Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KIMIA ANALISIS

KROMATOGRAFI KOLOM

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8
ADE SILFIAH DAHLAN (NIM. 1711015520001)
DETA ALMIRA (NIM. 1711015220007)
ELYSA MEILIAWATI (NIM. 1711015320008)
FITRIA FEBRIANTI (NIM. 1711015720001)
IKA NURIMA SEPTIANA SARI (NIM. J1E114205)
MURNI NOVITA EKA SARI (NIM. 1711015420003)
SRI AYU MAULIDA (NIM. 1711015320023)
YULIANTI SARTIKA (NIM.J1E114213)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kromatografi Kolom”. Makalah tentang Kromatografi Kolom ini disusun
untuk melengkapi tugas Kimia Analisis untuk Kelompok 8. Pengembangan dan
penyusunan materi diberikan secara urut. Penyajian materi didesain untuk
memperkuat pemahaman konsep tentang atom.Pada kesempatan ini, kami ingin
menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran serta kritik yang
membangun.Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak dalam mengembangkan ilmu kimia serta ilmu farmasi.

Banjarbaru, 22 Februari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI………………...…………………………………………….…...…….iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. LATARBELAKANG..................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................1
C. TUJUAN PENULISAN...............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................2
A.PENGERTIAN DAN PRINSIP KROMATOGRAFI KOLOM...................2
B.KOMPONEN KROMATOGRAFI KOLOM...............................................2
C.JENIS KROMATOGRAFI KOLOM............................................................3
D.KOLOM DAN CARA PENGISIANNYA...................................................6
E.MACAM-MACAM DETEKTOR DAN WAKTU RETENSI……………..8
BAB III PENUTUP....................................................................................................15
A. KESIMPULAN...........................................................................................15
B. SARAN ......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pesatnya ilmu pengetahuan sejalan dengan perkembangan teknologi.
Banyaknya berbagai alat dengan kecanggihan yang tinggi juga meningkat. Hal ini
juga termasuk perkembangan dalam ilmu farmasi, tidak terkecuali bidang analisis
farmasi. Dalam  bidang ini, selama beberapa tahun terakhir terjadi perkembangan
yang pesat untuk teknik pemisahan. Penerapan metode kromatografi dianggap
metode modern maka dari itu banyak penelitian ilmiah menggunakan motede ini.
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan
kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Komponen-
komponennya terdiri dari fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan
komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen
campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal.
Komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Teknik
kromatografi yang banyak digunakan antara lain kromatografi lapis tipis,
kromatografi kolom vakum, kromatografi kolom gravitasi, dan kromatotron.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dan prinsip dari kromatografi kolom?
2. Apa saja komponen dan jenis kromatografi kolom?
3. Bagaimanakah cara pengisian kolom?
4. Apa saja macam-macam detektor dan waktu retensi?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dan prinsip kromatografi kolom
2. Untuk mengetahui komponen kromatografi kolom
3. Untuk mengetahui jenis kromatografi kolom
4. Untuk mengetahui kolom yang digunakan dan cara kerjanya
5. Untuk mengetahui macam-macam detektor dan waktu retensi

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KROMATOGRAFI KOLOM


Kromatografi adalah proses pemisahan yang tergantung pada perbedaan
distribusi campuran komponen antara fase gerak dan fase diam. Fase diam dapat
berupa pembentukan kolom dimana fase gerak dibiarkan untuk mengalir
(kromatografi kolom) atau berupa pembentukan lapis tipis dimana fase gerak
dibiarkan untuk naik berdasarkan kapilaritas (kromatografi lapis tipis). Perlu
diperhatikan bahwa senyawa yang berbeda memiliki koefisien partisi yang
berbeda antara fase gerak dan diam. Senyawa yang berinteraksi lemah dengan
fase diam akan bergerak lebih cepat melalui sistem kromatografi. Senyawa
dengan interaksi yang kuat dengan fase diam akan bergerak sangat lambat
(Christian, 1994).
Pemisahan komponen campuran melalui kromatografi adsorpsi tergantung
pada kesetimbangan adsorpsi-desorpsi antara senyawa yang teradsorb pada
permukaan dari fase diam padatan dan pelarut dalam fase cair. Tingkat adsorpsi
komponen tergantung pada polaritas molekul, aktivitas adsorben, dan polaritas
fase gerak cair. Umumnya, senyawa dengan gugus fungsional lebih polar akan
teradsorb lebih kuat pada permukaan fase padatan. Aktivitas adsorben tergantung
komposisi kimianya, ukuran partikel, dan pori-pori partikel (Braithwaite & Smith,
1995).

