Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KIMIA FISIKA

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Asri Nuryati 17 522 033


Fransiska G K Mbupu 17 522 045
Jesicha D W Rante 17 522 015
Meyda

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAINS DAN TEKNOLOGI JAYAPURA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran tuhan yang maha esa, karena rahmat
dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah instrumentasi
mengenai kromatografi. Adapun makalah tentang kromatografi lapis tipis ini
kami tela diskusikan dengan materi dari sumber yang dapat di percaya. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini banyak kekurangan yang jauh
dari kata sempurna, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa maupun
materi tentang kromatografi. Oleh karena itu kami menerima segala saran dan
kritik agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Harapan kami semoga makalah
ini bermanfaat bagi kami dan bagi para pembaca.

Jayapura, 22 November 2017

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.......................................................................
1.2 Rumusan masalah..................................................................
1.3 Tujuan.....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 pengertian kromatografi.....................................................
2.2 macam macam kromatografi...........................................
2.3 keuntungan dan kerugian kromatografi............................
2.4 peralatan KLT.....................................................................
2.5 faktor retensi kromatografi...............................................
2.6 cara penggunaan KLT.......................................................
2.7 visiulisasi kromatografi......................................................
2.8 nilai Rf...................................................................................
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan.............................................................................
3.2 saran........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kromatografi lapis tipis dikembangan pada tahun 1938 oleh Ismail dan
Sehraiber. Adsorben dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak
sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan menyerap sepanjang
fase diam dan terbentuklah kromatogram. Ini dikenal juga sebagai
kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam
pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-
senyawa yang terpisahkan.
Pada dasarnya kromatografi lapis tipis (KLT atau TLC = Thin Layer
Chromatography) sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama
pada cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media
pemisahannya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben halus yang
tersangga pada papan kaca, aluminium atau plastik sebagai pengganti
kertas. Lapisan tipis adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai
fase diam.
Bila KLT dibandingkan dengan KKT, kelebihan khas KLT ialah
keserbangunan, kecepatan, dan kepekaannya. Keserbagunaan KLT
disebabkan oleh kenyataan bahwa disamping selulosa, sejumlah penyaerap
yang berbeda-beda dapat disaputkan pada plat kaca atau penyangga lain
dandigunakan untuk kromatografi.
Pada percobaan ini dilakukan praktikum mengenai analisis secara
kualitatif yakni pemisahan senyawa secara kromatografi lapis tipis yang
iididasarkan pada fase gerak yakni eluen dan fase diamnnya adalah silica
gel.

1.2 Rumusan masalah

1. pengertian kromatografi
2. macam macam kromatografi
3. keuntungan dan kerugian kromatografI
4. peralatan KLT
5. faktor retensi kromatografi
6. cara penggunaan KLT
7. visiulisasi kromatografi
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dan cara kerja kromatografi


2. Mengetahui prinsip KLT
3. Mengetahui cara kerja KTL
4. Macam macam kromatografi
5. Keuntungan dan kerugian kromatografi
6. Visiulisasi kromatografi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kromatografi Lapis Tipis (Klt)


Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan zat terlarut oleh suatu proses
migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih,
salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu
dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan
adanya pembedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran
molekul, atau kerapatan muatan ion. Atau secara sederhana kromatografi
biasanya juga di artikan sebagai teknik pemisahan campuran
berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium
tertentu. Kromatografi di gunakan untuk memisahkan substansi campuran
menjadi komponen-komponen. Seluruh bentuk kromatografi bekerja
berdasarkan prinsip ini. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis
kualitatif dari suatu sampel yang ingin di deteksi dengan memisahkan
komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi
lapis tipis adalah metode pemisahan fisika-kimia dengan fase gerak (larutan
pengembang yang cocok), dan fase diam (bahan berbutir) yang diletakkan pada
penyangga berupa plat gelas atau lapisan yang cocok. Pemisahan terjadi
selama perambatan kapiler (pengembangan) lalu hasil pengembangan di
deteksi.
Zat yang memiliki kepolaran yang sama dengan fase diam akan cenderung
tertahan dan nilai Rf-nya paling kecil. Kromatografi lapis tipis digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi
oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang. Pada identifikasi noda
atau penampakan noda, jika noda sudah berwarna dapat langsung diperiksa dan
ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari Jarak relative pada pelarut. Harga
Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak
tempuh oleh eluen (fase gerak) untuk setiap senyawa. Rf juga menyatakan
derajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Karena itu Rf juga disebut
factor referensi. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam
kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf adalah :
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya. Biasanya aktifitas dicapai
dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan molekul-molekul
air yang menempati pusat-pusat serapan dari penyerap. Perbedaan penyerap
akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga Rf meskipun
menggunakan fase bergerak dan zat terlarut yang sama tetapi hasil akan
dapat diulang dengan hasil yang sama, jika menggunakan penyerap yang
sama, ukuran partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga
homogen.
3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap. Pada praktek nya tebal
lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan
tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran
pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.
4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak. Kemurnian dari pelarut
yang digunakan sebagai fase bergerak dalam kromatografi lapisan tipis
adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka
perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan.
5. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
Teknik percobaan. Arah pelarut bergerak di atas plat. (Metoda aliran
penaikan yang hanya diperhatikan, karena cara ini yang paling umum
meskipun teknik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan).
6. Jumlah cuplikan yang digunakan. Penetesan cuplikan dalam jumlah
yang berlebihan memberikan hasil penyebaran noda-noda dengan
kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya, hingga
akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.
7. Suhu, Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini
terutama untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut
yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fase.
8. Kesetimbangan ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih
penting dalam kromatografi kertas, hingga perlu mengusahakan atmosfer
dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam
bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran,
akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk
cekung dan fase bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi dan keadaan ini
harus dicegah. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa
padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau
gas).

