Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN

Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Vitamin C, dan Kafein

Menggunakan Instrumen HPLC

Tanggal Praktikum : 28 September 2012

DOSEN PEMBIMBING :

Dra, SOJA SITI FATIMAH, Msi

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 11

HANIK MASFUFATUL 1001114

NOVI NURLAELI 1004563

VEGA ISMA ZAKIAH 1006336


JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2012

Tanggal Praktikum : 28 September 2012

Judul Praktikum :

Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Vitamin C, dan Kafein Menggunakan

Instrumen HPLC

Tujuan Praktikum :

1. Memahami cara kerja instrumen HPLC untuk analisis kuantitatif.


2. Dapat melakukan preparasi dengan tepat dan akurat, serta dapat mengikuti

manual pengoperasian HPLC.

3. Dapat menentukan/menghitung kadar zat aditif dalam sampel minuman.

A. DASAR TEORI

Kromatografi adalah metode suatu proses fisik yang digunakan untuk

memisahkan komponen-komponen dari suatu campuran senyawa kimia. Dalam

kromatografi, campuran tersebut dibuat sebagi zona yang sempit (kecil) pada

salah satu ujung media porus seperti adsorben, yang disebut alas atau landasan

kromatografi. Zona campuran kemudian digerakan dengan larutan suatu cairan

atau gas yang bergerak sebagai pembawa, melaui media porus tersebut, yang

berupa partikel-partikel yang ”diam“ (tidak bergerak, statisiones). Sehingga

akibatnya masing-masing komponen dari campuran tersebut akan terbagi

(terdistribusi) secara tidak merata antara alas yang “diam” dan cairan atau gas

yang membawanya. Akibat selanjutnya, masing-masing komponen akan bergerak

(bermigrasi) pada kecepatan yang berbeda (differential migration) dan dengan

demikian, akan sampai pada ujung lain dari alas tersebut pada waktu yang

berlainan, dan dengan demikian terjadilah pemisahan diantara

komponen-komponen yang ada. (Bahti, Husein H. 2011: 4).

Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan

komponen-komponen campuran yang berdasarkan distribusi diferensial dari

komponen-komponen sampel diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam.

Salah satu teknik kromatografi yang dimana fasa gerak dan fasa diamnya

menggunakan zat cair adalah HPLC (High Performance Liquid Chromatography)


atau didalam bahasa Indonesia disebut KCKT (Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi).

Teknik HPLC merupakan suatu metode kromatografi cair-cair, yang dapat

digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis

kualitatif dengan teknik HPLC didasarkan pada pengukuran luas area standar.

Pada prakteknya, metode pembandingan area standar dan sampel kurang

menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan suatu konsentrasi standar.

Oleh karena itu, dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi. (Wiji,

dkk. 2010 : 17).

HPLC yang modern telah mucul akibat pertemuan dari kebutuhan,

keinginan manusia untuk meminimalis pekerjaan, kemampuan teknologi, dan

teori untuk memandu pengembangan pada jalur yang rasional. Jelas sebelum era

peralatan yang modern bahwa LC (Liquid Chromatography) memiliki kekuatan

pemisahan yang sangat ampuh, bahkan untuk komponen-komponen yang

berhubungan sangat erat. LC harus ditingkatkan kecepatannya, diotomasasi, dan

harus disesuaikan dengan sampel-sampel yang lebih kecil, waktu elusi yang

beberapa jam (Underwood, Day. 2002 : 553).

HPLC berbeda dari kromatografi kolom cairan konvensional dalam hal

digunakan bahan pengisi kolom berupa partikel yang sangat kecil berukuran

sampai 3-5 μm (1μm = 10-6 m). Sehingga mengharuskan digunakannya tekanan

tinggi sampai 20.000 Kpa ( 200 atmosfir) untuk mengalirkan fasa gerak melalui

kolom tersebut.

Ternyata, penggunaan bahan pengisi kolom yang lebih kecil ini bukan

saja telah memperbaiki kecepatan analisis, tapi (dari ini yang lebih penting)

ialah telah menghasilkan suatu teknik dengan daya pisah yang tinggi. HPLC
mempunyai kelemahan- kelemahan yang diantaranya, peralatannya lebih rumit,

tidak murah, dan perlu pengalaman. Untuk beberapa jenis zat, metode ini kurang

sensitif. Selain itu sampel disyaratkan harus stabil dalam larutan.

Berdasarkan kepolaran fasa geraknya, HPLC dibagi menjadi 2 macam

yaitu :

a) Fase Normal HPLC

HPLC jenis ini secara esensial sama dengan kromatografi

kolom. Meskipun disebut normal, ini bukan bentuk biasa dari

HPLC. Kolom ini diisi dengan partikel silika yang sangat kecil dan

pelarut nonpolar seperti heksan sebuah kolom sederhana memiliki

diameter internal 4,6 mm (dan kemungkinan kurang dari nilai ini)

dengan panjang 120 nm-250 nm. Senyawa-senyawa polar dalam

campuran melalui kolom akan melekat lebih lama pada silika yang

polar dibanding dengan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena

itu, senyawa yang non polar kemudian akan lebih cepat melewati

kolom. Apabila pasangan fasa diam lebih polar daripada fasa

geraknya maka sistem ini disebut HPLC fase normal.

b) Fase Balik HPLC

Pada HPLC jenis ini, ukuran kolomnya sama, tetapi silika

dimodifikasi menjadi non polar melalui pelekatan hidrokarbon

dengna rantai panjang pada permukaannya secara sederhana baik

berupa atom karbon 8 atau 18. Dalam kasus ini, akan terdapat

interaksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul polar dalam

campuran yang melalui kolom. Interaksi yang terjadi tidak sekuat

interaksi antara rantai-rantai hidrokarbon yang berlekatan pada


silika (fasa diam) dan molekul-molekul polar dalam larutan. Oleh

karena itu molekul-molekul polar akan lebih cepat bergerak

melalui kolom. Sedangkan molekul-molekul non polar akan

bergerak lambat karena interaksi dengan gugus hidrokarbon.

