500-300 psi. Kolom konvensional memiliki kinerja dengan meningkatnya
efisiensi dengan berkurangnya ukuran partikel fase diam, akan tetapi umur
kolom dengan ukuran partikel 3 μm lebih pendek.

e. Fase diam
Fase diam yang banyak digunakan adalah silika. Permukaan silika adalah
polar dan sedikit asam. Fase diam silika yang banyak digunakan adalah oktadesil
silika (ODS atau C18), karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan
kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktadesil silika merupakan silika
yang dimodifikasi secara kimiawi dan hasil reaksi tersebut adalah silika fase
terikat yang stabil terhadap hidrolisis. Silika yang dimodifikasi ini mempunyai
karakteristik kromatografik dan selektifitas yang berbeda jika dibandingkan
dengan silika yang tidak dimodifikasi. Oktadesil silika memiliki karakteristik
non-polar, kisaran pH sekitar 2,5 – 7,5 dan akan mampu memisahkan sejumlah
besar solut.

f. Detektor
Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu detektor
universal yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan
tidak bersifat selektif. Detektor yang spesfifik hanya akan mendeteksi analit
secara spesifik dan selektif, sperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan
eletrokimia. Detektor yang paling banyak digunakan dan sangat berguna untuk
analisis di bidang farmasi adalah detektor spektrofotometri UV-Vis, karena
sebagian besar senyawa obat mempunyai struktur yang dapat diserap sinar UV-
Vis. Detektor ini didasarkan adanya penyerapan radiasi UV-Vis pada kisaran
panjang gelombang 190-800 nm oleh jenis solut yang mempunyai gugus
kromoforik.

Keuntungan Analisis menggunakan KCKT (Putra, 2004):


- Dapat dilakukan pada suhu kamar,
- Kolom dapat digunakan berkali-kali atau berulang,
- Detector HPLC dapat divariasi dan tersedia dalam beberapa pilihan,
- Waktu analisis pada umumnya singkat,
- Ketepatan, kepekaan dan ketelitiannya yang relative tinggi,
- Mudah dioprasikan secara otomatis,
- Pencuplikan sampel lebih akurat dan kuantitatif karena adanya
autosampler,
- Rosolusinya baik.
Kerugian analisis menggunakan KCKT (Putra, 2004):
- Harganya mahal sehingga penggunaannya terbatas,
- Kompabilitas antar pelarut, fase diam dan solute harus diketahui
terlebih dahulu,
- Menggunakan pelarut yang banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta :
Departemen Kesehatan.

Ikatan Apoteker Indonesia. 2010. ISO : Informasi Spesialit Obat Indonesia. Vol 46 – 2011 s/d
2012. Jakarta : PT ISFI

Mutschler. Ernst. 2005. Dinamika Obat. Terjemahan Mathilda B. Widiantoro dan Anna Setia
Ranti: Penerbit ITB

Naid, Tadjuddin dkk. 2011. Penetapan Kadar Parasetamol Dalam tablet Kombinasi dengan
Kofein Secara Spektrofotometri UV-Vis. Majalah Farmasi dan Farmakologi (Volume 15,
No.2, hlm. 77-82). Makassar.

Putra, Effendy de Lux., 2004, Kromatografi Cair Kerja Tinggi Dalam Bidang Farmasi, Jurusan
Farmasi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara

Snyder, Lloyd R, dkk. Practical HPLC Method Development. Second Edition. California.

Sudjadi. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan IX. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2013. Obat-Obat Penting. Edisi VI. Cetakan III. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.

Vichare, Vijaya dkk. 2010. Simultaneous Spectrophotometric determination of Paracetamol and


Caffeine in Tablet Formulaion. International Journal of PharmTech Research (IJPRIF)
(Vol.2, No.4, p.2512-2516). Coden (USA).

Anda mungkin juga menyukai