Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KROMATOGRAFI KOLOM

DISUSUN OLEH

Dhea Rahmi Asmarani (18231054)

Nur Fajri Novayanti (18231056)

Winayu Nurlita G (18231073)

Hesty Masya Mukti (18231087)

Salma Putri Wahyuni (18231092)

Ami Purwantiningsih (18231094)

Agustind Farras Jauharo (18231095)

Annisa Dian F (18231101)

Hidayatur Rizki (18231110)

Bayu Setiadji (17231014)

PROGRAM STUDI DIII ANALISIS KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang
berjudul “KROMATOGRAFI KOLOM” dengan lancar.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi syarat dalam
menyelesaikan mata kuliah kromatografi serta untuk menambah wawasan tentang
kromatografi kolom, khususnya bagi penulis maupun pembaca.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada bapak dosen atas segala
bimbingan, dorongan dan bantuannya, serta teman-teman semua yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini dengan baik, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan lancar.

Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini, sehingga kedepannya dapat lebih
baik.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, kami meminta saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................2
Latar Belakang...............................................................................................................2
BAB II TEORI DAN PRINSIP ANALISIS KROMATOGRAFI KOLOM.....................4
Kromatografi Adsorbsi...................................................................................................4
Kromatografi Partisi.......................................................................................................6
Kromatografi Penukaran Ion..........................................................................................7
Kromatografi Filtrasi Gel...............................................................................................9
BAB III MEKANISME KROMATOGRAFI KOLOM..................................................11
BAB IV TEKNIK PREPARASI KROMATOGRAFI KOLOM....................................17
Kromatografi Kolom Cara Basah.................................................................................17
Kromatografi Kolom Cara kering................................................................................17
Identifikasi kromatografi kolom…………………………………………………….19

BAB V TEKNIK ELUSI KROMATOGRAFI KOLOM................................................19


BAB VI APLIKASI KROMATOGRAFI KOLOM........................................................20
Kromatografi Adsorpsi.................................................................................................20
Kromatografi Partisi.....................................................................................................20
Kromatografi pertukaran ion........................................................................................20
Kromatografi Filtrasi Gel.............................................................................................21
BAB VII PENUTUP.......................................................................................................21
Kesimpulan..................................................................................................................21
Saran.............................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................22

2
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Campuran suatu senyawa kimia biasanya digunakan untuk menghasilkan
suatu produk yang lebih murni dengan menggunakan proses pemisahan. Senyawa
kimia yang ditemukan dialam sebagian besar keadaannya tidak murni atau
tercampur dengan senyawa-senyawa lainnya. Proses pemisahan merupakan proses
perpindahan massa, apabila diterangkan secara mendasar. Klasifikasi suatu proses
pemisahan dibagi menjadi 2 proses yaitu pemisahan secara kimiawi dan pemisahan
secara mekanisme. Penggunaan jenis proses ini dipilih tergantung pada kondisi
yang akan dihadapi. Metode dalam proses pemisahan suatu campuran ada berbagai
macam tergantung pada fasa komponen penyusun suatu campurannya. Campuran
heterogen (satu fasa) dapat mengandung dua atau bahkan lebih campuran fasa
seperti, padat-padat, padat-gas, cair-cair, cair-gas, gas-gas, serta campuran padat-
cair-gas dan lain-lain (Iktikhafsari, 2014).

Suatu proses pemisahan dapat dilakukan dengan metode kromatografi, salah


satunya kromatografi kolom. Dalam kromatografi kolom ada empat jenis, yaitu
kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi pertukaran ion, dan
kromatografi filtrasi gel. Kromatografi kolom secara umum dapat dilakukan
didalam kolom, dimana kolom tersebut diisi dengan fase diam dan fase gerak untuk
dapat terjadinya elusi pada suatu komponen sampelnya tersebut. Kromatografi
kolom ini pada dasarnya memiliki prinsip yang sama dengan kromatografi lapis
tipis, yaitu suatu komponen yang akan dipisahkan dengan menggunakan dua fase
yaitu fase diam dimana komponen campuran tersebut akan ditahan dengan fase
diam ini, sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Sehingga
komponen yang lebih mudah ditahan oleh fase diam akan tertinggal dan komponen
yang lebih mudah larutnya akan akan bergerak lebih cepat dalam fase gerak (Syarif,
2020).

Komponen yang akan dipisahkan dalam kromatografi adsorbsi secara selektif


akan teradsorbsi pada permukaan adseorben yang dipakai untuk bahan isian kolom.
Sedangkan dalam kromatografi partisi komponen yang akan dipisahkan akan
mengalami partisi secara selektif antara fase diam yaitu lapisan cairan tipis pada
penyangga padat dan fase gerak yaitu eluennya. Pemisahan komponen yang
berbentuk ion disebut dengan Kromatografi pertukaran ion. Komponen inilah yang
akan terikat pada penukar ion sebagai fase diam yang secara selektif akan terlepas
atau terelusi oleh fase gerak. Dalam kromatografi filtrasi gel kolom akan diisi
dengan fase diamnya yaitu suatu gel yang permeabel. Pemisahan yang terjadi
seperti pengayakan yang ditentukan berdasarkan ukuran molekul dari komponen
yang akan dipisahkan. Pada umumnya, Kromatografi kolom digunakan dalam suatu

3
proses pemurnian, pemisahan campuran, dan isolasi senyawa, baik dalam skala
kecil maupun besar. Kromatografi kolom digolongkan ke dalam kromatografi cair-
padat (KCP) kolom terbuka (Syarif, 2020).

Sejarah

Sejarah kromatografi Pemisahan sering ditandai dengan Fenomena yang terjadi


secara alami seperti migrasi gas melalui kerak bumi dan tanah, dan perkolasi air melalui
batuan, tanah liat dan tanah yang menghasilkan pergerakan (pemisahan) yang lebih
cepat dan konsentrasi beberapa zat lebih dari yang lain. Selama berabad-abad proses
memisahkan pewarna dari akar dan daun, mengolah makanan dan mengekstraksi logam
belum ada hasil yang valid.Sehingga, hasil dari pemisahan ini tidak diakui sampai
revolusi industri pada abad kesembilan belas. Pada tahun 1850, seorang ilmuan yang
bernama Runge, yang mengerjakan produksi pewarna dan pemutih dari batubara, yang
mengembangkan bentuk kasar kertas kromatografi untuk memeriksa campuran
pewarna. Dimana hasilnya kertas khusus dan memperoleh pemisahan warna yang
memungkinkannya untuk mencirikan campuran pewarna. (Braithwaite, 1995)

