KROMATOGRAFI GAS
Disusun oleh
Dosen
Dr. Tiah Rachmatiah, M.Si., Apt
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Makalah Fitokimia dengan
topik “KROMATOGRAFI GAS” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun
guna memenuhi mata kuliah Fitokimia di Institut Sains dan Teknologi Nasional
Jakarta. Penulis berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca, khusunya mahasiswa farmasi mengenai bagaimana proses
kromatografi gas
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Tiah Rachmatiah, M.Si.,
Apt, selaku dosen mata kuliah Fitokimia. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah
ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
1.1. Latar Belakang .......................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................
1.3. Tujuan.....................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................
2.1 Pengertian Kromatografi Gas..................................................................................
2.1.1 Prinsip Kromatografi Gas............................................................................
2.1.2 Sistem Peralatan Kromatografi Gas (skema alat)........................................
2.1.3 Fase Gerak pada Kromatigrafi Gas .............................................................
2.1.4 Ruang suntik sampel pada Kromatografi Gas.............................................
2.1.5 Kolom pada Kromatografi Gas....................................................................
2.1.6 Detektor pada Kromatografi Gas.................................................................
2.1.7 Komputer ....................................................................................................
2.1.8 Derivatisasi pada Kromatografi Gas ...........................................................
2.1.9 Penerapan Kromatografi Gas Dalam Bidang Farmasi.................................
2.1.10 Fungsi Kromatografi Gas............................................................................
2.2 Cara kerja Kromatografi Gas...................................................................................
2.3 Kelebihan dan kekurangan Kromatografi Gas........................................................
2.4 Sample yang dapat dianalisis oleh kromatografi gas...............................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................
4.1 Kesimpulan ..............................................................................................................
4.2 Saran.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903, mencoba
memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu kolom yang
berisi kapur (CaSO4). Istilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan
daerah-daerah yang berwarna yang bergerak ke bawah kolom.
Dasar pemisahan secara kromatografi gas ialah penyebaran cuplikan di antara
dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Kromatografi gas merupakan salah satu
cara untuk memisahkan senyawa-senyawa organik. Bila fase diam berupa zat padat,
kita sebut sebagai kromtografi zat padat (KGP). Ini didasarkan pada sifat penyerapan
kemasan kolom untuk memisahkan cuplikan yang dianalisis. Bila fase diam berupa
zat cair, maka disebut kromatografi cair (KGC). Fase cair berupa lapisan tipis pada
zat padat pendukung dan pemisahan didasarkan pada partisi cuplikan yang masuk
kemudian ke luar dari lapisan tipis zat cair
Pada kromatografi gas, fase geraknya berupa gas yang dialirkan ke dalam
kolom dengan tekanan aliran yang sedemikian rupa teratur melewati sistem injektor.
Beberapa mikroliter cuplikan dapat disuntikkan dengan menggunakan jarum suntik
ke injektor. Di dalam injektor cuplikan akan menjadi fase gas dan bersama-sama gas
pembawa masuk ke dalam kolom.
Di dalam kolom senyawa-senyawa cuplikan terpisah satu terhadap yang lain
karena adanya interaksi antara senyawa dan fase diam. Suhu kolom harus dijaga
agar cuplikan tetap berupa gas. Senyawa-senyawa yang mempunyai afinitas rendah
terhadap fase diam akan keluar terlebih dahulu dari kolom dan senyawa yang
mempunyai afinitas yang tinggi akan ke luar.
Analisis minyak tumbuhan dapat dilakukan dengan cara kromatografi. Dua
cara kromatografi utama yang digunakan ialah KLT untuk uji pemurnian minyak
dan kromatografi gas untuk identifikasi asam lemak yang terkandung dalam minyak.
Dengan menggunakan kromatografi gas komponen-komponen dalam minyak dapat
dipisahkan satu sama lain (Harborne, 1987).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan analisis minyak mentah dan minyak
atsiri dalam buah memberikan hasil terbaik menggunakan kromatografi gas baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya
adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi
sempel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih
tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penentu zat padat
penyerap. Ide untuk menfraksionasikan gas-gas dengan menginteraksikan terhadap
suatu zat padat atau cairan tidak bergerak melalui suatu aksi selektif terhadap suatu
komponen tertentu, pertama kali disarankan pada tahun 1941. Metode ini menjadi
popular setelah tahun 1955. Pemakaian zat cair sebagai fase diam ternyata lebih
meluas dibandingkan zat padat, sehingga teknik ini kadang kala dikenal sebagai
kromatografi gas-cair.
1.2. Rumusan masalah
1) Apa yang dimaksud dengan kromatografi gas?