Gambar fase normal dan fase balik

Terdapat beragai zat aditif yang digunakan oleh produsen makanan dan

minuman diantaranya : natrium benzoat, vitamin c, dan kafein untuk

masing-masing tujuan tertentu. Ketiga zat aditif tersebut merupakan senyawa

yang memiliki sifat kepolaran yang berbeda, dan memiliki gugus kromofor yang

menyebabkan senyawa tersebut dapat menyerap sinar UV. Berdasarkan

karakteristik senyawa ini memungkinkan dilakukan analisis dengan teknik HPLC

yang menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa gerak polar.

Vitamin C atau asam askorbat

Vitamin berupa kristal putih dengan


rumus molekul C6H8O6, larut dalam air dan alkohol, dialam

ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran, dapat disintesis dari


glukosa. Vitamin C merupakan komponen esensial makanan

manusia untuk perawatan kulit. Kekurangan vitamin ini dapat

menimbulkan sariawan, luka pada gusi, badan kurus, dan anemia.

Setiap hari diperluka 70-100 mg.

Vitamin C adalah senyawa yang memiliki sifat polar dan

gugus kromofor yang dimilikinya menyebabkan senyawa ini dapat

menyerap sinar UV. Karakteristik senyawa ini memungkinkan

analisis dengan teknik HPLC menggunakan kolom nonpolar

seperti C-18 dan fasa geak polar seperti metanol atau air.

Natrium Benzoat atau natrium benzena karboksilat

Kristalin tanpa warna atau atau serbuk


amorf putih, C6H6COONa. Larutan dalam iar dan sedikit larut

dalam etanol. Senyawa ini dibuat melalui reaksi natrium

hidroksida dengan asam benzoat dan digunakan dalam industri zat

warnadan sebagai pengawet makanan. Zat ini dulu digunakan

sebagai antiseptik.

Kafein

Suatu alkohol dengan rumus


molekul C5H10N4O2. Berupa padatan kristal berwarn aputih dan
berasa pahit, ditemukan dalam daun dan biji dari pohin kopi,

dalam daun teh, dalam biji kola.

Reservoir Pelarut

Jumlah reservoir pelarut : (1) bisa salah satu atau lebih; berisi pelarut

organik seperti heksana, atau air, atau campuran air dan pelarut organik seperti

metanol,tergantung kepada apakah kita bekerja menggunakan fasa normal atau

fasa terbalik atau metode kromatografilainnya.

Bila sistem KCKT dilengkapi dengan alat pencampuran (2) (atau

mempunyai lebih dari satu pompa) yang memungkinkan membuat

campuran-campuran pelarut dengan komposisi yang diatur dengan bantuan suatu

programener, maka diperlukan lebih dari satu reservoir, sistem ini diperlukan

untuk melakukan elusi bergradien dimana komposisi pelarut diubah-ubah selama

pengelusian.

Pelarut fasa gerak dipompa dari reservoir oleh sistem pompa, demikian

sehingga campuran pelarut dengan komposisi tertentu dapat mengalir tanpa

denyutan (pulseless). Kecepatan aliran dapat diatur antara 0,1 – 10 mL/menit.

Gas yang terlarut dalam pelarut fasa gerak yang digunakan harus

dibuang terlebih dahulu (de-gassing), selain itu, pelarut harus di saring dahulu

agar bebas dari partikel-partikel kecil yang tidak larut.

Pada saluran-saluran pelarut biasanya dipasang saringan (berukuran 2-10

mμ) untuk mencegah partikel-partikel kecil yang tidak larut tadi, masuk

kedalam kolom. Saringan ini harus diganti atau dibersihkan bila terjadi

penyumbatan.
Diantara jenis-jenis pompa yang paling umum digunakan untuk sistem

HPLC adalah jenis pompa “isap dan tekan ” (reciprocating).

Pompa “isap dan tekan” yang sederhana mempunyai kecepatan isap yang

tetap. Artinya, waktu yang diperlukan untuk langkah mengisis sama dengan

waktu untuk langkah memompa. Pompa seperti ini memerlukan perendam

denyutan yang baik. Oleh karena itu, pompa jenis ini umumnya menggunakan

dua pengisap yang masing-masing bekerja kebalikan satu dari yang lainnya.

Setiap pengisap memppunyai dua katup pengendali.

Pelarut diisap ke dalam ruang pengisap melalui katup pemasukkan dan

kemudian ditekan ke luar melalui katup pengeluaran. Untuk melakukan elusi

bergradien diperlukan dua sistem pompa yang masing-masing mempunyai satu

atau dua penghisap. Ada dua macam rancangan utama pompa gradien yaitu

pecampuran tekana tinggi yang mempunyai hantaran dua pompa dan

pencampuran tekana rendah dengan hantaran satu pompa.

Rancangan pompa gradien yang pertama, yakni sistem pencampuran

tekanan tinggi, mempunyai dua pompa dan satu pengendali, masing-masing

pompa menghantarkan satu sistem pelarut. Fungsi pengendali adalah mengatur

kecepatan aliran masing-masing pelarut sesuai dengan komposisi yang diinginkan

dan juga berfungsi untuk menjamin terjadinya pengadukan yang baik oleh suatu

pengaduk dinamik. Setiap pompa mempunyai dua penghisap dan setiap

penghisap mempunyai dua katup. Jenis yang kedua, pompa pembagi bertekanan

rendah hanya mempunyai satu penghisap. Untuk melakukan elusi gradien hanya

diperlukan satu pompa. Pompa ini mempunyai katup pembagi, tidak mempunyai

pengendali gradien.
Dengan katup-katup pembagi dimungkinkan untuk membuat suatu

campuran terner (tiga jenis pelarut) dengan perbandingan yang diinginkan. Jadi

untuk melakukan gradien gradien tidak diperlukan lebih dari satu pompa.