Pada tahun 1861,Klasifikasi kromatografi menjadi tiga kelompok yang diusulkan


oleh Tiselius pada tahun 1940 dan Claesson pada tahun 1946. Kesimpulannya ada 3
dalam prinsip pemisahan, yaitu analisis , kromatografi perpindahan, dan kromatografi
elusi. Elusi gradien, di mana komposisi fase gerak cair (fase gerak) bervariasi selama
proses pemisahan diperkenalkan kemudian pada awal 1950-an. Tiselius dianugerahi
Hadiah Nobel pada tahun 1948 untuk kontribusinya pada kromatografi. Hal penting
berikutnya dalam kromatografi dibuat pada waktu yang hampir bersamaan oleh ahli
biokimia Martin dan Synge,dimana mereka dapat mengembangkan prosedur pemisahan
untuk isolasi asam amino dari protein hidrolisat dengan mengekstraksi fase berair
dengan fase organik kloroform. Serangkaian 40 saluran ekstraksi digunakan untuk
mempengaruhi pemisahan, asam amino asetat yang dipisahkan dalam urutan corong
sesuai dengan rasio distribusi dan koefisien partisi dalam campuran pelarut air-
kloroform. (Braithwaite, 1995)

Prosesnya adalah pemisahan dengan prosedur tertentu yang dapat menggambarkan


pendekatan arus berlawanan untuk menjelaskan teori pemisahan kromatografi.
Lalu,mereka segera menggantinya dengan kolom kromatografi yang mengandung
partikel gel silika dengan air yang tertahan pada silika gel, dan kloroform yang mengalir
melalui kolom. Sistem ini berhasil dipisahkan asam amino asetat sesuai dengan
koefisien partisi mereka yang menandai awal kromatografi partisi. Gel silika segera
diganti oleh selulosa, menghilangkan kebutuhan untuk menderivatisasi asam amino.
Martin dan Synge dianugerahi Hadiah Nobel pada tahun 1952 untuk penelitian ini.
Sehingga, pada metode ini disponsori oleh American Petroleum Institute (API) untuk
analisis konstituen dalam produk minyak bumi; misalnya, ASTM D-1319 [20] merinci

4
prosedur untuk penentuan saturasi, alkena dan aromatik dengan menggunakan indikator
fluoresen pada adsorben gel silika dengan eluant isopropanol. Selama 1930-an dan
1940-an kromatografi berkembang pesat dengan beberapa perkembangan paralel dari
karya sebelumnya yang menghasilkan berbagai teknik kromatografi yang kita gunakan
saat ini.( Braithwaite, 1995)

BAB II
TEORI DAN PRINSIP ANALISIS KROMATOGRAFI KOLOM

5
2.1 Kromatografi Adsorbsi
Kromatografi ini biasanya disebut Solid Liquid Adsorption Chromatography
karena dalam kromatografi ini menggunakan adsorben dalam bentuk zat padat
dimana bertindak sebagai fase diam dan zat cairnya sebagai fase gerak. Permukaan
partikel padat biasanya lebih aktif dari pada bagian dalamnya. Apabila partikel ini
dimasukkan dalam suatu larutan, maka permukaan partikel tersebut akan
mempunyai daya tarik yang baik pada zat terlarut maupun pada zat pelarutnya.
Daya tarik atau yang biasa disebut adsorbsi dapat dibedakan dalam berbagai
bentuk, yaitu yang bersifat elektrostatik (ionic), daya tarik antara dua dipol, daya
tarik antara dipol dan dipol induksi, serta yang berupa kekuatan van der Walls
(London forces). Partikel padat yang memiliki aktivitas dalam permukaan tadi
dinamakan sebagai adsorben. Adsorben tersebut harus memiliki permukaan yang
luas dan mempunyai aktivitas kimia (Adnan, 1997).

Ada berbagai macam adsorben yang digunakan dalam kromatografi adsorbsi,


namun yang paling sering atau paling banyak digunakan yaitu alumina dan silika
gel. Macam-macam urutan adsorben dari yang memiliki kemampuan adsorbsi besar
ke yang kecil, yaitu alumina, charcoal (arang), silika gel, magnesia, kalium
karbonat, sukrosa, starch (serbuk pati) dan serbuk selulosa. Setiap adsorben
tersebut memiliki aktivitas permukaan yang berbeda pada sisi satu ke sisi lainnya
dan dari batch satu ke batch lainnya. Pada alumina memiliki luas permukaan
kirakira 150 m²/g. Sekitar 5% kadar air cukup untuk melapisi alumina dengan
lapisan air tunggal. Sedangkan alumina yang berkadar air 3% memiliki aktivitas
yang umum digunakan. Pada silika gel memiliki luas permukaan yang lebih besar
sekitar 500 m²/g, tetapi aktivitas kimia yang dimiliki lebih kecil (Adnan, 1997).

Kromatografi adsorbsi memiliki zat pelarut yang berperan penting dalam


suatu proses elusi, dimana dapat menentukan baik buruknya pemisahan. Apabila zat
pelarut tersebut memiliki kemampuan elusi terlalu cepat maka hasil pemisahannya
tidak sempurna dan sebaliknya apabila proses elusinya terlalu lambat maka akan
menyebabkan waktu retensi yang sangat lama. Urutan pelarut yang didasarkan pada
kenaikan adsorbilitasnya pada kolom alumina yaitu perfluorokarbon, hidrokarbon
jenuh, hidrokarbon tidak jenuh, halida dan eter, aldehid dan keton, alkohol dan
thiol, serta asam dan basa.

Dalam kromatografi adsorbsi pengisian kolom harus dilakukan secara


seragam. Adsorben yang telah dimasukkan dapat diseragamkan kepadatannya
dalam kolom dengan menggunakan vibrator atau plunger. Selain itu adsorben juga
dapat dimasukkan dalam bentuk larutan dan partikelnya dibiarkan mengendap.
Apabila pengisian kolom tidak dilakukan seragam akan menghasilkan rongga-
rongga pada bagian tengah kolom. Pada bagian dasar dan atas dari isian kolom
diberi glass wool yang berguna sebagai penyangga isian. Kolom yang telah terisi
bahan isian, permukaan cairannya tidak boleh dibiarkan turun dibawah permukaan

6
bahan isian bagian atas, karena akan menjadi peluang bagi gelembung-gelembung
udara untuk masuk kedalam kolom. Gambar skematik alat yang dipakai untuk
kolom kromatografi adsorbsi seperti pada gambar II.1.

Gambar II. 1 Contoh alat untuk kromatografi adsorbsi (Adnan, 1997)


Kecepatan suatu proses elusi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti,
ukuran partikel dalam bahan isian, dimensi kolomnya, viskositas cairan dan tekanan
yang digunakan untuk mengalirkan zat pelarut. Kecepatan eluen ini pada umumnya
sekiar 1 cm per menit.

2.2 Kromatografi Partisi


Dalam kromatografi partisi pemisahannya dilakukan berdasarkan perbedaan
partisi analit dalam fase gerak dan fase diam cair yang tidak bercampur dimana
terikat pada penyangga kolom. Larutan penyangga berfungsi untuk menjaga
kelarutan masing-masing komponen sebelum dan sesudah masing-masing terpisah
didalam kolom. Contoh penyangganya yaitu kieselguhr, selulosa, silika gel,
alumina C8 dan C18 (Putra, 2004).