B. KOMPONEN KROMATOGRAFI KOLOM


Rangkaian Dasar Komponen Kromatografi

Gambar 2.1. Rangkaian Dasar Komponen Kromatografi

2
1. Eluent, berfungsi sebagai fase gerak yang akan membawa sampel masuk ke
dalam kolom pemisah.
2. Pompa, berfungsi untuk mendorong eluent dan sampel masuk ke dalam
kolom. Kecepatan alir ini dapat dikontrol dan perbedaan kecepatan bias
mengakibatkan perbedaan hasil.
3. Injektor, tempat memasukkan sampel dan selanjutnya sampel dapat
didistribusikan masuk ke dalam kolom.
4. Kolom pemisah, berfungsi untuk memisahkan ion-ion yang ada dalam
sampel. Keterpaduan antara kolom dan eluent bias memberikan
hasil/puncak yang maksimal, begitu pun sebaliknya, jika tidak ada
kecocokan maka tidak akan memunculkan puncak.
5. Detektor, berfungsi membaca ion yang lewat ke dalam detector.
6. Rekorder data, berfungsi merekam dan mengolah data yang masuk
Berikut adalah gambar alat dari kromatografi kolom.

Gambar 2.2. Alat Kromatografi Kolom

C. JENIS KROMATOGRAFI KOLOM


Berdasarkan mekanisme pemisahan yang digunakan, kromatografi
digolongkan menjadi:
1. Kromatografi Adsorbsi
Adsorbsi merupakan penyerapan pada permukaannya saja dan jangan
sekali-kali dikacaukan dengan proses absorbsi yang berarti penyerapan
keseluruhan. Adsorbsi pada permukaan melibatkan interaksi-interaksi

3
elektrostatik seperti ikatan hidrogen, penarikan dipol-dipol, dan penarikan yang
diinduksi oleh dipol. Solut akan bersaing dengan fase gerak untuk berikatan
dengan sisi-sisi polar pada permukaan adsorben.
Silika gel merupakan adsorben (fase diam) yang penggunaannya paling
luas. Permukaannya terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus
silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu membentuk
ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar. Adanya
air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu mendeaktifkan
permukaan silika gel karena air akan menutup sisi aktif silika gel. Hal seperti ini
dapat diatasi dengan memanaskan pada suhu 105˚C (Gandjar & Rohman, 2007).
Beberapa adsorben yang sering digunakan yaitu antara lain alumina yang
memiliki tingkat kepolaran paling tinggi, karbon aktif, magnesium silikat, selulosa
dan resin-resin polimerik sebagai yang paling tidak polar. Semakin polar solut
maka akan semakin tertahan kuat kedalam adsorben silika gel ini. Solut-solut non
polar (seperti hidrokarbon-hidrokarbon jenuh) tidak mempunyai afinitas atau
mempunyai sedikit afinitas terhadap adsorben polar, sementara solut-solut yang
terpolarisasi (hidrokarbon tidak jenuh) mempunyai afinitas yang kecil terhadap
adsorben polar disebabkan adanya interaksi dipol atau interaksi-interaksi yang
diinduksi oleh dipol. Solut-solut polar, terutama yang mampu membentuk ikatan
hidrogen, akan terikat kuat pada adsorben karenanya butuh fase gerak yang cukup
polar untuk mengelusinya. Urutan-urutan polaritas solut-solut organik yaitu:
alkana < alkena < aromatis < eter < ester < keton dan aldehid < tiol < amin dan
amida < alkohol < fenol < asam-asam organik.
Adsorbsi solut oleh fase diam atau oleh adsorben sangat bergantung pada:
a) Struktur kimia solut atau adanya gugus aktif tertentu yang berinteraksi
dengan adsorben.
b) Ukuran partikel adsorben, semakin kecil partikel, luas permukaannya
semakin luas dan interaksinya dengan solut juga semakin luas.
c) Kelarutan solut dalam fase gerak. Solut yang makin mudah larut dalam fase
gerak akan semakin mudah lepas dari fase diam.
Kromatografi yang berdasarkan pada adsorbsi bermanfaat untuk
memisahkan isomer-isomer posisi seperti senyawa-senyawa aromatis disubstitusi