2) Apa prinsip dari kromatografi gas ?
3) Bagaimana cara kerja kromatografi gas ?
4) Apa kelebihan dan kelemahan kromatografi gas ?
1.3. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah kromatografi gas yaitu untuk mengetahui cara
memisahkan dan menentukan suatu campuran komponen yang baik secara kualitatif
maupun kuantitatif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 16.1
Diagram skematik peralatan KG
(Sumber : Kealey and Haines, 2002)
Dengan komponen utama adalah: control dan penyediaan gas pembawa; ruang
suntik sampel; kolom yang diletakkan dalam oven yang terkontrol secara
termostatik; sistem deteksi dan pencatat (detector dan recorder); serta computer yang
dilengkapi dengan perangkat pengolah data.
Ionisasi nyala
Fotometri nyala
Termoionik
Tangkap electron
Fotometri nyala
Termionik
Komponen KG yang utama selanjutnya adalah ruang suntik atau inlet. Fungsi
dari ruang suntik ini adalah untuk mengantarkan sampel ke dalam aliran gas
pembawa. Berbagai macam jenis inlet dan teknik pengantar sampel telah tersedia.
Penyuntikan sampel dapat dilakukan secara manual atau secara otomatis (yang dapat
menyesuaikan jumlah sampel).
Sampel yang akan di kromatografi dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui
gerbang suntik yang biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau
pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom) dan
biasanya 10-15ºC lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi seluruh sampel
akan menguap segera setelah sampel disuntikan.
Pada kolom kapiler, sampel yang diperlukan sangat sedikit bahkan sampai
0,01 µl, karenanya berbeda dengan kolom kemas yang memerlukan 1-100 µl
sampel. Karena pengukuran secara akurat sulit dilakukan jika sampel yang
disuntukan terlalu kecil (pada kolom kapiler), maka ditempuh suatu cara untuk
mengecilkan ukuran sampel setelah penyuntikan. Salah satu cara yang dilakukan
adalah dengan menggunakan teknik pemecah suntikan ( split injection) (gambar
16.2). dengan menggunakan pemecah suntikan ini, sampel yang banyaknya
diketahui, seperti basanya, disuntikan kedalam aliran gas pembawa dan sebelum
masuk ke kolom, gas pembawa ini dibagi menjadi 2 aliran. Satu aliran akan masuk
kekolom dan satunya lagi akan dibuang. Aliran relative dalam kedua aliran ini
dikendalikan dengan sejenis penghambat seperti katup jarum pada aliran yang
dibuang. Laju alir di dalam kedua aliran diukur dan ditentukan nisbah (rasio)
pemecahannya. Jika 1 µl sampel dimasukkan ke dalam pemecah aliran yang
mempunyai nisbah pemecah 1:100, maka sebanyak 0,01 µl sampel masuk ke kolom
sedangkan sisanya akan dibuang.
Gambar 16.2.
Diagram skematik lubang injeksi yang dipecah (split injection)
(sumber: Kealey and Haines, 2002)
Tabel 16.2.
Perbandingan kolom kemas dan kolom kapiler
Parameter Kolom kemas Kolom kapiler
Tabung Baja tahan karat Silika (SiO) dengan kemurnian
(stainless steel) yang sangat tinggi (kandungan
logam <1 ppm)
Panjang 1-5 m 5-60 m
diameter dalam 2-4 mm 0,10-0,53 mm
Jumlah lempeng/meter 1000 5000
Total lempeng 5000 300.000
Tebal lapisan film 10 mikron 0,05-1 mikron
Resolusi Rendah Tinggi
Kec. Alir (mL/menit) 10-60 0,5-1,5
Kapasitas 10 µg/puncak <100 µg/puncak
Ketika menggambarkan suatu kolom, seseorang 2 menyatakan panjang kolom (dalam
meter), diameter kolom (dalam milimeter), ketebalan lapisan lapisan diam (dalam
mikrometer), dan jenis diameter fasa, misalkan suatu kolom dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Semakin sempit kolom, maka kolom pemisahan semakin besar atau puncak
kromatogram yang dihasilkan semakin tajam. Pada umumnya, seorang analis akan memilih
kolom dengan diameter 0,2 atau yang lebih kecil ketika menganalisis ampel dengan
konsentrasi sekelumit atau ketika seorang analis akan menggunakan komponen yang sangat
kompleks.
A. Kolom kemas
Jenis kolom ini terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari
tembaga dan aluminium. Jenis kolom panjang ini adalah 1-5 meter dengan
diameter dalam 1-4 mm.