Ada dua jenis teknik dalam kromatografi partisi yaitu sebagai berikut:

1. Kromatografi partisi fase normal

Fase gerak (hidrofobik) yang digunakan dalam ternik ini yaitu bersifat kurang
polar atau non polar dan fase diamnya (hidrofilik) bersifat lebih polar. Pada teknik
ini sampel memiliki tingkat kepolaran lebih rendah akan terelusi lebih awal.

2. Kromatografi partisi fase terbalik

7
Teknik ini menggunakan fase gerak (hidrofilik) yang bersifat polar dan fase
diam (hidrofobik) bersifat non polar sehingga pada teknik ini sampel yang memiliki
kepolaran lebih tinggi maka akan terelusi lebih awal.

Gambar II. 2 Hubungan antara kepolaran dan waktu elusi pada kromatografi
fase normal dan fase terbalik (Skoog, 1998)

Kromatografi partisi biasanya terdiri dari pasangan fase diam polar dan fase gerak
nonpolar untuk proses elusi pada sampel. Pelarut nonpolar ini harus dilengketkan pada
penyangga padat. Salah satu contohnya yang biasa digunakan yaitu pelarut benzena
yang dilekatkan pada serbuk karet yang bertindak sebagai fase diam serta pelarut air
sebagai fase geraknya. Sistem ini dinamakan dengan sistem kromatografi fase balik
yaitu dimana fase diam nonpolar dan fase gerak polar merupakan kebalikan dari sistem
kromatografi biasa.

2.3 Kromatografi Penukaran Ion


Penukaran ion merupakan proses substitusi atau penggantian satu jenis
senyawa ionik dengan yang lain. Proses ini terjadi pada suatu permukaan fase diam.
Fase diam ini adalah suatu matriks yang kuat, dimana permukaannya memiliki
muatan berupa muatan positif ataupun negatif. Matriks padat yang memiliki gugus
fungsional bermuatan negatif berfungsi sebagai penukar kation, sedangkan apabila
bermuatan positif berfungsi sebagai penukar anion. Contoh gugus fungsional
bermuatan negatif yaitu gugus sulfonat dan bermuatan positif yaitu gugus amin
kuaterner.

Proses dalam pertukaran ion ini merupakan proses kompetisi antara ion solut
pada fase gerak dengan ion lawannya yang terikat pada gugus fungsional matriks
yang bermuatan berlawanan. Hal ini berarti bahwa ion solut harus dapat
menggantikan satu atau lebih ion lawan yang terikat pleh fase diam (maktriks).
Misal, apabila kita memiliki ion yang bermuatan positif (⁺) atau penukar ion yang

8
telah mengikat ion lawan B⁻ dan dalam fase gerak terdapat ion solut A⁻, maka
proses pertukaran ion dapat digambarkan sebagai berikut.

⁺ B ⁻ + A⁻ ======= ⁺ A ⁻ + B⁻

(Adnan, 1997)

Bahan dalam matriks penukar ion yang biasanya digunakan yaitu resin
sintetik, seperti matriks (cross linked) polistiren, polidekstran, selulosa dan silika.
Polistiren resin ini terdiri dari polimer tiga dimensional divinil benzen dan stiren
seperti gambar dibawah ini.

Gambar II. 3 Struktur divinil benzen dan stiren (Adnan, 1997)

Pada resin tipe ini berfungsi sebagai matriks penukar ion yang memiliki sifat
mudah membengkak dalam medium air karena adanya tekanan osmose dalam
kerangka matriks tersebut. Tingkat pembengkakan ini dapat dikurangi dengan
dilakukannya penaikan pada jumlah ikatan silang yaitu dengan menaikan
presentase divinil benzen dalam polimer. Hasil dati kenaikan ikatan silang ini akan
menyebabkan resin yang dihasilkan menjadi lebih kekar, kurang membengkak,
porositasnya lebih kecil dan daya larut dari struktur polimer tersebut akan menurun.

9
Gambar II. 4 Tipe struktur resin. Microreticular (a), macroreticular (b), pellicular
(c), superficially porous (d). (Kraak,1982)
Gambar tersebut menunjukkan beberapa tipe struktur resin yang digunakan.
Pada resin Microreticular (a) memiliki kelemahan dapat menghambat transport
molekul yang besar kedalam matrik dan juga kedalam gugus fungsional,
macroreticular (b) memiliki pori yang kecil dan pori yang besar serta berbagai
kanal sehingga dapat mengatasi kelemahan dari Microreticular. pellicular (c) dan
superficially porous (d) memiliki fungsi untuk mempercepat proses difusi dalam
partikel dengan penyangga glass bead. Penggunaan tipe ini memiliki
keuntungannya sendiri yaitu dapat dihindari terjadinya pembengkakan dan
terjadinya perbedaan tekanan dalam kolom selama operasi. Kelemahan dari tipe ini
yaitu kapasitasnya lebih kecil.

2.4 Kromatografi Filtrasi Gel


Kromatografi filtrasi gel biasanya digunakan untuk pemisahan campuran-
campuran senyawa berdasarkan berat molekulnya. Pemisahan berdasarkan besarnya
molekul ini karena prosesnya melalui kolom yang berisi bahan isian yang bersifat
ayakan atau filtrasi. Gel merupakan struktur jaringan tiga dimensi yang terbentuk
karena adanya ikatan silang yang terjadi dalam proses polimerisasi. Gel secara
selektif dapat mengeksklusikan molekul-molekul yang besar dari lubang yang
dimilikinya. Gel inilah yang berperan sebagai fase diam dan fase geraknya adalah
air (untuk kromatografi filtrasi gel) dan pelarut organik (untuk kromatografi
permiasi gel). Molekul yang memiliki ukuran lebih besar dari pada ukuran porinya
maka akan mengalami eksklusi, sedangkan untuk molekul yang lebih kecil dari
ukuran porinya maka akan masuk melalui pori dalam struktur gel tersebut (Adnan,
1997).

Ada beberapa macam tipe gel yaitu sephadex, bio gel, agarose, porous glass
dan styragel. Pada tipe gel sephadex biasanya digunakan untuk pemisahan protein
dan senyawa-senyawa yang berat molekulnya besar. Sephadex ini dibuatnya dari
polisakarida dextran. Gel ini tidak larut dalam air, tahan dalam alkali, asam lemak,
dan zat pengoksidasi pereduksi yang lemah. Namun, apabila diekspos pada waktu

10
yang lama gel ini akan pecah serta hindari penggunaan pada suhu diatas 120 ̊ C.
Berikut tabel jenis-jenis sephadex dan batas eksklusinya (Adnan, 1997).