4
1,2-, 1,3-, dan 1,4 dengan substituent berupa gugus-gugus polar, sementara itu
sekelompok senyawa homolog dengan polaritas yang hampir sama tidak dapat
dipisahkan sama sekali dengan kromatografi ini (Gandjar & Rohman, 2007).
2. Kromatografi Partisi
Partisi merupakan proses sorpsi yang analog dengan ekstraksi pelarut. Fase
diam cair diikatkan pada padatan lapis tipis yang lemban (inert). Karena fase diam
cair diikatkan pada padatan pendukung maka masih diperdebatkan apakah proses
sorpsinya merupakan partisi murni atau partisi yang dimodifikasi (modified
partition) karena adsorbsi juga mungkin terjadi. Dalam partisi yang sebenarnya
(true partition) solut akan terdistribusi diantara fase gerak dan fase diam sesuai
dengan kelarutan relatif diantara keduanya. Mekanisme partisi murni hanya terjadi
di dalam kromatografi gas-cair (Gandjar & Rohman, 2007).
3. Pertukaran ion
Pertukaran ion merupakan proses yang mana solut-solut ion dalam fase
gerak dapat bertukar dengan ion-ion yang bermuatan sama yang terikat secara
kimiawi pada fase diam. Fase diam dapat berupa padatan polimer yang permeabel
seperti resin organik yang tidak larut atau silika yang dimodifikasi secara kimiawi.
Fase diam ini mengandung gugus-gugus dengan muatan yang tetap dan ion-ion
lawannya yang mobil.Pemisahan pertukaran ion sederhana didasarkan pada
perbedaan kekuatan interaksi ion terlarut dengan resin. Jika ion terlarut
berinteraksi secara lemah dengan resin karena adanya ion pada fase gerak, maka
ion terlarut akan keluar lebih dahulu. Sebaliknya, jika ion terlarut berinteraksi
secara kuat dengan resin daripada ion pada fase gerak maka ion terlarut akan
keluar belakangan (Gandjar & Rohman, 2007).
4. Kromatografi Ekslusi
Ekslusi berbeda dari mekanisme sorpsi yang lain, yakni dalam eksklusi
tidak ada interaksi spesifik antara solut dengan fase diam. Teknik ini unik karena
dalam pemisahannya didasarkan pada ukuran molekul dari zat padat pengepak
(fase diam). Pengepak adalah suatu gel dengan permukaan berlubang-lubang
sangat kecil yang inert.Sebagai fase gerak digunakan cairan.Kromatogrfi jenis ini
sangat dipengaruhi oleh perbedaan bentuk struktur dan ukuran
molekul.Kromatografi ekslusi banyak namanya, yang paling umum ialah permeasi

