Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN TETAP

KIMIA ANALITIK INSTRUMENT


\

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Kelas 3KA

1. Ayes Meyuzar (061730400291)


2. Ayuri Naurah Maharani (061730400292)
3. M. Rivaldo Fadli (061730400298)
4. Masnun Lintang Alnasyah (061730400299)
5. Mega Aulia (061730400300)
6. M. Farhan Saputra (061730400302)
7. M. Makmunan Rasyid (061730400303)
8. Oktavia Yunita (061730400306)
9. Rifanka Mandayun (061730400308)
10. Sindy Oyutri (061730400311)
11. Syabania Saputri (061730400312)
12. Tria Nurjannah (061730400313)

Dosen Mata Kuliah:


Ir. Erwana Dewi, M. Eng

PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, taufik serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan tetap Kimia Analitik
Instrumen ini. Penyusunan laporan tetap ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Praktikum Kimia Analitik Instrumen di Politeknik Negeri Sriwijaya. Selain itu tujuan
penyusunan makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang Kimia Analitik Instrumen
itu sendiri.
Dalam penulisan laporan tetap ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan
tetap ini.
Dalam penulisan laporan tetap ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Januari, 2019

Tim Penyusun
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY
( HPLC )

I. TUJUAN
1. Dapat menjelaskan teori kromatografi cair kinerja tinggi.
2. Dapat mengoperasikan alat kromatografi cair kinerja tinggi dengan baik dan benar.
3. Dapat menganalisa suatu senyawa kimia baik secara kualitatif maupun kuantitatif
menggunakan alat kromatografi cair kinerja tinggi.

II. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN


- Alat yang Digunakan :
1. Serangkat alat HPLC yang dilengkapi dengan injector dan pencetak kromatografi
2. Kolom Linchosphere
3. Syringe
4. Penyaring milipone
- Bahan yang Digunakan :
1. Cairan blanko yang mengandung caffeine

III. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)

IV. DASAR TEORI


Kromatografi adalah metode suatu proses fisik yang digunakan untuk memisahkan
komponen-komponen dari suatu campuran senyawa kimia. Dalam kromatografi, campuran
tersebut dibuat sebagi zona yang sempit (kecil) pada salah satu ujung media porus seperti
adsorben, yang disebut alas atau landasan kromatografi. Zona campuran kemudian digerakan
dengan larutan suatu cairan atau gas yang bergerak sebagai pembawa, melaui media porus
tersebut, yang berupa partikel-partikel yang ”diam“ (tidak bergerak, statisiones). Sehingga
akibatnya masing-masing komponen dari campuran tersebut akan terbagi (terdistribusi) secara
tidak merata antara alas yang “diam” dan cairan atau gas yang membawanya. Akibat
selanjutnya, masing-masing komponen akan bergerak (bermigrasi) pada kecepatan yang
berbeda (differential migration) dan dengan demikian, akan sampai pada ujung lain dari alas
tersebut pada waktu yang berlainan, dan dengan demikian terjadilah pemisahan diantara
komponen-komponen yang ada. (Bahti, Husein H. 2011: 4).
Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen
campuran yang berdasarkan distribusi diferensial dari komponen-komponen sampel diantara
dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Salah satu teknik kromatografi yang dimana fasa
gerak dan fasa diamnya menggunakan zat cair adalah HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) atau didalam bahasa Indonesia disebut KCKT (Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi).
Teknik HPLC merupakan suatu metode kromatografi cair-cair, yang dapat digunakan
baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dengan teknik
HPLC didasarkan pada pengukuran luas area standar. Pada prakteknya, metode
pembandingan area standar dan sampel kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya
melibatkan suatu konsentrasi standar. Oleh karena itu, dilakukan dengan menggunakan
teknik kurva kalibrasi. (Wiji, dkk. 2010 : 17).
HPLC yang modern telah mucul akibat pertemuan dari kebutuhan, keinginan manusia
untuk meminimalis pekerjaan, kemampuan teknologi, dan teori untuk memandu
pengembangan pada jalur yang rasional. Jelas sebelum era peralatan yang modern bahwa LC
(Liquid Chromatography) memiliki kekuatan pemisahan yang sangat ampuh, bahkan untuk
komponen-komponen yang berhubungan sangat erat. LC harus ditingkatkan kecepatannya,
diotomasasi, dan harus disesuaikan dengan sampel-sampel yang lebih kecil, waktu elusi yang
beberapa jam (Underwood, Day. 2002 : 553).
HPLC berbeda dari kromatografi kolom cairan konvensional dalam hal digunakan
bahan pengisi kolom berupa partikel yang sangat kecil berukuran sampai 3-5 μm (1μm = 10-6

m). Sehingga mengharuskan digunakannya tekanan tinggi sampai 20.000 Kpa ( 200
atmosfir) untuk mengalirkan fasa gerak melalui kolom tersebut.
Ternyata, penggunaan bahan pengisi kolom yang lebih kecil ini bukan saja telah
memperbaiki kecepatan analisis, tapi (dari ini yang lebih penting) ialah telah menghasilkan
suatu teknik dengan daya pisah yang tinggi. HPLC mempunyai kelemahan- kelemahan yang
diantaranya, peralatannya lebih rumit, tidak murah, dan perlu pengalaman. Untuk beberapa
jenis zat, metode ini kurang sensitif. Selain itu sampel disyaratkan harus stabil dalam larutan.
Berdasarkan kepolaran fasa geraknya, HPLC dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a) Fase Normal HPLC
HPLC jenis ini secara esensial sama dengan kromatografi kolom. Meskipun
disebut normal, ini bukan bentuk biasa dari HPLC. Kolom ini diisi dengan
partikel silika yang sangat kecil dan pelarut nonpolar seperti heksan sebuah
kolom sederhana memiliki diameter internal 4,6 mm (dan kemungkinan kurang
dari nilai ini) dengan panjang 120 nm-250 nm. Senyawa-senyawa polar dalam
campuran melalui kolom akan melekat lebih lama pada silika yang polar
dibanding dengan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena itu, senyawa yang
non polar kemudian akan lebih cepat melewati kolom. Apabila pasangan fasa
diam lebih polar daripada fasa geraknya maka sistem ini disebut HPLC fase
normal.

b) Fase Balik HPLC


Pada HPLC jenis ini, ukuran kolomnya sama, tetapi silika dimodifikasi menjadi
non polar melalui pelekatan hidrokarbon dengna rantai panjang pada
permukaannya secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Dalam kasus
ini, akan terdapat interaksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul polar
dalam campuran yang melalui kolom. Interaksi yang terjadi tidak sekuat interaksi
antara rantai-rantai hidrokarbon yang berlekatan pada silika (fasa diam) dan
molekul-molekul polar dalam larutan. Oleh karena itu molekul-molekul polar
akan lebih cepat bergerak melalui kolom. Sedangkan molekul-molekul non polar
akan bergerak lambat karena interaksi dengan gugus hidrokarbon.

Komponen instrumentasi penyusun Kromatografi Cair Kinerja Tinggi :


a) Reservoir Pelarut
Jumlah reservoir pelarut : (1) bisa salah satu atau lebih; berisi pelarut organik seperti
heksana, atau air, atau campuran air dan pelarut organik seperti metanol,tergantung kepada
apakah kita bekerja menggunakan fasa normal atau fasa terbalik atau metode
kromatografilainnya.
Bila sistem KCKT dilengkapi dengan alat pencampuran (2) (atau mempunyai lebih
dari satu pompa) yang memungkinkan membuat campuran-campuran pelarut dengan
komposisi yang diatur dengan bantuan suatu programener, maka diperlukan lebih dari satu
reservoir, sistem ini diperlukan untuk melakukan elusi bergradien dimana komposisi pelarut
diubah-ubah selama pengelusian.
Pelarut fasa gerak dipompa dari reservoir oleh sistem pompa, demikian sehingga
campuran pelarut dengan komposisi tertentu dapat mengalir tanpa denyutan (pulseless).
Kecepatan aliran dapat diatur antara 0,1 – 10 mL/menit. Gas yang terlarut dalam pelarut fasa
gerak yang digunakan harus dibuang terlebih dahulu (de-gassing), selain itu, pelarut harus di
saring dahulu agar bebas dari partikel-partikel kecil yang tidak larut.
Pada saluran-saluran pelarut biasanya dipasang saringan (berukuran 2-10 mμ) untuk
mencegah partikel-partikel kecil yang tidak larut tadi, masuk kedalam kolom. Saringan ini
harus diganti atau dibersihkan bila terjadi penyumbatan. Diantara jenis-jenis pompa yang
paling umum digunakan untuk sistem HPLC adalah jenis pompa “isap dan tekan ”
(reciprocating).
Pompa “isap dan tekan” yang sederhana mempunyai kecepatan isap yang tetap.
Artinya, waktu yang diperlukan untuk langkah mengisis sama dengan waktu untuk langkah
memompa. Pompa seperti ini memerlukan perendam denyutan yang baik. Oleh karena itu,
pompa jenis ini umumnya menggunakan dua pengisap yang masing-masing bekerja kebalikan
satu dari yang lainnya. Setiap pengisap memppunyai dua katup pengendali.
Pelarut diisap ke dalam ruang pengisap melalui katup pemasukkan dan kemudian
ditekan ke luar melalui katup pengeluaran. Untuk melakukan elusi bergradien diperlukan dua
sistem pompa yang masing-masing mempunyai satu atau dua penghisap. Ada dua macam
rancangan utama pompa gradien yaitu pecampuran tekana tinggi yang mempunyai hantaran
dua pompa dan pencampuran tekana rendah dengan hantaran satu pompa.
Rancangan pompa gradien yang pertama, yakni sistem pencampuran tekanan tinggi,
mempunyai dua pompa dan satu pengendali, masing-masing pompa menghantarkan satu
sistem pelarut. Fungsi pengendali adalah mengatur kecepatan aliran masing-masing pelarut
sesuai dengan komposisi yang diinginkan dan juga berfungsi untuk menjamin terjadinya
pengadukan yang baik oleh suatu pengaduk dinamik. Setiap pompa mempunyai dua
penghisap dan setiap penghisap mempunyai dua katup. Jenis yang kedua, pompa pembagi
bertekanan rendah hanya mempunyai satu penghisap. Untuk melakukan elusi gradien hanya
diperlukan satu pompa. Pompa ini mempunyai katup pembagi, tidak mempunyai pengendali
gradien.
Dengan katup-katup pembagi dimungkinkan untuk membuat suatu campuran terner
(tiga jenis pelarut) dengan perbandingan yang diinginkan. Jadi untuk melakukan gradien
gradien tidak diperlukan lebih dari satu pompa. Katup-katup pembagi ini dikendalikan oleh
suatu microprocessor dan terbuka selama langkah pemasukan pelarut. (Bahti, Husein. H .
2011 : 34-40)

b) Kolom
Kolom HPLC biasanya terbuat dari stailess steel, akan tetapi ada juga yang terbuat
dari gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi fasa diam, tepat terjadinya pemisahan
campuran menjadi komponen-komponen. Bergantung keperluannya kolom utama dapat
digunakan untuk analisis atau preparatif setiap komponen yang keluar kolom ditampung pada
tabung yang berbeda dan keluaran HPLC dihubungkan dengan fraction colector selain kolom
utama dikenal pula kolom pengaman.