FASE GERAK

Dalam komatografi, eluen adalah fase gerak yang berperan penting pada
proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam (adsorbent)
interaksi antara adsorbent dengan eluen sangat menentukan terjadinya pemisahan
komponen.
Eluen dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan terardsorpsinya Dalam KLT
terdapat dua macam faktor yaitu:

FASE DIAM

Pelaksanan kromatorafi lpis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau
alumina yang seragam pada lempeng gelas atau logam atau kertas atau plastik
yang keras. Jel silika atau alumina merupakan fase diam. fase diam untuk
kromatografi lapis tipis seringkali juga mengalami subtansi yang mana dapat
berpendar klour dalam sinar UV . fase diam lainya yang biasa digunakan adalah
alumina-aluminium. Atau aluminium apada permukaan juga memiliki gugus
OH.

pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorbent dan dalam hal ini
yang banyak adalah jenis adsorbent alumina atau sebuah lapis tipis silika.
Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang
bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang bersifat relatif tak polar
dari ikatannya denga alumina (gel silika).
Kecepatan gerak senyawa-senyawa keatas pada lempengan tergantung
pada bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut, hal ini bergantung pada
bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa pelarut. Fase gerak
mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat
dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang
berbeda.
Sedangkan fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung
substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet. Pendaran ini
ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercak-
bercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Namun, apabila di
sinarkan dengan sinar UV pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang
berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang
gelap. Sementara UV tetap di sinarkan pada lempengan, harus dilakukan
penandaan posisi- posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan pensil dan
melingkari daerah bercak-bercak itu. Ketika sinar UV dimatikan, bercak-bercak
tersebut tidak tampak kembali.
Prinsip Kerja KLT Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis,
terjadi hubungan kesetimbangan antara fase diam dan fase gerak, dimana ada
interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang
akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan
ini dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu :
kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak, serta kepolaran dan ukuran
molekul. Pada kromatografi lapis tipis, Eluent adalah fase gerak yang
berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk
melewati fase diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan
eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh
sebab itu pemisahan komponen secara kromatografi dipengaruhi oleh
laju alir eluent dan jumlah umpan.

Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya


pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal
ini

yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah


lapis tipis silika. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat
mengusir pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel
silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka
senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini
berdasarkan prinsip like dissolved like.
2.2 MACAM-MACAM KOMATOGRAFI LAPIS TIPIS
KLT preparative
Tebal lapisan adsorben dibuat sekitar 1 1,5 mm. Semakin tebal
absorbennya maka pemisahannya semakin sulut. Larutan absorben yang dipakai
biasanya lebih kental. Setelah absorben dilapiskan, plat harus dikeringkan pada
suhu kamar sebelum diaktivkan untuk mencegah terjadinya keretakan pada
lapisan adsorben atau terjadinya case hardening.

Sampel kira kira 2 ml diamplikasikan dengan cara menggariskannya


selebar 5 8 mm pada garis dasar dengan tiak merusak lapisan absorben. Sebelum
dikembangkan, zat pelarut yang dipakai dalam sampel harus diuapkan lebih
dahulunya. Penembangan dikerjakan seperti KLT yang lain. Banyaknya sampel
yang diaplikasihkan antar 50 250 mg.

Pengumpulan komponen yang terpisah dikerjakan dengan mengerok


absorben dengan menggunakan spatula atau silet. Hasil kerokan tersebut
dikumpulkan diatas corong dengan kertas saring, kemudian diekstrasi dengan
pelarut, yang dipolaritasnya cukup dilarutkan secara kuantitatif. KLT preparative
harus dikerjakan secepat mungkin untuk menghidari terjadinya kerusakan pada
masing masing komponen penyusun.
KLT kuantitatif

Umumnya KLT suka dipakai sebagai cara kuantitatif.pendekatan yang digunakan


ialah :
I. Analisis langsung dengan plat, dengan :

a. Charring secara standart, kemudian digunakan densitometer


untuk menentukan kuantitasnya.
b. Pengukuran radio aktakfitasnya,khususnya untuk senyawa
yang ditandai dengan radioaktif.
c. Dengan neutron activation analysis.Gravimetric. Masing
masing komponen diisolasi,diekstrak,diuapkan, dan
ditimbang.
II. Menganalisis elemen elemen spesifik atau gugus fungsional dengan
spektrometri.