5
gel (KPG) dan filtrasi gel. Apapun namanya, mekanismenya tetap sama. Dalam
bidang ilmu hayat, sephadex yaitu gel dekstran sambung-silang, banyak
dipakai.Hanya kemasan setengah kaku dan kaku (polistirena, silika, kaca) yang
bermanfaat pada KCKT. Gel dekstran yang lunak tidak dapat menahan tekanan
yang melebihi 1 atau 2 atmosfer. Cara itu berkembang sehubungan dengan
analisis polimer dan bahan hayati, tetapi makin banyak digunakan untuk molekul
kecil (Johnson & Stevenson, 1991).
Berdasarkan contoh dari jurnal yaitu dimana proses pemisahan dan
pemurnian dilakukan dengan menggunakan kromatografi kolom, yang
sebelumnya dilakukan penentuan komposisi pelarut yang akan digunakan pada
saat pemisahan dengan kromatografi kolom menggunakan Kromatografi Lapis
Tipis (KLT). Proses kromatografi kolom ini termasuk jenis kromatografi kolom
adsorpsi, dimana silika gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang
penggunaannya paling luas. Pada contoh identifikasi senyawa ini proses
kromatografi lapis tipis terhadap ekstrak fraksi etil asetat dilakukan dengan fase
gerak berupa campuran etil asetat dan n-heksana dengan berbagai perbandingan
dan fase diam berupa plat silika gel GF 254. Komposisi pelarut yang menghasilkan
pemisahan KLT terbaik kemudian digunakan sebagai fase gerak dalam
kromatografi kolom ekstrak etil asetat.Fase diam silika gel 60 (70 – 230 mesh)
dan silika impreg silika gel 60 (35 – 70 mesh) (Wati et al., 2017).

D. KOLOM, PENGISIAN DAN CARA KERJANYA


Ukuran kolom yang umum dipakai ialah dengan panjang 10-25 cm dan
berdiameter 4,5-5,0 mm yang diisi dengan fase stasioner berukuran rata-rata 5-10
µm, dan dibuat dari logam stainless steel. Saat ini telah diciptakan sistem
cartridge, di mana bahan isian diisikan ke dalam kolom stainless steel. Dengan
demikian, penggantian kolom akan lebih mudah dikerjakan. Diameter dari
cartridge biasanya lebih kecil, yang berkisar antara 3-4 mm (Adnan, 1997).
Pengisian kolom harus dikerjakan dengan seragam. Setelah adsorben
dimasukkan dapat diseragamkan kepadatannya dalam kolom dengan
menggunakan vibrator atau dengan plunger. Dapat juga dikerjakan dengan
memasukkan adsorben dalam bentuk larutan (slurry) dan partikelnya dibiarkan