Katup-katup pembagi ini dikendalikan oleh suatu microprocessor dan terbuka

selama langkah pemasukan pelarut. (Bahti, Husein. H . 2011 : 34-40)

Prinsip kerja instumentasi HPLC

HPLC menggunakan fasa gerak untuk memisahkan komponen

dari sebuah campuran komponen (analit). Prinsip keja HPLC adalah

pemisahan setiaap komponen dalam sampel berdasarkan kepolarannya.

Yang paling membedakan HPLC dengan kromatografi lainnya adalah

pada HPLC digunakan tekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak. Fasa

diam yang biasa digunakan (pada kolom) HPLC jenis fasa terbalik adalah

RMe2SiCl, dimana R adalah rantai alkana C-18 atau C8. Sementara fasa

geraknya berupa larutan yang diatur komposisinya (gradien elusi),

misalnya : air:asetonitril (80:20), hal ini bergantung pada kepolaran analit

yang akan dipisahkan. Campuran analit akan terpisah berdasarkan

kepolarannya, dan waktu retensinya akan berbeda, hal ini akan teramati

pada spektrum yang punsak-puncaknya terpisah.

Prinsip dasar HPLC adalah pemisahan komponen-komponen

terjadi karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap

fasa diam. Keunggulan menggunakan HPLC dibandingkan kromatografi

gas yaitu terletak pada kemampuannya untuk menganalisis cuplikan yang

tidak menguap dan labil pada suhu tinggi. HPLC tidak terbatas pada

senyawa organik tapi mampu menganalisis senyawa anorganik, mampu


menganalisis cuplikan yang mempunyai molekul tinggi (beratnya),

mampu menganalisis cuplik yang mempunyai titik didih yang sangat

tinggi seperti polimer.

Cara kerja instumentasi HPLC

Prinsip kerja alat HPLC adalah pertama fasa gerak dialirkan melalui

kolom kedetektor dengan bantuan pompa. Kemudian cuplikan dimasukan ke

dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Didalam kolom terjadi

pemisahan komponen-komponen campuran karena perbedan kekuatan interaksi

antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya

dengan fasa diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu. Sebaliknya solut-solut

yang interaksinya kuat dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih lama.

Setiap komponen yang campuran yang keluar kolom dideteksi oleh detektor

kemudian direkam dalam bentuk kromatogram.

Gambar skema instrumentasi HPLC


Komponen-komponen instrumentasi HPLC

1. Fasa Gerak

Fasa gerak dari HPLC merupakan zat cair yang disebut eluen atau

pelarut. Dalam HPLC fasa gerak selain berfungsi untuk membawa

komponen-komponen campuran menuju ke detektor, selain itu juga

dapat berinteraksi dengan solut-solut. Oleh karena itu, fasa gerak

dalam HPLC merupakan salah satu faktor penetu keberhasilan proses

pemisahan. Persyaratan zat cair yang akan digunakan sebagai fasa

gerak sebagai berikut:

a) Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan

yang akan dianalisis

b) Zat cair harus murni, untuk menghindari masuknya kotoran yang

dapat mengganggu interpretasi kromatogram

c) Zat cair harus jernih, untuk meghindari penyumbatan pada kolom

d) Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar dan

tidak beracun

e) Zat cair tidak kental dan harus sesuai dengan detektor

Fasa gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu

untuk menghindari partikel-partikel kecil. Selain itu adanya gas

dalam fasa gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan

berkumpul dengan komponen lain terutama do pompa dan detektor

sehingga akan mengacaukan analisis.


Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fasa gerak

tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak

berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan pemrograman suhu

pada kromatografi gas. Elusi bergradien diguakan untuk

meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika

sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas.

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan

fase terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol atua

campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase

normal, fasa gerak yang paling sering digunakan adalah campuran

pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau

menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase

normal ini kurang umum dibanding fase terbalik.

2. Kolom

Kolom HPLC biasanya terbuat dari stailess steel, akan tetapi ada

juga yang terbuat dari gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi

fasa diam, tepat terjadinya pemisahan campuran menjadi

komponen-komponen. Bergantung keperluannya kolom utama dapat

digunakan untuk analisis atau preparatif setiap komponen yang keluar

kolom ditampung pada tabung yang berbeda dan keluaran HPLC


dihubungkan dengan fraction colector selain kolom utama dikenal

pula kolom pengaman.

Kolom utama berisi fasa dian dan jenisnya bervariasi bergantung

pada keperluan, misalnya dikenal kolom C8, C-18, cyanopropyl, dan

penukar ion. Kolom utama untuk HPLC biasanya berukuran panjang

berkisar antara 5-30 cm dan diameter dalam berkisar 4,5–10 mm.

Kolom pengaman (guard coloumn) disebut juga pra-kolom karena

letaknya sebelum sistem pemasukan cuplikan. Kolom ini berukuran

pendek 5 cm dengan diameter 4,6 mm biasanya dipaking dengan

partikel silika berukuran besar dari ukuran partikel kolom utama.

Kolom pengaman mempunyai dua fungsi yaitu: menyaring kotoran

yang terbawa oleh fasa gerak dan untuk menjenuhkan fasa gerak

dalam rangka menghindarkan terjadinya erosi fasa diam oleh aliran

pelarut.

Kolom merupakan jantung kromatograf, keberhasilan atau

kegagalan analisis bergantung pada pilhan kolom dan kondisi kerja

yang tepat. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok :

a) Kolom analitik

Garis tengah dalam 2-6 mm, panjang bergantung pada

jenis kemasan, untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom

50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya

10-30 cm.

b) Kolom preparatif
Umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar, dan

panjang 25-100 cm.

3. Pompa

Pada HPLC, pompa ini berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak

cair melalui kolom yang berisi serbuk halus. Digunakan pompa

bertekanan tinggi dalam metode ini sebagai akibat penggunaan fasa

gerak yang berupa zat cair yang akan sukar mengalir dalam kolom

yang dipadatkan dengan serbuk halus. Oleh karena itu, agar zat cair

dapat melewati kolom secara tepat maka dibutuhkan bantuan pompa

yang bertekana tinggi. Pompa yang digunakan dalam HPLC harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Menghasilkan tekanan sampai 5000 psi

b) Kecepatan alir berkisar antara 0,1-10 mL/menit

c) Bahan tahan korosi

d) Keluaran bebas pulse

Dikenal 3 jenis pompa yang masing-masing memiliki keuntungan

yaitu :

a) Pompa Reciprocating

Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang

dipompa dengan cara gerakan piston maju mundur yang

dijalankan oleh motor. Gerakan piston memberikan aliran eluen

yang konstan, memiliki volume internal kecil (35-400 mL)


menghasilkan tekanan tinggi (sampai 10.000 psi). Piston berupa

batang gelas dan berkontak lengsung dengan pelarut.

b) Pompa Displacement

Pompa ini menyerupai syringe (alat suntik) tersiri dari

tabung yang dilengkapi pendorong yang digerakkan oleh motor.

Menghasilkan aliran yang cenderung tidak tergantung pada

tekanan balik kolom dan viskositas pelarut. Memiliki keterbatasan

kapasitas pelarut ( 250 mL) dan tidak mudah untuk pergantian

pelarut.

c) Pompa Pneumatic

Dalam pompa ini pelarut didorong oleh gas bertekanan

tinggi.Pompa jenis ini murah, tetapi memiliki keterbatasan

kapasitas dan tekanan yang dihasilkan (<2000 psi) kecepatan alir

bergantung pada viskositas pelarut dan tekanan balik kolom.

4. Injector Sample

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikan secara langsung ke

dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom

menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat

dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop)

internal atau eksternal.


Salah satu jenis penyuntik untuk memasukan sampel ke dalam

sistem (kolom) kromatografi adalah penyuntik loop.

Dalam prakteknya, loop tidak perlu diisi penuh, tapi bila tidak diisi

penuh akan mengakibatkan lebih jeleknya presisi hasil eksperimen

dan ketergantungan presisi tersebut kepada bagaimana si-operator

menggunakan penyuntik.

Perlu diingat, bahwa penyuntik tidak boleh dicabut sebelum pegangan

(handle) penyuntik diputar dari posisi load (“pengisap”) ke posisi

inject (“suntik”). Karena sampel akan mengalir ke saluran

pembuangan. Hal yang terakhir ini tentunya tidak diinginkan,

pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan aliran ke

dalam diinginkan. Pegangan penyuntik harus diputar cepat agar

pemutusan aliran ke dalam kolom, antara posisi pengisian (load) dan

posisi penyuntikan (inject) berlangsung cepat.

Yang menjadi faktor ketidak tepatan pengukuran HPLC salah

satunya terletak pada keterulangan pemasukan cuplikan kedalam

paking kolom. Masalahnya kebanyakan memasukan cuplikan

kedalam kolom dapat menyebabkan band broadening. Oleh karen itu

cuplikan yang dimasukkan harus sekecil beberapa puluh mikroliter.


Beberapa teknik pemasukan cuplikan kedalam sistem dapat diuraikan

sebagai berikut :

a) Injeksi Syringe

Syringe disuntikan melalui septum (seal karet) dan untuk

ini dirancang syringe yang tahan tekanan sampai 1500 psi. Akan

tetapi keterulangan injeksi stringe ini sedikit lebih baik dari 2-3 %

dan sering lebih jelek.

b) Injeksi Stop Flow

Aliran pelarut dihentikan sementara, sambungan pada

ujung kolom dibuka dan cuplikan disuntikan langsung kedalam

ujung kolom. Setelah menyambung kembali kolom maka pelarut

dialirkan kembali. Untuk memasukkan cuplikan kedalam fasa

gerak perlu dua langkah : sejumlah volume cuplikan disuntikkan

ke dalam loop dan posisi ‘load’. Cuplikan masih berada dalam

loop ; kran diputar untuk mengubah posisi ‘load’ menjadi posisi

‘injeksi’ dan fasa gerak membawa cuplikan kedalam kolom (kran

cuplikan).

c) Kran Cuplikan

Jenis pemasukan cuplikan ini disebut juga loop dan paling

banyak digunakan. Untuk memasukan cuplikan ke dalam aliran

fasa gerak perlu 2 langkah, yaitu: sejumlah volume cuplikan

disuntikan ke dalam loop dalam posisi load, cuplikan masih

berada dalam loop; kran diputar untuk mengubah posisi load


menjadi posisi injeksi dan fasa gerak membawa cuplikan ke

dalam kolom.

5. Detektor

Ada dua jenis detektor yaitu detektor selektif, adalah detektor yang

peka terhadap golongan senyawa tertentu saja. Dan detektor universal,

yaitu detektor yang peka terhadap golongan senyawa apapun kecuali

pelarutnya. Diantara detektor yang digunakan dalam KCKT adalah

a) Detektor Universal

 Detektor Ultra Violet – Visible (Sinar Tampak)

Detektor UV terutama digunakan untuk

pendeteksian senyawa-senyawa organik. Detektor UV

dilengkapi dengan pengatur panjang gelombang, sehingga

panjang gelombang UV yang digunakan dapat dipilih

sesuai dengan jenis cuplikan yang diukur.

Detektor UV-Visible (uv-sinar tampak) paling

banyak digunakan, karena sensitivitasnya yang baik

mudah menggunakannya, tidak merusak senyawa yang di

analisis, dan memungkinkan untuk melakukan elusi

bergradien. Ada yang dipasang pada panjang gelombang

tetap yaitu pada panjang gelombang 254 nm, dan ada yang

panjang gelombangnya dapat dipilih sesuai dengan

diinginkan antara 190-600 nm. Detektor dengan panjang

gelombang variabel ini ada yang dilengkapi alat untuk


memilih panjang gelombang secara otomatis dan dapat

me-nol-kan sendiri (allto zero). Detektor jenis ini juga ada

yang menggunakan drode erray (sebagai pengganti photo

tube), sehingga dapat melakukan pembacaan absorban

yang kontinyu pada berbagai panjang gelombang.

 Detektor Indeks Bias

Detektor indeks bias memberi respons terhadap

senyawa yang dianalisis apapun, termasuk pelarutnya

sendiri. Prinsip dasar kerja detektor ini adalah perubahan

indeks bias karena adanya komponen sampel dalam

pelarut. Detektor ini bersifat tidak merusak

(non-destruktif), sensitivitasnya cukup tinggi (minimum

10-6 g) dan umumnya digunakan dalam pekerjaan

preparatif. Dengan detektor ini tidak dapat dilakukan elusi

bergradien. Detektor ini digunakan dalam kromatografi

eklusi dan dalam analisis karbohidrat.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

menggunakan detektor indeks bias :

 Bila digunakan lebih dari satu pelarut, maka

campuran dahulu hingga homogen dan

bebaskan dari gas terlarutnya.

 Setelah detektor dihidupkan, tunggu

beberapa lama sebelum digunakan sampai

detektor stabil.
 Bila digunakan lebih dari satu detektor yang

dipasang berurutan, maka tempatkanlah

detektor indeks bias pada urutan terakhir.

 Untuk saluran pembuangan, gunakanlah

selang teflon berdiameter dalam (inner

diameter) yang besar tapi pendek.

 Tempatkan detektor pada kondisi suhu yang

dipelihara tetap.

 Jaga agar sel indeks bias selalu bersih.

 Sel pembanding harus diisi dengan pelarut

yang telah dilewatkan melalui kolom,

 Detektor Spektrometer Massa

 Detektor Spektrometer Inframerah

b) Detektor Selektif

 Detektor Fluoresensi

Didasarkan kepada prinsip bahwa molekul-molekul

tertentu dapat menyerap energi pada panjang gelombang

yang lebih pendek membentuk suatu keadaan tereksitasi

dan kemudian secara hampi bersamaan turun kembali ke

keadaan dasar (ground state) dengan memancarkan energi

pada panjang gelombang yang lebih panjang.

 Detektor Konduktivitas Listrik

Detektor elektrokimia biasanya didasarkan pada

daya hantar listrik (konduktometri) dan polarografi.


Detektor jenis konduktometri biasanya digunakan untuk

mendeteksi solut-solut yang dapat mengalami reaksi

redoks baik senyawa organik maupun anorganik. Adapun

persyaratan detektor yaitu: cukup sensitif, stabilitas, dan

keterulangan tinggi, tidak erusak cuplikan, respon linier

terhadap solut, reliabilitas tinggi dan mudah digunakan.

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai

berikut :

a) Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprousibel

b) Mempunyia sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi

solut pada kadar sangat kecil

c) Stabil dalam pengoperasiannya

d) Mempunyia sel volume yang kecil sehingga mampu

meminimalkan pelebaran pita

e) Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi

solut pada kisaran yang luas

f) Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fasa

gerak

6. Rekorder

Rekorder adalah alat untuk mencetak hasil percobaan pada lembar

berupa kumpulan puncak (kromatogram) kromatogram HPLC yang

didapat berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Luas peak

menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran dan jumlah peak


menyatakan jumlah komponen. Analisis kualitatif dapat dilakukan

dengan cara membandingkan waktu retensi (rt) analit atau sampel

dengan waktu retensi standar. Sedangkan analisis kuantitatif depat

dilakukan dengan didasarkan pada luas peak atau tinggi peak dengan

metode standar kalibrasi.

B. ALAT DAN BAHAN

Alat :

1. Instrumen HPLC 1 set

2. Spatula 1 buah

3. Labu ukur 50 mL 6 buah

4. Labu ukur 10 mL 6 buah

5. Neraca analitik terkalibrasi 1 set

6. Corong pendek 1 buah

7. Pipet tetes 6 buah

8. Gelas kimia 20 mL 1 buah


9. Gelas ukur 500 mL 1 buah

10. Ultrasonic vibrator 1 set

11. Pipe seukuran (1,2,3,4,5 mL) 1 buah

12. Kertas saring Whattmann 1 lembar

13. Membrane PTFE dan selulosa nitrat 1 lembar

Bahan :

1. Natrium benzoat p.a 2,5 mg

2. Vitamin C standar 1 mg

3. Kafein 5 mg

4. Metanol for HPLC secukupnya

5. Sampel minuman yang mengandung vit.C 5 mL

6. Kalium dihidrogenfosfat 0,68 g

7. Aquabides secukupnya

8. Asetonitril 80 mL + secukupnya

C. PROSEDUR KERJA

1. Pembuatan fasa gerak (pelarut)


Dihitung dan ditimbang jumlah KH2PO4 yang diperlukan untuk

membuat larutan KH2PO4 0,01 M sebanyak 500 mL dalam

aquades. Kemudian di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam

fosfat. Dilakukan penyaringan untuk larutan KH2PO4

menggunakan membrane selulosa nitrat. Dilakukan penyaringan

pula untuk asetonitril dengan PTFE. Dihilangkan gelembung pada

larutan dengan ultrasonic vibrator selama 15 menit. Dibuat

campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan asetonitril (60:40) untuk

keperluan larutan standar dan larutan sampel, sesuai kebutuhan.

2. Pembuatan larutan induk natrium benzoat, vitamin C, dan kafein

Ditimbang zat standar natrium benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg,

dan kafein 5 mg. Dicampurkan ketiga zat standar dengan

melarutkan dalam 50 mL fasa gerak secara kuantitatif pada labu

ukur. Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan ultrasonic

vibrator.

3. Pembuatan deret larutan standar benzoat, vitamin C, dan kafein

Dipipet larutan induk masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL,

dan 5 mL, diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL.

Dihomogenkan larutannya, kemudian disaring semua larutan

standar tersebut dengan menggunakan membrane PTFE.

Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup yang telah

diberi label. Dilakukan degassing selama 5 menit. Larutan standar

siap diinjeksikan.
4. Pembuatan larutan sampel

Dipipet 5 mL larutan sampel , dilarutkan dengan fasa gerak hingga

10 mL secara kuantitatif pada labu ukur. Dilakukan penyaringan

dengan PTFE, ditampung dalam botol vial bertutup. Dihilangkan

gelembung pada larutan sampel dengan menggunakan ultrasonic

vibrator selama 5 menit.

5. Penyiapan instrumen HPLC

Sementara melakukan preparasi sampel dan standar, dihidupkan

peralatan HPLC sesuai dengan langkah berikut :

a) Dikondisikan instrumen HPLC dengan: fasa gerak dengan

sistem elusi gradien dengan kondisi:

Waktu (menit) %Asetonitril % KH2PO4

0 60 40

1 40 60

2 20 80

3 30 70

4 40 60

5 60 40

Kolom : C-18 (12,5 cm)

Panjang gelombang : 254 nm


Laju alir : 0,75 mL/menit

Volume injeksi : 20 μL

b) Dipastikan kabel penghubung listrik telah tersambung dengan

benar.

c) Ditekan tombol “ON” pada sakelar listrik.

d) Diisi botol fasa gerak dengan volume yang memadai dan

dikosongkan botol penampung.

e) Ditekan tombol “ON” pada alat, berturut-turut untuk power,

detektor, dan pompa.

f) Dilakukan pemrograman alat dengan komputer. Diikuti

langkahnya sesuai instruksi dalam komputer.

g) Dipilih mode yang akan digunakan sesuai dengan parameter

kondisi instrumen

h) Apabila kromatogram telah menunjukkan base line yang

mendatar , maka instrumen siap digunakan

i) Diinjeksikan berturut-turut larutan standar (dimulai dari

konsentrasi terendah), dan terakhir larutan sampel.

j) Dicetak hasil pengukuran, dicatat kondisi percobaannya.

k) Setelah selesai digunakan, dimatikan pompa dengan

menyoroti tanda pompa dalam komputer.

l) Ditutup file sesuai petunjuk, lalu dimatikan komputer.

m) Untuk mematikan, ditekan tombol “OFF” pada pompa,

detektor, dan power secara berurutan. Diputuskan sambungan

listrik.
6. Perhitungan hasil analisis

Dari hasil operasi instrumen akan diperoleh kurva kalibrasi. Bila

kurva kalibrasi diperoleh dengan koefisien regresi > 0,997 , maka

boleh melanjutkan perhitungan kadar zat aditif dalam sampel.

Dihitunglah kadarnya dalam satuan % w/w . Bila tidak diperoleh

kurva yang linier, maka dilakukan diskusi untuk mencari

penyebabnya.

D. HASIL DAN ANALISIS DATA

Analsis kuantitatif HPLC didasarkan pada pengukuran luas atau area

puncak dalam kromatogram. Pada percobaan penentuan kadar vitamin c,

kafein, dan natrium benzoat dalam sampel dengan menggunakan metode

HPLC, digunakan satu deret standar yang konsentrasinya bervariasi, yaitu 10

ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm. HPLC adalah suatu metode

pemisahan dari analit berdasarkan perbedaan interaksi pada fasa diam dan

fasa diamnya. Sehingga akan didapatkan waktu retensi yang berbeda-beda

antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya.

Metode yang digunakan pada pengujian ini adalah metode fasa terbalik

dimana fasa gerak yang digunakan ini bersifat relatif lebih polar daripada fasa

diamnya. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran kalium dihidrogen

fosfat dan asetonitril dengan perbandingan 60 : 40. Sedangkan fasa diamnya

berupa silika yang direaksikan dengan organoklorosilana.


Struktur Fasa diam

Berdasarka urutan kepolaran antara vitamin c, kafein, dan natrium

benzoat. Bahwa vitamin c lebih besar dari kafein lebih besar dari natrium benzoat.

Maka waktu retensi vitamin c lebih kecil dari kafein lebih kecil dari natrium

benzoat. Sehingga larutan standar yang digunakan mempunyai harga regresi lebih

mendekati satu.

Dalam preparasi larutan standar dan sampel digunakan membran PTFE

(Poly Tetra Fluoro Ethylene) untuk proses pemurnian larutan standar maupun

sampel yang dipisahkan dari pengotornya.

Sebelum pengujian sampel, terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dari

deret larutan standar dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Kurva

diplotkan antara konsentrasi setiap larutan standar terhadap luas area peak

yang diperkirakan sebagai peak dari vitamin C, pada masing-masing

kromatogramnya.

Penentuan peak vitamin C pada kromatogram larutan standar ini

dilakukan dengan mengamati peak yang waktu retensinya relatif tetap atau

sama pada setiap konsentrasi larutan standar, serta memerhatikan luas area

peaknya. Karena larutan standar adalah larutan vitamin C maka kadar vitamin

C di dalamnya adalah yang terbesar dibanding komponen lain sebagai hasil

penguraian vitamin C atau senyawa lainnya (pengotor). Adanya penguraian ini

ditunjukkan salah satunya dari adanya lebih dari satu peak pada kromatogram.
Dari data kromatogram deret larutan standar, diperoleh waktu retensi

untuk vitamin c 1.98; waktu retensi kafein 2.54; dan waktu retensi natrium

benzoat 4.38.

Waktu retensi pada larutan standar menjadi acuan dalam menentukan

komponen-komponen yang terdapat dalam sampel. Pada kromatogram sampel

terdapat empat puncak, yaitu :

 Komponen kesatu dengan waktu retensi sebesar 1.79; dan luas area sebesar

220807

 Komponen kedua dengan waktu retensi sebesar 1.99; dan luas area sebesar

1779127

 Komponen ketiga dengan waktu retensi sebesar 4.40; dan luas area sebesar

15581524

 Komponen keempat dengan waktu retensi sebesar 4.81; dan luas area sebesar

478118

Komponen kesatu dalam sampel diduga bukan vitamin c, karena waktu

retensi untuk vitamin c dimulai dari 1.98, sebagaimana hasil dari kromatogram

yang tertera. Sedangkan pada komponen kedua, diidentifikasikan sebagai

komponen vitamin c, karena waktu retensinya mendekati waktu retensi vitamin c.

Dan pada komponen ketiga waktu retensinya mendekati waktu retensi natrium

benzoat yang dimulai dari 4.38. sehingga diidentifikasikan bahwa komponen

ketiga sebagai komponen natrium benzoat. Komponen keempat pada sampel

diduga bukan natrium benzoat, karena selisih waktu retensinya sangat jauh

dengan waktu retensi natrium benzoat.


Berdasarkan hasil pengolahan data, kadar natrium benzoat dalam sampel

adalah 115,757 mg, sedangkan kadar vitamin c adalah 3,53664 mg.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar zat aditif

dalam sampel dengan menggunakan HPLC, pada larutan sampel yang digunakan

yaitu Mizone terdapat dua kadar zat aditif, yaitu kadar komponen vitamin c dan

kadar komponen natrium benzoat.

Kadar vitamin c yang terkandung dalam sampel yaitu sebesar 3,53664 mg

dan kadar natrium benzoat yang terkandung dalam sampel sebesar 115,757 mg.

DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A., A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Hendayana, Sumar. (2006) . KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi dan

Elektroforensis Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Tim Kimia Analitik Instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik

Instrumen (KI 512). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Lampiran

A. Data Pengamatan

1. Cara pembuatan larutan

a)

Pembuatan fasa gerak (pelarut)

 Dihitung dan ditimbang jumlah yang diperlukan


 Dilarutkan dalam aquades sampai volume 500 mL

 Di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam fosfat


Dilakukan penyaringan menggunakan membrane

selulosa nitrat

 Dilakukan penyaringan pula dengan PTFE

Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic

vibrator selama 15 menit

Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4

dan asetonitril (60:40)

b)

Pembuatan larutan induk natriun benzoat, vitamin c, dan kafein


 Ditimbang natrium benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg,

dan kafein 5 mg

 Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan

dalam 50 mL fasa gerak secara kuantitatif pada labu

ukur

 Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan

ultrasonic vibrator

c)

Pembuatan deret larutan standar natrium benzoat, vitamin c, dan

kafein

 Dipipet masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan

5 mL

 Diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL

 Dihomogenkan larutannya

 Disaring semua larutan standar tersebut dengan

menggunakan membrane PTFE


 Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup

yang telah diberi label. Dilakukan degassing selama 5

menit.

d)

Pembuatan larutan sampel

 Dipipet 5 mL

 Dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara

kuantitatif pada labu ukur

 Dilakukan penyaringan dengan PTFE

 Ditampung dalam botol vial bertutup

Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan

menggunakan ultrasonic vibrator selama 5 menit.


2. Data pengamatan

Cara Kerja Pengamatan

a. Pembuatan fasa gerak (pelarut)

 Dihitung dan ditimbang jumlah

KH2PO4 yang diperlukan untuk

membuat larutan KH2PO4 0,01 M

sebanyak 500 mL dalam aquades

 Di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65

dengan asam fosfat

 Dilakukan penyaringan untuk

larutan KH2PO4 menggunakan

membrane selulosa nitrat

 Dilakukan penyaringan pula untuk


asetonitril dengan PTFE

 Dihilangkan gelembung pada Larutan asetonitril = larutan tidak

larutan dengan ultrasonic vibrator berwarna

selama 15 menit

 Dibuat campuran larutan fasa


Larutan KH2PO4 = 120 mL
gerak KH2PO4 dan asetonitril

(60:40) Asetonitril = 80 mL

Fasa gerak = larutan tidak

berwarna

b. Pembuatan larutan induk natriun benzoat,

vitamin c, dan kafein

 Ditimbang zat standar natrium

benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg,

dan kafein 5 mg

 Dicampurkan ketiga zat standar

dengan melarutkan dalam 50 mL

fasa gerak secara kuantitatif pada

labu ukur

 Dihomogenkan selama 5 menit

menggunakan ultrasonic vibrator.


Larutan induk natrium benzoat

vitamin c , dan kafein = larutan


tidak berwarna

c. Pembuatan deret larutan standar natrium

benzoat, vitamin c, dan kafein

 Dipipet larutan induk

masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL,

4 mL, dan 5 mL

 Diencerkan dengan fasa gerak

dalam labu ukur 10 mL

 Dihomogenkan larutannya

 Disaring semua larutan standar

tersebut dengan menggunakan

membrane PTFE

 Ditempatkan hasil saringan ke

dalam vial bertutup yang telah

diberi label

 Dilakukan degassing selama 5

menit

Larutan deret standar = larutan

tidak berwarna
d. Pembuatan larutan sampel

 Dipipet 5 mL larutan sampel Sampel berupa minuman

MIZONE
 Dilarutkan dengan fasa gerak

hingga 10 mL secara kuantitatif Sampel = larutan tidak berwarna

pada labu ukur

 Dilakukan penyaringan dengan

PTFE

 Ditampung dalam botol vial

bertutup

 Dihilangkan gelembung pada

larutan sampel dengan

menggunakan ultrasonic vibrator

selama 5 menit.

e. Penyiapan instrumen HPLC

Sementara melakukan preparasi sampel

dan standar, dihidupkan peralatan HPLC

sesuai dengan langkah berikut:

a) Dikondisikan instrumen HPLC

dengan: fasa gerak dengan sistem

elusi gradien dengan kondisi:


Waktu (menit) %Asetonitril % KH2PO4

0 60 40

1 40 60

2 20 80

3 30 70

4 40 60

5 60 40

Kolom : C-18 (12,5 cm)

Panjang gelombang : 254 nm

Laju alir : 0,75 mL/menit

Volume injeksi : 20 μL

b) Dipastikan kabel penghubung

listrik telah tersambung dengan


Laju alir diubah menjadi 0,5
benar.
mL/menit

c) Ditekan tombol “ON” pada

sakelar listrik.

d) Diisi botol fasa gerak dengan

volume yang memadai dan


dikosongkan botol penampung.

e) Ditekan tombol “ON” pada alat,

berturut-turut untuk power,

detektor, dan pompa.

f) Dilakukan pemrograman alat

dengan komputer. Diikuti

langkahnya sesuai instruksi dalam

komputer.

g) Dipilih mode yang akan digunakan

sesuai dengan parameter kondisi

instrumen

h) Apabila kromatogram telah

menunjukkan base line yang

mendatar , maka instrumen siap

digunakan

i) Diinjeksikan berturut-turut larutan

standar (dimulai dari konsentrasi

terendah), dan terakhir larutan

sampel.

j) Dicetak hasil pengukuran, dicatat

kondisi percobaannya.
k) Setelah selesai digunakan,

dimatikan pompa dengan

menyoroti tanda pompa dalam

komputer.

l) Ditutup file sesuai petunjuk, lalu

dimatikan komputer.

m) Untuk mematikan, ditekan tombol

“OFF” pada pompa, detektor, dan

power secara berurutan.

Diputuskan sambungan listrik.

1. Hasil Pengukuran
 Pengukuran deret standar

Vitamin C

Deret Konsentrasi Area Tr

1 2.2 184667 1.98

3 6.6 536315 2.08

4 8.8 742976 1.99

5 11 958751 2.08

Kafein

Deret Konsentrasi Area Tr

1 10.4 461895 2.54

3 31.2 1391986 2.82

4 41.6 1891473 2.55

5 52 2398312 2.84
Natrium Benzoat

Deret Konsentrasi Area Tr

1 5.6 23143 4.38

3 16.8 123628 4.48

4 22.4 131803 4.46

5 28 232308 4.53
B. Perhitungan

1. Pembuatan Larutan KH2PO4

Massa KH2PO4 yang diperlukan

n = MxV

m = n x Mm

= M x V x Mm

Massa KH2PO4 = 0,01 M x 0,5 L x 136 g/mol

= 0,68 gram

2. Pembuatan Larutan

 standar 10 mL dari 1 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

1 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 10 ppm

 standar 10 mL dari 2 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

2 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 20 ppm

 standar 10 mL dari 3 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

3 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 30ppm
 standar 10 mL dari 4 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

4 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 40ppm

 standar 10 mL dari 5 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

5 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 50 ppm

3. Pembuatan Larutan Baku Vitamin C 1000 ppm

a. vitamin C

Konsentrasi (ppm) =

1000 ppm =

Massa Vitamin C = 22 mg

b. kafein

Konsentrasi (ppm) =

1000 ppm =

Massa kafein = 104 mg

b. Natrium Benzoat

Konsentrasi (ppm) =

1000 ppm =

Massa Natrium Benzoat = 56 mg


2. Pembuatan Deret Larutan Standar Vitamin C

 Larutan Standar 1 mL

V1 M1 = V2 M2

1 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 2,2 ppm

 Larutan Standar 2 mL

V1 M1 = V2 M2

2 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 4,4 ppm

 Larutan Standar 3 mL

V1 M1 = V2 M2

3 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 6,6 ppm

 Larutan Standar 4 mL

V1 M1 = V2 M2

4 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 8,8 ppm

 Larutan Standar 5 mL

V1 M1 = V2 M2

5 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 11 ppm
3. Pembuatan Deret Larutan Standar kafein

 Larutan Standar 1 mL

V1 M1 = V2 M2

1 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

M2 = 10,4 ppm

 Larutan Standar 2 mL

V1 M1 = V2 M2

2 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

M2 = 20,8 ppm

 Larutan Standar 3 mL

V1 M1 = V2 M2

3 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

M2 = 31,2 ppm

 Larutan Standar 4 mL

V1 M1 = V2 M2

4 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

M2 = 41,6 ppm

 Larutan Standar 5 mL

V1 M1 = V2 M2
5 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

M2 = 52 ppm

4. Pembuatan Deret Larutan Standar natrium benzoat

 Larutan Standar 1 mL

V1 M1 = V2 M2

1 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 5,6 ppm

 Larutan Standar 2 mL

V1 M1 = V2 M2

2 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 11,2 ppm

 Larutan Standar 3 mL

V1 M1 = V2 M2

3 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 16,8 ppm

 Larutan Standar 4 mL

V1 M1 = V2 M2

4 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 22,4 ppm
 Larutan Standar 5 mL

V1 M1 = V2 M2

5 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 28 ppm

5. Perhitungan hasil analisis

# Vitamin C

Berdasarkan kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 252891x

– 26551

Luas area vitamin c = 1779127

y = 252891x – 26551

1779127 = 252891x – 26551

x=

x = 7,140 ppm

Konsentrasi vitamin c dalam sampel = 7,140 ppm

Massa vitamin c = 7,140 mg/L x 10 mL

= x 10 mL

= 0,0714 mg

Kadar vitamin c = 0,0714 mg/10 mL

Maka dalam 500 mL sampel mizone, kadar vitamin c =

x 0,0714 mg
= 3,57 mg

# Natrium Benzoat

Berdasarkan kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 63567x –

31197

Luas area natrium benzoat = 15581524

y = 63567x –31197

15581524 = 63567x –31197

x=

x = 245,610 ppm

Konsentrasi natrium benzoat dalam sampel = 245,610 ppm

Massa natrium benzoat = 245,610 mg/L x 10 mL

= x 10 mL

= 2,4561 mg

Kadar natrium benzoat = 2,4561 mg/10 mL

Maka dalam 500 mL sampel mizone, kadar

natrium benzoat = x 2,4561 mg

= 122,805 mg

Anda mungkin juga menyukai