Tabel II. 1 Jenis gel sphadex

Jenis Air yang dapat Batas eksklusi Variasi fraksinasi


terikat, g/g kering (Massa molekul) Mol.Wt.Limits
G-10 1,0 700 Sampai 700
G-25 2,5 5.000 100-5.000
G-50 5,0 10.000 500-10.000
G-75 7,5 50.000 1.000-50.000
G-100 10,0 100.000 5.000-100.000
G-200 20,0 200.000 5.000-200.000

Tipe bio gel P merupakan gel yang lebih inert, dimana gel ini dibuat dari
kopolimerisasi venil-amid dan N,N-metilen biakrilamid. Polimer tersebut memiliki
sifat yang tidak larut dalam air dan perlarut organik serta dapat digunakan pada pH
2-11. pH sangat mempengaruhi, apabila pH nya lebih tinggi maka akan
menghidrolisis gugus amidnya. Batas eksklusi gel ini yaitu 1800-400.000. Pada gel
agarose biasanya digunakan untuk pemisahan senyawa dengan berat molekul diatas
500.000. agarose ini terbuat dari poligalaktopiranose dalam bentuk bead yang agak
lunak dan tidak tahan pada tekanan yang tinggi. Tipe gel porous glass baik
digunakan pada tekanan yang tinggi. Tipe styragel digunakan untuk pemisahan
yang tidak menggunakan air, tetapi gel ini dapat membengkak pada pelarut organik.

11
Gambar II. 5 skema pemisahan analit berdasarkan ukuran molekulnya dengan
kromatografi eksklusi (Johnson, 1977).
Berdasarkan gambar II.5. pada gambar A menunjukkan waktu injeksi pada
sampel. Gambar B menunjukkan terjadinya pemisahan didalam kolom berdasarkan
ukuran dari molekulnya. Gambar C menunjukkan bahwa analit dengan ukuran
molekul lebih besar akan keluar lebih dulu serta gambar D menunjukkan analit
dengan molekul lebih kecil akan berada didalam kolom lebih lama.

BAB III
MEKANISME KROMATOGRAFI KOLOM

Mekanisme atau cara kerja dari kromatografi kolom yaitu fase diamnya berupa zat
padat dan fase geraknya berupa zat cair. Zat padat sebagai fase diam pada kromatografi
kolom tepatnya merupakan suatu adsorben. Silika gel, selulosa, atau alumina

12
merupakan adsorben yang biasa digunakan pada kromatografi kolom. Adsorben-
adsorben tersebut tersedia dalam bentuk asam, basa, atau netral. Beberapa pertimbangan
dalam memilih adsorben yang akan digunakan yaitu jumlah sampel yang dipisahkan,
tingkat kesulitan pemisahan komponen-komponen dalam sampel, dan sifat kimia
adsorben yang akan digunakan. Setiap gram sampel secara umum membutuhkan 30-50
gram adsorben untuk dapat dipisahkan. Jumlah adsorben dapat ditingkatkan hingga
mencapai 200 gram jika pemisahan yang dilakukan sulit. Semakin besar perbedaan
kepolaran dari komponen-komponen dalam sampel, maka akan semakin sedikit pula
jumlah sampel yang dibutuhkan. Adapun berkaitan dengan sifat kimia adsorben yang
akan digunakan, perlu diperhatikan karena memiliki tujuan untuk menghindari
terjadinya reaksi yang tidak diinginkan antara adsorben dengan sampel dalam kolom.
Misalnya, alumina basa dapat mengakibatkan reaksi hidrolisis ester atau reaksi
kondensasi aldol pada aldehida, alumina asam dapat mengakibatkan reaksi dehidrasi
alkohol tersier, dan lain-lain (Sholikah, 2016).

Zat cair sebagai fase gerak pada kromatografi kolom merupakan suatu pelarut.
Pelarut tersebut memiliki sifat-sifat yang dapat memengaruhi mobilitas senyawa-
senyawa penyusun sampel. Sifat tersebut berkaitan dengan kekuatan elusi pelarut.
Kekuatan elusi beberapa pelarut apabila diurutkan yaitu air > metanol > etanol > aseton
> etil asetat > kloroform > dietil eter > metilen diklorida > benzena > toluena > karbon
tetraklorida > heksana > petroleum eter (Sholikah, 2016).

Kromatografi kolom membutuhkan bahan yang banyak dan waktu yang lama.
Oleh karena itu, fase gerak harus sudah ditentukan supaya sebelum dilakukan
kromatografi pola pemisahan yang diinginkan telah diperoleh. Solusi untuk
menyelesaikan masalah ini yaitu dengan menerapkan data KLT pada pemisahan dengan
kolom, dengan menggunakan elusi landaian umum mulai dari pelarut non-polar sampai
pelarut polar, dan melakukan penelusuran pustaka (Septiandari, 2016).

Kolom sederhana yang terbuat dari gelas biasanya digunakan untuk melakukan
kolom kromatografi. Kolom tersebut dilengkapi dengan keran dan di dalamnya terdapat
gelas penyaring. Buret pun terkadang dapat digunakan sebagai kolom. Ukuran dari
kolom bergantung kuantitas sampel yang akan dipisahkan. Kolom terkecil memiliki
panjang sejumlah kecil sentimeter dan sejumlah kecil diameter saja, sementara yang
paling besar dapat memiliki ukuran sejumlah besar sentimeter pada diameternya dan
pada panjangnya. Gelas wool atau kapas dimasukkan ke dalam kolom dengan tujuan
untuk menahan adsorben (Braithwaite & Smith, 1995; Sastrohamidjojo, 1985).

13
Gambar III. 1 Kolom yang digunakan dalam kromatografi kolom (Sastrohamidjojo,
1985)
Pemasukkan adsorben ke dalam kolom harus memposisikan agar permukaan
adsorben benar-benar horizontal. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir terjadinya
cacat kolom saat proses elusi berjalan. Pengisian adsorben harus teratur agar batas-batas
pita kromatografi tidak rusak. Selain itu, saat pengisian kolom, posisi kolom harus
benar-benar vertikal, dilakukan sampai homogen, dan terbebas dari gelembung udara
(Sastrohamidjojo, 1985; Sholikah, 2016). Gelembung-gelembung udara yang muncul
selama pengisian menyebabkan putusnya penyerap atau adsorben dalam kolom atau
dengan kata lain menjadi tidak homogen. Hal tersebut dapat dicegah dengan membuat
adsorben menjadi bubur dengan melarutkannya dengan eluen yang akan digunakan.
Bubur adsorben lalu dimasukkan ke dalam kolom secara perlahan-lahan.
Pengguncangan kolom dengan pelan-pelan dapat membantu bubur adsorben turun dan
menjadi homogen. Adsorben yang telah masuk ke dalam kolom harus dipastikan tidak
kering, baik selama pengisian ataupun selama pemisahan. Apabila partikel-pertikel
adsorben memiliki ukuran yang sama, akan membuat pengisian kolom menjadi lebih
mudah untuk homogen. Akan tetapi, partikel-partikel adsorben dengan ukuran yang
sama sangat jarang ditemukan (Sastrohamidjojo, 1985).