Efisiensi Kolom akan meningkat dengan bertambahnya partikel halusnya
fase diam ini. Semakin kecil partikel diameter fase diam, maka efisiensinya
akan meningkat. Ukuran partikel fase diam biasanya berkisar antara 60-80
mesh (250-170 um). Untuk Kromatografi Gas Cair dipakai lapisan tipis pada
padatan pendukung dengan ketebalan 1-10 um, dan fase maksimum diam cair
yang terdapat pada padatan pendukung adalah 10%.
B. Kolom kapiler
Jenis kolom berbeda dengan kolom kemas, dalam hal adanya Tongga pada
bagian dalam kolom yang dalam pipa (tube). Oleh karena itu kolom kapiler
juga disebut "Kolom tubular terbuka". macam jenis lapisan pada kolom kapiler
ini, yaitu: WCOT (Walll rous Layer Open Tube); dan FSOT (Fused Silica Open
Tube). Kolom kapiler sangat banyak dipakai atau lebih masuk oleh para ilmuan. Salah
satu kemungkinan antara kolom kemampuan lain yang memberikan harga jumlah pelat
teori yang sangat besar 300.000 pelat).
Banyak macam bahan kimia yang dipakai sebagai fase antara lain: squalen,
DEGS (Dietilglikol suksinat), OV-17 (phen methyl silicone oil). Semakin tipis lapisan
penyalut sebagai fase diam, maka semakin tinggi suhu operasionalnya. Untuk lapisan
salut 1 µm, suhu operasional dapat mencapai 460 C, sementara itu suhu minimalnya
dapat mencapai - 60 ° C.
Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau
semi polar. Fase diam non polar yang umum digunakan adalah metil polisiloksan (HP-
1; DB-1, SE CPSIL-5) dan fenil 5% -metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE5 CPSIL-
8). Fase diam semi polar adalah seperti fenil 50% -metil polisiloksan 50% (HP-17;
DB-17; CPSIL-19), sementara itu fae diam yang polar adalah seperti polietilen glikol
(HP-20M; DB-WAX CP-WAX; Carbowax-20M). Jenis fase akan menentukan urutan
elusi komponen-komponen dalam campuran. Seorang analis harus memilih fase diam
yang mampu memainkan komponen-komponen dalam sampel. Contoh fase diam,
berguna untuk analisis senyawa golongan, polaritas, dan suhu maksimum operasi yang
berasal dari diringkas pada tabel 16.3.
Tabel 16.3.
Jenis Fase Diam dan Penggunaannya
(Sumber: Gritter et al, 1991)
Fase diam Polaritas Golongan sampel Suhu maksimun
Squalen non polar hidrokarbon 125◦C
Apiezon L non polar Hidrokarbon, ester, eter 300◦C
Metil silikon non polar Steroid, pestisida, alkaloida , ester 300◦C
Dionil semi polar Semua jenis 170◦C
Dietilenglikolsuksinat polar Ester 200◦C
Carbowax polar Alkohol, amina aromatik, keton 250◦C
Suhu kolom
KG berdasarkan 2 sifat senyawa yang. yakni senyawa kelarutan cairan tertentu, dan (ii)
tekanan uap nya atau keatsiriannya (titik didih senyawa). Karena tekanan uap berbanding
langsung dengan suhu maka suhu merupakan faktor utama pada KG. Walaupun suhu kolom
dapat berkisar antara 100-400 C, dalam prakteknya beberapa pembatas harus diperhatikan.
Beberapa fase diam menjadi padat pada suhu rendah misalnya Carbowax menjadi padat pada
suhu di bawah 50 ° C dan beberapa silikon seperti gom metil silikon akan menjadi padat pada di
bawah 100 ° C). Selain itu, suhu pemakaian kolom yang mengandung fase diam ini dasar juga
oleh kestabilannya. beberapa fase diam jika digunakan suhu yang terlalu tinggi akan terurai
secara perlahan-lahan. Suhu minimum dan maksimum berbagai jenis fase diam yang lebih
disukai terdapat dalam tabel 16.4.
Tabel 16.4.
Suhu minimum dan maksimum beberapa fase diam pada KG
(Sumber: Gritter et al. 1991)
Fase diam Suhu minimum (C) Suhu maksimum ("C)
Apiezon L 50 255
Metil silikon 0 (untuk gom 100) 300-350
Fenil / metil silikon 0 300
Carbowax (polietilen glikol) 10-30 225
Sanosilikon 0 275
Alkil ftalat 20 225
Decsil Lipolikarboranilena siloksan) 50 450
Pemisahan pada KG dapat dilakukan pada suhu tetap yang biasanya disebut dengan
pemisahan isotermal dan dapat dilakukan dengan menggunakan suhu yang berubah secara
terkendali yang disebut dengan pemisahan Suhu terprogram
Pemisahan isotermal paling baik yang dipakai pada analisis rutin atau jika kita melihat agak
banyak sifat yang akan dipilih Pilihan awal pada pemisahan isotermal ini adalah suhu yang
digunakan beberapa derajat di bawah titik didih komponen campuran utama. Ada 2 hal yang
perlu diperhatikan terkait dengan penggunaan isotermal pemisahan ini, yaitu:
a. terkait demgn pemilihan suhu. Jika suhu yang digunakan terlalu tinggi maka komponen
akan terelusi tanpa terpisah, sementara jika suhu terlalu rendah maka komponen yang
bertitik didih tinggi akan sangat lambat atau bahkan tetap dalam kolom sehingga akan
mengacaukan proses kromatografi selanjutnya, dan
b. terkait dengan proses kromatografi, karena makin lama suatu sampel dalam kolom maka
semakin lebar alas puncaknya. Kedua hal ini dapat diatasi jika digunakan pemisahan
dengan suhu terprogram
Gambar 16.4.
Lima jenis pemrograman suhu (i) linier dengan laju yang kita inginkan. bertahap.
(iii) isotermal yang meningkatkan peningkatan suhu secara linier. (diikuti dengan
isotermal. (v) multilinier. (Sumber: Gritter et al, 1991)
Gambar 16.5
merupakan kromatogram yang diperoleh dari hasil pemisahan seri n - alkana yang
dilakukan secara isothermal (pada suhu 150 ̊ C; pada gambar a) dan pada suhu
terprogram (pada gambar b).
Pada pemisahan n-alkana diatas secara isothermal (gambar a), heksana (C9) sampai
dekana (C10) tidak terpisah secara sempurna, sementara itu dengan menggunakan suhu
terprogram kesemua seri alkana terpisah secara sempurna.
Regenerasi kolom
Setelah kolom dipakai dalam jangka waktu seian lama, kemunginan yang
paling sering terjadi adalah penyumbatan kolom. Hal ini sering terjadi pada kolom
kapiler. Akibat dari hal tersebut maka kinerja kolom akan menurun, khususnya
untuk kolom yang fase diamnya adalah fase terikat. Apabila terjadi penyumbatan
pada kolom kapiler atau menurunnya kinerja kolom, maka perlu dilakukan
regenerasi untuk meremajakan atau mengembalikan kinerja kolom pada kondisi
semula.
Ada tiga cara regenerasi kolom yaitu:
a. Pemotongan kolom
Pemotongan kolom biasanya dilakukan jika terjadi penyumbatan pada ujung
depan kolom (terutama kolom kapiler). Komponen-komponen sampel yang tidak
dapat diatsirikan (diuapkan) sering menyumbat kolom pada ujung depannya. Salah
satu tanda adanya penyumbatan pada kolom adalah adanya puncak
kromatogramyang melebar atau berekor. Pengatasan masalah ini yang umum
dilakukan adalah dengan cara memotong kolom kapiler tersebut sepanjang 50 cm
dari ujung depannya. Biasanya pemotongan dikerjakan dengan memakai pemotong
intan yang ujungnya sangat tajam (pensil intan).
b. Pengkondisian (Conditioning)
Pengkondisian ini bersifat untuk memelihara kolom agar waktu hidup (life-
time)-nya cukup lama. Pengkondisian dilakukan lebih kurang 30 menit sebelum
dan sesudah analisis, tergantung pada kontaminasinya. Oleh karena itu, dapat saja
dilakukan pengkondisian lebih dari 30 menit. Suhu yang dipakai pada saat
pengkondisian sebaiknya terprogram dengan kenaikan 5 ̊ C / menit sampai suhu
operasional.
c. Pencucian kolom
Untuk kolom fase terikat sebaiknya dilakukan pencucian dengan memakai
tangki (tabung) pencuci yang dilakukan di luar oven. Yang terbaik untuk dipakai
sebagai larutan pencuci adalah pentana yang dapat dipakai sebagai larutan pencuci
semua jenis kolom. Untuk mencuci material pengotor yang lebih polar dapat juga
dipakai metilen klorida atau metanol.
Setelah proses pencucian maka diusahakan semua cairan pencuci keluar dari
kolom. Pada saat instalasi kembali, kolom yang telah dicuci jangan diubungkan
langsung dengan detector.
2.1.6 Detektor pada Kromatografi Gas
Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah detektor.
Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar
fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor
pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal
gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik.
Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun
kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah diantara fase diam dan
fase gerak.
Pada garis besarnya detektor pada KG termasuk detektor diferensial, dalam
arti respons yang keluar dari detektor memberikan relasi yang liner dengan kadar
atau laju aliran massa komponen yang teresolusi. Kromatogram yang merupakan
hasil pemisahan fisik komponen-komponen oleh KG disajikan oleh detektor
sebagai deretan luas puncak terhadap waktu. Waktu tambat tertentu dalam
kromatogram dapat digunakan sebagai data kuantitatif yang keduanya telah
dikonfirmasikan dengan senyawa baku. Akan tetapi apabila kromatografi gas
digabung dengan instrumen yang multipleks misalnya GC/FT-IR/MS,
kromatogram akan disajikan dalam bentuk lain. Beberapa sifat detektor yang
digunakan dalam kromatografi gas ditunjukkan oleh table 16.5.
Table 16.5
Janis-jenis detektor, batas deteksi, jenis sampel-sampelnya dan kecepatan alir gas
pembawa
(sumber: Kealey and Haines, 2002)
Berikut akan dijelaskan detektor yang sering digunakan dalam kromatografi gas:
Pada pemakaian FID, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: pertama,
kecepatan alir O2 (udara) dan H2. Untuk mempereh tanggapan FID yang optimal
sebaiknya kecepatan aliran H2 ± 30 ml/menit dan O2 sepuluh kalinya. Kedua adalah
bahwa suhu FID harus diatas 100°C. Hal ini bertujuan untuk mencegah kondensasi
uap air yang mengakibatkan FID berkarat atau kehilangan (menurun) sensitifitasnya.
Kalau memungkinkan pada selang waktu tertentu dengan pertolongan mekanik, maka
dapat dilakukan pembersihkan bagian atas FID (kolektor) yang mungkin telah dilapisi
berbagai macam kotoran.
Bila fase gerak (gas pembawa N2) masuk ke dalam detektor maka sinar akan
mengionisasi molekul N2 menjadi ion-ion N2+ dan menghasilkan elektron (bebas)
yang akan bergerak ke anoda dengan lambat. Dengan demikian, di dalam ruangan
detektr terdapat semacam awan elektron bebas yang dengan lambat menuju anoda.
Elektron-elektron yang terkumpul pada anoda akan meghasilkan arus garis dasar
(baseline current) yang steady dan memberikan garis dasar pada kromatogram. Bila
komponen sampel (senyawa dengan unsur elektronegatif) dibawa fase gerak masuk ke
dalam ruang detektor yang dipenuhi awan elektron, maka seyawa ini akan menangkap
elektron sehingga membentuk ion molekul negatif. Ion molekul ini akan dibawa oleh
fase gerak (carrier gas). Akibatnya setiap partikel negatif dibawa keluar detektor,
berarti menyingkirkan satu elektron dari sistem sehingga arus listrik yang steady tadi
akan berkurang. Pengurangan arus ini akan dicatat oleh rekorder sebagai puncak pada
kromatogram.
Pada prinsipnya NPD mirip dengan FID, hanya saja fenomena mekanisme nyala
plasma belum jelas. Ada kemungkinan terjadi peristiwa pemadaman (quenching) dari
nyala plasma dan logam alkali oleh nitrogen/fosfor yang berasal dari sampel.
NPD sangat selektif terhadap nitrogen dan fosfor karena adanya elemen aktif
diatas aliran kapiler yang terbakar oleh plasma (1600°C). Elemen aktif merupakan
logam kalium atau rubidium atau cesium yang dilapiskan pada silinder kecil
alumunium. Kegunaan elemen aktif garam metal alkali adalah sebagai sumber ion di
dalam plasma yang bertugas menekan ionisasi hidrokarbon di dalam plasma, akan
tetapi sebaliknya menaikkan ionisasi sampel yang mengandung N atau P.
Efisiensi ionisasi N dan P oleh sumber termoionik tersebut juga dibantu dengan
menekan aliran H2 dan O2 (udara sebagai bahan bakar plasma). Pada proses ini, untuk
mendapatkan efisiensi ionisasi N dan P dipakai laju aliran udara (O 2) ± 70-90
ml/menit dan dipakai laju aliran H2 ± 6 ml/menit. Laju aliran ini sangat dipengaruhi
oleh jenis sampel yang dianalisis.
Beberapa hal yang sangat penting untuk diperhatikan apabila memilih NPD pada
KG adalah: pertama, dijaga kontinuitas aliran H2, O2 dan efluen pada laju konstan,
sebab perubahan sedikit laju aliran akan memberikan hasil yang sangat berbeda.
Kedua, dijaga kemurnian segala sesuatu yang menyangkut analisis terhadap
kontaminasi unsur-unsur N dan P. Alat-alat gelas harus betul-betul bersih (sangat
bersih) dan terbebas dari sekelumit bekas deterjen fosfat, dan pembersih gelas dari
asam juga harus dibilas betul-betul dengan air suling. Kalau dipakai pelarut organik
hendaknya sangat dijaga kemurniannya. Hindari pemakaian pelarut yang mengandung
klor atau silan karena akan menurunkan umur hidup (life time) pemakaian detektor
ini. Demikian juga hindarilah pemakaian bahan anti bocor (perekat) yang terbuat dari
fosfat pada detektor, gelas wool pada kolom, lapisan poliamida pada kolom, atau fase
cair yang mengandung nitrogen sebagai fase diam (OV-225 atau XE-60) karena
kesemua hal tersebut akan mengundang derau (noise) yang lebih besar. Gas pengelusi
yang baik adalah helium dengan laju aliran yang umum dipakai 30 ml/menit. NPD
sangat baik dalam analisis dibidang farmasi dan klinik, di samping itu sangat baik
pula untuk mendukung analisis mengenai dampak lingkungan.
g. Detektor foto-ionisasi
Ketika suatu senyawa menyerap energi foton dari suatu lampu UV, maka
senyawa tersebut akan terionisasi. Hal inilah yang menjadi dasar detektor ini.
Senyawa yang terionisasi ini selanjutnya dikumpulkan dan banyaknya arus yang
dihasilkan dimonitor.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat-alat dan Bahan
Alat-alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini:
1) Alat destilasi air
2) Kromatografi gas spektrometer massa (GC-MS) Aglient type 5975C
3) Vial injeksi
4) Alat-alat gelas
5) Timbangan digital
Bahan
Bahan-bahan yag digunakan selama penelitian ini adalah:
1) Umbi bawang putih
2) Natrium sulfat anhidrat
3) Air suling
4) MTC (Methyl Chloride)
3.2 Metode
3.2.1 Isolasi Minyak Atsiri Dari Bawang Putih Dengan Metode Destilasi Air
1) Sebanyak 500 gram sampel diiris dan dimasukkan ke dalam labu alas bulat
2) Tambahkan aquadest sampai seluruh sampel terendam sempurna di dalam labu alas bulat
3) Destilasi selama 4-5 jam
4) Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam corong pisah lalu dipisahkan antara minyak
dengan air
5) Kemudian minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat, dikocok dan
didiamkan selama 1 hari
6) Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam vial
7) Minyak yang diperoleh kemudian dianalisis dengan GC-MS
3.2.2 Analisis Minyak Atsiri dengan GC-MS
1) Sampel di injeksi ke dalam septum dengan cara split ijeksi sebanyak 1µL, dengan rasio
perbandingan 5:1
2) Jenis kolom kapiler dengan fase diam non polar, menggunakan kolom kapiler type Aglient
19091S-433 HP-5MS
3) Fase diam Phenyl Methyl Silox dengan suhu kolom 325°C, panjang 29,81 m diameter 250
µm dan ukuran partikel 0,25 µm, gas pembawa Helium dengan laju alir 15 ml/menit
4) Suhu kolom terprogram (Temperatur progamming) dengan suhu awal disesuaikan selama
4 menit, lalu dinaikkan perlahan-lahan dengan kenaikan 10°C/menit sampai suhu 299°C
selama 29,633 menit
5) Detektor menggunakan MS (Massa Spektrometer)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari data hasil analisis diperoleh 19 senyawa yang terdeteksi dan memiliki waktu retensi
yang berbeda. Data lengkap untuk setiap senyawa seperti tercantum pada tabel 1.
Tabel 1. Data Hasil Kromatografi Gas
No Waktu Retensi Tinggi Puncak Area Total %
(menit) (mm2)
1 5,439 342706 6918695 1,47
2 6,466 1182955 22369243 4,74
3 9,277 5818689 125207528 26,54
4 9,498 259553 5124608 1,09
5 9,598 315472 5879293 1,25
6 10,227 734290 11911342 2,53
7 10,310 200469 3301454 0,70
8 10,390 3831682 62569536 13,27
9 11,482 1985471 32838320 6,96
10 11,879 2908551 53190039 11,28
11 12,631 3312711 58627600 12,43
12 13,216 766350 12441124 2,64
13 13,630 990425 18344257 3,89
14 13,829 217719 3603527 0,77
15 15,504 356667 6155863 1,31
16 15,784 716854 12021208 2,55
17 15,829 983368 17973697 3,81
18 16,940 179668 4118150 0,88
19 17,095 416450 9190999 1,95
Hasil dari waktu retensi yang didapatkan dipengaruhi oleh kondisi alat yang dipakai
dan penggunaan fase gerak, detektor, kolom, laju alir, suhu terprogram, fase diam dan fase
gerak sangat mempengaruhi hasil analisis. Dengan pengaturan temperatur senyawasenyawa
dalam sampel akan menguap dan akan dibawa oleh gas pembawa (Helium) menuju kolom
(HP-5MS). Zat terlarut akan teradsorpsi pada bagian atas oleh fase diam (Phenyl Methyl
Silox) dan akan merambat dengan laju rambat masingmasing komponen yang sesuai dengan
nilai koefisien partisi komponen tersebut. Komponen-komponen tersebut terelusi sesuai
dengan urutan-urutan makin membesarnya nilai koefisien partisi menuju ke detektor
(MS).Detektor mencatat sederetan sinyal akibat perubahan konsentrasi dan perbedaan laju
elusi. Pada alat pencatat sinyal akan tanpak sebagai kurva antara waktu terhadap komposisi
aliran gas pembawa.
Senyawa Dengan Waktu Retensi 5,439 menit
Dengan waktu retensi 5,439 menit mempunyai M114 diikuti fragmen m/z99, 85,75, 58 dan
45 seperti pada Gambar 3.
Spektrum massa unknown menghasilkan puncak ion molekul M114yang merupakan
berat molekul dari allyl sulfide (C6H10S). m/z 99 (M+) sesuai dengan lepasnya 14 satuan
massa dari M, yaitu lepasnya CH2 yang menghasilkan fragmen [C5H8S]+. m/z 85 (M) sesuai
dengan lepasnya 14 satuan massa dari M, yaitu lepasnya CH2 yang menghasilkan fragmen
[C4H6S]+.m/z 75 (M) sesuai dengan lepasnya 12 satuan massa dari M, yaitu lepasnya C yang
menghasilkan fragmen [C3H6S]+ . m/z 58 (M+) yang sesuai dengan lepasnya 14 satuan
massa dari M, yaitu lepasnya CH2 yang menghasilkan fragmen [C2H4S]+. m/z 45 (M+)
sesuai dengan lepasnya 12 satuan massa dari M, yaitu lepasnya C yang menghasilkan
fragmen [CH4S]+.
Berkas ion dipisah (diresolusi) berdasarkan harga m/z nya. Ion-ion itu direkam pada
alat perekam sebagai spektrum massa harga m/z nya. Intensitas puncak pada spektrum massa
berbanding lurus dengan jumlah ion yang terbentuk.
Dari hasil fragmentasi yang telah dianalisis didapatkan senyawa dengan berat molekul 114
dan diikuti fragmentasi yang sesuai dengan lepasnya ion pada satuan massa dengan
kelimpahan yang sesuai dengan senyawa tersebut (allyl sulfide) dan dibandingan dengan data
library yang ada pada NIST (National Institute of Standards and Technologi). didapatkan
hasil senyawanya yaitu allyl sulfide (C6H10S). Jadi dapat dipastikan senyawa dengan waktu
retensi 5,439 dan memiliki berat molekul 114 adalah allyl sulfide (C6H10S) dengan rumus
bangun seperti pada Gambar 4.
Dengan cara analisis yang sama dapat dilakukan pada senyawa lainnya yang terdapat dalam
lampiran.
No. Waktu Nama Rumus Berat Kadar (%)
Retensi Senyawa Molekul Molekul
1 5,439 Diallyl C6H10S 114,0 1,47
sulfide
2 6,466 Methyl allyl C4H8S2 120,0 4,74
disulfide
3 9,277 Diallyl C6H10S2 146,0 26,54
disulphide
4 9,498 UNK - - 1,09
5 9,589 UNK - - 1,25
6 10,227 Methyl allil C4H8S3 151,9 2,53
trisulfide
7 10,310 Isopulegol C10H18O 154,0 0,70
8 10,390 Citronella C10H18O 154,1 13,27
9 11,482 -citronellol C10H20O 156,1 6,96
10 11,879 Geraniol C10H18O 154,1 11,28
11 12,631 Diallyl C6H10S3 178,0 12,43
trisulfide
12 13,216 Citronelly C12H22O2 198,1 2,64
acetate
13 13,630 Neryl acetate C12H19O2 195,2 3,89
14 13,829 -elemene C15H24 204,1 0,77
15 15,504 -cadinene C15H24 204,2 1,31
16 15,784 Diallyl C6H10S4 209,9 2,55
tetrasulphide
17 15,829 Cyclohexane C15H26O 222,0 3,81
18 16,940 -cadinol C15H26O 222,1 0,88
19 17,095 -cadinol C15H26O 222,2 1,95
Tiap senyawa memiliki waktu retensi dan berat molekul tertentu dengan fragmentasi
pada berkas ion yang dipisah atau diresolusi berdasarkan harga m/z nya. Ion-ion yang
dihasilkan dicatat pada alat perekam dan menghasilkan puncakpuncak fragmentasi sebagai
spektrum massa harga m/z nya. Intensitas puncak pada spectrum massa berbanding lurus
dengan jumlah ion yang terbentuk.
Dari hasil data analisis diatas terdapat 19 senyawa yang dapat terdeteksi, namun
terdapat 2 senyawa yang tidak teridentifikasi yaitu senyawa ke-4 dengan waktu retensi 9,498
menit dan senyawa ke-5 dengan waktu retensi 9,598 menit, karena tidak adanya data base
yang tersedia. Dari ke-19 senyawa diatas diallyl disulphide dengan waktu retensi 9,277 menit
dan dengan berat molekul 146 merupakan senyawa yang memiliki kadar terbanyak di antara
senyawa lainnya, yaitu memiliki kadar 26,539 %.
Pada umumnya komponen terpenting pada umbi bawang putih yang dapat
menghasilkan aromakhas adalah sulfur, dan komponen utama pada bawang putih adalah
diallyl disulfide, dillyl trisulfida dan allyl propyl disulfide.
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Kromatografi gas (KG) merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan
deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatau campuran.
2. Prinsip Kromatografi Gas ada 2 jenis yaitu:
a. Kromatografi gas-cair (KGC)
Pada KGC ini, fase diam yang digunakan adalah cairan yang diikat pada
suatu pendukung sehingga solute akan terlarut dalam fase diam. Mekanisme
sorpsi-nya adalah partisi.
b. Kromatografi gas padat (KGP)
Pada KGP ini, digunakan fase diam padatan (kadang-kadang polimerik).
Mekanisme sorpsi-nya adalah adsorpsi
3. Cara kerja Kromatografi Gas
1) Instrumen diperiksa, terutama jika tidak dipakai terus-menerus.
2) Aliran gas ke kolom dimulai atau disesuaikan.
3) Kolom dipanaskan sampai suhu awal yang dikehendaki.
4) Pemanas yang terpisah untuk injektor dan detektor dijalankan atau
disesuaikan.
5) Aliran gas pembawa melalui kolom dinaikkan sampai 25–30 ml/menit untuk
kolom kemas 3 mm (atau 6 mm, tapi lebih jarang) atau sampai laju aliran
optimum jika ini diketahui.
6) Arus ke detektor hanya dijalankan jika gas pembawa mengalir untuk
melindungi kawat pijar.
7) Cuplikan disuntikkan.
8) Puncak direkam untuk menghasilkan kromatogram.
4. Kelebihan dan kekurangan kromatografi gas
Kelebihan
1) Waktu analisis yang singkat dan ketajaman pemisahan yang tinggal.
2) Dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi
pemisahan yang tinggi.
3) Gas mempunyai vikositas yang rendah.
4) Kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat sehingga
analisis relatif cepat dan sensitifitasnya tinggi.
5) Pemakaian fase cair memungkinkan kita memilih dari sejumlah fase diam
yang sangat beragam yang akan memisahkan hampir segala macam
campuran.
Kekurangan
1) Teknik Kromatografi gas terbatas untuk zat yang mudah menguap.
2) Kromatografi gas tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam
jumlah besar. Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan pada
tingkat gram mungkin dilakukan , tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton
sukar dilakukan kecuali jika ada metode lain.
3) Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap
fase diam dan zat terlarut.
4.2 Saran
Demikian makalah ini di susun, tentunya banyak kekurangan baik dalam segi
isi atau penyampaiannya. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis juga berharap kromatografi gas yang telah disajikan dalam bab
pembahasan dapat dijadikan referensi ataupun tambahan wawasan bagi pembaca
sehingga dapat membedakannya dan dapat menerapkannya secara tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Modern practice of gas chromatography, R. L. Grob, Wiley Interscience, New York (1977)
Amin, Saeful, dkk. 2014. Analisis Minyak Atsiri Umbi Bawang Putih (Allium sativum Linn.)
Menggunakan Kromatografi Gas Spketrometer Massa. 11(1): 37-45.