Kolom utama berisi fasa dian dan jenisnya bervariasi bergantung pada keperluan,
misalnya dikenal kolom C8, C-18, cyanopropyl, dan penukar ion. Kolom utama untuk HPLC
biasanya berukuran panjang berkisar antara 5-30 cm dan diameter dalam berkisar 4,5–10 mm.
Kolom pengaman (guard coloumn) disebut juga pra-kolom karena letaknya sebelum
sistem pemasukan cuplikan. Kolom ini berukuran pendek 5 cm dengan diameter 4,6 mm
biasanya dipaking dengan partikel silika berukuran besar dari ukuran partikel kolom utama.
Kolom pengaman mempunyai dua fungsi yaitu: menyaring kotoran yang terbawa oleh fasa
gerak dan untuk menjenuhkan fasa gerak dalam rangka menghindarkan terjadinya erosi fasa
diam oleh aliran pelarut.
Kolom merupakan jantung kromatograf, keberhasilan atau kegagalan analisis
bergantung pada pilhan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi menjadi dua
kelompok :
- Kolom analitik
Garis tengah dalam 2-6 mm, panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan
pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori
biasanya 10-30 cm.
- Kolom preparative
Umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar, dan panjang 25-100 cm.

c) Pompa
Pada HPLC, pompa ini berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak cair melalui kolom
yang berisi serbuk halus. Digunakan pompa bertekanan tinggi dalam metode ini sebagai
akibat penggunaan fasa gerak yang berupa zat cair yang akan sukar mengalir dalam kolom
yang dipadatkan dengan serbuk halus. Oleh karena itu, agar zat cair dapat melewati kolom
secara tepat maka dibutuhkan bantuan pompa yang bertekana tinggi. Pompa yang digunakan
dalam HPLC harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
 Menghasilkan tekanan sampai 5000 psi
 Kecepatan alir berkisar antara 0,1-10 mL/menit
 Bahan tahan korosi
 Keluaran bebas pulse

d) Injector Sample
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikan secara langsung ke dalam fase gerak yang
mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari
tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop)
internal atau eksternal.
Salah satu jenis penyuntik untuk memasukan sampel ke dalam sistem (kolom)
kromatografi adalah penyuntik loop. Dalam prakteknya, loop tidak perlu diisi penuh, tapi bila
tidak diisi penuh akan mengakibatkan lebih jeleknya presisi hasil eksperimen dan
ketergantungan presisi tersebut kepada bagaimana si-operator menggunakan penyuntik.
Perlu diingat, bahwa penyuntik tidak boleh dicabut sebelum pegangan (handle)
penyuntik diputar dari posisi load (“pengisap”) ke posisi inject (“suntik”). Karena sampel
akan mengalir ke saluran pembuangan. Hal yang terakhir ini tentunya tidak diinginkan,
pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan aliran ke dalam diinginkan.
Pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan aliran ke dalam kolom, antara posisi
pengisian (load) dan posisi penyuntikan (inject) berlangsung cepat.
Yang menjadi faktor ketidak tepatan pengukuran HPLC salah satunya terletak pada
keterulangan pemasukan cuplikan kedalam paking kolom. Masalahnya kebanyakan
memasukan cuplikan kedalam kolom dapat menyebabkan band broadening. Oleh karen itu
cuplikan yang dimasukkan harus sekecil beberapa puluh mikroliter. Beberapa teknik
pemasukan cuplikan kedalam sistem dapat diuraikan sebagai berikut :
 Injeksi Syringe
Syringe disuntikan melalui septum (seal karet) dan untuk ini dirancang syringe yang
tahan tekanan sampai 1500 psi. Akan tetapi keterulangan injeksi stringe ini sedikit
lebih baik dari 2-3 % dan sering lebih jelek.
 Injeksi Stop Flow
Aliran pelarut dihentikan sementara, sambungan pada ujung kolom dibuka dan
cuplikan disuntikan langsung kedalam ujung kolom. Setelah menyambung kembali
kolom maka pelarut dialirkan kembali. Untuk memasukkan cuplikan kedalam fasa
gerak perlu dua langkah : sejumlah volume cuplikan disuntikkan ke dalam loop dan
posisi ‘load’. Cuplikan masih berada dalam loop ; kran diputar untuk mengubah posisi
‘load’ menjadi posisi ‘injeksi’ dan fasa gerak membawa cuplikan kedalam kolom
(kran cuplikan)
 Kran Cuplikan
Jenis pemasukan cuplikan ini disebut juga loop dan paling banyak digunakan. Untuk
memasukan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak perlu 2 langkah, yaitu: sejumlah
volume cuplikan disuntikan ke dalam loop dalam posisi load, cuplikan masih berada
dalam loop; kran diputar untuk mengubah posisi load menjadi posisi injeksi dan fasa
gerak membawa cuplikan ke dalam kolom.

e) Detektor
Ada dua jenis detektor yaitu detektor selektif, adalah detektor yang peka terhadap
golongan senyawa tertentu saja. Dan detektor universal, yaitu detektor yang peka terhadap
golongan senyawa apapun kecuali pelarutnya. Diantara detektor yang digunakan dalam
KCKT adalah :
Detektor Ultra Violet – Visible (Sinar Tampak)
Detektor UV terutama digunakan untuk pendeteksian senyawa-senyawa organik.
Detektor UV dilengkapi dengan pengatur panjang gelombang, sehingga panjang
gelombang UV yang digunakan dapat dipilih sesuai dengan jenis cuplikan yang diukur.
Detektor UV-Visible (uv-sinar tampak) paling banyak digunakan, karena
sensitivitasnya yang baik mudah menggunakannya, tidak merusak senyawa yang di
analisis, dan memungkinkan untuk melakukan elusi bergradien. Ada yang dipasang pada
panjang gelombang tetap yaitu pada panjang gelombang 254 nm, dan ada yang panjang
gelombangnya dapat dipilih sesuai dengan diinginkan antara 190-600 nm. Detektor
dengan panjang gelombang variabel ini ada yang dilengkapi alat untuk memilih panjang
gelombang secara otomatis dan dapat me-nol-kan sendiri (allto zero). Detektor jenis ini
juga ada yang menggunakan drode erray (sebagai pengganti photo tube), sehingga dapat
melakukan pembacaan absorban yang kontinyu pada berbagai panjang gelombang.

Detektor Indeks Bias


Detektor indeks bias memberi respons terhadap senyawa yang dianalisis apapun,
termasuk pelarutnya sendiri. Prinsip dasar kerja detektor ini adalah perubahan indeks bias
karena adanya komponen sampel dalam pelarut. Detektor ini bersifat tidak merusak (non-
destruktif), sensitivitasnya cukup tinggi (minimum 10-6 g) dan umumnya digunakan dalam
pekerjaan preparatif. Dengan detektor ini tidak dapat dilakukan elusi bergradien. Detektor
ini digunakan dalam kromatografi eklusi dan dalam analisis karbohidrat.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan detektor indeks bias :
1. Bila digunakan lebih dari satu pelarut, maka campuran dahulu hingga homogen dan
bebaskan dari gas terlarutnya.
2. Setelah detektor dihidupkan, tunggu beberapa lama sebelum digunakan sampai
detektor stabil.
3. Bila digunakan lebih dari satu detektor yang dipasang berurutan, maka tempatkanlah
detektor indeks bias pada urutan terakhir.
4. Untuk saluran pembuangan, gunakanlah selang teflon berdiameter dalam (inner
diameter) yang besar tapi pendek.
5. Tempatkan detektor pada kondisi suhu yang dipelihara tetap.
6. Jaga agar sel indeks bias selalu bersih.
f) Rekorder
Rekorder adalah alat untuk mencetak hasil percobaan pada lembar berupa kumpulan
puncak (kromatogram) kromatogram HPLC yang didapat berguna untuk analisis kualitatif
dan kuantitatif. Luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran dan jumlah
peak menyatakan jumlah komponen. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan cara
membandingkan waktu retensi (rt) analit atau sampel dengan waktu retensi standar.
Sedangkan analisis kuantitatif depat dilakukan dengan didasarkan pada luas peak atau tinggi
peak dengan metode standar kalibrasi.

Prinsip kerja instumentasi HPLC


HPLC menggunakan fasa gerak untuk memisahkan komponen dari sebuah
campuran komponen (analit). Prinsip keja HPLC adalah pemisahan setiaap komponen dalam
sampel berdasarkan kepolarannya. Yang paling membedakan HPLC dengan kromatografi
lainnya adalah pada HPLC digunakan tekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak. Fasa diam
yang biasa digunakan (pada kolom) HPLC jenis fasa terbalik adalah RMe2SiCl, dimana R
adalah rantai alkana C-18 atau C8. Sementara fasa geraknya berupa larutan yang diatur
komposisinya (gradien elusi), misalnya : air:asetonitril (80:20), hal ini bergantung pada
kepolaran analit yang akan dipisahkan. Campuran analit akan terpisah berdasarkan
kepolarannya, dan waktu retensinya akan berbeda, hal ini akan teramati pada spektrum yang
punsak-puncaknya terpisah.
Prinsip dasar HPLC adalah pemisahan komponen-komponen terjadi karena
perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Keunggulan
menggunakan HPLC dibandingkan kromatografi gas yaitu terletak pada kemampuannya
untuk menganalisis cuplikan yang tidak menguap dan labil pada suhu tinggi. HPLC tidak
terbatas pada senyawa organik tapi mampu menganalisis senyawa anorganik, mampu
menganalisis cuplikan yang mempunyai molekul tinggi (beratnya), mampu menganalisis
cuplik yang mempunyai titik didih yang sangat tinggi seperti polimer.

Cara kerja instumentasi HPLC


Prinsip kerja alat HPLC adalah pertama fasa gerak dialirkan melalui kolom
kedetektor dengan bantuan pompa. Kemudian cuplikan dimasukan ke dalam aliran fasa gerak
dengan cara penyuntikan. Didalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran
karena perbedan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang
kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu.
Sebaliknya solut-solut yang interaksinya kuat dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih
lama. Setiap komponen yang campuran yang keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian
direkam dalam bentuk kromatogram.

Gambar Skema Instrumentasi HPLC


VII. DATA PERHITUNGAN

7.1 Pembuatan Larutan Standar Caffeine 1000 ppm ( v = 100 ml)


1000 ppm = 1000 mg/L
= 1000 mg/ 1000 ml
= 100 mg/ 100 ml

7.2 Pengenceran Larutan Standar Caffeine 1000 ppm ke 50 ppm ( v = 100 ml)
M1 . V1 = M2 . V2
50 ppm . 100 ml = 1000 ppm . V2
V2 = 5 ml

7.3 Pembuatan Larutan Sampel ( v = 50 ml)

gr Sampel = x berat rata-rata sampel

7.3.1 Sampel Bodrex

gr Bodrex = x 0,8272 gr = 0,0688 gr

7.3.2 Sampel Panadol

gr Panadol = x 0,68732 gr = 0,0894 gr

7.3.3 Sampel Oskadon

gr Oskadon = x 0,69366 gr = 0,0486 gr

VIII. ANALISIS PERCOBAAN

Praktikum kali ini yang dilakukan adalah menganalisa sample caffeine menggunkana
alat penyerap yang bernama High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau yang
lebih dikenal dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Kerja HPLC pada prinsipnya
adalah pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya, alat yang terdiri dari kolom
(sebagai fase diam) dan larutan tertentu sebagai fase geraknya. Yang paling membedakan
HPLC dengan kromatografi lainnya adalah pada HPLC digunakan tekanan tinggi untuk
mendorong fase geraknya. Campuran analit akan terpisah berdasarkan teramati pada spectrum
yang puncak-puncaknya terpisah. Untuk skala polaritas : golongan fluorocarbon < golongan
hidrokarbon < senyawa terhelogenasi < golongan eter ~ golongan ester < golongan keton ~
golongan aldehida < golongan alkohol < golongan asam.

HPLC dapat menganalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Pada proses kualitatif cara
yang paling umum untuk mengidentifikasi adalah melihat Retention Time (RT). Peak yang
mempunyai RT yang sama dengan standard umumnya adalah sebagai peak milik analit.
Selain melihat RT hal lain yang perlu dilihat adalah spectrum 3D dari signal kromatogram.
Zat yang sama akan mempunyai spectrum 3D yang juga sama. Sehingga jika spectrum 3D
antara dua zat berbed, maka kedua zat tersebut juga dipastikan adalah zat yang berlainan
meskipun memiliki RT yang sama.

Kemudian melalui analisa kuantitatif dapat diketahui kadar komponen yang dianalisis
didalam sample. Adapaun yang berperan dalam proses separasi pada systm HPLC adalah
kolom. Setelah itu hasil analisa HPLC berupa kromatogram akan terdapat peak-peak yang
menggambarkan banyaknya jenis komponen dalam sampel seperti sampel Panadol dan
Bodrex. Hal ini yang menyulitkan dalam identifikasi dan perhitungan konsentrasi. Oleh
karena itu sampel harus dilakukan separasi yang cukup rumit.

IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
 HPLC atau High Performance Liquid Chromatography merupakan teknik pemisahan
yang dilakukan berdasarkan sifat kepolaran masing-masing komponen dalam analit
terhadap fase geraknya.
 Kegunaan umum HPLC untuk pemisahan sejumlah senyawa organic, anorganik,
maupun senyawa biologis, analisis ketidakmakmuran, analisis senyawa-senyawa
mudah menguap, penentuan molekul-molekul netral, amupun zwitter ion, dan lainnya.
 Analisa caffeine yang dilakukan harus terhindar dari adanya gelembung-gelembung
atau gas udara dalam penganalisaan dari awal hingga akhir agar pembacaan detector
tidak terganggu dan hasilnya tidak kacau.
 Sampel yang memiliki Red Time (RT) yang sama dengan standar adalah sampel
panadol dengan RT sebesar 3,56. Sedangkan sampel yang memiliki RT lebih rendah
adalah sampel oskadon dan RT lebih tinggi dari standar adalah sampel Bodrex yang
masing-masing RT sebesar 3,55 dan 3,58.
X. DAFTAR PUSTAKA
Kasie Laboratorium Kimia Analitik Instrumen. Penuntun Praktikum KAI :
High Performance Liquid Chromatography (HPLC). 2018. Palembang : Politeknik
Negeri Sriwijaya.
Ir. Muhammad Taufik, M.Si, dkk. Modul Kimia Analitik Instrumen. 2018.
Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya
GAMBAR ALAT

High Pressure Liquid Cromatography Neraca Analitik


(HPLC)

Gelas Kimia, Ultrasonic Cleaner, Labu ukur Spatula, Kaca Arloji, Mortar
SPEKTROFOTOMETRI UV/VIS

I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menggunakan alat sektrometer sinar tampak (VIS) dan ultraviolet
2. Menganalisis cuplikan secara spektrofotometri.

II. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN


 Alat yang digunakan:
1. Spektrofotometer Agilent
2. Kuvet / sel
3. Labu takar 250 mL
4. Labu takar 100 mL
5. Labu takar 50 mL
6. Gelas kimia 100 mL
7. Pipet ukur 10 mL
8. Batang pengaduk dan spatula
9. Corong gelas
10. Pipet tetes
11. Bola karet
12. Botol aquadest

 Bahan yang digunakan:


1. CuSO4.5H2O
2. H2SO4 pekat
3. NH3 pekat
4. Sampel caffeine, panadol, oskadon dan bodrex

III. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)

IV. DASAR TEORI


Cahaya yang dapat dilihat oleh manusia cahaya terlihat/tampak. Biasanya
cahaya yang terlihat merupakan campuran dari cahaya yang mempunyai berbagai
panjang gelombang, mulai dari 400 nm hingga 700 nm, seperti pelangi dilang it.
Hubungan antara warna sinar tampak dengan panjang gelombang terlihat
seperti tabel di bawah. Dalam tabel berikut ini tercantum warna dan warna
komplementernya merupakan pasangan dari setiap dua warna dari spektrum yang
menghasilkan warna putih jika dicampurkan.

Tabel 1. Warna dan warna komplementer

Panjang gelombang Warna


Warna
(nm) komplementer

400 – 435 Ungu Hijau kekuningan


435 – 480 Biru Kuning
480 – 490 Biru kehijauan Jingga
490 – 500 Hijau kebiruan Merah
500 – 560 Hijau Ungu kemerahan
560 – 580 Hijau kekuningan Ungu
595 – 610 Jingga Biru kehijauan
610 – 680 Merah Hijau kebiruan
680 – 700 Ungu kemerahan hijau

Bila seberkas sinar radiasidengan intensitas I 0 dilewatkan melalui medium yang


panjang b dan mengandung molekul pada tingkat energi elektronik dasar dengan
konsentrasi C, maka radiasi akan diserap sebagian dan intensitas radiasi akan berkurang
menjadi I, sehingga persaman:
I=I 0 . Exp (- kbc) ………..………………………………… (1)
Atau
Log I 0 /I=a.b.c atau A=a.b.c ……………………………………….... (2)
Dengan,
a =Koefesienterapan(serapanmolar)
A= log I 0/I= absorben
K= ketetapan perbandingan
I0/I= Transmitansi(T)
Persamaan dua dikenal sebagai hukum lambert-Beer, yamg digunakan sebagai
dasar analisa kuantitatif dalam spektrofotometri sinar tampak.
Dari persamaan tersebut diatas menunjukan bahwa absorbansi berbanding lurus
dengan konsentrasi larutan. Besarnya konsentrasi ini sebanding dengan konsentrasi
larutan sehingga dengan meletakkan besarnya absorbansi sebagai titik ordinat dengan
konsentrasi larutan standar sebagai absis akan diperoleh kurva garis lurus. Kurva ini
disebut sebagai kurva kalibrasi (kurva standar). Dengan memasukkan absorbansi larutan
cuplikan pada kurva kalibrasi tersebut, maka dapat ditentukan konsentrasi larutan
didalam cuplikan .
Pada analisis kuantitatif, ada tiga metode yang sesuai dan secara umum sering
digunakan pada penentuan unsur didalam suatu bahan , seperti diuraikan dibawah ini:
1. Metode relatif, yaitu dengan mengukur absorbansi atau transmitan dari larutan
blanko, larutan standar dan larutan cuplikan.

Dengan,
Ab = absorbansi larutan baku
A0 = adsorbansi larutan blanko
As = adsorbansi larutan cuplikan
Cb = konsentrasi larutan baku
Cs = konsentrasi larutan cuplikan

2. Metode kurva kalibrasi, yaitu dengan membuat kurva antara konsentrasi larutan
standar terhadap absorbansi, dengan kurva tersebut berupa garis lurus, kemudian
dengan cara mengintepolasikan dari larutan cuplikan kedalam kurva standar tersebut
di atas, akan diperoleh konsentrasi larutan cuplikan.
Abs (absorbansi cuplikan)

Cs (Konsentrasi cuplikan)
3. Metode penamahan standar
Untuk kondisi tertentu, metode kalibrasi kurang baik, karena adanya matrik
yang mengganggu pengukuran absorbsi atau transmitannya. Pada metode kurva
penambahan standar ini dibuat sedretan larutan cuplikan dengan konsentrasi yang
sama. Masing-masing larutan ditambah dengan larutan standar dari unsur yang
dilakukan analisis dengan konsentrasi mulai dari 0 sampai konsentrasi tertentu.
Absorbansi masing-masing larutan diukur dan dibuat kurva absorbansi terhadap
konsentrasi unsur standar yang ditambahkan.
Dari ekstrapolasi kurva ke sumbu konsentrasi akan diperoleh intersep pada
sumbu dari konsentrasi unsur didalam cuplikan yang diukur.
Selain dengan cara ekstrapolasi, konsentrasi unsur didalam cuplikan dapat
dihitung dengan persamaan:

Dengan,
Cs= konsentrasi unsur dalam cuplikan
Ao= absorbansi larutan cuplikan tanpa penambahan larutan standar
Aadd = absorbansi larutan cuplikan dengan penambahan larutan standar
X= konsentrasi unsur standar yang ditambahkan

 TEORI TAMBAHAN
1. Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan
spektrofotometer.Spektriofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan
fotometer.Spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara relative
jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang.Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang
tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorpsi.

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer
dan fotometer.Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorpsi.Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang.Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang
dari sinar putih lebih dapat terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma,
grating ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang
diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin
diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek
panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang
benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma.
Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator,
sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan
absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar SM,1990).

2. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai
sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-
780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.Spektrofotometri UV-Vis melibatkan
energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri
UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.

Spektroskopi UV/VIS merupakan metode penting yang mapan, andal dan


akurat.Dengan menggunakan spektroskopi UV/VIS, substansi tak dikenal dapat diidentifikasi
dan konsentrasi substansi yang dikenal dapat ditentukan.Pelarut untuk spektroskopi UV harus
memiliki sifat pelarut yang baik dan memancarkan sinar UV dalam rentang UV yang luas.

Spektrofotometer Uv-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi,


reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang.Spektrofotometer sesuai dengan namanya merupakan alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer.Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan
atau yang diabsorbsi.Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi cahaya secara
relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari
panjang gelombang.Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum sinar tampak yang
sinambung dan monokromatis.Sel pengabsorbsi untuk mengukur perbedaan absorbsi antara
cuplikan dengan blanko ataupun pembanding.

Spektrofotometer Uv-Vis merupakan spektrofotometer yang digunakan untuk


pengukuran didaerah ultra violet dan didaerah tampak.Semua metode spektrofotometri
berdasarkan pada serapan sinar oleh senyawa yang ditentukan, sinar yang digunakan adalah
sinar yang semonokromatis mungkin.

Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible) adalah salah satu dari sekian banyak
instrumen yang biasa digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia.Spektrofotometer
umum digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia
serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa
metode analisa.

Spektrofotometri UV/Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada


molekul yang dianalisis, sehingga spetrofotometer UV/Vis lebih banyak dpakai ntuk analisis
kuantitatif dibanding kualitatif.

Spektrofotometri UV-vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet


(200–350 nm) dan sinar tampak (350 – 800 nm) oleh suatu senyawa. Serapan cahaya uv atau
cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital
keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi.

3. Absorbsi
Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi electron-
electron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi
berenergi lebih tinggi.Energi yang terserap kemudian terbuang sebagai cahaya atau
tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan radiasi ultraviolet meningkatkan
energi elektronik sebuah molekul, artinya energi yang disumbangkan oleh foton-foton
memungkinkan electron-electron itu mengatasi kekangan inti dan pindah ke luar ke orbital
baru yag lebih tinggi energinya. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-
tampak karena mereka mengandung electron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat
dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.

Absorbsi untuk transisi electron seharusnya tampak pada panjang gelombang diskrit
sebagai suatu spectrum garis atau peak tajam namun ternyata berbeda.Spektrum UV maupun
tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar.Ini
disebabkan terbaginya keadaan dasar dan keadaan eksitasi sebuah molekul dalam subtingkat-
subtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi elektronik dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari
keadaan dasar ke subtingkat apa saja dari keadaan eksitasi. Karena berbagi transisi ini berbeda
energi sedikit sekali, maka panjang gelombang absorpsinya juga berbeda sedikit dan
menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spectrum itu.

Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi,
tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.Absorptivitas tergantung pada
suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh
satuan-satuan b dan c. Jika satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan
absorptivitas molar dan disimbolkan dengan ε dengan satuan M -1
cm-1 atau liter.mol-1cm-1.
Jika c dinyatakan dalam persen berat/volume (g/100mL) maka absorptivitas dapat ditulis
dengan E1%1cmA1%1cm(Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Cara kerja spektrofotometer


Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut. Tempatkan larutan
pembanding, misalnya blangko dalam sel pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis
pada sel kedua. Kemudian pilih foto sel yang cocok 200nm-650nm (650nm-1100nm) agar
daerah λ yang diperlukan dapat terliputi.Dengan ruang foto sel dalam keadaan tertutup “nol”
galvanometer didapat dengan menggunakan tombol dark-current.Pilih h yang diinginkan,
buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blangko dan “nol” galvanometer didapat
dengan memutar tombol sensitivitas.Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian
atur besarnya pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis.
Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel.

5. Keuntungan Spektrofotometer
Keuntungan dari spektrofotometer adalah yang pertama penggunaannya luas, dapat
digunakan untuk senyawa anorganik, organik dan biokimia yang diabsorpsi di daerah ultra
lembayung atau daerah tampak.Kedua sensitivitasnya tinggi, batas deteksi untuk
mengabsorpsi pada jarak 10-4 sampai 10-5 M. Jarak ini dapat diperpanjang menjadi 10-6
sampai 10-7 M dengan prosedur modifikasi yang pasti.Ketiga selektivitasnya sedang sampai
tinggi, jika panjang gelombang dapat ditemukan dimana analit mengabsorpsi sendiri,
persiapan pemisahan menjadi tidak perlu.Keempat, ketelitiannya baik, kesalahan relatif pada
konsentrasi yang ditemui dengan tipe spektrofotometer UV-Vis ada pada jarak dari 1%
sampai 5%.Kesalahan tersebut dapat diperkecil hingga beberapa puluh persen dengan
perlakuan yang khusus.Dan yang terakhir mudah, spektrofotometer mengukur dengan mudah
dan kinerjanya cepat dengan instrumen modern, daerah pembacaannya otomatis (Skoog, DA,
1996).

6. Komponen-komponen Pada spektrofotometer


Yang pertama adalah sumber cahaya, Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer,
haruslah memiliki pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi.Sumber energi cahaya
yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah lampu
pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola
lampu pijar biasa, daerah panjanggelombang ( λ) adalah 350 – 2200 nanometer (nm). sumber
cahaya ini digunakan untuk radiasi kontinyu:

 Untuk daerah UV dan daerah tampak


1. Lampu wolfram (lampu pijar) menghasilkan
Tabel 1. Spektrum Tampak dan Warna-warna Komplementer
Warna Intervalλ Intervalν

Red 625 to 740 nm 480 to 405 THz


Orange 590 to 625 nm 510 to 480 THz
Yellow 565 to 590 nm 530 to 510 THz
Green 520 to 565 nm 580 to 530 THz
Cyan 500 to 520 nm 600 to 580 THz
Blue 430 to 500 nm 700 to 600 THz
Violet 380 to 430 nm 790 to 700 THz

Tabel 2. Spektrum cahaya tampak (visible)


Panjang gelombang Warna
Warna
(nm) Komplementer

400 – 435 Lembayung (violet) Kuning-hijau


435 – 480 Biru Kuning
480 – 490 Hijau-biru Jingga
490 – 500 Biru-hijau Merah
500 – 560 Hijau Ungu (purple)
560 – 580 Kuning-hijau Lembayung (violet)
580 – 595 Kuning Biru
595 – 610 Jingga Hijau-biru
610 – 750 Merah Biru-hijau

Hal kedua yang diperlukan adalah pembaur cahaya yang kerennya disebut
monokromator yang di video memberikan sinar pelangi, karena dari sana lah kemudian kita
bisa memilih panjang gelombang yang diinginka/diperlukan. Pada video yang diperlihatkan
sinar tampak atau untuk spektro visible, tapi untuk UV pun kerjanya sama, hanya saja tidak
akan terlihat oleh mata kita.

Hal ketiga adalah tempat sampel atau kuvet, pada praktikum tempat meletakan kuvet
ada dua karena alat yang dipakai tipe double beam, disanalah kita menyimpan sample dan
yang satu lagi untuk blanko. Pada pengukuran di daerah sinar tampak digunakan kuvet kaca
dan daerah UV digunakan kuvet kuarsa sertakristal garam untuk daerah IR.
Keempat adalah detektor atau pembaca cahaya yang diteruskan oleh sampel, disini
terjadi pengubahan data sinar menjadi angka yang akan ditampilkan pada reader (komputer).
Komponen lain yang nampak penting adalah cermin-cermin dan tentunya slit (celah kecil)
untuk membuat sinar terfokus dan tidak membaur tentunya, jadi satu hal penting dalam
pekerjaan dengan spektrofotometer Uv-Vis adalah harus dihindari adanya cahaya yang masuk
ke dalam alat, biasanya pada saat menutup tenpat kuvet, karena bila ada cahaya lain otomatis
jumlah cahaya yang diukur menjadi bertambah.

7. Tipe Instrumen Spektrofotometer.


1. Single-beam instrument

Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan mengukur


absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam instrument mempunyai beberapa
keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan mengurangi biaya yang ada merupakan
keuntungan yang nyata.Beberapa instrumen menghasilkan single-beam instrument untuk
pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak. Panjang gelombang paling rendah adalah 190
sampai 210 nm dan paling tinggi adalah 800 sampai 1000 nm (Skoog, DA, 1996).

2. Double-beam instrument

Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai 750
nm.Double-beam instrument dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh potongan
cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati larutan
blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel, mencocokkan foto detektor yang
keluar menjelaskan perbandingan yang ditetapkan secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat
pembaca (Skoog, DA, 1996).
VII. PERHITUNGAN
1. Pembuatan Larutan Standar Paracetamol (1000 ppm dalam 50ml)

Gr paracetamol =

= 50 mg

2. Pembuatan Larutan Sample (V = 50 ml)

Gr sample = x bobot rata-rata sample

a. Bodrex

Gr sample = x 0,0872 gr

= 0,0689 gr

b. Panadol

Gr sample = x 0,6511 gr

= 0,0651 gr

c. Oskadon

Gr sample = x 0,6987 gr

= 0,0998 gr

d. Paramex

Gr sample = x 0,7520 gr

= 0,1504 gr
3. Penentuan Kadar Paracetamol dalam Sample dengan Menggunakan Excel
Y = mx + c
= 0,0746 + 0,0002
R2 = 1

a. Bodrex
Mean Abs = 1,52670
1,52670 = 0,0746 x + 0,0002
[X] = 20,4625

b. Panadol
Mean Abs = 1,57250
1,57250 = 0,0746 x + 0,0002
[X] = 21.0764

c. Oskadon
Mean Abs = 1,73300
1,73300 = 0,0746 x + 0,0002
[X] = 23,2279

d. Paramex
Mean Abs = 1,82660
1,82660 = 0,0746 x + 0,0002
[X] = 24,4826

4. Menghitung % Kesalahan Yang Terjadi

% Kesalahan = x 100 %
1. Bodrex

% Kesalahan = x 100 %
= 0,0117 %
2. Panadol

% Kesalahan = x 100 %
= 0,0161 %

3. Oskadon

% Kesalahan = x 100 %
= 0,0168 %

4. Paramex

% Kesalahan = x 100 %
= 0,0147 %

VIII. ANALISA PERCOBAAN


Pada percobaan minggu pertama, kami menganalisa sampel untuk menentukan /
konsentrasi Cu yang ada didalamnya setelah melakukan percobaan, dapat dianalisa
bahwa panjang gelombang maksimum dari larutan standar yaitu berada pada nilai 602 nm
dengan nilai absorbansinya sebesar 0,25391. Setelah menentukan panjang ge lombang
maksimum, selanjutnya yaitu mencari nilai absorbansi dan konsentrasi larutan dari
sampel untuk pembuatan kurva kalibrasi. Adapun dari percobaan tersebut dapat dilihat
bahwa pada panjang gelombang maksimum 602 nm, sampel 1 yang mempunyai
konsentrasi lebih besar dibanding sampel 2 memiliki nilai absorbansi yang lebih tinggi
yaitu sebesar 0,13351. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar kandungan /
konsentrasi Cu, maka nilai absorbansinya pun akan semakin meningkat.
Selanjutnya pada percobaan minggu ke 2 yaitu dilakukan untuk menentukan
kandungan / konsentrasi paracetamol dalam sampel obat panadol, bodrex, paramex dan
oskadon sebelum menganalisa sampel tersebut, terlebih dahulu menganalisa larutan
standar paracetamol untuk menetukan panjang gelombang maksimum. Adapun panjang
gelombang maksimum yang didapatkan yaitu sebesar 257 nm.Sama seperti minggu
pertama, setelah didapatkan panjang gelombang makismum selanjutnya yaitu mencari
nilai absorbansi dan konsentrasi larutan dari masing – masing sampel untuk pembuatan
kurva kalibrasi. Dari kurva kalibrasi didapatkan persamaan y = 0,0746x + 0,0002 dengan
sumbu x adalah konsentrasi dan sumbu y adalah absorbansi. Selanjutnya adalah
menganalisa dengan menggunakan persamaan y = ax + b, pertama menentukan
absorbansi setiap sampel kemudian dari persamaan yang didapat pada kurva kalibrasi y =
0,0746x + 0,0002 dapat digunakan untuk menghitung x (konsentrasi). Adapun pada
sampel bodrex absorbansinya 1,52670 dan konsentrasinya 20,4625 ppm, pada sampel
panadol absorbansinya 1,5275 dan konsentrasinya 21,0764 ppm, pada sampel oskadon
absorbansinya 1,733 dan konsentrasinya 23,2279 ppm, pada sampel paramex
absorbansinya 1,8266 dan kosentrasinya 24,4826 ppm, dari data tersebut dapat dianalisis
bahwa kandungan / konsentrasi paracetamol berbanding lurus dengan nilai absorbansinya
yang dimana semakin besar konsentrasi paracetamol maka akan semakin besar pula nilai
absorbansinya.

IX. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada percobaan minggu ke 1, panjang gelombang maksimum yang didapat yaitu
602 nm dengan absorbansinya sebesar 0,25391, sedangkan pada percobaan
minggu ke 2, panjang gelombang maksimum yang didapat yaitu 257 nm dengan
absorbansinya sebesar 1,49032.
2. Pada minggu ke 1, sampel 1 memiliki nilai absorbansi yang lebih besar
dibandingan sampel 2 yaitu sebesar 0,13351.
3. Pada minggu ke 2, sampel yang memiliki nilai absorbansi paling tinggi yaitu
sampel paramex sebesar 1,8266. Sedangkan sampel yang memiliki nilai
absorbansi paling kecil yaitu sampel panadol sebesar 0,0977.
4. Konsentrasi berbanding lurus dengan nilai absorbansi yang dimana semakin tinggi
konsentrasi, maka akan semakin tinggi pula nilai absorbansinya.
X. DAFTAR PUSTAKA
Jobsheet. 2014.“Kimia Analitik Instrument”. PoliteknikNegeri
Sriwijaya. Palembang.
Andriyanto507.blogspot.com/2013.12/makalah-spektrofotometri-uv-
visoinfra.html
GAMBAR ALAT

Gelas Kimia
Labu ukur
Spektrofotometri UV-
Vis

Pipet ukur Bola Karet


Batang Pengaduk

Botol Aquadest
Spatula Pipet tetes
UJI ANALISA EMISI GAS BUANG

I. TUJUAN PERCOBAAN

Setelah melakukan percobaan ini,mahasiswa diharapkan dapat:

1. Dapat melakukan analisa gas buang kendaraan bermotor menggunakan alat uji
emisi.
2. Memperoleh gambaran secara cepat tentang efisiensi pembakaran didalam mesin.

II. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

- Alat yang digunakan


1. Portable combustion gas analyzers 4400
2. Kabel dan terminal listrik
- Bahan yang digunakan
1. Gas buang kendaraan bermotor
 Motor Scoopy Tahun 2012
 Motor Yamaha Tahun 2015
 Mtor Kawasaki Tahun 2015

III. DASAR TEORI

Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar didalam mesin
pembakaran dalam dan mesin pembakaran luar, yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan
Mesin.Pada hasil proses pembakaran motor bensin, emisi gas buang yang dihasilkan meliputi
:
1. HC atau Hidrokarbon
Hidrocarbon / HC merupakan unsur senyawa bahan bakar bensin. HC yang ada pada gas
buang adalah dari senyawa bahan bakar yang tidak terbakar habis dalam proses
pembakaran motor, HC diukur dalam satuan ppm. Dengan standart gas limit adalah 800
ppm. HC merupakan ikatan hidrogen berupa senyawa hidrat arang yang dihasilkan
akibat proses pembakaran yang tidak sempurna dan sisa pembakaran yang tidak terbuang.
Selain itu, akbat proses pembakaran pada HC yang tidak sempurna, akan menghasilkan
gas buang yang berbahaya. HC ini hanya akan bereaksi dengan oksigen pada pembakaran
sempurna dan akan menghasilkan gas buang yang berbahaya. HC akan bereaksi dengan
oksigen pada pembakaran semourna dan akan menghasilkan CO (karbondioksida) dan
H2O (air) serta nitrogen keluar sebagai N2. Reaksinya :
HC (l) + O2 (g) → CO2 (g) + H2O (aq)
Kemungkinan penyebab emisi HC ini tinggi dan dapat menimbulkan gas – gas buang lain
yang berbahaya diantaranya Catlytic Converter (CC), pada kendaraan tidak berfungsi dan
AFR ( Air to Fuel Ratio) yaitu rasio perbandingan anatar udara dengan bensin yang tidak
tepat yang mengakibatkan bensin tidak terbakar sempurna diruang bakar. Adapun
penyebabnya dikarenakan :
 Tekanan kompresi lemah
 Stelan timing tidak tepat
 Kabel busi rusak/resistornya tinggi
 Platina atau pickup coil rusak
 Ignition coil rusak/tegangan sekundernya lemah
 Pemakaian type busi yang tidak tepat (type busi dingin)
 Terjadi kesalahan sensor pengapian (CKP, CMP)
Semakin kecil nilai HC maka semakin efisien pula proses pembakaran yang terjadi di
mesin pembakaran.

2. CO atau Carbon Monoksida


Merupakan senyawa gas beracun yang terbentuk akibat pembakaran yang tidak sempurna
dalam prose kerja motor, CO diukur dalam satuan % volume. Standart gas limit CO
adalah 4,50%. Gas CO ini timbul akibat berkurangnya campuran udara dalam proses
pembakaran pada HC yang tidak sempurna. Emisi CO pada kendaraan dapat dikurangi
dengan mengubah ke CO2 dengan bantuan sedikit tambahan oksigen dan panas pada
mesin. Biasanya gas CO berupa asam hitam yang dikeluarkan melalui knalpot kendaraan.
Hal – hal yang bisa menyebabkan pencampuran adalah :
 Filter udara mampet
 Spuyer (main jet/slow jet) korosi, longgar
 Stelan karburator salah
 Choke menutup terus
 Injector tidak mengabut dengan baik
 Cold start injector kerja terus menerus
 Terjadi kesalahan sensor (MAP, Air Flow, IAT, ECT dan O2 sensor). Msing –
masing sensor tersebut memberikan signal tegangan yang besar ke ECU, sehingga
ECU meningkatkan debit bensin.
3. NOx
Adalah unsur dari Nitrogen Oksida (NO) dan Nitrogen Dioksida (NO2) tetapi sering
dinyatakan dalam NOx saja. NOx juga merupakan senyawa gas beracun yang
ditimbulkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna. Senyawa ini dihasilkan karena
tingginya konsentrasi oksigen dan suhu diruang bakar. Nitrogen adalah gas inert uang
amat stabil yang tidak akan berikatan dengan unsur lain. Tetapi, dalam kondisi sushu
tinggi dan tekanan tinggi dalam ruang bakar, nitrogen akan memecah ikatannya dan
berikatan dengan oksigen. Emisi senyawa NOx ini sangat tidak stabil dan bila terlepas ke
udara bebas, akan berikatan dengan oksigen dan membentuk NO2, senyawa inilah yang
sangat berbahaya karena beracun dan bila terkena air akan membentuk senyawa nitrat.

4. Pb atau Timah Hitam


Adalah senyawa beracun yang terkandung dalam bahan bakar bensin dengan tujuan utuk
menaikkan angka Oktan Bensin sehingga pada waktu pembakaran dalam proses kerja
motor tidak mudah terjadi Detonasi atau Knocking.

5. CO2 atau Carbon Dioksida


Merupakan senyawa yang tidak beracun hasil pembakaran motor, tetapi efek dari CO 2 ini
adalah membawa dampak terhadap efek rumah kaca/ pemanasan global. Standart gas
limit CO2 adalah 0,00%. Konsentrasi CO2 semakin tinggi maka akan semakin baik, hal
ini menunjukkan secara langsung status proses pembakaran diruang bakar pada proses
pembakaran.

6. SO2 atau Belerang


Merupakan senyawa hasil pembakaran motor yang bersifat asam yang dapat membawa
dampak terjadinya hujan asam yang nantinya dapat mengakibatkan kerusakan dan
kematian organisme makhluk hidup, disamping itu juga membawa dampak cepat
terjadinya korosi/karat pada logam, kalau pada kendaraan dapat mempercepat terjadinya
keropos pada knalpot.

7. AFR
Menunjukkan jumlah bagian udara yang terjadi di ruang pembakaran mesin. Idealnya
mesin yang efisien memiliki nilai AFR 14,7. Namun dalam kenyataannya kita tidak bisa
atau sulit mengkondisikan mesin/mentune-up mesin untuk mendapatkan nilai AFR
sebesar 14,7. Oleh karenanya nilai AFR ini berkisar antara 14,5 s/d 15,5. Apabila nilai
AFR kurang dari angka itu atau lebih, maka terjadi pencampuran gemuk (kebanyakan
bensin), sebaliknya jika nilai AFR melebihi dari angka itu terjadi percampuran kurus
(kebanyakan udara).

8. Lambda
Merupakan kesimpulan proses pembakaran yang terjadi di mesin, jika lambda 1, berarti
pembakaran bahan bakar dimesin sangat efisien/ideal, dalam artian komposisi
pencampuran udara dan bahan bakar akan benar – benar homogen. Namun biasanya kita
sangat sulit untuk mentune-up kendaraan untuk memperoleh nilai lambda ini mempunyai
posisi range nilai 0,95 s/d 1,05. Jika nilai lambda kurang dari angka itu berarti terjadi
percampuran gemuk (kebanyakan bensin), sedangkan jika nilai lambda melebihi dari
angkaitu menandakan campuran kurus (kebanyakan udara).

Beberapa variabel yang dapat memberikan gambaran terhadap polusi yang dikeluarkan
dari pembakaran mesin menurut Davis dan Cornwell (1991), yaitu :
1. Rasio bahan bakar dan udara
Rasio bahan bakar dan udara mempunyai efek langsung terhadap jenis emisi mesin hal
yang paling mudah untuk diatur. Pada kondisi rasio bahan bakar dan udara yang rendah
emisi CO dan HC meningkat. Pada rasio bahan bakar dan udara yang tinggi sekitar 15,5
emisi NO meningkat. Pada kondisicampuran tadi yang cenderung meninggi, emisi NO
mulai menurun. Kemudian salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengontrol
emisidengan menyetel karburator, jadi mesin yang dingin mampu dijalankan. Jadi rasio
bahan bakar dan udara >17, campuran gas tidak akan terbakar sebagaimana mestinya.

2. Kecepatan mesin
Peningkatan kecepatan mesin (bukan kecepatan kendaraan) menurunkan emisi HC.Ini
terjadi karena menurunnya bahan bakar yang tidak terbakar di dalam silinder dan
penurunan gas yang tidak dinyalakan tidak bereaksi dalam ruang pembakaran. Emisi NO
meningkat hingga nilai maksimum yang dicapai dalam rasio bahan bakar dan udara.

3. Waktu pembakaran
Perlambatan dari waktu pembakaran menurunkan emisi HC sebagai hasil penurunan
bahan bakar tidak terbakar.Emisi NO juga menurun dengan meningkatnya perlambatan
waktu pembakaran. Sedikit atau tidak ada perubahan yang terjadi dalam emisi CO hingga
perlambatan di dalam waktu pembakaran menjadi berlebih sehingga emisi CO meningkat.
4. Rasio tekanan
Penurunan terhadap rasio tekanan akan menurunkan emisi HC dan NOx. Hal tersebut juga
tidak memberi efek pada emisi CO. Rasio tekanan yang rendah berarti respon yang rendah
juga.

Tabel 1. Sumber dan Standar Kesehatan Emisi Gas Buang

Pencemar Sumber Keterangan

Buangan kendaraan
Standar kesehatan:
Karbon monoksida (CO) bermotor; beberapa
10 mg/m3 (9 ppm)
proses industri

Standar kesehatan:
Panas dan fasilitas
Sulfur dioksida (S02) 80 ug/m3 (0.03
pembangkit listrik
ppm)

Buangan kendaraan Standar kesehatan:


Partikulat Matter bermotor; beberapa 50 ug/m3 selama 1
proses industri tahun; 150 ug/m3

Buangan kendaraan Standar kesehatan:


Nitrogen dioksida (N02) bermotor; panas dan 100 pg/m3 (0.05
fasilitas ppm) selama 1 jam

Standar kesehatan:
Ozon (03) Terbentuk di atmosfir 235 ug/m3 (0.12
ppm) selama 1 jam

Sumber : Bapedal

Tabel 1. memperlihatkan sumber emisi dan standar kesehatan yang ditetapkan oleh
pemerintah melalui keputusan Bapedal.BPLHD Propinsi DKI Jakarta pun mencatat bahwa
adanya penurunan yang signifikan jumlah hari dalam kategori baik untuk dihirup dari tahun
ke tahun sangat mengkhawatirkan. Dimana pada tahun 2000 kategori udara yang baik sekitar
32% (117 hari dalam satu tahun) dan di tahun 2003 turun menjadi hanya 6.85% (25 hari
dalam satu tahun). Hal ini menandakan Indonesia sudah seharusnya memperketat peraturan
tentang pengurangan emisi baik sektor industri maupun sektor transportasi darat/laut.Selain
itu tentunya penemuan-penemuan teknologi baru pengurangan emisidilanjutkan dengan
pengaplikasiannya di masyarakat menjadi suatu prioritas utama bagi pengendalian polusi
udara di Indonesia.
Adapun Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup NO. 35 Tahun 1993 tentang
Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor yaitu menetapkan kandungan CO
(karbon momoksida) dan HC (hidro karbon) dan ketebalan asap pada pancaran gas buang :
1. sepeda motor 2(dua) langkah dengan bahan bakar bensin dengan bilangan oktan3 87
ditentukan maksimum 4,5% untuk CO dan 3800 ppm untuk HC
2. sepeda motor 4(empat) langkah dengan bahan bakar bensin dengan bilangan oktan3 87
ditentukan maksimum 4,5% untuk CO dan 2400 ppm untuk HC
3. kendaraan bermotor selain sepeda 2 (dua) langkah dengan bahan bakar bensin dengan
bilangan oktan3 87 ditentukan maksimum 4,5% untuk CO dan 1200 ppm untuk HC
4. kendaraan bermotor selain sepeda motor 2 (dua) langkah dengan bahan bakar solar
dengan bilangan oktan3 45 ditentukan maksimum ekuivalen 50% Bosch pada diameter
102 mm atau 25% opositi untuk ketebalan asap.

IV. PROSEDUR KERJA


1. Menghubungkan selang penyaring udara,selang sampling udara dan kabel termokopel
ke alat.
2. Menghubungkan alat ke sumber arus.
3. Menekan tombol “ON” beberapa detik sampai layar alat menyala.
4. Menunggu beberapa saat, alat akan melakukan analisa autozero proses ini dilakukan
sebanyak tiga kali.
5. Memasukan ujung selang analisa kebagian mesin yang akan diukur gas buangnya.
6. Menekan tombol “OK”, maka alat akan melakukan analisa satu kali analisa
pada layar muncul hitungan mundur alat akan melakukan analisa
sebanyak tiga kali.
7. Untuk mencetak hasil analisa menekan tombol “print”.
V. DATA PENGAMATAN
T. T.
Jenis Tahun CO NO Nox NO/NO
Flue Air O2
Kendaraan Kendaran (ppm) (ppm) (ppm) x (ppm)
(oC) (oC)
Honda Scoopy 2012 41,1 30,4 Error 16300 22 23 0,9565
Yamaha 2015 38,6 29,9 Error 572 3 3 1
Kawasaki 2015 47,2 29,2 Error 2294 20 21 0,9524
VI. ANALISA PERCOBAAN

Dari praktikum yang kami lakukan, kami mendapatkan data mengenai beberapa
sampel motor yang telah dilakukan uji coba untuk mengetahui emisi gas buang dari beberapa
sampel tersebut. Sampel yang diambil diantaranya, yaitu sampel motor Scoopy tahun 2012,
motor Yamaha R-15 tahun 2015 dan motor Kawasaki tahun 2015.
Berdasarkan data hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa kadar CO pada gas buang
sampel motor Scoopy tahun 2012 yaitu sebesar 16.300 ppm atau setara dengan 1,63%. Pada
sampel motor Yamaha R-15 tahun 2015 yaitu sebesar 572 ppm atau 0,0572%, sedangkan
pada sampel motor Kawasaki tahun 2015 yaitu sebesar 2.294 ppm atau setara dengan
0,2294%. Sesuai dengan Ketentuan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2006
menetapkan bahwa ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama untuk parameter
CO tidak boleh melebihi 4,5%. Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dianalisa
bahwa ketiga sampel gas buang motor masih tergolong aman terhadap lingkungan sebab tidak
melebihi ambang batas emisi gas buang yang telah ditetapkan. Namun, saat menganalisa O 2
hasil yang didapatkan adalah error, hal ini dikarenakan adanya kesalahan yang berasal dari
sensor atau pendeteksi alat Portable Combustion Gas Analyzer 4400.
Adapun jika dilihat dari parameter NO, terlihat bahwa sampel motor Scoopy tahun
2012 memiliki kadar gas buang NO yang paling tinggi dibanding dengan motor Yamaha R-15
dan motor Kawasaki. Pada sampel motor Scoopy kadar NO yaitu sebesar 22 ppm, sedangkan
pada sampel motor Yamaha R-15 yaitu sebesar 20 ppm dan pada sampel motor Kawasaki
yaitu sebesar 16 ppm. Hal ini dapat dianalisa disebabkan oleh beberapa kemungkinan yang
terjadi, diantaranya perawatan kendaraan yang tidak teratur, tahun pembuatan kendaraan yang
lebih lama, serta cara penggunaan kendaraan yang kurang baik. Namun, selain beberapa hal
tersebut, tingginya gas buang juga dapat dianalisa dipengaruhi oleh temperatur bahan bakar,
yang dimana semakin tinggi temperatur pembakaran, maka gas buang yang dihasilkan akan
semakin tinggi pula. Itulah mengapa meskipun motor Yamaha R-15 dan motor Kawasaki
yang dianalisa memiliki tahun keluaran motor serta penggunaan jenis bahan bakar yang sama,
namun telihat bahwa motor Yamaha R-15 memiliki nilai emisi gas buang yang lebih rendah,
dikarenakan temperatur bahan bakarnya yang lebih rendah pula dibandingkan motor
Kawasaki.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan pecobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, kadar CO pada kendaraan
bermotor tidak boleh lebih dari 4,5%. Dari pengujian kadar CO pada masing-masing
sampel masih termasuk ambang batas aman, yaitu :
a. Pada sampel Motor Scoopy tahun 2012 sebesar 1,63%.
b. Pada sampel Yamaha R-15 tahun 2015 sebesar 0,0572%.
c. Pada sampel Kawasaki tahun 2015 sebesar 0,2294%.
2. Semakin tinggi temperatur pembakaran maka gas buang yang dihasilkan akan semakin
besar pula.
3. Tingginya emisi gas buang dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan yang terjadi,
diantaranya perawatan kendaraan yang tidak teratur, tahun pembuatan kendaraan yang
lebih lama, dan cara penggunaan kendaraan bermotor yang kurang baik.
4. Emisi gas buang paling tinggi yaitu terdapat pada sampel motor Scoopy tahun 2012,
sedangkan emisi gas buang paling rendah yaitu terdapat pada sampel motor Yamaha
R-15.
5. Semakin kecil kadar CO, maka semakin sempurna proses pembakaran dan bahan
bakar akan semakin irit, sebaliknya jika semakin tinggi kadar CO maka semakin boros
bahan bakarnya.

VIII. PERTANYAAN
1. Sebutkan Peraturan Pemerintah baik dari Kementerian Lingkungan Hidup,
Kementerian Kesehatan maupun Peraturan Daerah yang mengatur mengenai nilai
ambang batas dari emisi kendaraan bermotor ?
Jawab:
a) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 35 Tahun 1993.
b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999.
c) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006.
d) Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003.
e) Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2009.
f) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2012.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Jobsheet. 2018. Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. “Analisa Gas Buang”.
Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya
http://hastripriyanto.blogspot.co.id/2012/06/modul-pembelajaran-sistem-gas-
buang.html (diakses pada 3 Januari 2019)
http://www.slideshare.net/mobile/Sasriadris/uji-emisi-gas-analyzer (diakses pada 3
Januari 2019)
GAMBAR ALAT

1 Set Portable Combustion Analyzers 4400


SPEKTROFOTOMETRI INFRAMERAH

I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat :
 Menjelaskan teori mengenai spektrofotometri infra merah.
 Mengoperasikan peralatan spektrofotometri infra merah dengan baik dan benar.
 Menganalisis suatu senyawa kimia dengan menggunakan peralatab
spektrofotometri infra merah.

II. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN


- Alat yang digunakan
1. Seperangkat Alat Spektrofotometer IR (Perkin Elmer 1310)
2. Mortar
3. Kaca Arloji
4. Spatula
5. Alat Press

- Bahan yang digunakan


1. KBr p.a
2. Asam Benzoat
3. NH4Cl
4. Film Polystirene
5. Sampel Film

III. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)

IV. DASAR TEORI


Spektrum infra merah (IR) terletak pada daerah dengan bilangan gelombang 12800
sampai 10 cm-1 atau panjang gelombang 0,78 – 1000 m. Umumnya daerah infra merah
terbagi dalam infra merah dekat, infra merah tengah dan infra merah jauh. Daerah
spektrum infra merah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Daerah Spektrum Infra Merah

Panjang Bilangan
Frekuensi
Daerah Gelombang Gelombang
(Hz)
-1
(m) (cm )

Dekat 0,78 – 2,5 12800 – 4000 3,8x1014 – 1,2x1014

Tengah 2,5 – 50 4000 – 200 1,2x1014 – 6,0x1014

Jauh 50 – 1000 200 – 10 6,0x1014 – 3,0x1014

Aplikasi spektroskopi infra merah sangat luas baik untuk analisis kualitatif maupun
kuantitatif. Penggunaan yang paling banyak adalah pada daerah pertengahan dengan
kisaran bilangan gelombang 4000 sampai 670 cm-1 atau dengan panjang gelombang 2,5
sampai 15 m. Kegunaan yang paling penting adalah untuk identifikasi senyawa organik
karena spektrumnya yang sangat kompleks terdiri dari banyak puncak-puncak. Dan juga
spektrum infra merah dari senyawa organik mempunyai sifat fisik yang karakteristik
artinya kemungkinan dua senyawa mempunyai spektrum sama adalah kecil sekali.
Banyak senyawa organik menyerap radiasi pada daerah tampak dan ultra violet dari
spektrum elektromagnetik. Bila senyawa menyerap radiasi pada daerah tampak dan ultra
violet maka elektron akan tereksitasi dari keadaan dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi. Senyawa organik juga menyerap radiasi elektromagnetik pada daerah infra merah.
Radiasi infra merah tidak mempunyai energi yang cukup untuk mengeksitasi elektron
tetapi dapat menyebabkan senyawa organik mengalami rotasi dan vibrasi. Bila molekul
mengabsorpsi radiasi infra merah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam
amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada dalam keadaan
vibrasi tereksitasi.
Radiasi infra merah dengan frekuensi kurang dari 100 cm-1 atau dengan panjang
gelombang lebih dari 100 µm diserap oleh molekul organik dan dikonversi ke dalam
energi rotasi molekul. Bila radiasi infra merah dengan frekuensi dalam kisaran 10000
sampai 100 cm-1 atau dengan panjang gelombang 1 sampai 100 µm diserap oleh molekul
organik dan dikonversi ke dalam energi vibrasi molekul.
Keadaan vibrasi dari ikatan terjadi pada keadaan tetap, atau terkuantisasi,
tingkat-tingkat energi. Panjang gelombang eksak absorpsi oleh suatu tipe ikatan tertentu,
bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang
berlainan (C-H, C-C, O-H, dan sebagainya) menyerap radiasi infra merah pada panjang
gelombang karakteristik yang berbeda. Namun hanya vibrasi yang menghasilkan
perubahan momen dwikutub saja yang teramati di dalam infra merah.

4.1 JENIS VIBRASI


Terdapat dua jenis vibrasi molekul yaitu vibrasi ulur (stretching) dan tekuk
(bending). Vibrasi ulur adalah pergerakan atom yang teratur sepanjang sumbu ikatan
antara dua atom sehingga jarak antara atom dapat bertambah atau berkurang. Contoh
vibrasi ulur , yaitu uluran simetri dan asimetri.
Vibrasi tekuk adalah pergerakan atom yang menyebabkan perubahan sudut
ikatan antara dua ikatan atau pergerakan dari sekelompok atom terhadap atom lainnya.
Contoh dari vibrasi tekuk adalah scissoring, wagging, twisting, dan rocking. Dari keempat
vibrasi tekuk, vibrasi scissoring dan rocking terletak pada satu bidang sedangkan vibrasi
wagging dan twisting terletak di luar bidang. Tanda + dan - pada vibrasi twisting
menunjukkan arah tegak lurus dengan bidang, + arahnya ke muka, dan - arahnya ke
belakang.
Suatu ikatan dalam sebuah dapat menjalani pelbagai macam vibrasi. Oleh
karena itu suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi pada lebih daripada satupanjang
gelombang. Misal, suatu ikatan O-H menyerap energi pada kira-kira 3330 cm-1 (vibrasi
ulur). Selain itu ikatan O-H juga menyerap pada kira-kira 1250 cm-1 (vibrasi tekuk).
Frekuensi vibrasi ulur dapat didekati atau dihitung dengan menggunakan
rumus Hooke. Dalam hal ini dua buah atom beserta ikatan kimia dianggap sebagai suatu
isolator harmonik sederhana yang terdiri dari dua massa yang dihubungkan dengan suatu
per (spring). Hukum Hooke menyatakan bahwa hubungan antar frekuensi isolasi, masa
atom dan konstanta gaya ikatan adalah sebagai berikut:

di mana : υ = frekuensi vibrasi (cm-1)


c = kecepatan radiasi (3x1014 cm//detik)
k = konstanta gaya ikatan
µ = m1m2/m1+m2 (m, massa atom)
Nilai k untuk ikatan tunggal kira-kira 5x105 dyne/cm dan bagi ikatan rangkap dua dan
tiga adalah berturut-turut 1x106 dyne/cm dan 15x105 dyne/cm. Sebagai contoh,
berdasarkan perhitungan ini, maka frekuensi vibrasi untuk ikatan C-H adalah 3040 cm-1.

SPEKTRA VIBRASI
Vibrasi molekul dapat terjadi dengan dua mekanisme yang berbeda:
- Kuanta radiasi inframerah secara langsung mengeksitasi atom: absorpsi radiasi
inframerah oleh atom menghasilkan spektrum inframerah.
- Kuanta radiasi tampak secara tidak langsung juga dapat menghasilkan vibrasi molekul,
disebut dengan efek Raman.

KONSEP DASAR VIBRASI ATOM


Untuk memahami konsep dasar tentang spectra vibrasi akan ditinjau ikatan kovalen
sederhana dari dua atom sebagai suatu pegas/per yang menghubungkan 2 atom dengan
massa m1 dan m2. Kekuatan tarik pegas dinyatakan sebagai konstanta gaya, k.

Mass Force constant Mass

m1 k m2

Gambar 1. Penggambaran 2 atom yang ber-ikatan sebagai bola dan pegas yang bergetar
searah dengan ikatan/pegas

Jika system tersebut digetarkan (dengan ditarik searah ikatan kemudian dilepas), maka
frekuensi (n) vibrasi yang terjadi dapat diterangkan dengan Hukum Hooke tentang
getaran harmonic sederhana:
n = 1/2p (k/m)1/2 (1)

di mana m adalah massa tereduksi kedua atom yang didefinisikan dengan persamaan
berikut:
1/m = 1/m1 + 1/m2 (2)
atau,
m = (m1m2)/(m1+m2) (3)
Menurut teori kuantum vibrasi molekul tidak boleh terjadi dengan frekuensi yang
sembarang dan energinya harus tertentu sesuai dengan bilangan kuantumnya (Ev):
Ev = (v + ½) hn (4)
Di mana v = 0, 1, 2, 3, …, dst dan h adalah konstanta Planck.

Sebagai contoh jika suatu molekul mengalami transisi energi vibrasi dari level terendah
ground state (v = 0) ke transisi tingkat pertama (v = 1) dengan cara menyerap radiasi IR,
maka frekuensi radiasi untuk transisi tersebut menurut prinsip Bohr adalah
hn = E1 – Eo (5)
dari persamaan (4) diperoleh Eo = ½ hn dan E1 = 3/2 hn, dengan demikian,
(E1 – Eo)/h = n (6)

Beberapa hal penting (Prinsip dasar ):


- Spektrofotometri IR didasarkan pada interaksi antara vibrasi atom2 yang berikatan atau
gugus fungsi dalam molekul dengan mengadsorbsi radiasi gelombang elektromagnetik
IR
- Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi energi vibrasi
molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya absorpsi adalah
terkuantitasi dan spesifik.
- Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi
elektromagnetik yang diserap sehingga bersifat spesifik terhadap atom2 yang berikatan
atau gugus fungsi tertentu.
- Proses absorpsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan baik nilai
maupun arah dari momen dwikutub ikatan.
- Dengan cara yang sama transisi energi vibrasi juga dapat terjadi dari tingkat energi
terendah (v = 0) ke tingkat energi kedua (v = 2) dengan frekuensi sebesar 2n (lihat
persamaan IV.6). Sebagai perbandingan dalam bahasa musik dikenal istilah:

n = frekuensi vibrasi dasar, sedangkan


2n = frekuensi overtone

Syarat-syarat terjadinya serapan IR → Perubahan momen dipol


Molekul yang tidak menyerap IR : H-H, Cl-Cl
Faktor-faktor yang mempengaruhi energi getaran: kekuatan gaya ikatan (k) dan massa
atom-atom
- Jenis ikatan
- Polaritas ikatan

4.2 JENIS GETARAN IKATAN


1. Ulur (asimetris dan simetris)

R R R R

C C

A B A B

• Frekuensi asimetris > frekuensi simetris


• Frekuensi ulur > frekuensi tekuk
• Seringkali terjadi overtune (kelipatan frekuensi)

2. Tekuk (deformasi)

R R R R
R R
R R

C C
C
C
A B A B
A B
A B

menggunting rocking melipat wagging


(pada bidang) (pada bidang) (di luar bidang) (di luar bidang)

Spektrofotometer inframerah mempunyai sistem optik yang serupa dengan


ultraviolet atau sinar tampak. Perbedaan utama terletak pada sumber energi dan sel.
Sumber radiasi pada spektrofotometri bias laser. Oleh karena sinar inframerah
mempunyai energi yang lebih rendah dari sinar ultraviolet atau sinar tampak, maka tebal
sel yang dipakai pada spektrofotometer lebih tipis daripada untuk spektrofotometer
lainnya ( 0,002 mm).

Oleh karena tidak ada pelarut yang sama sekali transparan terhadap sinar
inframerah, maka cuplikan dapat diukur sebagai padatan atau cairan murninya. Cuplikan
padat digerus dalam mortir kecil bersama kristal KBr kering dalam jumlah sedikit sekali
(0,5-2 mg cuplikan + 100 mg KBr kering). Campuran tersebut dipres diantara dua skrup
(Gambar 26) memakai kunci, kemudian kedua skrupnya dibuka dan band yang berisi
tablet cuplikan tipis diletakkan di tempat sel spektrofotometer inframerah dengan lubang
mengarah ke sumber radiasi.

Gambar 2. Salah satu pembuatan cuplikan padat

4.3 INSTRUMENTASI SPEKTROFOTOMETER IR

Spektrofotometer infra merah terdiri atas lima bagian utama, yaitu sumber
radiasi, wadah sampel, monokromator, detektor dan rekorder. Terdapat dua macam
spektrofotometer infra merah, yaitu dengan berkas tunggal (single beam) dan berkas
ganda (double beam).

Gambar 3. Diagram Instrumentasi Spektrofotometer IR


1. Sumber radiasi

Radiasi infra merah dihasilkan dari pemanassan suatu sumber radiasi dengan
listrik sampai suhu antara 1500 -2000 K. Sumber radiasi yang biasa digunakan berupa
Nernst Glower, Globar dan kawat Nikhrom.

- Filamen Nernst dibuat dari campuran oksida zirkom (Zr) dan Yitrium (Y), yaitu
ZrO2 dan Y2O3, atau campuran oksida thorium (TH) dan serium (Ce). Nernst
Glower berupa silinder dengan diameter 1-2 mm dan panjang 20 mm. Pada ujung
silinder dilapisi platina untuk melewatkan arus listrik. Nernst Glower mempunyai
radiasi maksimun pad panjang gelombang 1,4 m atau bilangan gelombang 7100
cm-1.
- Globar merupakan sebatang silikon karbida(SiC) biasanya dengan diameter 5 mm
dan panjang 50 mm. Radiasi maksimum Globar pada panjang gelombang 1,8-20
m atau bilangan gelombang 5500-5000 cm-1.
- Kawat nikhrom merupakan campuran nikel (Ni) dan khrom (Cr). Kawat nikhrom
ini berbentuk spiral dan mempunyai intensitas radiasi lebih rendah dari Nernst
Glower dan Globar tetapi umurnya lebih panjang.

2. Wadah sampel

Wadah sampel sell tergantung dari jenis sampel. Untuk sampel berbentuk gas
digunakan sel gas dengan lebar sel atau panjang berkas radiasi 40 mm. Hal ini
dimungkinkan untuk menaikkan sensitivitas karena adanya cermin yang dapat
memantulkan berkas radiasi berulang kali melalui sampel.Wadah sampel untuk
sampel berbentuk cairan umumnya mempunyai berkas radiasi kurang dari 1 mm,
biasanya dibuat dari lapisan tipis (film) diantara dua keping senyawa yang tranparan
terhadap radiasi infra merah. Senyawa yang biasa digunakan adalah natrium klorida
(NaCl), kalsium fluorida (CaF2), dan kalsium iodida (CaI2).Wadah sampel untuk
padatan mempunyai panjang berka radiasi kurang dari 1 mm. Sampel berbentuk
padatan ini dapat dibuat pelet, pasta atau lapis tipis.

3. Monokromator

Berkas radiasi dari sumber terbagi dua, sebagian melewati sampel dan
sebagian lagi melewati blangko (reference). Setelah dua berkas tersebut bergabung
kembali kemudian dilewatkan ke dalam monokromator. Pada pemilihan panjang
gelombang infra merah dapat digunakan filter, prisma atau grafting. Untuk tujuan
analisis kuantitatif biasa digunakan filter sebagai contoh filter dengan panjang
gelombang 9,0 m untuk penentuan asetaldehida.
Prisma yang terbuat dari kuarsa digunakan untuk daerah infra merah dekat
(0,8-3 m). Prisma yang paling umum digunakan adalah terbuat dari kristal natrium
klorida dengan daerah frekuensi 2000-670 cm-1 (5-15m). Contoh prisma lainnya
kristal kalium bromida dan cesium bromida. Sebagian kristal tersebut dapat menyerap
air, sehingga kristal ini harus benar-benar dijaga agar tidak kontak dengan air karena
dapat meleleh atau menjadi buram/keruh. Selain itu air adalah senyawa yang dapat
mengabsorpsi infra merah dengan kuat. Beberapa merek spektrofotometer infra
merah menggunakan prisma atau lensa dari kristal natrium klorida atau kalium
bromida. Oleh karena itu monokromator harus dilindungi dari kelembaban udara dan
disekitanya harus selalu diberi bahan penyerap air misalnya silika gel. Umumnya
grating memberikan hasil yang lebih baik daripada prisma. Biasanya grating dibuat
dari gelas atau plastik yang dilapisi dengan aluminium.

4. Detektor

Setelah radiasi infra merah melewati monokromator kemudian berkas radiasi


ini dipantulkan oleh cermin-cermin dan akhirnya ditangkap oleh detektor. Detektor
pada spektrofotometer infra merah merupakan alat yang bisa mengukur atau
mendeteksi energi radiasi akibat pengaruh panas. Berbeda dengan detektor lainnya
(misal phototube) pengukuran radiasi infra merah lebih sulit karena intensitas radiasi
rendah dan energi foton infra merah juga rendah. Akibatnya signal dari detektor infra
merah kecil sehingga dalam pengukurannya harus diperbesar.
Terdapat dua macam detektor yaitu thermocouple dan bolometer. Detektor yang
paling banyak digunakan adalah thermocouple. Thermocouple merupakan alat yang
mempunyai impedans rendah dan seringkali dihubungkan denga preamplifier dengan
impedans tinggi. Detektor thermocouple terdiri atas dua kawat halus terbuat dari
logam seperti platina (Pt) dan perak (Ag) atau antimon (Sb) dan bismuth (Bi). Energi
radiasi infra merah akan menyebabkan terjadinya pemanasan pada salah satu kawat
dan panasnya ini sebanding dengan perbedaan gaya gerak listrik (emf) yang
dihasilkan dari kedua kawat.
Bolometer merupakan semacam termometer resistans terbuat dari kawat
platina atau nikel. Dalam hal ini akibat pemanasan akan terjadi perubahan tahanan
pada bolometer sehingga signal tidak seimbang. Signal yang tidak seimbang ini
kemudian diperkuat sehingga dapat dicatat atau direkam. Saat ini bolometer jarang
digunakan dalam spektrofotometer infra merah.

5. Rekorder

Signal yang dihasilkan dari detektor kemudian direkam sebagai spektrum infra
merah yang berbentuk puncak-puncak absorpsi. Spektrum infra merah ini
menunjukkan hubungan antara absorpsidan frekuensi atau bilangan gelombang atau
panjang gelombang. Sebagai absis adalah frekuensi (cm-1) atau panjang gelombang
(m) atau bilangan gelombang (cm-1) dan sebagai ordinat adalah transmittans (%)
atau absorbans.

4.4 PENANGANAN CUPLIKAN

Untuk keperluan kualitatif atau penentuan struktur molekul maka sampel yang
diukur harus berupa senyawa yang murni. Sedangkan untuk keperluan kuantiatif,
sampel boleh berupa campuran asalkan daerah panjang gelombangyang menjadi
pengamatan tidak terjadi gangguan dari senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam
komponen campuran. Semua bentuk sampel (padat, cair dan gas) dapat dilakukan
pengukuran dengan spektrometer infra merah, tetapi masing-masing perlu dilakukan
penanganan khusus agar didapatkan spektrum infra merah yang baik.

a. Sampel gas
Sampel berupa gas dapat dianalisis secara langsung, hanya perlu diperhatikan
adanya uap air dalam sampel tersebut. Adanya uap air dapat memberikan pita-pita
serapan yang tajam. Pengukuran sampel gas memerlukan tempat sampel khusus,
biasanya berupa silinder dari bahan silika. Silinder ini mempunyai dua buah
lubang untuk tempat keluar masuknya gas. Sebagai penutup lubang tersebut dapat
digunakan lempengan kristal NaCl.

b. Sampel cair

Sampel cair dapat dianalisis dalam bentuk murninya atau dalam bentuk
larutan. Sampel cairan murni dianalisis secara langsung dengan cara membuat
lapisan tipis yang diletakkan diantara celah yang dibuat dari dua lempengan NaCl
yang diletakkan berhimpitan. Tebal lapisan tipis ini adalah 0,01 mm atau kurang.
Sampel cairan murni yang terlalu tebal menyerap sangat kuat, sehingga
menghasilkan spektrum yang tidak memuaskan. Cairan yang mudah menguap
dianalisis dalam sel tertutup dengan lapisan tipis. Lempeng perak klorida atau
KRS-5 dapat digunakan untuk sampel yang melarutkan NaCl.
Larutan ditangani di dalam sel yang tebalnya 0,01-1 mm. Untuk sel yang
tersedia, diperlukan larutan 0,05-10% sebanyak 0,1-1 ml. Sebuah sel yang
mengandung pelarut murni diletakkan pada berkas acuan. Dengan begitu,
spektrum yang diperoleh adalah milik zat terlarut, kecuali pada daerah-daerah
tempat pelarut menyerap dengan kuat.
Pelarut yang dipilih haruslah cukup bening di daerah yang diperlukan dan
pula harus kering. CCl4 merupakan pelarut yang paling baik sebab sedikit
mengabsorpsi infra merah, tetapi tidak semua zat dapat larut dalam CCl4. Beberapa
jenis pelarut lainnya antara lain kloroform dan sikloheksana. Pasangan zat terlarut
dan pelarut yang bereaksi tidak dapat digunakan. Contohnya, CS 2 tidak dapat
digunakan sebagai pelarut amina primer dan sekunder.

c. Sampel padat

Sampel berbentuk padat dapat dianalisis dalam bentuk pelet, pasta atau lapisan
tipis. Bentuk pelet dibuat dengan menggerus campuran sampel dengan kristal KBr
(0,1-2,0% berdasarkan berat)) hingga halus dan homogen. Campuran ini kemudian
ditekan dengan alat pembuat pelet sampai tekanan 10-20 Mpa (Mega Pascal =
ton/inc2) sehingga terbentu suatu pelet. Pelet yang baik harus jernih/transparan dan
tidak retak. Selain kristal KBr dapat juga digunakan kristal KI, CsI atau CsBr.
Pasta (mull) dibuat dengan menggerus sampel dengan beberapa tetes mulling
oil sehingga terbentuk pasta. Pasta ini kemudian dioleskan di antara dua lempeng
kristal NaCl agar didapatkan lapisan yang tipis dan rata. Nujol (CH 3(CH2)8CH3;
parafin) suatu minyak tanah yang bertitik didih tinggi lazim digunakan sebagai
mulling agent. Yang perlu diperhatikan adalah Nujol dapat mengabsorpsi infra
merah sehingga spektrum yang tebentuk berupa campuran antara sampel dan
Nujol. Bila pita-pita hidrokarbon mengganggu spektrum, maka Fluorolube (suatu
polimer yang terhalogenasi seluruhnya oleh F dan Cl) atau heksaklorobutadiena
dapat digunakan. Baik penggunaan Nujol maupun Fluorolube memungkinkan
pembuatan spektrum yang bebas dari pita-pita yang menumpuk, di seluruh daerah
4000-250 cm-1. Untuk analisis kualitatif, teknik mull mudah dan cepat, tetapi untuk
analisis kuantitatif harus menggunakan internal standar. Sedangkan lapis tipis
dibuat dengan meneteskan larutan dengan pelarut yang mudah menguap pada
permukaan kepingan NaCl dan dibiarkan sampai menguap.
4.5 INTERPRETASI SPEKTRUM INFRA MERAH

Spektrum infra merah merupakan plot antara transmitans dengan frekuensi atau
bilangan gelombang. Spektrum ini juga menunjukkan banyaknya puncak absorpsi
(pita) pada frekuensi atau bilangan gelombang yang karakteristik. Daerah bilangan
gelombang yang sering digunakan pada spektrum infra merah berkisar antara 4000-
670 cm-1 (2,5-15 m). Di bawah ini spektrum infra merah 1-propanol (Gambar 3.2).

Gambar 4. Spektrum IR 1-propanol

Daerah antara 4000-1400 cm-1 (2,5-7,1 m), bagian kiri spektrum infra merah,
merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus-gugus fungsional.
Daerah ini menunjukkan absorpsi yang disebabkan oleh vibrasi (regangan) uluran.
Vibrasi uluran (stretching) khas bagi gugus-gugus fungsi yang penting seperti OH,
NH dan C=O terletak pada daerah ini. Ketiadaan serapan pada daerah gugus-gugus
tertentu, dapat diartikan bahwa molekul atau senyawa itu tidak mempunyai gugus
tersebut. Tidak adanya serapan pada daerah 1850-1540 cm-1 menunjukkan tidak
adanya struktur yang mengandung gugus karbonil. Namun dalam menafsirkan seperti
itu, haruslah dengan hati-hati, sebab suatu struktur tertentu yang khas dapat
menyebabkan sebuah pita menjadi terlalu lebar sehingga tidak terartikan. Sebagai
contoh adalah ikatan hidrogen antar molekul pada asetilaseton yang dalam bentuk
enolnya menghasilkan pita O-H yang yang lebar, sehingga sering terlewatkan untuk
diinterpretasikan.
Daerah di kanan 1400 cm-1 seringkali sangat rumit karena baik vibrasi
(regangan) uluran maupun tekuk mangakibatkan absorpsi di situ. Dalam daerah ini
biasanya korelasi antara suatu pita dan suatu gugus fungsional spesifik tak dapat
ditarik dengan cermat; namun, tiap senyawa organik mempunyai absorpsinya yang
unik di sini. Oleh karena itu bagian spektrum ini disebut daerah sidikjari (fingerprint
region). Meskipun bagian kiri suatu spektrum nampaknya sama untuk senyawa-
senyawa yang mirip, daerah sidikjari haruslah pula cocok antara dua spektra, agar
dapat disimpulkan bahwa kedua senyawa itu sama. Di bawah ini merupakan spektrum
dari 2-propanol (Gambar 3.3). Bila dibandingkan dengan spektrum 1-propanol di atas,
kedua spektrum tersebut menunjukkan pita serapan yang mirip pada daerah 4000-
1400 cm-1, namun berbeda pada daerah sidik jari.

Gambar 5. Spektrum IR 2-propanol

Untuk menginterpretasikan sebuah spektrum infra merah tidak terdapat aturan yang
pasti. Akan tetapi terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan
interpretasi sebuah spektrum, antara lain:
a. Spektrum haruslah cukup terpisah dan mempunyai kuat puncak yang cukup
memadai.
b. Spektrum merupakan hasil analisis senyawa murni.
c. Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga pita serapan akan teramati pada
bilangan gelombang yang seharusnya. Kalibrasi yang benar dapat dilakukan
dengan standar yang dapat dipercaya, misalnya polistirena.
d. Metode penanganan sampel harus ditentukan. Bila menggunakan pelarut, maka
jenis dan konsentrasi pelarut serta tebal sel harus disebutkan juga.
Untuk mempermudah melakukan interpretasi suatu spektrum infra merah, periksa
adanya puncak absorpsi (pita) dari gugus fungsional utama seperti C=O, O-H, N-H,
C-O, C=C, C=N, C=C dan NO2. Tahap-tahap berikut ini dapat dilakakun:
1. Apakah terdapat gugus karbonil ?
Gugus C=O terdapat pada daerah 1820-1600 cm-1 (5,6-6,1 ). Puncak ini
biasanya yang terkuat dengan lebar medium dalam spektrum. Serapan tersebut
sangat karakteristik.
2. Bila gugus C=O ada, ujilah daftar berikut ini. Bila tidak ada langsung pada
nomor 3.
a. Asam : apakah ada –OH ?
Serapan melebar di dekat 3400-2400 cm-1 (biasanya tumpang tindih dengan
C-H).
b. Amida : apakah ada N-H ?
Serapan medium di dekat 3500 cm-1 kadang-kadang memiliki puncak
rangkap.
c. Ester : apakah ada C-O ?
Serapan kuat di dekat 1300-1000 cm-1.
d. Anhidrida : memiliki dua serapan C=O di dekat 1810 dan 1760 cm-1
e. Aldehida : apakah ada C-H aldehida ?
Dua serapan lemah di dekat 2850 dan 2750 cm-1 atau di sebelah kanan
serapan C-H.
f. Keton : bila kelima kemungkinan di atas tidak ada.

3. Bila gugus C=O tidak ada.

Alkohol : ujilah untuk O-H

- Serapan melebar di dekat 3600-300 cm-1.

- Pembuktian selanjutnya yaitu adanya serapan C-O di dekat 1300-1000 cm-1.

Amida : ujilah untuk N-H

Serapan medium di dekat 3500 cm-1

Eter : ujilah serapan C-O (serapan O-H tidak ada) di dekat 1300-
1000 cm-1

4. Ikatan rangkap dua dan/atau cincin aromatik.


- C=C memiliki serapan lemah di dekat 1650 cm-1

- Serapan medium dan kuat pada daerah 1650-1450 cm-1. Sering


menunjukkan adanya cincin aromatik.
- Buktikan kemungkinan di atas dengan memperhatikan serapan di daerah C-
H. Aromatik dan vinil C-H terdapat di sebelah kiri 3000 cm-1. Sedangkan
serapan C-H alifatik muncul di sebelah kanan daerah tersebut.
5. Ikatan rangkap tiga
- C=N memiliki serapan medium dan tajam di dekat 2250 cm-1.
- C=C memiliki serapan lemah tapi tajam di dekat 2150 cm-1. Ujilah C-H
asetilenik di dekat 3300 cm-1.
6. Gugus nitro
- Dua serapan kuat pada 1600-1500 cm-1 dan 1390 – 1300 cm-1.
7. Hidrokarbon
- Keenam serapan di atas tidak ada.
- Serapan utama untuk C-H di dekat 3000 cm-1.
- Spektrumnya sangat sederhana, hanya terdapat serapan lain-lain di dekat
1450 cm-1 dan 1375 cm-1.

Gambar 6. Gugus Fungsional dan Panjang Gelombangnya


Tabel 2. Pita Absorpsi Infra Merah

____________________________________________________________________
Gugus Senyawa Frekuensi Lingkungan Nama
(cm-1) spektral Lingkungannya
cm-1 (μ)
__________________________________________________________________________
___________
3580-
OH Alkohol 3650 3333-3704
2500-
Asam 2700 (2,7-3,0μ)
Amina
NH primer -3500
dan 3310-
sekunder 3500
3140-
Amida 3320 2857-3333 Lingkungan
(3,0-3,5 μ) vibrasi ulur
Hydrogen
CH Alkuna 3300
3010-
Alkena 3095
Aromatik -3030
2853-
Alkana 2962
2700-
Aldehida 2900 2500-2857
2500- (4,0-4,5 μ)
SH Sulfur 2700
2190-
C=C Alkuna 2260
2240-
C=N Alkilnitril 2260 2222-2500 Lingkungan
(4,5-5,0 μ) ikatan ganda
2240- tiga
Iosianat 2275
2220-
Arilnitril 2240
2130-
-N=C=N Diimida 2155 2000-2222
2120- (5,0-5,5 μ)
-N3 Azida 2160
1720-
>CO Aldehid 1740 (818-2000)
1675- (5,5-6,0 μ)
Keton 1725
Asam 1700-
karbok- 1725
Silat
2000-
Ester 2300
1755-
Asilhalida 1850 1667-1818 Lingkungan
1670- (6,0-6,5 μ) ikatan ganda dua
Amida 1700
1640-
CN Oksim 1690
1540-
CO β-diketon 1640
C=O Ester 1650
1620-
C=C Alkena 1680
1575-
N-H(b) Amina 1650 1538-1667
1575-
-N=N- Azo 1630 (6,5-7,5 μ) Daerah sidik jari
1550-
-C-NO2 Nitro 1570 1538-1667
-C-NO2 Nitro 1300- 1053-1333
aromatik 1570
1230-
C-O-C Eter 1270
(7,5-9,5 μ)
Senyawaan
-(CH2)n lain -722 666-900
(11-15,0 μ)

V. PROSEDUR KERJA
Identifikasi Senyawa Melalui Analisis Gugus Fungsional
a. Pembuatan Spektrum (Kalibrasi)
- Nyalakan spektrofotometer infra merah. Tunggu sampai display memperlihatkan
4000 cm-1
- Pasang pena pada alat IR (jangan biarkan pena terbuka lebih dari 45 menit tanpa
digunakan)
- Pilih “chart expension”, tekan 1
- Pilih chart paper dengan menekan “chart”, tekan “parameter adjust” untuk
mengatur kertas dan panjang gelombang
- Tekan tombol “gain check”. Bila tombol ini ditekan dengan baik maka pena akan
bergerak sebanyak 10%T. Atur parameter adjust bila diperlukan
- Untuk mengatur baseline, pasang pena pada posisi 100%T dengan menggunakan
tombol baseline control yang terletak di dinding bagian kiri dari tempat sampel
- Atur “scan” untuk memulai merekam. Alat akan merekam spektrum secara
otomatis dari 4000-600 cm-1. Gunakan film polystirene untuk mengkalibrasi alat
IR.
- Periksa ketelitian IR dengan membandingkan spektrum yang didapat dengan
tabel yang tersedia.

b. Analisa Sampel Padat dengan Teknik lempeng KBr

Untuk cara ini, ambil 1 mg cuplikan yang telah digerus halus dan campurkan
dengan kira-kira 100 mg serbuk KBr yang kering. Tekan campuran ini dengan alat
penekan hidrolik (KBR pellet die) dengan tekanan 10.000 – 15.000 psi sehingga
membentuk suatu lempeng bulat tipis yang tembus sinar infra merah. Kemudian
pasang lempeng KBr ini dalam sel dan tempatkan dalam jalan berkas sinar untuk
dibuat spektrum infra merahnya.

c. Analisa Sampel Film

Siapkan jenis-jenis sanpel film yang akan digunakan misalnya kantong plastik atau
jenis plastik yang lain. Letakkan plastik/film tersebut pada bingkai yang sesuai
ukurannya dengan tempat sampel pada alat yang digunakan. Tempatkan sampel film
tersebut dalam jalan berkas sinar untuk dibuat spektrum infra merahnya.

CATATAN :
1. Pada alat spektrofotometer IR terdapat wavebumber yang berfungsi untuk
mengatur panjang gelombang yang diinginkan.
2. Untuk mengatur panjang gelombang lakukkan hal berikut ini :
a. Tekan tombol wavenumber, tombol akan menyala, tekan tombol parameter
adjust untuk mendapatkan panjang gelombang yang diinginkan (arah untuk
panjang gelombang yang lebih tinggi arah untuk panjang gelombang yang lebih
kecil)
b. Bila semua percobaan telah selesai dilakukkan, kembalikan semua alat dan
bahan yang digunakan ke tempat semula, bersihkan tempat kerja.

VI. KESELAMATAN KERJA


Instrumen IR harus bebas debu, jangan sekali-kali menyentuh atau memegang permukaan
optik. Instrumen tidak boleh mengandung uap embun dan uap korosif.

VII. PERTANYAAN
1. Apakah perbedaan antara spektrofotometer IR dengan spektrofotometer UV-Vis ?
Jawab: Pada spektrofotometri Infrared (IR) pengukurannya berdasarkan pada
penyerapan panjang gelombang infra merah dengan panjang gelombang 2,5-1000μm,
spektrofotometri IR juga banyak digunakan untuk analisa senyawa organic.
Sedangkan spectrum UV-Vis merupakan gabungan antara sinar UV dengan panjang
gelombang 190-380nm dan sinar visible dengan panjang gelombang 380-750nm,
spectrum UV-Vis banyak digunakan untuk analisa senyawa anorganik.

2. Senyawa kimia apa saja yang dapat dianalisis dengan alat spektrofotometer IR ?
Jawab: Senyawa kimia yang dapat dianalisa menggunakan alat spektrofotometri ini
yaitu senyawa yang memiliki ikatan polar dan non polar, mengandung gugus fungsi
tertentu yangdapat dideteksi oleh Spektrofotometri Infrared, misalnya senyawa
polimer aldehid, benzene,dan sebagainya yang mempunyai gugus CH.

3. Lakukan analisa pada grafik berikut dan tentukan nama senyawanya!

Jawab:

Tahap Analisa:
-
Gugus C=O, terdapap puncak di daerah 180-1600 cm-1
- Gugus C=C, karena memiliki serapan lemah di dekat 1650 cm-1
- Gugus C=H alifatik disebelah kanan dan gugus C=H aromatik disebelah kiri
yang terdapat di daerah 3000 nm-1 menunjukkan kemungkinan cincin aromatik
- Gugus C-H, terdapat puncak di daerah 450-500 nm-1
- Kemungkinan senyawa pada analisa ini adalah polistirena
VIII. ANALISA PERCOBAAN

Pada percobaan dalam menganalisa grafik fari spektrofotometri infra merah dapat
diketahui bahwa analisa ini digunakan untuk mengidentifikasikan gugus fungsi yang
berada dalam suatu senyawa. Adapun prinsip kerja dari spektrum IR adalah dengan
adanya perbedaan energi transisi vibrasi dari setiap gugus fungsi atau ikatan kimia. Gugus
fungsi ini akan terukur bila gugus fungsi tersebut memiliki perbedaan momen dipol yang
menyebabkan atom-atom selalu bergeral rotasi atau vibrasi.

Senyawa yang dianalisa pada grafik dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut
adalah polistirena (C8H8)n dari data yang diperoleh kita dapat menganalisa senyawa
tersebut melalui beberapa tahapan. Salah satu tahapan dalam menganalisa grafik IR adalah
dengan melihat perak-perak tertinggi kemudian melihat panjang gelombangnya, apabila
ada panjang gelombang yang sesuai dengan kriteria perak maka hal tersebut dapat
menentukan gugus fungsi dari senyawa. Jika dilihat dari grafik polistirena ini
kemungkinannya dapat dilihat pada salah satu perak di daerah panjang gelombang 3000
nm-1 yang dibuktikan dengan adanya perak C-H alifatik disebelah kanan dan C-H
aromatik disebelah kiri, serta ditunjukkan juga adanya serapan kuat pada darah 1650 –
1450 cm-1.

Setelah itu, untuk menjamin hasil analisa agar diperoleh data dengan presisi dan
akurasi yang tinggi maka percobaan ini seharusnya dilakukan kalibrasi karena dalam
analisa spektrum IR terdapat berbagai macam faktor yang memberikan kontribusi
terhadap kesalahan pembacaan panjang gelombang. Dengan mengetahui frekuensi dari
baku pembanding polistirena, maka dapat dibuat kurva kalibrasi yang merupakan grafik
hubungan antara frekuensi dengan kesalahan frekuensi.

IX. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa :

1. Prinsip kerja spektrum IR secara umum adalah interaksi antara materi berupa molekul
senyawa kompleks dengan energi berupa sinar IR mengakibatkan molekul bervibrasi
dimana besarnya energi vibrasi tiap molekul berbeda-beda tergantung pada atom-atom
dan kekuatan ikatan yang menghubungkan sehingga akan dihasilakan frekuensi yang
berbeda.
2. Massa frekuensi pada tiap-tiap atom menyebabkan adanya perbedaan serapan antara
komponen yang satu dengan yang lain, sehingga dihasilkan spektra yang memiliki
puncak (peak) berbeda-beda.
3. Senyawa yang dihasilkan adalah polistirena (C8H8)n dengan kemungkinan adanya
peak pada λ 1650 nm-1 (gugus C=C) , λ 3000 nm-1 (gugus C=H aromatik dan alifatik),
dan λ 750-500 nm-1 (gugus C=H).
X. DAFTAR PUSTAKA

Jobsheet. 2018. Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Spektrofotometri Infra


Merah. Palembang : Politeknik Negeri Sriwijaya
GAMBAR ALAT

Seperangkat alat Spektrofotometri Inframerah

Anda mungkin juga menyukai