KLT dengan argentasi

Cara ini khususnya untuk pemisahan senyawa senyawa yang mempunyai


jumlah ikatan rangkap yang berbeda. Isomer cis dan trans dari beberapa asam
lemak juga dapat dipisahkan dengan cara ini.

Plat absorben yang digunakan mengandung AgNO3. Plat tersebut dapat


dibuat dengan menyemprotkan 10% larutan AgNO3 dalam aquaedes ethanol.
Cara lain dapat dikerjakan dengan mencelupkan plat KLT ke dalam larutan
AgNO3 10-12 %. Lebih baik ialah dengan mencampurkan AgNO3 dalam
pembuatan larutan abserben.
2.3 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN KLT
Kelebihan :

1. Waktu relatif singkat


2. Menggunakan inestasi yang kecil.
3. Paling cocok untuk analisis bahan alam dan obat
4. Jumlah cuplikan yang dengan sedikit
5. Kebutuhan ruang minimun
6. Penanganan sederhana
7. Zat yang bersifat asam atau basah kuat dapat dipisahkan dengan
KLT

Kerugian :
1. Hanya merupakan langkah awal untuk menentukan pelarut yang
cocok dengan pada kromatografi kolom
2. Noda yang terbentuk belum tentu senyawa murni

2.4 PERALATAN KLT


Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan
adsosorben seperti silika gel , alumunium oksida maupun selulosa. Adsorben
tersebut berperan sebagai fase diam.

Fase gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut degan eluen.
Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasnya merupakan
campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas sehingga didapatkan
perbandingan tertentu. Eluen KlT dipilih dengan cara trial and ero. Kepularan
eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh.
2.4 PERALATAN KLT

Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan


adsosorben seperti silika gel , alumunium oksida maupun selulosa. Adsorben
tersebut berperan sebagai fase diam.

Fase gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut degan eluen.
Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasnya merupakan
campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas sehingga didapatkan
perbandingan tertentu. Eluen KlT dipilih dengan cara trial and ero.
Kepularan eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang
diperoleh
2.6 CARA MENGGUNAKAN KLT
KLT sangat berguna untuk mengetaui jumlah komponen dalam sampel .
peralatan yang digunakan untuk KLT adalah camber ( wadah untuk proses KLT),
Pinset, plat klt, dan eluen.
Inilah langkah-langkah memakai KLT

1. Potong plat sesuai ukuran. Biasanya , untuk 1 spot menggunakan plat


selebar 1cm. Berarti jika menguji 3 erarti menggunakan sampel ( 3 spot)
berarti menggunakan plat 3 cm .
2. Buat garis dasar ( base line ) dibagian bawah, sekitar 0,5 cm dari ujung
bawah plat, dan garis akhir dibagian atas.
3. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan
sejajar, tetap diatas baser line, jika sampel padat larutkan pada pelarut
tertentu. Keringkan totolan
4. Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen kedalam
camber dan campurkan.
5. Tempatkan plat pada camber berisi eluen. Base line jangan sampe tercelup
oleh ulen. Tutuplah camber
6. Tunggu eluen menglusi sample hingga mencapai garis akhir, disana
pemisahan akan terlihat.
7. Tela mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset, keringan dan ukur
jarak spot. Jika spot tidak kelihatan, amati pada lampu yuve. Jika masih
tak

terlihat, semprot dengan pewarna tertentu seperti kaliumkromat atau


ninhidren.

2.7 VISIULISASI KROMATOGRAFI


Proses berikutnya dari kromatorafi adalah tahap visiualisasi. Tahapan ini
sangat penting karena diperlukan suatu ketrampilan dalam memilih metode yang
tepat kerna harus disesuaikan dengan jenis sampel yang diuji. Salah satu yang
dipakai adalah penyemprotan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin dihidroksindane
adalah suatu larutan yang akan digunakan untuk mendeteksi adanya gugus amina.
Apabila pada sampel terdapat gugus amina maka ninhidrin akan bereaksi menjadi
berwarna ungu. Biasanya padatan ninhidrin ini dilarutkan dalam larutan butanol.

2.8 NILAI RF
jarak antara jalannya plarut bersifat relatif. Oleh karna itu diperlukan suatu
perhitunngan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang
sama walaupun ukuran jarak platnya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah
nilai RF, nilai ini duganakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai
RF juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga
nilai RF sering juga disebut faktor retensi. Nilai RF dapat dihitung dengan rumus
berikut.
RF = jarak yang ditempuh substansi/jarak yang ditempuh oleh pelarut.

Semakin besar nilai RF dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat krmatografi lapis tipis. Saat
membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang
sama, nilai RF akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berenteraksi
dengan adsorpen polar dari plat kromatografi lapis tipis.

Nilai RF dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasi senyawa. Bila


identifikasi nilai RF memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat
dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan bila nilai
Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang
berbeda.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai