Disusun Oleh :
Kelompok 1
Kelas 3KA
Januari, 2019
Tim Penyusun
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY
( HPLC )
I. TUJUAN
1. Dapat menjelaskan teori kromatografi cair kinerja tinggi.
2. Dapat mengoperasikan alat kromatografi cair kinerja tinggi dengan baik dan benar.
3. Dapat menganalisa suatu senyawa kimia baik secara kualitatif maupun kuantitatif
menggunakan alat kromatografi cair kinerja tinggi.
m). Sehingga mengharuskan digunakannya tekanan tinggi sampai 20.000 Kpa ( 200
atmosfir) untuk mengalirkan fasa gerak melalui kolom tersebut.
Ternyata, penggunaan bahan pengisi kolom yang lebih kecil ini bukan saja telah
memperbaiki kecepatan analisis, tapi (dari ini yang lebih penting) ialah telah menghasilkan
suatu teknik dengan daya pisah yang tinggi. HPLC mempunyai kelemahan- kelemahan yang
diantaranya, peralatannya lebih rumit, tidak murah, dan perlu pengalaman. Untuk beberapa
jenis zat, metode ini kurang sensitif. Selain itu sampel disyaratkan harus stabil dalam larutan.
Berdasarkan kepolaran fasa geraknya, HPLC dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a) Fase Normal HPLC
HPLC jenis ini secara esensial sama dengan kromatografi kolom. Meskipun
disebut normal, ini bukan bentuk biasa dari HPLC. Kolom ini diisi dengan
partikel silika yang sangat kecil dan pelarut nonpolar seperti heksan sebuah
kolom sederhana memiliki diameter internal 4,6 mm (dan kemungkinan kurang
dari nilai ini) dengan panjang 120 nm-250 nm. Senyawa-senyawa polar dalam
campuran melalui kolom akan melekat lebih lama pada silika yang polar
dibanding dengan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena itu, senyawa yang
non polar kemudian akan lebih cepat melewati kolom. Apabila pasangan fasa
diam lebih polar daripada fasa geraknya maka sistem ini disebut HPLC fase
normal.
b) Kolom
Kolom HPLC biasanya terbuat dari stailess steel, akan tetapi ada juga yang terbuat
dari gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi fasa diam, tepat terjadinya pemisahan
campuran menjadi komponen-komponen. Bergantung keperluannya kolom utama dapat
digunakan untuk analisis atau preparatif setiap komponen yang keluar kolom ditampung pada
tabung yang berbeda dan keluaran HPLC dihubungkan dengan fraction colector selain kolom
utama dikenal pula kolom pengaman.
Kolom utama berisi fasa dian dan jenisnya bervariasi bergantung pada keperluan,
misalnya dikenal kolom C8, C-18, cyanopropyl, dan penukar ion. Kolom utama untuk HPLC
biasanya berukuran panjang berkisar antara 5-30 cm dan diameter dalam berkisar 4,5–10 mm.
Kolom pengaman (guard coloumn) disebut juga pra-kolom karena letaknya sebelum
sistem pemasukan cuplikan. Kolom ini berukuran pendek 5 cm dengan diameter 4,6 mm
biasanya dipaking dengan partikel silika berukuran besar dari ukuran partikel kolom utama.
Kolom pengaman mempunyai dua fungsi yaitu: menyaring kotoran yang terbawa oleh fasa
gerak dan untuk menjenuhkan fasa gerak dalam rangka menghindarkan terjadinya erosi fasa
diam oleh aliran pelarut.
Kolom merupakan jantung kromatograf, keberhasilan atau kegagalan analisis
bergantung pada pilhan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi menjadi dua
kelompok :
- Kolom analitik
Garis tengah dalam 2-6 mm, panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan
pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori
biasanya 10-30 cm.
- Kolom preparative
Umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar, dan panjang 25-100 cm.
c) Pompa
Pada HPLC, pompa ini berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak cair melalui kolom
yang berisi serbuk halus. Digunakan pompa bertekanan tinggi dalam metode ini sebagai
akibat penggunaan fasa gerak yang berupa zat cair yang akan sukar mengalir dalam kolom
yang dipadatkan dengan serbuk halus. Oleh karena itu, agar zat cair dapat melewati kolom
secara tepat maka dibutuhkan bantuan pompa yang bertekana tinggi. Pompa yang digunakan
dalam HPLC harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Menghasilkan tekanan sampai 5000 psi
Kecepatan alir berkisar antara 0,1-10 mL/menit
Bahan tahan korosi
Keluaran bebas pulse
d) Injector Sample
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikan secara langsung ke dalam fase gerak yang
mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari
tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop)
internal atau eksternal.
Salah satu jenis penyuntik untuk memasukan sampel ke dalam sistem (kolom)
kromatografi adalah penyuntik loop. Dalam prakteknya, loop tidak perlu diisi penuh, tapi bila
tidak diisi penuh akan mengakibatkan lebih jeleknya presisi hasil eksperimen dan
ketergantungan presisi tersebut kepada bagaimana si-operator menggunakan penyuntik.
Perlu diingat, bahwa penyuntik tidak boleh dicabut sebelum pegangan (handle)
penyuntik diputar dari posisi load (“pengisap”) ke posisi inject (“suntik”). Karena sampel
akan mengalir ke saluran pembuangan. Hal yang terakhir ini tentunya tidak diinginkan,
pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan aliran ke dalam diinginkan.
Pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan aliran ke dalam kolom, antara posisi
pengisian (load) dan posisi penyuntikan (inject) berlangsung cepat.
Yang menjadi faktor ketidak tepatan pengukuran HPLC salah satunya terletak pada
keterulangan pemasukan cuplikan kedalam paking kolom. Masalahnya kebanyakan
memasukan cuplikan kedalam kolom dapat menyebabkan band broadening. Oleh karen itu
cuplikan yang dimasukkan harus sekecil beberapa puluh mikroliter. Beberapa teknik
pemasukan cuplikan kedalam sistem dapat diuraikan sebagai berikut :
Injeksi Syringe
Syringe disuntikan melalui septum (seal karet) dan untuk ini dirancang syringe yang
tahan tekanan sampai 1500 psi. Akan tetapi keterulangan injeksi stringe ini sedikit
lebih baik dari 2-3 % dan sering lebih jelek.
Injeksi Stop Flow
Aliran pelarut dihentikan sementara, sambungan pada ujung kolom dibuka dan
cuplikan disuntikan langsung kedalam ujung kolom. Setelah menyambung kembali
kolom maka pelarut dialirkan kembali. Untuk memasukkan cuplikan kedalam fasa
gerak perlu dua langkah : sejumlah volume cuplikan disuntikkan ke dalam loop dan
posisi ‘load’. Cuplikan masih berada dalam loop ; kran diputar untuk mengubah posisi
‘load’ menjadi posisi ‘injeksi’ dan fasa gerak membawa cuplikan kedalam kolom
(kran cuplikan)
Kran Cuplikan
Jenis pemasukan cuplikan ini disebut juga loop dan paling banyak digunakan. Untuk
memasukan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak perlu 2 langkah, yaitu: sejumlah
volume cuplikan disuntikan ke dalam loop dalam posisi load, cuplikan masih berada
dalam loop; kran diputar untuk mengubah posisi load menjadi posisi injeksi dan fasa
gerak membawa cuplikan ke dalam kolom.
e) Detektor
Ada dua jenis detektor yaitu detektor selektif, adalah detektor yang peka terhadap
golongan senyawa tertentu saja. Dan detektor universal, yaitu detektor yang peka terhadap
golongan senyawa apapun kecuali pelarutnya. Diantara detektor yang digunakan dalam
KCKT adalah :
Detektor Ultra Violet – Visible (Sinar Tampak)
Detektor UV terutama digunakan untuk pendeteksian senyawa-senyawa organik.
Detektor UV dilengkapi dengan pengatur panjang gelombang, sehingga panjang
gelombang UV yang digunakan dapat dipilih sesuai dengan jenis cuplikan yang diukur.