6
mengendap. Pengisian kolom yang tidak seragam akan menghasilkan rongga-
rongga di tengah-tengah kolom. Cara memecahkan masalah ini dapat dikerjakan
dengan mengadakan back flushing, sehingga terjadi pengadukan yang seterusnya
dibiarkan lagi mengendap. Pada bagian bawah (dasar) dan atas dari isian kolom
diberi wol kaca (glass wool) atau sintered glass disc untuk menyangga isian. Bila
kolom telah berisi bahan isian, permukaan cairan tidak boleh dibiarkan turun di
bawah permukaan bahan isian bagian atas, karena akan memberi peluang
masuknya gelembung-gelembung udara masuk ke dalam kolom (Adnan, 1997).
Untuk menghasilkan data yang ada manfaatnya, kecepatan elusi harus
dibuat konstan.Kecepatan elusi bergantung dari besarnya ukuran partikel bahan
isian, dimensi dari kolomnya, viskositas cairannya dan tekanan yang dipakai
untuk mengalirkan zat pelarut.Kecepatan linier eluen biasanya 1 cm per menit.
Berbagai fraksi dapat dikumpulkan secara terpisah dan dapat diteliti lebih lanjut
dengan metode lain seperti dengan spektrometri (Adnan, 1997).
Contoh penggunaan kromatografi kolom adalah isolasi dan identifikasi
senyawa metabolit sekunder dari fraksi etil asetat pada daun berwarna merah
pucuk merah (Syzygium myrtifilium Walp.). Daun yang berwarna merah
dibersihkan lalu dikeringkan pada suhu ruangan dan terhindar dari sinar matahari
langsung, setelah itu dihaluskan. Daun yang kering dimaserasi dengan
menggunakan pelarut etanol 96% selama 3 x 24 jam dan diekstraksi sampai
larutan ekstrak tidak berwarna. Selanjutnya ekstrak etanol dipisahkan dengan cara
penyaringan dan dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak
pekat etanol (Wati et al., 2017).
Selanjutnya dilakukan proses fraksinasi. Ekstrak pekat etanol difraksinasi
dengan etil asetat dan ditambahkan air sedikit demi sedikit hingga terbentuk dua
fase. Proses fraksinasi dilakukan secara berulang kali hingga warna pelarut pada
fraksi yang diinginkan tidak berwarna. Fraksi etil asetat yang diperoleh
dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat etil asetat.
Kemudian dilakukan uji fitokimia (Wati et al., 2017).
Tahap pemisahan dan pemurnian bertujuan untuk mendapatkan senyawa
murni dari fraksi etil asetat.Dari hasil uji fitokimia yang dilakukan, dapat
diketahui senyawa metabolit sekunder dalam fraksi etil asetat. Proses pemisahan

7
dan pemurnian dilakukan dengan menggunakan kromatografi kolom, yang
sebelumnya dilakukan penentuan komposisi pelarut menggunakan KLT (Wati et
al., 2017).
Pada pemisahan dengan kromatografi kolom, silika gel yang disuspensikan
terlebih dahulu dengan eluen yang telah ditentukan dan dimasukkan ke dalam
kolom yang dasarnya telah disumbat kapas.Keludian didiamkan selama 24 jam.
Ekstrak dilarutkan dengan sedikit pelarut etil asetat dan ditambahkan dengan
silika gel sama banyak dengan jumlah ekstrak. Kemudian dimasukkan ke dalam
kolom, dan dielusi dengan menggunakan metode gradien (Wati et al., 2017).
Semua fraksi hasil pemisahan kromatografi kolom dianalisis menggunakan
KLT.Isolat dari fraksi etil asetat hasil kromatografi kolom diuji kemurniannya
dengan KLT menggunakan beberapa macam eluen.Jika isolat tetap menunjukkan
pola noda tunggal, dapat dikatakan bahwa isolat relatif murni (Wati et al., 2017).

E. MACAM-MACAM DETEKTOR DAN WAKTU RETENSI


Detektor berfungsi sebagai pendeteksi komponen-komponen yang telah
dipisahkan dari kolom secara terus-menerus, cepat, akurat, dan dapat melakukan
pada suhu yang lebih tinggi.Fungsi umumnya mengubah sifat-sifat molekul dari
senyawa organik menjadi arus listrik kemudian arus listrik tersebut diteruskan ke
rekorder untuk menghasilkan kromatogram. Jenis – jenis detektor:
1. Detektor UV
a. Sebagian senyawa punya serapan khusus di daerah UV & sinar tampak
b. Pengukuran secara kuantitatif berdasar hukum Lambert-Beer yang
menghubungkan besaran absorbansi dengan konsentrasi solute.
c. Harus digunakan sinar monoromatik dengan panjang gelombang sempit (2-4
nm)
d. Tipe detektor dengan daerah deteksi UV (200-400nm) dan sinar tampak (400-
700 nm) telah ada sehingga dapat mndeteksi hampir semua senyawa organik.
(Underwood & Day, 1993).
Intensitas sinar UV yang diserap dapat dihitung dengan membandingkan intensitas
sinar UV yang tidak melewati sample dan intensitas yang melewati sample. Untuk
mengukur intenstias sinar UV diperlukan suatu peralatan yang disebut detektor (UV
detector). Ada beberapa jenis UV detektor yang ada saat ini, yaitu :