Sampel dimasukkan ke dalam kolom melalui bagian atas kolom dengan dapat
menggunakan pipet tetes. Sampel yang dimasukkan harus serata dan sepekat mungkin
serta pengendapan dan pengguncangan kolom harus dicegah. Pengguncangan kolom
dapat memungkinkan terjadinya kerusakan pita-pita. Permukaan yang rata dapat
diperoleh dengan meletakkan kertas saring atau pasir bersih pada permukaan penyerap
dalam kolom sehingga membentuk lapisan tipis. Pemasukkan sampel ke dalam kolom

14
menggunakan pipet tetes dilakukan dengan menempelkan ujung pipet pada dinding
kolom, tepatnya sedikit di atas permukaan penyerap. Ujung pipet digerakkan berkeliling
dalam kolom selama cuplikan keluar dari pipet dengan sambil dicegah ujung pipet
bersentuhan dengan permukaan penyerap. Apabila ada cuplikan yang tertinggal pada
dinding kolom, pelarut murni dapat digunakan untuk memasukkan cuplikan tersebut.
Pelarut sudah boleh dimasukkan ke dalam kolom apabila semua cuplikan telah diserap
oleh adsorben. Pemasukkan pelarut ke dalam kolom dapat menggunakan corong
pemisah (Sastrohamidjojo, 1985).

Gambar III. 2 Pemasukkan cuplikan atau sampel ke dalam kolom (Sastrohamidjojo,


1985)
Proses pemisahan pada kromatografi kolom dilakukan dengan mengisikan
adsorben atau penyerap ke dalam kolom. Lalu, pelarut atau fase gerak dialirkan ke
dalam kolom. Sedikit cuplikan dari sampel dimasukkan melalui sebelah atas dari kolom,
tepatnya pada ujung atas kolom di atas bagian penyerap yang berada pada tabung kaca.
Terbentuklah jalur-jalur serapan dari senyawa, seperti diilustrasikan pada gambar 1.
Sementara itu, pelarut atau eluen dialirkan terus-menerus. Eluen akan melewati kolom
karena adanya tekanan atau karena adanya gravitasi bumi. Eluen akan melewati kolom
sambil membawa senyawa-senyawa yang merupakan komponen-komponen dari
sampel. Senyawa-senyawa sampel yang terlarut bergerak dalam kolom dengan
kecepatan yang berbeda lalu saling memisah dan berkumpul menjadi fraksi-fraksi ketika
keluar dari bawah kolom (Sastrohamidjojo, 1985; Sholikah, 2016).

15
Gambar III. 3 Gambar kolom yang berisi glass wool dan adsorben (sebelah kiri) dan
gambar kolom kromatografi yang telah diisi pelarut, terbentuk jalur-jalur serapan
(sebelah kanan) (Sastrohamidjojo, 1985)
Kecepatan migrasi suatu komponen saat dibawa oleh eluen di dalam kolom
bergantung pada berapa besarnya komponen tersebut tertahan oleh adsorben.
Komponen yang diserap lemah oleh adsorben akan bergerak lebih cepat dibandingkan
komponen yang diserap kuat. Pemisahan yang sempurna akan terjadi apabila
perbedaan-perbedaan dalam serapan tersebut cukup besar, seperti yang diilustrasikan
pada gambar III.2 sebelah kanan (Sastrohamidjojo, 1985).

Pada proses pemisahan kromatografi kolom juga dilakukan pengaturan aliran


eluen untuk ditampung pada setiap botol vialnya. Pemisahan menggunakan
kromatografi kolom pada dasarnya adalah memisahkan dengan cara melewatkan sampel
pada kolom untuk memisahkan suatu komponen yang ada pada sampel. Dalam kasus
ini, sampel dibawa oleh fase gerak dan pada fase diamnya diisi dengan bahan yang
dapat memisahkan komponen saat fase gerak atau sampel melewati fase diamnya
(Laksono, Fachriyah, & Kusrini, 2014; Wati, 2014).

Sama halnya dengan kromatografi kertas, memisahkan suatu campuran menjadi


komponen-komponennya juga merupakan prinsip kromatografi kolom. Campuran
tersebut terdistribusi di antara fase gerak atau eluen dan fase diam. Fase gerak cair
bersaing dengan fase diam padat terhadap substrat dan suatu jenis cairan organik atau
anorganik digunakan untuk memisahkan. Kekuatan elusi suatu pelarut kurang lebih
sebanding dengan kepolaran pelarut tersebut, yaitu heksana < benzena < etil asetat <
aseton < metanol < air. Dua jenis utama elusi diketahui pengembang elusi dan elusi
gradasi (Braithwaite & Smith, 1995).

Pada kromatografi kolom terjadi surface activity. Surface activity yaitu keadaan
dimana permukaan dari suatu partikel lebih aktif daripada bagian dalamnya, yang dalam
kromatografi kolom, partikel tersebut merupakan fase diam atau adsorben atau

16
penyerap. Adsorben apabila dimasukkan ke dalam suatu larutan, permukaannya
mempunyai daya tarik pada zat pelarut ataupun pada zat-zat terlarutnya. Proses adsorbsi
atau daya tarik tersebut dapat berupa ionik atau elektrostatis, gaya London atau van der
Waals, daya tarik antara dipol dengan dipol induksi, ikatan hidrogen, ataupun daya tarik
antara dua dipol. Proses adsorbsi atau daya tarik tersebut pada kromatografi kolom
merupakan interaksi yang terjadi antara sampel dengan fase diamnya (Adnan, 1997;
Sumarno, 2005).

Kromatografi kolom terbagi kedalam 4 jenis yaitu kromatografi adsorbsi,


kromatografi pertukaran ion, komoatografi filtrasi gel, dan kormatografi partisi (Adnan,
1997). Berikut penjelasannya:

1. Kromatografi adsorbsi

Kromatografi adsorben menggunakan zat padat sebagai adsorbennya yang akan


menjadi fase stasioner dan juga menggunakan zat cair sebagai fase geraknya. Dalam
kromatografi kolom komponen terpisahkan secara selektif terserap di permukaan
adsorben yang digunakan untuk bahan isian kolom. Adsorben yang biasa digunakan
adalah alumina dan silika gel meskipun ada beberapa adsorben lain yang bisa
digunakan. Antara permukaan satu dengan permukaan yang lain dari tiap adsorben
adalah berbeda. Zat pelarut memiliki peran yang sangat penting dalam menjalankan
proses pemisahan dalam kromatografi kolom, salah satunya adalah mampu menjalankan
elusi terlalu cepat sehingga menyebabkan kan pemisahan yang tidak sempurna dan
sebaliknya. Interaksi yang terjadi dalam kromatografi kolom yaitu adsorben
mengadsorbsi komponen atau sampel secara selektif pada permukaannya. (Adnan,
1997).

2. Kromatografi partisi cair cair

Berbeda halnya dengan jenis adsorbsi yang fase stasionernya menggunakan zat
cair, pada jenis partisi fase stasionernya menggunakan cairan dan fase geraknya bisa
menggunakan cairan maupun gas hal tersebut sama seperti pada HPLC dan GLC (gas
liquid cromatografi). Pada pemakaian kromatografi jenis ini didapat keuntungan seperti
daya ulangnya lebih baik dan berdasarkan kelarutannnya hasil dapat ditentukan, jangka
konsentrasi ang lebih luas sehingga hasil puncak yang didapat lebih simetris dan tajam.
Karena menggunakan fase stasioner dan fase gerak sama-sama cairan maka dari itu
pelarut yang digunakan tidak boleh saling bercampur. Untuk kromatografi fase normal
biasanya pelarut yang sifatnya lebih polar akan menjadi fase stasionernya dan pelarut
yang memiliki sifat lebih non polar akan menjadi fase geraknya, sebaliknya untuk
kromatografi fase terbalik. Interkasi yang terjadi dalam kromatografi partisi yaitu
sampel secara selektif mengalami partisi antara lapisan cairan tipis pada adsorben dan
eluen (Adnan, 1997).

3. Kromatografi pertukaran ion

17
Pengertian dari kromatografi ini merupakan suatu proses pergantian satu jenis
senyawa ionik dengan senyawa lainnya yang terjai pada permukaan fase diamnya. Fase
diamnnya itu sendiri memiliki prmukaan yang bermuatan positif maupun negatif.
Penukaran dapat terjadi saat berada pada bentuk ion atau bermuatan, jumlah fraksi
gugus fungsional yang ada dipengaruhi juga oleh keadaan ph yang ada pada fase
geraknya. adapun kegunaan dari kromatografi jenis ini adalah untuk menghiangkan ion,
memisahkan asam amino, dan mengkonsentrasikan komponen yang memiliki kadar
kecil. Interaksi yang terjadi dalam kromatografi pertukaran ion yaitu pengikatan
komponen yang berupa ion oleh fase diam yang berupa penukar ion. Komponen yang
berupa ion tersebut akan secara selektif terelusi oleh eluen (Adnan, 1997).

4. Kromatografi filtrasi gel

Pemisahan kromatografi jenis ini didasarkan pada berat molekulnya, karena isi
dari kolom kromatografi filtrasi gel berfungi sebagai filtrasi. Adapun kegunaannya
adalah untuk menghilangkan kandungan garam dari suatu makromolekul, dapat
melakukan pemekatan konsentrasi, dan fraksinasi. Interaksi yang terjadi dalam
kromatografi filtrasi gel yaitu pemisahan komponen-komponen suatu sampel oleh fase
diam berupa gel yang bersifat permeabel. Pemisahan tersebut didasarkan pada ukuran
molekul dari komponen yang dipisahkan, seperti proses pengayakan (Adnan, 1997).

18
BAB IV
TEKNIK PREPARASI KROMATOGRAFI KOLOM

4.1 Kromatografi Kolom Cara Basah


Silika gel type G-60 diaktivasi dengan dipanaskan dalam oven dengan suhu 1
o
10 C selama 2 jam, setelah dua jam silika didinginkan dalam desikator selama 15 m
enit. Kolom bagian bawah akan diisi dengan glass wool dan eluen (n-heksana : etil
asetat). Dibuat bubur silika gel dengan dimasukkan silika gel kedalam beaker glass
dan di tambahkan eluen. Aduk campuran hingga homogen, tidak terdapat gelembun
g udara yang masuk. Bubur silika gel dimasukkan kedalam kolom dan didiamkan s
elama 24 jam. Cuplikan diambil 0,2 gram dicampur dengan 1 mL eluen. Kran dibuk
a secara perlahan dan sedikit demi sedikit,eluen akan keluar hingga tersisa diatas fa
se diam namun tidak melebihi fase diam. Lalu ,tutup kran kemudian masukkan cam
puran cuplikan dan eluen menggunakan pipet dan ditunggu hingga cuplikan turun.
Selanjutnya ditambahkan eluen, dibuka kran dan dilakukan elusi. Eluat akan ditamp
ung setiap 2mL dalam botol vial. lakukan elusi dengan menjaga agar silika gel dala
m kolom selalu terendam eluen (Kusmiyati & Handayani, 2011).

4.2 Kromatografi Kolom Cara kering


Kolom diisi dengan glasswool pada bagian bawah, silika gel type G-60 diakti
vasi dengan dipanaskan didalam oven selama 2 jam pada suhu 110oC. Silika gel yg
telah diaktivasi didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Dimasukkan silika g
el G-60 ke dalam kolom dan selama penambahan ini kolom diteakn atau diratakan
untuk memampatkan fase diam. Kemudian secara perlahan ditambahkan eluen hing
ga silika dalam kolom terendam eluen. Cuplikan diambil 0,2 gram dicampur denga
n 1 mL eluen. Kran dibuka secara perlahan dan sedikit demi sedikit,eluen akan kelu
ar hingga tersisa diatas fase diam namun tidak melebihi fase diam. kemudian , Ditut
up kran lalu dimasukkan campuran cuplikan dan eluen menggunakan pipet dan tun
ggu hingga cuplikan turun. Selanjutnya ditambahkan eluen, dibuka kran dan dilaku
kan elusi. Eluat akan ditampung setiap 2mL dalam botol vial. lakukan elusi dengan
menjaga agar silika gel dalam kolom selalu terendam eluen (Suryani, 2011).

Campuran, kolom yang telah dipilih dipisahkan sesuai campuran diisi dengan
bahan penyerap seperti alumina dalam keadaan kering atau dibuat seperti bubur dengan
pelarut. Lakukan pengisian dengan bantuan batang pengaduk untuk memanfaatkan
adsorben dan gelas wool pada dasar kolom. Lakukan pengisian secara hati-hati dan
sepadat mungkin agar rata sehingga terhindar dari gelembung-gelembung udara,
biasanya kolom setelah diisi divibrasi diketok-ketok untuk membantu homogenitas.

Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut yang sesuai, larutan cuplikan


dituangkan pada kolom bagian atas. Larutan cuplikan akan mengalir ke dalam adsorben.
Komponen-komponen akan diadsopsi ke dalam campuran dari larutan secara kuantitatif
oleh bahan penyerapnya yang berupa pita sempit pada permukaan atas kolom.

19
penambahkan pelarut dilakukan secara terus-menerus, masing-masing komponen akan
bergerak ke bawah melalui kolom. Kesetimbangan baru akan terjadi pada kolom bagian
atas antara bahan penyerap, komponen campuran dan eluen. Kesetimbangan dapat
dikatakan tetap apabila suatu komponen yang satu dengan komponen yang lainnya
dapat bergerak ke bagian bawah kolom dengan rentang waktu atau kecepatan yang
berbeda-beda hingga terjadi pemisahan (Yazid, 2005: 200-201).

Meletakkan sampel pada kolom yang baik adalah menggunakan cara mencampur
dengan fase diam. Bagian sampel dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, Pelarut yang
digunakan adalah pelarut yang sama digunakan saat ekstrak. Larutan yang telah ekstrak
kemudian dicampur dengan 2,0-3.0 bagian fase diam, kemudian Campuran dikeringkan
dalam rotary evaporator hingga memperoleh serbuk ekstrak kering. Serbuk kemudian
ditaburkan diatas packing kolom dan ditutup dengan selapis pasir.

Cuplikan yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu, kemudian cuplikan dila
rutkan pada pelarut yang sesuai. Cuplikan yang telah siap digunakan akan dimasukkan k
edalam packing kolom. . Fase gerak akan keluar setes demi setetes,disaat itu atur
kecepatan menetesnya bergantung pada besar-kecilnya kolom dan dijaga kolom tetap
terendam, untuk itu ditambah fase gerak perlahan-lahan dan dijaga tidak merusak
packing kolom. Fase gerak yang lebih dulu keluar akan ditampung sebagai fraksi.
Volume fraksi tergantung berat sampel semakin kecil volume fraksi yang diperoleh
maka pemisahan akan semakin baik.

Fase gerak yang telah dielusi dimasukkan kedalam kolom dengan cara
menuangkan sedikit demi sedikit atau dialirkan dari bejana yang diletakkan diatas
kolom sehingga fase gerak dapat mengalir dengan sendirinya. Beberapa cara yang lebih
praktis yaitu dengan cara memasukkannya kedalam corong pisah, Pada ujung corong
pisah dimasukkan kedalam kolom dan pada ujung lainnya ditutup, sedangkan pada
keran terbuka. Akan keluar Fase gerak dengan sendirinya sesuai dengan keluarnya fase
gerak dari kolom.

4.3 identifikasi kromatografi kolom

pada visualisasi senyawa tergantung pada sampel yang digunakan, hasil yang
didapatkan apabila senyawa aktif yang digunakan sebagai sampel dapat di karakterisasi
lebih lanjut menggunakan alat yang lebih kompleks seperti menggunakan FTIR atau
NMR
Pada metode kromatografi kolom dilakukan untuk memurnikan bahan kimia
tunggal dari campurannya. Biasanya metode ini digunakan untuk aplikasi preparasi
untuk sekala microgram hingga kilogram. Pada Pembuangan fase diam dilakukan untuk
mencegah adanya kontaminasi silang dan degradasi fase diam akibat pemakaian ulang.
Pada Kromatografi kolom mempunyai aliran yang tetap pada semua eluat yang melalui
detector dengan berbagai macam konsentrasi, detector antara konsentrasi sampel akan

20
terelusi melawan waktu harus dibuat plot. Plot konsentrasi sampel versus waktu disebut
dengan kromatogram.

BAB V
TEKNIK ELUSI KROMATOGRAFI KOLOM

Elusi pada kromatografi kolom menggunakan fase gerak (eluen) yang sama
dengan kromatografi KLT dan kromatografi kertas. Dimana fase geraknya dimasukkan
kedalam kolom yang dituangkan atau dialirkan secara sedikit demi sedikit dari bejana
yang diletakkan diatas kolom. Fase gerak akan mengalir kedalam kolom tersebut
dengan sendirinya (gravitasi) atau bisa juga dibantu dengan tekanan. Cara elusi dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu elusi secara isokratik dan elusi secara gradien. Elusi
secara isokratik yaitu dimana fasa gerak selama proses elusi menggunakan polaritas
yang tetap. Sedangkan pada elusi secara gradien atau yang biasa disebut dengan solvent
programming yaitu dimana polaritas pada fase geraknya berubah-ubah selama proses
elusi berlangsung. Fase gerak yang berada atau yang masuk didalam kolom sering
disebut sebagai eluen. Eluet atau efluen yaitu fase gerak yang keluar dari kolom. Eluet
akan ditampung dalam suatu wadah dengan volume tertentu atau yang disebut dengan
fraksi. Elusi gradien dapat dilakukan dengan menggunakan dua sistem yaitu sistem
tekanan rendah dan sistem tekanan tinggi. Dalam dua sistem tersebut perbedaannya
adalah pada sistem tekanan tinggi pelarut yang akan dipakai memerlukan pompa sendiri
untuk mengaturnya, sedangkan pada tekanan rendah diperlukan katup pengatur aliran
yang dikendalikan dengan suatu mikroprosesor.

Gambar V. 1 Sistem elusi gradien, (a) sistem tekanan tinggi, (b) sistem tekanan rendah
(Macrae, 1988)

21
BAB VI
APLIKASI KROMATOGRAFI KOLOM

6.1 Kromatografi Adsorpsi


Contoh aplikasinya skrining untuk aflatoksin dan okhratoksin A, dimana mini
kolom yang digunakan dibuat dari pipa kaca dengan panjang 150 mm dengan
diameter 8 mm. Kolom tersebut kemudian diisi dengan bahan isian florisil (100-200
mesh) setinggi 15 mm dibagian bawah dan 15 mm dibagian atas dengan alumina
netral yang tidak mempunyai daya fluoresensi. Analisis okratoksin A menggunakan
mini kolom dengan ukuran yang sama namun isiannya dengan 60 mm florisil.
Untuk menutup bagian atas dan bagian bawah kolom menggunakan wol kaca
(Holaday, 1976).

6.2 Kromatografi Partisi


Untuk kromatografi partisi cair cair yang fase diamnya merupakan cairan dan
fase geraknyapun juga cairan sama seperti pda HPLC, contoh pengaplikasiannya
yaitu dapat digunakan sebagai analisis gula dalam es krim. Es krim memiliki jenis
gula sederhana di dalam komposisinya dan konsntrasi tersebut dapat di tentukan
dengan menggunakan kromatografi pratisi cair cair / HPLC. Kolom yang digunakan
adalah kolom mikro bondapak/karbohidrat dengan diameter 4 mm dan panjang 30
cm, ukuran perkolom 2 mm x 55 mm yang isinya adalah bondapak C18/porasil.
Fase gerak yang digunakan adalah campuran asetonitril air (80/20 v/v) yang
berkecepatan 2 ml/menit dan detektor yang digunkan adalah differential
refractometer. (Hurs, 1979)

6.3 Kromatografi pertukaran ion


Aplikasi dari kromatografi pertukaran ion ada 3 contoh, yaitu:
 Sebagai pemisahan ion logam
Berfungsi untuk menegetahui kandungan pada tiap komponennya dan
sebagai pemisahan campuran ion, selain kedua hal tersebut dapat juga
digunakan untuk pembersih ion pada air sadah. Contoh pemisahan campuran
ion Cd, Li, Na, dan K pada kolom 37 cm x 2,4 cm menggunakan isian Dowx
50 dan pada masing masing kation memiliki konsentrasi sebesar 0,2 mM,
lalu pada pengerjaan elusi dilakukan dengan larutan 0,2 M HCL
berkecepatan 0,55 cm/menit (Adnan, 1997).
 Untuk mengukur kadar ion
Penentuan klium nitrat yang terdapat pada gula pasir dapat diukur dengan
teknik penukaran ion. Caranya yaitu 300 gram sampel gula yang
menganfdung KNO3 dilarutkan dalam 100 mL air, kemudian dialirkan

22
melalui penuka ion yang berbentuk H dan kadar kalium nitrat dapat dihitung
dari hasil reaksi yang didapat.
 Untuk menentukan kadar lisinoalanin yang terdapat dalam makanan
Lisinoalanin adalah senyawa yang dapat terbentuk pada pengolahan
protein saat proses perlakuan dengan alkali dan juga saat pemanasan.
Senyawa tersebut bisa menyebabkan terjadinya lesi ginjal di tikus percobaan.
Umumnya analisis senyawa ini menggunakan pertukaran ion dengan sistem
deteksi menggunaka nihidrin dan pada kolom pendek digunakan amino acid
analyzer, yang berfungsi sebagai pemisahan senyawa lisioalanin dari asam
amino yang sifatnya basis. (Adnan, 1997).

6.4 Kromatografi Filtrasi Gel


Terdapat 3 aplikasi dari penggunaan kromatografi filtrasi gel, diantaranya
yaitu:

 Sebagai penghilang kandungan garam (desalting)


Pada dunia biokimia terdapat masalah umum yang dihadapi, yaitu untuk
melakukan pemisahan garamdan molekul kecil yang berasal dari
makromolekul. Penggunaan kolom sederhana dengan menggunakan
kecepatan aliran tinggi dapat dilakukan karena perbedaan besar antara
koefisien distribusi yang berasal dari makro dan mikromolekul tersebut.
Contonya dengan menggunakan bahan spadex G-25 dapat mengelusi
menggunakan volume pelarut Vo dengan solut yang memiliki BM > 5000.
Solut dengan BM > 1000 akan dielusikan setelah makromolekul dan
seterusnya. keuntugan yang diperoleh dari cara ini adalah pengelusian
makromolekul berada dalam konsentrasi yang tidak berubah (Adnan, 1997).
 Untuk pemekatan konsentrasi
Jika suatu larutan encer yang berasal dari zat yang memiliki BM yang juga
tinggi konsentrasiya dapat dipekatkan menggunakan sifat gel kering yang
higroskopik. Bahan sphadex G-200 yang dapat menyerap air sebanyak 20
kali berat gel berada dlam keadaan kering (Adnan, 1997).
 Sebagai fraksinasi
Pemisahan jenis ini lebih berkhusus pada campuran senyawa yang
memiliki perbedaan nilai k dan jug dapat dipisahkan menggunakan kolom
panjang, waktu yang dihasilkan untuk proses ini panjang hal tersebut karena
aliran yang berjalan secara lambat pada saat proses dilakukan. (Adnan,
1997).

BAB VII
PENUTUP

23
7.1 Kesimpulan
Kromatografi kolom adalah kromatografi dengan metode yang klasik dan
masih banyak dipergunakan. Kromatografi kolom sering digunakan dalam
pemisahan senyawa dengan jumlah yang begitu banyak didasarkan dari adsorpsi
dan partisi. Kromatografi kolom yaitu teknik dengan pemisahan kimia yang
didasarkan dari pertukaran antara ion kation dan ion anion. Kromatografi kolom
termasuk dalam kromatografi yang menggunakan kolom sebagai alat yang
digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam
campuran. Alatnya berupa pipa gelas yang telah dilengkapi kran pada bawah kolom
yang berfungsi untuk mengendalikan laju alir zat cair, ukuran kolom tergantung
banyaknya dari zat yang dipisahkan. perbandingan diameter dan panjang kolom
yang umum digunakan 1:8. Perbandingan terhadap daya penyerapan yaitu 25-30
kali dari berat awal bahan yang akan dipisahkan. teknik ini sering digunakan dalam
proses pemisahan terhadap senyawa organik.

7.2 Saran
Demikian makalah ini disusun, tentunya banyak kekurangan baik dalam segi isi,
penyampaian dan mekanisme. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Penulis juga berharap kromatografi kolom yang telah disajikan dalam bab,
pembahasan dapat dijadikan sebagai referensi ataupun tambahan wawasan bagai
pembaca dan penulis.

24
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. (1997). Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan (1st ed.).
Yogyakarta: ANDI.
Braithwaite, A., & Smith, F. J. (1995). Chromatographic Methods (5th ed.). Boston:
Kluwer Academic Publishers.
Iktikhafsari, N. A. (2014). METODE PEMISAHAN (Fitokimia). Retrieved March 24,
2020, from Scribd.com website:
https://www.scribd.com/doc/241134628/METODE-PEMISAHAN-Fitokimia
Kusmiyati, A. N., & Handayani, S. (2011). Isolasi dan Identifikasi Zat Aktif Ekstrak
Metanol Rimpang Kunyit Putih (Curcuma Mangga val) Fraksi Etil Asetat. Jurnal
Ilmiah Kefarmasian, 1(2).
Laksono, F. B., Fachriyah, E., & Kusrini, D. (2014). Isolasi dan Uji Antibakteri
Senyawa Terpenoid Ekstrak N-Heksana Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia
purpurata). Jurnal Kimia Sains Dan Aplikasi, 17(2), 37–42.
Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi (2nd ed.). Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Septiandari, N. (2016). ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID FRAKSI PETROLEUM
ETER HASIL HIDROLISIS EKSTRAK METANOL ALGA MERAH (Eucheuma
spinosum) MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI KOLOM CARA KERING DAN
BASAH. UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG.
Sholikah, A. N. L. (2016). ISOLASI SENYAWA STEROID DARI FRAKSI
PETROLEUM ETER HASIL HIDROLISIS EKSTRAK METANOL ALGA MERAH
(Eucheuma spinosum) MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI KOLOM.
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG.
Sumarno. (2005). Analisis Instrumen II (Kromatografi) (1st ed.). Yogyakarta: Sumarno.
Suryani, E. (2011). Isolasi dan Elusidasi Struktur Senyawa Triterpenoid dari Ekstrak
Etil Asetat Kulit Batang Tumbuhan Kecapi (Sandoricum koetjape Merr.). Artikel
Universitas Andalas Padang, 1–15.
Syarif, M. (2020). KROMATOGRAFI KOLOM II.2.1 Pengertian Kromatografi Kolom.
Retrieved March 24, 2020, from Academia.edu website:
https://www.academia.edu/15645322/KROMATOGRAFI_KOLOM_II.2.1_Penger
tian_Kromatografi_Kolom?auto=download
Wati, N. F. N. (2014). PENINGKATAN KUALITAS MINYAK NILAM MELALUI
PROSES ADSORPSI MENGGUNAKAN ADSORBEN γ -ALUMINA DENGAN
SISTEM FLOW. Indonesian Journal of Chemical Research, 2(1), 84–95.

25
Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika Paramedis. Yogyakarta: Andi

26

Anda mungkin juga menyukai