Detektor UV-Visible (uv-sinar tampak) paling banyak digunakan, karena
sensitivitasnya yang baik mudah menggunakannya, tidak merusak senyawa yang di
analisis, dan memungkinkan untuk melakukan elusi bergradien. Ada yang dipasang pada
panjang gelombang tetap yaitu pada panjang gelombang 254 nm, dan ada yang panjang
gelombangnya dapat dipilih sesuai dengan diinginkan antara 190-600 nm. Detektor
dengan panjang gelombang variabel ini ada yang dilengkapi alat untuk memilih panjang
gelombang secara otomatis dan dapat me-nol-kan sendiri (allto zero). Detektor jenis ini
juga ada yang menggunakan drode erray (sebagai pengganti photo tube), sehingga dapat
melakukan pembacaan absorban yang kontinyu pada berbagai panjang gelombang.
7.2 Pengenceran Larutan Standar Caffeine 1000 ppm ke 50 ppm ( v = 100 ml)
M1 . V1 = M2 . V2
50 ppm . 100 ml = 1000 ppm . V2
V2 = 5 ml
Praktikum kali ini yang dilakukan adalah menganalisa sample caffeine menggunkana
alat penyerap yang bernama High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau yang
lebih dikenal dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Kerja HPLC pada prinsipnya
adalah pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya, alat yang terdiri dari kolom
(sebagai fase diam) dan larutan tertentu sebagai fase geraknya. Yang paling membedakan
HPLC dengan kromatografi lainnya adalah pada HPLC digunakan tekanan tinggi untuk
mendorong fase geraknya. Campuran analit akan terpisah berdasarkan teramati pada spectrum
yang puncak-puncaknya terpisah. Untuk skala polaritas : golongan fluorocarbon < golongan
hidrokarbon < senyawa terhelogenasi < golongan eter ~ golongan ester < golongan keton ~
golongan aldehida < golongan alkohol < golongan asam.
HPLC dapat menganalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Pada proses kualitatif cara
yang paling umum untuk mengidentifikasi adalah melihat Retention Time (RT). Peak yang
mempunyai RT yang sama dengan standard umumnya adalah sebagai peak milik analit.
Selain melihat RT hal lain yang perlu dilihat adalah spectrum 3D dari signal kromatogram.
Zat yang sama akan mempunyai spectrum 3D yang juga sama. Sehingga jika spectrum 3D
antara dua zat berbed, maka kedua zat tersebut juga dipastikan adalah zat yang berlainan
meskipun memiliki RT yang sama.
Kemudian melalui analisa kuantitatif dapat diketahui kadar komponen yang dianalisis
didalam sample. Adapaun yang berperan dalam proses separasi pada systm HPLC adalah
kolom. Setelah itu hasil analisa HPLC berupa kromatogram akan terdapat peak-peak yang
menggambarkan banyaknya jenis komponen dalam sampel seperti sampel Panadol dan
Bodrex. Hal ini yang menyulitkan dalam identifikasi dan perhitungan konsentrasi. Oleh
karena itu sampel harus dilakukan separasi yang cukup rumit.
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
HPLC atau High Performance Liquid Chromatography merupakan teknik pemisahan
yang dilakukan berdasarkan sifat kepolaran masing-masing komponen dalam analit
terhadap fase geraknya.
Kegunaan umum HPLC untuk pemisahan sejumlah senyawa organic, anorganik,
maupun senyawa biologis, analisis ketidakmakmuran, analisis senyawa-senyawa
mudah menguap, penentuan molekul-molekul netral, amupun zwitter ion, dan lainnya.
Analisa caffeine yang dilakukan harus terhindar dari adanya gelembung-gelembung
atau gas udara dalam penganalisaan dari awal hingga akhir agar pembacaan detector
tidak terganggu dan hasilnya tidak kacau.
Sampel yang memiliki Red Time (RT) yang sama dengan standar adalah sampel
panadol dengan RT sebesar 3,56. Sedangkan sampel yang memiliki RT lebih rendah
adalah sampel oskadon dan RT lebih tinggi dari standar adalah sampel Bodrex yang
masing-masing RT sebesar 3,55 dan 3,58.
X. DAFTAR PUSTAKA
Kasie Laboratorium Kimia Analitik Instrumen. Penuntun Praktikum KAI :
High Performance Liquid Chromatography (HPLC). 2018. Palembang : Politeknik
Negeri Sriwijaya.
Ir. Muhammad Taufik, M.Si, dkk. Modul Kimia Analitik Instrumen. 2018.
Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya
GAMBAR ALAT
Gelas Kimia, Ultrasonic Cleaner, Labu ukur Spatula, Kaca Arloji, Mortar
SPEKTROFOTOMETRI UV/VIS
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menggunakan alat sektrometer sinar tampak (VIS) dan ultraviolet
2. Menganalisis cuplikan secara spektrofotometri.
Dengan,
Ab = absorbansi larutan baku
A0 = adsorbansi larutan blanko
As = adsorbansi larutan cuplikan
Cb = konsentrasi larutan baku
Cs = konsentrasi larutan cuplikan
2. Metode kurva kalibrasi, yaitu dengan membuat kurva antara konsentrasi larutan
standar terhadap absorbansi, dengan kurva tersebut berupa garis lurus, kemudian
dengan cara mengintepolasikan dari larutan cuplikan kedalam kurva standar tersebut
di atas, akan diperoleh konsentrasi larutan cuplikan.
Abs (absorbansi cuplikan)
Cs (Konsentrasi cuplikan)
3. Metode penamahan standar
Untuk kondisi tertentu, metode kalibrasi kurang baik, karena adanya matrik
yang mengganggu pengukuran absorbsi atau transmitannya. Pada metode kurva
penambahan standar ini dibuat sedretan larutan cuplikan dengan konsentrasi yang
sama. Masing-masing larutan ditambah dengan larutan standar dari unsur yang
dilakukan analisis dengan konsentrasi mulai dari 0 sampai konsentrasi tertentu.
Absorbansi masing-masing larutan diukur dan dibuat kurva absorbansi terhadap
konsentrasi unsur standar yang ditambahkan.
Dari ekstrapolasi kurva ke sumbu konsentrasi akan diperoleh intersep pada
sumbu dari konsentrasi unsur didalam cuplikan yang diukur.
Selain dengan cara ekstrapolasi, konsentrasi unsur didalam cuplikan dapat
dihitung dengan persamaan:
Dengan,
Cs= konsentrasi unsur dalam cuplikan
Ao= absorbansi larutan cuplikan tanpa penambahan larutan standar
Aadd = absorbansi larutan cuplikan dengan penambahan larutan standar
X= konsentrasi unsur standar yang ditambahkan
TEORI TAMBAHAN
1. Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan
spektrofotometer.Spektriofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan
fotometer.Spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara relative
jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang.Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang
tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorpsi.
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer
dan fotometer.Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorpsi.Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang.Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang
dari sinar putih lebih dapat terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma,
grating ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang
diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin
diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek
panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang
benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma.
Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator,
sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan
absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar SM,1990).
2. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai
sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-
780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.Spektrofotometri UV-Vis melibatkan
energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri
UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.
Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible) adalah salah satu dari sekian banyak
instrumen yang biasa digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia.Spektrofotometer
umum digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia
serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa
metode analisa.
3. Absorbsi
Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi electron-
electron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi
berenergi lebih tinggi.Energi yang terserap kemudian terbuang sebagai cahaya atau
tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan radiasi ultraviolet meningkatkan
energi elektronik sebuah molekul, artinya energi yang disumbangkan oleh foton-foton
memungkinkan electron-electron itu mengatasi kekangan inti dan pindah ke luar ke orbital
baru yag lebih tinggi energinya. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-
tampak karena mereka mengandung electron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat
dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Absorbsi untuk transisi electron seharusnya tampak pada panjang gelombang diskrit
sebagai suatu spectrum garis atau peak tajam namun ternyata berbeda.Spektrum UV maupun
tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar.Ini
disebabkan terbaginya keadaan dasar dan keadaan eksitasi sebuah molekul dalam subtingkat-
subtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi elektronik dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari
keadaan dasar ke subtingkat apa saja dari keadaan eksitasi. Karena berbagi transisi ini berbeda
energi sedikit sekali, maka panjang gelombang absorpsinya juga berbeda sedikit dan
menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spectrum itu.
Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi,
tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.Absorptivitas tergantung pada
suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh
satuan-satuan b dan c. Jika satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan
absorptivitas molar dan disimbolkan dengan ε dengan satuan M -1
cm-1 atau liter.mol-1cm-1.
Jika c dinyatakan dalam persen berat/volume (g/100mL) maka absorptivitas dapat ditulis
dengan E1%1cmA1%1cm(Gandjar dan Rohman, 2007).
5. Keuntungan Spektrofotometer
Keuntungan dari spektrofotometer adalah yang pertama penggunaannya luas, dapat
digunakan untuk senyawa anorganik, organik dan biokimia yang diabsorpsi di daerah ultra
lembayung atau daerah tampak.Kedua sensitivitasnya tinggi, batas deteksi untuk
mengabsorpsi pada jarak 10-4 sampai 10-5 M. Jarak ini dapat diperpanjang menjadi 10-6
sampai 10-7 M dengan prosedur modifikasi yang pasti.Ketiga selektivitasnya sedang sampai
tinggi, jika panjang gelombang dapat ditemukan dimana analit mengabsorpsi sendiri,
persiapan pemisahan menjadi tidak perlu.Keempat, ketelitiannya baik, kesalahan relatif pada
konsentrasi yang ditemui dengan tipe spektrofotometer UV-Vis ada pada jarak dari 1%
sampai 5%.Kesalahan tersebut dapat diperkecil hingga beberapa puluh persen dengan
perlakuan yang khusus.Dan yang terakhir mudah, spektrofotometer mengukur dengan mudah
dan kinerjanya cepat dengan instrumen modern, daerah pembacaannya otomatis (Skoog, DA,
1996).
Hal kedua yang diperlukan adalah pembaur cahaya yang kerennya disebut
monokromator yang di video memberikan sinar pelangi, karena dari sana lah kemudian kita
bisa memilih panjang gelombang yang diinginka/diperlukan. Pada video yang diperlihatkan
sinar tampak atau untuk spektro visible, tapi untuk UV pun kerjanya sama, hanya saja tidak
akan terlihat oleh mata kita.
Hal ketiga adalah tempat sampel atau kuvet, pada praktikum tempat meletakan kuvet
ada dua karena alat yang dipakai tipe double beam, disanalah kita menyimpan sample dan
yang satu lagi untuk blanko. Pada pengukuran di daerah sinar tampak digunakan kuvet kaca
dan daerah UV digunakan kuvet kuarsa sertakristal garam untuk daerah IR.
Keempat adalah detektor atau pembaca cahaya yang diteruskan oleh sampel, disini
terjadi pengubahan data sinar menjadi angka yang akan ditampilkan pada reader (komputer).
Komponen lain yang nampak penting adalah cermin-cermin dan tentunya slit (celah kecil)
untuk membuat sinar terfokus dan tidak membaur tentunya, jadi satu hal penting dalam
pekerjaan dengan spektrofotometer Uv-Vis adalah harus dihindari adanya cahaya yang masuk
ke dalam alat, biasanya pada saat menutup tenpat kuvet, karena bila ada cahaya lain otomatis
jumlah cahaya yang diukur menjadi bertambah.
2. Double-beam instrument
Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai 750
nm.Double-beam instrument dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh potongan
cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati larutan
blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel, mencocokkan foto detektor yang
keluar menjelaskan perbandingan yang ditetapkan secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat
pembaca (Skoog, DA, 1996).
VII. PERHITUNGAN
1. Pembuatan Larutan Standar Paracetamol (1000 ppm dalam 50ml)
Gr paracetamol =
= 50 mg
a. Bodrex
Gr sample = x 0,0872 gr
= 0,0689 gr
b. Panadol
Gr sample = x 0,6511 gr
= 0,0651 gr
c. Oskadon
Gr sample = x 0,6987 gr
= 0,0998 gr
d. Paramex
Gr sample = x 0,7520 gr
= 0,1504 gr
3. Penentuan Kadar Paracetamol dalam Sample dengan Menggunakan Excel
Y = mx + c
= 0,0746 + 0,0002
R2 = 1
a. Bodrex
Mean Abs = 1,52670
1,52670 = 0,0746 x + 0,0002
[X] = 20,4625
b. Panadol
Mean Abs = 1,57250
1,57250 = 0,0746 x + 0,0002
[X] = 21.0764
c. Oskadon
Mean Abs = 1,73300
1,73300 = 0,0746 x + 0,0002
[X] = 23,2279
d. Paramex
Mean Abs = 1,82660
1,82660 = 0,0746 x + 0,0002
[X] = 24,4826
% Kesalahan = x 100 %
1. Bodrex
% Kesalahan = x 100 %
= 0,0117 %
2. Panadol
% Kesalahan = x 100 %
= 0,0161 %
3. Oskadon
% Kesalahan = x 100 %
= 0,0168 %
4. Paramex
% Kesalahan = x 100 %
= 0,0147 %
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada percobaan minggu ke 1, panjang gelombang maksimum yang didapat yaitu
602 nm dengan absorbansinya sebesar 0,25391, sedangkan pada percobaan
minggu ke 2, panjang gelombang maksimum yang didapat yaitu 257 nm dengan
absorbansinya sebesar 1,49032.
2. Pada minggu ke 1, sampel 1 memiliki nilai absorbansi yang lebih besar
dibandingan sampel 2 yaitu sebesar 0,13351.
3. Pada minggu ke 2, sampel yang memiliki nilai absorbansi paling tinggi yaitu
sampel paramex sebesar 1,8266. Sedangkan sampel yang memiliki nilai
absorbansi paling kecil yaitu sampel panadol sebesar 0,0977.
4. Konsentrasi berbanding lurus dengan nilai absorbansi yang dimana semakin tinggi
konsentrasi, maka akan semakin tinggi pula nilai absorbansinya.
X. DAFTAR PUSTAKA
Jobsheet. 2014.“Kimia Analitik Instrument”. PoliteknikNegeri
Sriwijaya. Palembang.
Andriyanto507.blogspot.com/2013.12/makalah-spektrofotometri-uv-
visoinfra.html
GAMBAR ALAT
Gelas Kimia
Labu ukur
Spektrofotometri UV-
Vis
Botol Aquadest
Spatula Pipet tetes
UJI ANALISA EMISI GAS BUANG
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Dapat melakukan analisa gas buang kendaraan bermotor menggunakan alat uji
emisi.
2. Memperoleh gambaran secara cepat tentang efisiensi pembakaran didalam mesin.
Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar didalam mesin
pembakaran dalam dan mesin pembakaran luar, yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan
Mesin.Pada hasil proses pembakaran motor bensin, emisi gas buang yang dihasilkan meliputi
:
1. HC atau Hidrokarbon
Hidrocarbon / HC merupakan unsur senyawa bahan bakar bensin. HC yang ada pada gas
buang adalah dari senyawa bahan bakar yang tidak terbakar habis dalam proses
pembakaran motor, HC diukur dalam satuan ppm. Dengan standart gas limit adalah 800
ppm. HC merupakan ikatan hidrogen berupa senyawa hidrat arang yang dihasilkan
akibat proses pembakaran yang tidak sempurna dan sisa pembakaran yang tidak terbuang.
Selain itu, akbat proses pembakaran pada HC yang tidak sempurna, akan menghasilkan
gas buang yang berbahaya. HC ini hanya akan bereaksi dengan oksigen pada pembakaran
sempurna dan akan menghasilkan gas buang yang berbahaya. HC akan bereaksi dengan
oksigen pada pembakaran semourna dan akan menghasilkan CO (karbondioksida) dan
H2O (air) serta nitrogen keluar sebagai N2. Reaksinya :
HC (l) + O2 (g) → CO2 (g) + H2O (aq)
Kemungkinan penyebab emisi HC ini tinggi dan dapat menimbulkan gas – gas buang lain
yang berbahaya diantaranya Catlytic Converter (CC), pada kendaraan tidak berfungsi dan
AFR ( Air to Fuel Ratio) yaitu rasio perbandingan anatar udara dengan bensin yang tidak
tepat yang mengakibatkan bensin tidak terbakar sempurna diruang bakar. Adapun
penyebabnya dikarenakan :
Tekanan kompresi lemah
Stelan timing tidak tepat
Kabel busi rusak/resistornya tinggi
Platina atau pickup coil rusak
Ignition coil rusak/tegangan sekundernya lemah
Pemakaian type busi yang tidak tepat (type busi dingin)
Terjadi kesalahan sensor pengapian (CKP, CMP)
Semakin kecil nilai HC maka semakin efisien pula proses pembakaran yang terjadi di
mesin pembakaran.
7. AFR
Menunjukkan jumlah bagian udara yang terjadi di ruang pembakaran mesin. Idealnya
mesin yang efisien memiliki nilai AFR 14,7. Namun dalam kenyataannya kita tidak bisa
atau sulit mengkondisikan mesin/mentune-up mesin untuk mendapatkan nilai AFR
sebesar 14,7. Oleh karenanya nilai AFR ini berkisar antara 14,5 s/d 15,5. Apabila nilai
AFR kurang dari angka itu atau lebih, maka terjadi pencampuran gemuk (kebanyakan
bensin), sebaliknya jika nilai AFR melebihi dari angka itu terjadi percampuran kurus
(kebanyakan udara).
8. Lambda
Merupakan kesimpulan proses pembakaran yang terjadi di mesin, jika lambda 1, berarti
pembakaran bahan bakar dimesin sangat efisien/ideal, dalam artian komposisi
pencampuran udara dan bahan bakar akan benar – benar homogen. Namun biasanya kita
sangat sulit untuk mentune-up kendaraan untuk memperoleh nilai lambda ini mempunyai
posisi range nilai 0,95 s/d 1,05. Jika nilai lambda kurang dari angka itu berarti terjadi
percampuran gemuk (kebanyakan bensin), sedangkan jika nilai lambda melebihi dari
angkaitu menandakan campuran kurus (kebanyakan udara).
Beberapa variabel yang dapat memberikan gambaran terhadap polusi yang dikeluarkan
dari pembakaran mesin menurut Davis dan Cornwell (1991), yaitu :
1. Rasio bahan bakar dan udara
Rasio bahan bakar dan udara mempunyai efek langsung terhadap jenis emisi mesin hal
yang paling mudah untuk diatur. Pada kondisi rasio bahan bakar dan udara yang rendah
emisi CO dan HC meningkat. Pada rasio bahan bakar dan udara yang tinggi sekitar 15,5
emisi NO meningkat. Pada kondisicampuran tadi yang cenderung meninggi, emisi NO
mulai menurun. Kemudian salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengontrol
emisidengan menyetel karburator, jadi mesin yang dingin mampu dijalankan. Jadi rasio
bahan bakar dan udara >17, campuran gas tidak akan terbakar sebagaimana mestinya.
2. Kecepatan mesin
Peningkatan kecepatan mesin (bukan kecepatan kendaraan) menurunkan emisi HC.Ini
terjadi karena menurunnya bahan bakar yang tidak terbakar di dalam silinder dan
penurunan gas yang tidak dinyalakan tidak bereaksi dalam ruang pembakaran. Emisi NO
meningkat hingga nilai maksimum yang dicapai dalam rasio bahan bakar dan udara.
3. Waktu pembakaran
Perlambatan dari waktu pembakaran menurunkan emisi HC sebagai hasil penurunan
bahan bakar tidak terbakar.Emisi NO juga menurun dengan meningkatnya perlambatan
waktu pembakaran. Sedikit atau tidak ada perubahan yang terjadi dalam emisi CO hingga
perlambatan di dalam waktu pembakaran menjadi berlebih sehingga emisi CO meningkat.
4. Rasio tekanan
Penurunan terhadap rasio tekanan akan menurunkan emisi HC dan NOx. Hal tersebut juga
tidak memberi efek pada emisi CO. Rasio tekanan yang rendah berarti respon yang rendah
juga.
Buangan kendaraan
Standar kesehatan:
Karbon monoksida (CO) bermotor; beberapa
10 mg/m3 (9 ppm)
proses industri
Standar kesehatan:
Panas dan fasilitas
Sulfur dioksida (S02) 80 ug/m3 (0.03
pembangkit listrik
ppm)
Standar kesehatan:
Ozon (03) Terbentuk di atmosfir 235 ug/m3 (0.12
ppm) selama 1 jam
Sumber : Bapedal
Tabel 1. memperlihatkan sumber emisi dan standar kesehatan yang ditetapkan oleh
pemerintah melalui keputusan Bapedal.BPLHD Propinsi DKI Jakarta pun mencatat bahwa
adanya penurunan yang signifikan jumlah hari dalam kategori baik untuk dihirup dari tahun
ke tahun sangat mengkhawatirkan. Dimana pada tahun 2000 kategori udara yang baik sekitar
32% (117 hari dalam satu tahun) dan di tahun 2003 turun menjadi hanya 6.85% (25 hari
dalam satu tahun). Hal ini menandakan Indonesia sudah seharusnya memperketat peraturan
tentang pengurangan emisi baik sektor industri maupun sektor transportasi darat/laut.Selain
itu tentunya penemuan-penemuan teknologi baru pengurangan emisidilanjutkan dengan
pengaplikasiannya di masyarakat menjadi suatu prioritas utama bagi pengendalian polusi
udara di Indonesia.
Adapun Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup NO. 35 Tahun 1993 tentang
Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor yaitu menetapkan kandungan CO
(karbon momoksida) dan HC (hidro karbon) dan ketebalan asap pada pancaran gas buang :
1. sepeda motor 2(dua) langkah dengan bahan bakar bensin dengan bilangan oktan3 87
ditentukan maksimum 4,5% untuk CO dan 3800 ppm untuk HC
2. sepeda motor 4(empat) langkah dengan bahan bakar bensin dengan bilangan oktan3 87
ditentukan maksimum 4,5% untuk CO dan 2400 ppm untuk HC
3. kendaraan bermotor selain sepeda 2 (dua) langkah dengan bahan bakar bensin dengan
bilangan oktan3 87 ditentukan maksimum 4,5% untuk CO dan 1200 ppm untuk HC
4. kendaraan bermotor selain sepeda motor 2 (dua) langkah dengan bahan bakar solar
dengan bilangan oktan3 45 ditentukan maksimum ekuivalen 50% Bosch pada diameter
102 mm atau 25% opositi untuk ketebalan asap.
Dari praktikum yang kami lakukan, kami mendapatkan data mengenai beberapa
sampel motor yang telah dilakukan uji coba untuk mengetahui emisi gas buang dari beberapa
sampel tersebut. Sampel yang diambil diantaranya, yaitu sampel motor Scoopy tahun 2012,
motor Yamaha R-15 tahun 2015 dan motor Kawasaki tahun 2015.
Berdasarkan data hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa kadar CO pada gas buang
sampel motor Scoopy tahun 2012 yaitu sebesar 16.300 ppm atau setara dengan 1,63%. Pada
sampel motor Yamaha R-15 tahun 2015 yaitu sebesar 572 ppm atau 0,0572%, sedangkan
pada sampel motor Kawasaki tahun 2015 yaitu sebesar 2.294 ppm atau setara dengan
0,2294%. Sesuai dengan Ketentuan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2006
menetapkan bahwa ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama untuk parameter
CO tidak boleh melebihi 4,5%. Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dianalisa
bahwa ketiga sampel gas buang motor masih tergolong aman terhadap lingkungan sebab tidak
melebihi ambang batas emisi gas buang yang telah ditetapkan. Namun, saat menganalisa O 2
hasil yang didapatkan adalah error, hal ini dikarenakan adanya kesalahan yang berasal dari
sensor atau pendeteksi alat Portable Combustion Gas Analyzer 4400.
Adapun jika dilihat dari parameter NO, terlihat bahwa sampel motor Scoopy tahun
2012 memiliki kadar gas buang NO yang paling tinggi dibanding dengan motor Yamaha R-15
dan motor Kawasaki. Pada sampel motor Scoopy kadar NO yaitu sebesar 22 ppm, sedangkan
pada sampel motor Yamaha R-15 yaitu sebesar 20 ppm dan pada sampel motor Kawasaki
yaitu sebesar 16 ppm. Hal ini dapat dianalisa disebabkan oleh beberapa kemungkinan yang
terjadi, diantaranya perawatan kendaraan yang tidak teratur, tahun pembuatan kendaraan yang
lebih lama, serta cara penggunaan kendaraan yang kurang baik. Namun, selain beberapa hal
tersebut, tingginya gas buang juga dapat dianalisa dipengaruhi oleh temperatur bahan bakar,
yang dimana semakin tinggi temperatur pembakaran, maka gas buang yang dihasilkan akan
semakin tinggi pula. Itulah mengapa meskipun motor Yamaha R-15 dan motor Kawasaki
yang dianalisa memiliki tahun keluaran motor serta penggunaan jenis bahan bakar yang sama,
namun telihat bahwa motor Yamaha R-15 memiliki nilai emisi gas buang yang lebih rendah,
dikarenakan temperatur bahan bakarnya yang lebih rendah pula dibandingkan motor
Kawasaki.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan pecobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, kadar CO pada kendaraan
bermotor tidak boleh lebih dari 4,5%. Dari pengujian kadar CO pada masing-masing
sampel masih termasuk ambang batas aman, yaitu :
a. Pada sampel Motor Scoopy tahun 2012 sebesar 1,63%.
b. Pada sampel Yamaha R-15 tahun 2015 sebesar 0,0572%.
c. Pada sampel Kawasaki tahun 2015 sebesar 0,2294%.
2. Semakin tinggi temperatur pembakaran maka gas buang yang dihasilkan akan semakin
besar pula.
3. Tingginya emisi gas buang dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan yang terjadi,
diantaranya perawatan kendaraan yang tidak teratur, tahun pembuatan kendaraan yang
lebih lama, dan cara penggunaan kendaraan bermotor yang kurang baik.
4. Emisi gas buang paling tinggi yaitu terdapat pada sampel motor Scoopy tahun 2012,
sedangkan emisi gas buang paling rendah yaitu terdapat pada sampel motor Yamaha
R-15.
5. Semakin kecil kadar CO, maka semakin sempurna proses pembakaran dan bahan
bakar akan semakin irit, sebaliknya jika semakin tinggi kadar CO maka semakin boros
bahan bakarnya.
VIII. PERTANYAAN
1. Sebutkan Peraturan Pemerintah baik dari Kementerian Lingkungan Hidup,
Kementerian Kesehatan maupun Peraturan Daerah yang mengatur mengenai nilai
ambang batas dari emisi kendaraan bermotor ?
Jawab:
a) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 35 Tahun 1993.
b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999.
c) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006.
d) Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003.
e) Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2009.
f) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2012.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Jobsheet. 2018. Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. “Analisa Gas Buang”.
Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya
http://hastripriyanto.blogspot.co.id/2012/06/modul-pembelajaran-sistem-gas-
buang.html (diakses pada 3 Januari 2019)
http://www.slideshare.net/mobile/Sasriadris/uji-emisi-gas-analyzer (diakses pada 3
Januari 2019)
GAMBAR ALAT
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat :
Menjelaskan teori mengenai spektrofotometri infra merah.
Mengoperasikan peralatan spektrofotometri infra merah dengan baik dan benar.
Menganalisis suatu senyawa kimia dengan menggunakan peralatab
spektrofotometri infra merah.
Panjang Bilangan
Frekuensi
Daerah Gelombang Gelombang
(Hz)
-1
(m) (cm )
Aplikasi spektroskopi infra merah sangat luas baik untuk analisis kualitatif maupun
kuantitatif. Penggunaan yang paling banyak adalah pada daerah pertengahan dengan
kisaran bilangan gelombang 4000 sampai 670 cm-1 atau dengan panjang gelombang 2,5
sampai 15 m. Kegunaan yang paling penting adalah untuk identifikasi senyawa organik
karena spektrumnya yang sangat kompleks terdiri dari banyak puncak-puncak. Dan juga
spektrum infra merah dari senyawa organik mempunyai sifat fisik yang karakteristik
artinya kemungkinan dua senyawa mempunyai spektrum sama adalah kecil sekali.
Banyak senyawa organik menyerap radiasi pada daerah tampak dan ultra violet dari
spektrum elektromagnetik. Bila senyawa menyerap radiasi pada daerah tampak dan ultra
violet maka elektron akan tereksitasi dari keadaan dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi. Senyawa organik juga menyerap radiasi elektromagnetik pada daerah infra merah.
Radiasi infra merah tidak mempunyai energi yang cukup untuk mengeksitasi elektron
tetapi dapat menyebabkan senyawa organik mengalami rotasi dan vibrasi. Bila molekul
mengabsorpsi radiasi infra merah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam
amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada dalam keadaan
vibrasi tereksitasi.
Radiasi infra merah dengan frekuensi kurang dari 100 cm-1 atau dengan panjang
gelombang lebih dari 100 µm diserap oleh molekul organik dan dikonversi ke dalam
energi rotasi molekul. Bila radiasi infra merah dengan frekuensi dalam kisaran 10000
sampai 100 cm-1 atau dengan panjang gelombang 1 sampai 100 µm diserap oleh molekul
organik dan dikonversi ke dalam energi vibrasi molekul.
Keadaan vibrasi dari ikatan terjadi pada keadaan tetap, atau terkuantisasi,
tingkat-tingkat energi. Panjang gelombang eksak absorpsi oleh suatu tipe ikatan tertentu,
bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang
berlainan (C-H, C-C, O-H, dan sebagainya) menyerap radiasi infra merah pada panjang
gelombang karakteristik yang berbeda. Namun hanya vibrasi yang menghasilkan
perubahan momen dwikutub saja yang teramati di dalam infra merah.
SPEKTRA VIBRASI
Vibrasi molekul dapat terjadi dengan dua mekanisme yang berbeda:
- Kuanta radiasi inframerah secara langsung mengeksitasi atom: absorpsi radiasi
inframerah oleh atom menghasilkan spektrum inframerah.
- Kuanta radiasi tampak secara tidak langsung juga dapat menghasilkan vibrasi molekul,
disebut dengan efek Raman.
m1 k m2
Gambar 1. Penggambaran 2 atom yang ber-ikatan sebagai bola dan pegas yang bergetar
searah dengan ikatan/pegas
Jika system tersebut digetarkan (dengan ditarik searah ikatan kemudian dilepas), maka
frekuensi (n) vibrasi yang terjadi dapat diterangkan dengan Hukum Hooke tentang
getaran harmonic sederhana:
n = 1/2p (k/m)1/2 (1)
di mana m adalah massa tereduksi kedua atom yang didefinisikan dengan persamaan
berikut:
1/m = 1/m1 + 1/m2 (2)
atau,
m = (m1m2)/(m1+m2) (3)
Menurut teori kuantum vibrasi molekul tidak boleh terjadi dengan frekuensi yang
sembarang dan energinya harus tertentu sesuai dengan bilangan kuantumnya (Ev):
Ev = (v + ½) hn (4)
Di mana v = 0, 1, 2, 3, …, dst dan h adalah konstanta Planck.
Sebagai contoh jika suatu molekul mengalami transisi energi vibrasi dari level terendah
ground state (v = 0) ke transisi tingkat pertama (v = 1) dengan cara menyerap radiasi IR,
maka frekuensi radiasi untuk transisi tersebut menurut prinsip Bohr adalah
hn = E1 – Eo (5)
dari persamaan (4) diperoleh Eo = ½ hn dan E1 = 3/2 hn, dengan demikian,
(E1 – Eo)/h = n (6)
R R R R
C C
A B A B
2. Tekuk (deformasi)
R R R R
R R
R R
C C
C
C
A B A B
A B
A B
Oleh karena tidak ada pelarut yang sama sekali transparan terhadap sinar
inframerah, maka cuplikan dapat diukur sebagai padatan atau cairan murninya. Cuplikan
padat digerus dalam mortir kecil bersama kristal KBr kering dalam jumlah sedikit sekali
(0,5-2 mg cuplikan + 100 mg KBr kering). Campuran tersebut dipres diantara dua skrup
(Gambar 26) memakai kunci, kemudian kedua skrupnya dibuka dan band yang berisi
tablet cuplikan tipis diletakkan di tempat sel spektrofotometer inframerah dengan lubang
mengarah ke sumber radiasi.
Spektrofotometer infra merah terdiri atas lima bagian utama, yaitu sumber
radiasi, wadah sampel, monokromator, detektor dan rekorder. Terdapat dua macam
spektrofotometer infra merah, yaitu dengan berkas tunggal (single beam) dan berkas
ganda (double beam).
Radiasi infra merah dihasilkan dari pemanassan suatu sumber radiasi dengan
listrik sampai suhu antara 1500 -2000 K. Sumber radiasi yang biasa digunakan berupa
Nernst Glower, Globar dan kawat Nikhrom.
- Filamen Nernst dibuat dari campuran oksida zirkom (Zr) dan Yitrium (Y), yaitu
ZrO2 dan Y2O3, atau campuran oksida thorium (TH) dan serium (Ce). Nernst
Glower berupa silinder dengan diameter 1-2 mm dan panjang 20 mm. Pada ujung
silinder dilapisi platina untuk melewatkan arus listrik. Nernst Glower mempunyai
radiasi maksimun pad panjang gelombang 1,4 m atau bilangan gelombang 7100
cm-1.
- Globar merupakan sebatang silikon karbida(SiC) biasanya dengan diameter 5 mm
dan panjang 50 mm. Radiasi maksimum Globar pada panjang gelombang 1,8-20
m atau bilangan gelombang 5500-5000 cm-1.
- Kawat nikhrom merupakan campuran nikel (Ni) dan khrom (Cr). Kawat nikhrom
ini berbentuk spiral dan mempunyai intensitas radiasi lebih rendah dari Nernst
Glower dan Globar tetapi umurnya lebih panjang.
2. Wadah sampel
Wadah sampel sell tergantung dari jenis sampel. Untuk sampel berbentuk gas
digunakan sel gas dengan lebar sel atau panjang berkas radiasi 40 mm. Hal ini
dimungkinkan untuk menaikkan sensitivitas karena adanya cermin yang dapat
memantulkan berkas radiasi berulang kali melalui sampel.Wadah sampel untuk
sampel berbentuk cairan umumnya mempunyai berkas radiasi kurang dari 1 mm,
biasanya dibuat dari lapisan tipis (film) diantara dua keping senyawa yang tranparan
terhadap radiasi infra merah. Senyawa yang biasa digunakan adalah natrium klorida
(NaCl), kalsium fluorida (CaF2), dan kalsium iodida (CaI2).Wadah sampel untuk
padatan mempunyai panjang berka radiasi kurang dari 1 mm. Sampel berbentuk
padatan ini dapat dibuat pelet, pasta atau lapis tipis.
3. Monokromator
Berkas radiasi dari sumber terbagi dua, sebagian melewati sampel dan
sebagian lagi melewati blangko (reference). Setelah dua berkas tersebut bergabung
kembali kemudian dilewatkan ke dalam monokromator. Pada pemilihan panjang
gelombang infra merah dapat digunakan filter, prisma atau grafting. Untuk tujuan
analisis kuantitatif biasa digunakan filter sebagai contoh filter dengan panjang
gelombang 9,0 m untuk penentuan asetaldehida.
Prisma yang terbuat dari kuarsa digunakan untuk daerah infra merah dekat
(0,8-3 m). Prisma yang paling umum digunakan adalah terbuat dari kristal natrium
klorida dengan daerah frekuensi 2000-670 cm-1 (5-15m). Contoh prisma lainnya
kristal kalium bromida dan cesium bromida. Sebagian kristal tersebut dapat menyerap
air, sehingga kristal ini harus benar-benar dijaga agar tidak kontak dengan air karena
dapat meleleh atau menjadi buram/keruh. Selain itu air adalah senyawa yang dapat
mengabsorpsi infra merah dengan kuat. Beberapa merek spektrofotometer infra
merah menggunakan prisma atau lensa dari kristal natrium klorida atau kalium
bromida. Oleh karena itu monokromator harus dilindungi dari kelembaban udara dan
disekitanya harus selalu diberi bahan penyerap air misalnya silika gel. Umumnya
grating memberikan hasil yang lebih baik daripada prisma. Biasanya grating dibuat
dari gelas atau plastik yang dilapisi dengan aluminium.
4. Detektor
5. Rekorder
Signal yang dihasilkan dari detektor kemudian direkam sebagai spektrum infra
merah yang berbentuk puncak-puncak absorpsi. Spektrum infra merah ini
menunjukkan hubungan antara absorpsidan frekuensi atau bilangan gelombang atau
panjang gelombang. Sebagai absis adalah frekuensi (cm-1) atau panjang gelombang
(m) atau bilangan gelombang (cm-1) dan sebagai ordinat adalah transmittans (%)
atau absorbans.
Untuk keperluan kualitatif atau penentuan struktur molekul maka sampel yang
diukur harus berupa senyawa yang murni. Sedangkan untuk keperluan kuantiatif,
sampel boleh berupa campuran asalkan daerah panjang gelombangyang menjadi
pengamatan tidak terjadi gangguan dari senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam
komponen campuran. Semua bentuk sampel (padat, cair dan gas) dapat dilakukan
pengukuran dengan spektrometer infra merah, tetapi masing-masing perlu dilakukan
penanganan khusus agar didapatkan spektrum infra merah yang baik.
a. Sampel gas
Sampel berupa gas dapat dianalisis secara langsung, hanya perlu diperhatikan
adanya uap air dalam sampel tersebut. Adanya uap air dapat memberikan pita-pita
serapan yang tajam. Pengukuran sampel gas memerlukan tempat sampel khusus,
biasanya berupa silinder dari bahan silika. Silinder ini mempunyai dua buah
lubang untuk tempat keluar masuknya gas. Sebagai penutup lubang tersebut dapat
digunakan lempengan kristal NaCl.
b. Sampel cair
Sampel cair dapat dianalisis dalam bentuk murninya atau dalam bentuk
larutan. Sampel cairan murni dianalisis secara langsung dengan cara membuat
lapisan tipis yang diletakkan diantara celah yang dibuat dari dua lempengan NaCl
yang diletakkan berhimpitan. Tebal lapisan tipis ini adalah 0,01 mm atau kurang.
Sampel cairan murni yang terlalu tebal menyerap sangat kuat, sehingga
menghasilkan spektrum yang tidak memuaskan. Cairan yang mudah menguap
dianalisis dalam sel tertutup dengan lapisan tipis. Lempeng perak klorida atau
KRS-5 dapat digunakan untuk sampel yang melarutkan NaCl.
Larutan ditangani di dalam sel yang tebalnya 0,01-1 mm. Untuk sel yang
tersedia, diperlukan larutan 0,05-10% sebanyak 0,1-1 ml. Sebuah sel yang
mengandung pelarut murni diletakkan pada berkas acuan. Dengan begitu,
spektrum yang diperoleh adalah milik zat terlarut, kecuali pada daerah-daerah
tempat pelarut menyerap dengan kuat.
Pelarut yang dipilih haruslah cukup bening di daerah yang diperlukan dan
pula harus kering. CCl4 merupakan pelarut yang paling baik sebab sedikit
mengabsorpsi infra merah, tetapi tidak semua zat dapat larut dalam CCl4. Beberapa
jenis pelarut lainnya antara lain kloroform dan sikloheksana. Pasangan zat terlarut
dan pelarut yang bereaksi tidak dapat digunakan. Contohnya, CS 2 tidak dapat
digunakan sebagai pelarut amina primer dan sekunder.
c. Sampel padat
Sampel berbentuk padat dapat dianalisis dalam bentuk pelet, pasta atau lapisan
tipis. Bentuk pelet dibuat dengan menggerus campuran sampel dengan kristal KBr
(0,1-2,0% berdasarkan berat)) hingga halus dan homogen. Campuran ini kemudian
ditekan dengan alat pembuat pelet sampai tekanan 10-20 Mpa (Mega Pascal =
ton/inc2) sehingga terbentu suatu pelet. Pelet yang baik harus jernih/transparan dan
tidak retak. Selain kristal KBr dapat juga digunakan kristal KI, CsI atau CsBr.
Pasta (mull) dibuat dengan menggerus sampel dengan beberapa tetes mulling
oil sehingga terbentuk pasta. Pasta ini kemudian dioleskan di antara dua lempeng
kristal NaCl agar didapatkan lapisan yang tipis dan rata. Nujol (CH 3(CH2)8CH3;
parafin) suatu minyak tanah yang bertitik didih tinggi lazim digunakan sebagai
mulling agent. Yang perlu diperhatikan adalah Nujol dapat mengabsorpsi infra
merah sehingga spektrum yang tebentuk berupa campuran antara sampel dan
Nujol. Bila pita-pita hidrokarbon mengganggu spektrum, maka Fluorolube (suatu
polimer yang terhalogenasi seluruhnya oleh F dan Cl) atau heksaklorobutadiena
dapat digunakan. Baik penggunaan Nujol maupun Fluorolube memungkinkan
pembuatan spektrum yang bebas dari pita-pita yang menumpuk, di seluruh daerah
4000-250 cm-1. Untuk analisis kualitatif, teknik mull mudah dan cepat, tetapi untuk
analisis kuantitatif harus menggunakan internal standar. Sedangkan lapis tipis
dibuat dengan meneteskan larutan dengan pelarut yang mudah menguap pada
permukaan kepingan NaCl dan dibiarkan sampai menguap.
4.5 INTERPRETASI SPEKTRUM INFRA MERAH
Spektrum infra merah merupakan plot antara transmitans dengan frekuensi atau
bilangan gelombang. Spektrum ini juga menunjukkan banyaknya puncak absorpsi
(pita) pada frekuensi atau bilangan gelombang yang karakteristik. Daerah bilangan
gelombang yang sering digunakan pada spektrum infra merah berkisar antara 4000-
670 cm-1 (2,5-15 m). Di bawah ini spektrum infra merah 1-propanol (Gambar 3.2).
Daerah antara 4000-1400 cm-1 (2,5-7,1 m), bagian kiri spektrum infra merah,
merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus-gugus fungsional.
Daerah ini menunjukkan absorpsi yang disebabkan oleh vibrasi (regangan) uluran.
Vibrasi uluran (stretching) khas bagi gugus-gugus fungsi yang penting seperti OH,
NH dan C=O terletak pada daerah ini. Ketiadaan serapan pada daerah gugus-gugus
tertentu, dapat diartikan bahwa molekul atau senyawa itu tidak mempunyai gugus
tersebut. Tidak adanya serapan pada daerah 1850-1540 cm-1 menunjukkan tidak
adanya struktur yang mengandung gugus karbonil. Namun dalam menafsirkan seperti
itu, haruslah dengan hati-hati, sebab suatu struktur tertentu yang khas dapat
menyebabkan sebuah pita menjadi terlalu lebar sehingga tidak terartikan. Sebagai
contoh adalah ikatan hidrogen antar molekul pada asetilaseton yang dalam bentuk
enolnya menghasilkan pita O-H yang yang lebar, sehingga sering terlewatkan untuk
diinterpretasikan.
Daerah di kanan 1400 cm-1 seringkali sangat rumit karena baik vibrasi
(regangan) uluran maupun tekuk mangakibatkan absorpsi di situ. Dalam daerah ini
biasanya korelasi antara suatu pita dan suatu gugus fungsional spesifik tak dapat
ditarik dengan cermat; namun, tiap senyawa organik mempunyai absorpsinya yang
unik di sini. Oleh karena itu bagian spektrum ini disebut daerah sidikjari (fingerprint
region). Meskipun bagian kiri suatu spektrum nampaknya sama untuk senyawa-
senyawa yang mirip, daerah sidikjari haruslah pula cocok antara dua spektra, agar
dapat disimpulkan bahwa kedua senyawa itu sama. Di bawah ini merupakan spektrum
dari 2-propanol (Gambar 3.3). Bila dibandingkan dengan spektrum 1-propanol di atas,
kedua spektrum tersebut menunjukkan pita serapan yang mirip pada daerah 4000-
1400 cm-1, namun berbeda pada daerah sidik jari.
Untuk menginterpretasikan sebuah spektrum infra merah tidak terdapat aturan yang
pasti. Akan tetapi terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan
interpretasi sebuah spektrum, antara lain:
a. Spektrum haruslah cukup terpisah dan mempunyai kuat puncak yang cukup
memadai.
b. Spektrum merupakan hasil analisis senyawa murni.
c. Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga pita serapan akan teramati pada
bilangan gelombang yang seharusnya. Kalibrasi yang benar dapat dilakukan
dengan standar yang dapat dipercaya, misalnya polistirena.
d. Metode penanganan sampel harus ditentukan. Bila menggunakan pelarut, maka
jenis dan konsentrasi pelarut serta tebal sel harus disebutkan juga.
Untuk mempermudah melakukan interpretasi suatu spektrum infra merah, periksa
adanya puncak absorpsi (pita) dari gugus fungsional utama seperti C=O, O-H, N-H,
C-O, C=C, C=N, C=C dan NO2. Tahap-tahap berikut ini dapat dilakakun:
1. Apakah terdapat gugus karbonil ?
Gugus C=O terdapat pada daerah 1820-1600 cm-1 (5,6-6,1 ). Puncak ini
biasanya yang terkuat dengan lebar medium dalam spektrum. Serapan tersebut
sangat karakteristik.
2. Bila gugus C=O ada, ujilah daftar berikut ini. Bila tidak ada langsung pada
nomor 3.
a. Asam : apakah ada –OH ?
Serapan melebar di dekat 3400-2400 cm-1 (biasanya tumpang tindih dengan
C-H).
b. Amida : apakah ada N-H ?
Serapan medium di dekat 3500 cm-1 kadang-kadang memiliki puncak
rangkap.
c. Ester : apakah ada C-O ?
Serapan kuat di dekat 1300-1000 cm-1.
d. Anhidrida : memiliki dua serapan C=O di dekat 1810 dan 1760 cm-1
e. Aldehida : apakah ada C-H aldehida ?
Dua serapan lemah di dekat 2850 dan 2750 cm-1 atau di sebelah kanan
serapan C-H.
f. Keton : bila kelima kemungkinan di atas tidak ada.
Eter : ujilah serapan C-O (serapan O-H tidak ada) di dekat 1300-
1000 cm-1
____________________________________________________________________
Gugus Senyawa Frekuensi Lingkungan Nama
(cm-1) spektral Lingkungannya
cm-1 (μ)
__________________________________________________________________________
___________
3580-
OH Alkohol 3650 3333-3704
2500-
Asam 2700 (2,7-3,0μ)
Amina
NH primer -3500
dan 3310-
sekunder 3500
3140-
Amida 3320 2857-3333 Lingkungan
(3,0-3,5 μ) vibrasi ulur
Hydrogen
CH Alkuna 3300
3010-
Alkena 3095
Aromatik -3030
2853-
Alkana 2962
2700-
Aldehida 2900 2500-2857
2500- (4,0-4,5 μ)
SH Sulfur 2700
2190-
C=C Alkuna 2260
2240-
C=N Alkilnitril 2260 2222-2500 Lingkungan
(4,5-5,0 μ) ikatan ganda
2240- tiga
Iosianat 2275
2220-
Arilnitril 2240
2130-
-N=C=N Diimida 2155 2000-2222
2120- (5,0-5,5 μ)
-N3 Azida 2160
1720-
>CO Aldehid 1740 (818-2000)
1675- (5,5-6,0 μ)
Keton 1725
Asam 1700-
karbok- 1725
Silat
2000-
Ester 2300
1755-
Asilhalida 1850 1667-1818 Lingkungan
1670- (6,0-6,5 μ) ikatan ganda dua
Amida 1700
1640-
CN Oksim 1690
1540-
CO β-diketon 1640
C=O Ester 1650
1620-
C=C Alkena 1680
1575-
N-H(b) Amina 1650 1538-1667
1575-
-N=N- Azo 1630 (6,5-7,5 μ) Daerah sidik jari
1550-
-C-NO2 Nitro 1570 1538-1667
-C-NO2 Nitro 1300- 1053-1333
aromatik 1570
1230-
C-O-C Eter 1270
(7,5-9,5 μ)
Senyawaan
-(CH2)n lain -722 666-900
(11-15,0 μ)
V. PROSEDUR KERJA
Identifikasi Senyawa Melalui Analisis Gugus Fungsional
a. Pembuatan Spektrum (Kalibrasi)
- Nyalakan spektrofotometer infra merah. Tunggu sampai display memperlihatkan
4000 cm-1
- Pasang pena pada alat IR (jangan biarkan pena terbuka lebih dari 45 menit tanpa
digunakan)
- Pilih “chart expension”, tekan 1
- Pilih chart paper dengan menekan “chart”, tekan “parameter adjust” untuk
mengatur kertas dan panjang gelombang
- Tekan tombol “gain check”. Bila tombol ini ditekan dengan baik maka pena akan
bergerak sebanyak 10%T. Atur parameter adjust bila diperlukan
- Untuk mengatur baseline, pasang pena pada posisi 100%T dengan menggunakan
tombol baseline control yang terletak di dinding bagian kiri dari tempat sampel
- Atur “scan” untuk memulai merekam. Alat akan merekam spektrum secara
otomatis dari 4000-600 cm-1. Gunakan film polystirene untuk mengkalibrasi alat
IR.
- Periksa ketelitian IR dengan membandingkan spektrum yang didapat dengan
tabel yang tersedia.
Untuk cara ini, ambil 1 mg cuplikan yang telah digerus halus dan campurkan
dengan kira-kira 100 mg serbuk KBr yang kering. Tekan campuran ini dengan alat
penekan hidrolik (KBR pellet die) dengan tekanan 10.000 – 15.000 psi sehingga
membentuk suatu lempeng bulat tipis yang tembus sinar infra merah. Kemudian
pasang lempeng KBr ini dalam sel dan tempatkan dalam jalan berkas sinar untuk
dibuat spektrum infra merahnya.
Siapkan jenis-jenis sanpel film yang akan digunakan misalnya kantong plastik atau
jenis plastik yang lain. Letakkan plastik/film tersebut pada bingkai yang sesuai
ukurannya dengan tempat sampel pada alat yang digunakan. Tempatkan sampel film
tersebut dalam jalan berkas sinar untuk dibuat spektrum infra merahnya.
CATATAN :
1. Pada alat spektrofotometer IR terdapat wavebumber yang berfungsi untuk
mengatur panjang gelombang yang diinginkan.
2. Untuk mengatur panjang gelombang lakukkan hal berikut ini :
a. Tekan tombol wavenumber, tombol akan menyala, tekan tombol parameter
adjust untuk mendapatkan panjang gelombang yang diinginkan (arah untuk
panjang gelombang yang lebih tinggi arah untuk panjang gelombang yang lebih
kecil)
b. Bila semua percobaan telah selesai dilakukkan, kembalikan semua alat dan
bahan yang digunakan ke tempat semula, bersihkan tempat kerja.
VII. PERTANYAAN
1. Apakah perbedaan antara spektrofotometer IR dengan spektrofotometer UV-Vis ?
Jawab: Pada spektrofotometri Infrared (IR) pengukurannya berdasarkan pada
penyerapan panjang gelombang infra merah dengan panjang gelombang 2,5-1000μm,
spektrofotometri IR juga banyak digunakan untuk analisa senyawa organic.
Sedangkan spectrum UV-Vis merupakan gabungan antara sinar UV dengan panjang
gelombang 190-380nm dan sinar visible dengan panjang gelombang 380-750nm,
spectrum UV-Vis banyak digunakan untuk analisa senyawa anorganik.
2. Senyawa kimia apa saja yang dapat dianalisis dengan alat spektrofotometer IR ?
Jawab: Senyawa kimia yang dapat dianalisa menggunakan alat spektrofotometri ini
yaitu senyawa yang memiliki ikatan polar dan non polar, mengandung gugus fungsi
tertentu yangdapat dideteksi oleh Spektrofotometri Infrared, misalnya senyawa
polimer aldehid, benzene,dan sebagainya yang mempunyai gugus CH.
Jawab:
Tahap Analisa:
-
Gugus C=O, terdapap puncak di daerah 180-1600 cm-1
- Gugus C=C, karena memiliki serapan lemah di dekat 1650 cm-1
- Gugus C=H alifatik disebelah kanan dan gugus C=H aromatik disebelah kiri
yang terdapat di daerah 3000 nm-1 menunjukkan kemungkinan cincin aromatik
- Gugus C-H, terdapat puncak di daerah 450-500 nm-1
- Kemungkinan senyawa pada analisa ini adalah polistirena
VIII. ANALISA PERCOBAAN
Pada percobaan dalam menganalisa grafik fari spektrofotometri infra merah dapat
diketahui bahwa analisa ini digunakan untuk mengidentifikasikan gugus fungsi yang
berada dalam suatu senyawa. Adapun prinsip kerja dari spektrum IR adalah dengan
adanya perbedaan energi transisi vibrasi dari setiap gugus fungsi atau ikatan kimia. Gugus
fungsi ini akan terukur bila gugus fungsi tersebut memiliki perbedaan momen dipol yang
menyebabkan atom-atom selalu bergeral rotasi atau vibrasi.
Senyawa yang dianalisa pada grafik dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut
adalah polistirena (C8H8)n dari data yang diperoleh kita dapat menganalisa senyawa
tersebut melalui beberapa tahapan. Salah satu tahapan dalam menganalisa grafik IR adalah
dengan melihat perak-perak tertinggi kemudian melihat panjang gelombangnya, apabila
ada panjang gelombang yang sesuai dengan kriteria perak maka hal tersebut dapat
menentukan gugus fungsi dari senyawa. Jika dilihat dari grafik polistirena ini
kemungkinannya dapat dilihat pada salah satu perak di daerah panjang gelombang 3000
nm-1 yang dibuktikan dengan adanya perak C-H alifatik disebelah kanan dan C-H
aromatik disebelah kiri, serta ditunjukkan juga adanya serapan kuat pada darah 1650 –
1450 cm-1.
Setelah itu, untuk menjamin hasil analisa agar diperoleh data dengan presisi dan
akurasi yang tinggi maka percobaan ini seharusnya dilakukan kalibrasi karena dalam
analisa spektrum IR terdapat berbagai macam faktor yang memberikan kontribusi
terhadap kesalahan pembacaan panjang gelombang. Dengan mengetahui frekuensi dari
baku pembanding polistirena, maka dapat dibuat kurva kalibrasi yang merupakan grafik
hubungan antara frekuensi dengan kesalahan frekuensi.
IX. KESIMPULAN
1. Prinsip kerja spektrum IR secara umum adalah interaksi antara materi berupa molekul
senyawa kompleks dengan energi berupa sinar IR mengakibatkan molekul bervibrasi
dimana besarnya energi vibrasi tiap molekul berbeda-beda tergantung pada atom-atom
dan kekuatan ikatan yang menghubungkan sehingga akan dihasilakan frekuensi yang
berbeda.
2. Massa frekuensi pada tiap-tiap atom menyebabkan adanya perbedaan serapan antara
komponen yang satu dengan yang lain, sehingga dihasilkan spektra yang memiliki
puncak (peak) berbeda-beda.
3. Senyawa yang dihasilkan adalah polistirena (C8H8)n dengan kemungkinan adanya
peak pada λ 1650 nm-1 (gugus C=C) , λ 3000 nm-1 (gugus C=H aromatik dan alifatik),
dan λ 750-500 nm-1 (gugus C=H).
X. DAFTAR PUSTAKA