8
1) Sel Photovoltaic 
Foto sel (Photovoltaic atau Barrier Layer Cells) digunakan untuk deteksi
dan pengukuran radiasi pada daerah tampak. Suatu Barrier Layer Cells  terdiri
dari sebuah plat logam yang dilapisi dengan suatu lapisan semikonduktor.
Biasanya dipakai logam besi dengan lapisan semikonduktor selen. Suatu lapisan
transparan yang sangat tipis dari perak dilekatkan di atas semikonduktor dan
berlaku sebagai elektron kolektor. Energi cahaya yang jatuh di atas permukaan
akan sampai ke semikonduktor dan mengeksitasi elektron-elektron pada
permukaan perak-selen yang akhirnya menuju ke elektron kolektor. Suatu daerah
hypotical barrier rupanya terjadi diantara permukaan semikonduktor yang
memudahkan elektron meninggalkan semikonduktor menuju elektron
kolektor. Arus listrik yang dihasilkan oleh detektor kemudian diperkuat dengan
amplifier dan akhirnya diukur oleh indikator biasanya berupa recorder analog atau
komputer (Underwood & Day, 1993).

Gambar 2.3. Sel Photovoltaic

  Sel surya mengubah cahaya menjadi listrik.Sel surya sering kali disebut
sel photovoltaic, photovoltaic dapat diartikan sebagai "cahaya-listrik". Sel surya
atau sel PV bergantung pada efek  photovoltaic untuk menyerap energi matahari
dan menyebabkan arus mengalir antara dua lapisan bermuatan yang berlawanan.
Sel surya biasanya berbentuk wafer bulat diameter 3 inci (7,6 cm) dan tebal 300
mm (Underwood & Day, 1993).
Kepingan sel photovoltaic terdiri atas kristal silikon yang memiliki dua
lapisan silisium doped, yaitu lapisan solar sel yang menghadap ke cahaya matahari
memiliki doped negatif dengan lapisan fosfor, sementara lapisan dibawahnya

9
terdiri dari doped positif dengan lapisan borium. Antara kedua lapisan dibatasi
oleh penghubung p-n. Jika pada permukaan sel photovoltaic terkena cahaya
matahari maka pada sel bagian atas akan terbentuk muatan-muatan negatif yang
bersatu pada lapisan fosfor. Sedangkan pada bagian bawah lapisan sel
photovoltaic akan membentuk muatan positif pada lapisan borium. Kedua
permukaan tersebut akan saling mengerucut muatan masing-masingnya jika sel
photovoltaic terkena sinar matahari. Sehingga pada kedua sisi sel photovoltaic
akan menghasilkan beda potensial berupa tegangan listrik (Underwood & Day,
1993).
2) Phototube
Phototube (Photo Emissive Cell) bentuk yang sederhana terdiri dari suatu bola gelas
yang hampa udara atau berisi gas mulia pada tekanan rendah, misalnya argon pada 0,2
mmHg. Di dalam bola terdapat katoda yang berbentuk lempeng  setengah
lingkaran dan bagian dalamnya dilapisi zat yang sangat peka terhadap cahaya, misalnya
campuran cesium oksida atau kalium oksida dan perak oksida. Phototube terdiri dari
anode dan cathode, apabila sinar UV ditembakan ke cathode (-), maka akan terjadi
emisi/pergerakan electron dari cathode ke anode sebagai akibat dari efek
photoelectric. Pergerakan electron ini akan diukur sebagai arus listrik yang
sebanding dengan intensitas UV yang mengenai cathode tersebut (Underwood &
Day, 1993).

Gambar 2.4. Phototube

10
3) Photomultiplier Tube (PMT)
Cara kerja PMT mirip Phototube, terdiri dari photocathode dan beberapa
buah anode (tidak seperti pada phototube yang hanya terdiri dari satu buah anode)
yang disusun secara serie (disebut dynode). Sinar UV (photons) yang ditembakan
ke cathode akan menyebabkan emisi electron dari cathode ke anode. Anode yang
satu dengan yang lainya diberi beda potensial, sehingga apabila emisi electron
dari cathode sampai di dynode pertama, akan ada tambahan electron yang
diteruskan ke dynode berikutnya, dan seterusnya sehingga secara akumulasi
jumlah electron yang emisi di dynode terakhir semakin banyak (arusnya semakin
besar), itu sebabnya mengapa PMT lebih sensitif dibandingkan dengan
phototube. Maka untuk setiap foton sinar yang jatuh pada katoda pada
akhirnya akan dibebaskan 10^6– 10^7 elektron yang terkumpul di anoda (Underwood &
Day, 1993)

Gambar 2.5. Photomultiplier Tube

4) Detektor Semikonduktor
Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua
jenis detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu

11
silikon atau germanium.Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih
effisien dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat,
serta mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.Pada
dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat meneruskan arus
listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya  berada di pita valensi sedangkan di
pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara pita valensi dan pita
konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak memungkinkan elektron
untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti terlihat di atas. Sebaliknya,
perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga
memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila mendapat
tambahan energi (Underwood & Day, 1993).
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh
bahan sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita
konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda
potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi
diubah menjadi energi listrik.Sambungan semikonduktor dibuat dengan
menyambungkan semikonduktor tipe N dengan tipe P (PN junction).Kutub positif
dari tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub negatifnya
ke tipe P seperti terlihat pada Gambar. Hal ini menyebabkan pembawa muatan
positif akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan pembawa muatan negatif
akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk (depletion layer) 
lapisan kosong muatan pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong
muatan ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang
memasuki lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron
dan hole, yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan
elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus
listrik. Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion
ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion
yang dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang
menyebabkan detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi
radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai
gambaran, detektor sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi

12
sebesar 50 keV, artinya detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah
radiasi yang memasukinya bila kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan
energi lebih besar daripada 50 keV.Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi
gamma biasanya mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor
semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan energi radiasi. Kelemahan dari
detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal, pemakaiannya harus sangat
hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor semikonduktor harus
didinginkan pada temperatur nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang
berukuran cukup besar (Underwood & Day, 1993).
5) Photo Diode-Array/ PDA (Detektor Diode Silikon)
PDA merupakan detektor dengan teknologi modern.Detektor yang terdiri
atas suatu tatanan yang teratur (array) dari fotodiode aktif dalam jumlah yang
sangat banyak (330 buah).Tiap foto diode memberikan respon spesifik terhadap
radiasi dengan panjang gelombang tertentu, sehingga radiasi elektromagnetik
dengan rentang panjanggelombang yang luas (UV-Vis) dapat diterima dengan
serempak. Hal ini mengakibatkan proses scanning dapat berlangsung dengan
cepat. Dioda yang paling umum adalah silikon, yang mempergunakan panjang
gelombang radiasi antara 0,82 mm dengan 1,1 mm, serta germanium, pada
panjang gelombang radiasi antara 1,4 mm dengan 1,9mm. Pengkondisian sinyal
biasanya melibatkan rangkaian dioda standar dimana radiasi yang datang akan
mengakibatkan pergeseran dalam titik operasi dioda (Underwood & Day, 1993).
Suatu diode array terdiri atas serangkaian detektor fotodiode yang
posisinya berdampingan dengan kristal silikon. Susunan tersebut biasanya
mengandung antara 100 dan 200 elemen tergantung pada instumennya.Siklus
pindah lebih kurang 100 mili detik. Cahaya dilewatkan melalui suatu
polikromator yang menghamburkannya sehingga jatuh pada diode array, yang
akan mengukur seluruh rentang spektrum sekaligus. Keunggulan detektor ini
dibandingkan detektor lain adalah sumber radiasinya tunggal, radiasi yang diukur
polikromatis, sehingga sampel kompartemen terbuka, wave length reproducibility
karena tidak ada gerakan mekanis untuk mengatur panjang gelombang, dan
kecepatan scanning sangat tinggi (Herman, 1994).
2. Detektor Fluoresensi
a. Dapat digunakan ntuk senyawa yang fluoresen

13
b. Bersifat spesifik dan lebih selektif
c. Sangat peka dan dapat mendeteksi kadar senyawa yang sangat kecil seperti
aflatoksin, senyawa aromatik berinti banyak.
d. Kelemahannya karena kepekaan terhadap senyawa asing sebagai kontaminan
dalam eluen yang dapat mengganggu kuantifikasi senyawa yang diukur.
(Khopkar, 2010).
3. Detektor Konduktivitas
a. Prinsip kerja mengukur konduktivitas eluen dari kolom
b. Digunakan untuk mengukur senyawa yang bersifat ionik
c. Perlu dihindari pnggunaan buffer ion karena mempunyai konduktivitas yang
tinggi
(Khopkar, 2010).
4. Detektor Indeks Refraksi
a. Prinsip kerja perubahan nilai indeks refraksi dari suatu cairan yang
mengalir
b. Digunakan untuk analisis gula dan lemak
(Khopkar, 2010).
5. Detektor FID (Flame Ionization Detector)
a. Senyawa senyawa yang target
b. Eluen dari kolom pelarut dihilangkan dahulu
c. Dianalisa
d. dialirkan pada permukaan kawat ke evaporator kemudian ke alat pirolisis
dan ke FID.
(Herman, 1994).

14
BAB III
PENUTUP 

A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dalam pembahasan makalah ini adalah :
1. Kromatografi kolom adalah proses pemisahan yang tergantung pada
perbedaan distribusi campuran komponen antara fase gerak dan fase diam,
dimana fase diamnyaberupa pembentukan kolom yang mana fase gerak
dibiarkan untuk mengalir.
2. Komponen kromatografi kolom yaitu eluent, pompa, injektor, kolom
pemisah, detektor, dan rekorder data.
3. Jenis-jenis kromatografi kolom antara lain kromatografi adsorbsi,
kromatografi partisi, pertukaran ion, dan kromatografi ekslusi.
4. Ada 5 macam detektor kromatografi kolom yaitu,detektor UV, detektor
fluoresensi, detektor konduktivitas, detektor indeks refraksi, dan detektor
FID (Flame Ionization Detector).

B. SARAN
Diharapkan dengan adanya makalah ini mahasiswa pada umumnya
menjadi paham tentang kromatografi kolom, baik dalam hal pengertiannya, jenis-
jenis, komponen-komponennya, cara kerjanya, macam-macam detektor dan waktu
retensi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Penerbit


ANDI, Yogyakarta.

Braithwaite, A and Smith, F. J. 1995. Chromatographic Methods. Kluwer


Academic Publishers, London.

Christian, Gary D. 1994. Analytical Chemistry Fifth Edition. University of


Washington. John Wiley & Sons, USA.

Gandjar, I. G. & A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pelajar Pustaka,


Yogyakarta.

Herman. 1994. Analisa Farmasi. Gajah Mada, Yogyakarta.

Johnson, E.L & R. Stevenson. 1991. Dasar Kromatografi Cair. ITB, Bandung.

Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia,


Jakarta.

Underwood & R.A. Day. 1993. Analisis Kimia Kuantitatif. Penerbit Erlangga,
Jakarta.

Wati, M., Erwin & D. Tarigan. 2017. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit
Sekunder dari Fraksi Etil Asetat pada Daun Berwarna Merah Pucuk Merah
(Syzygium MyrtifiliumWalp). Jurnal Kimia Mulawarman. 14(2): 100-107.

16

Anda mungkin juga menyukai