Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM FITOKIMIA LANJUTAN


“KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF”

KELOMPOK III:
NURFATIHAH IRSA NANDA 20013112
NELSI PARANTE 20013115
APRISYA RATTE TANDUNGAN 20013121
MUTIARA 20013131
RISDAYANTI 20013134
PURNAMAWATI 20013141

ASISTEN : DANISA AULIA SYAFITRI

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI


PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
SEMESTER AKHIR 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Fitokimia dalam arti luas adalah cabang ilmu yang mempelajari senyawa
organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mencakup struktur
kimia, biosintesis, perubahan serta metabolisme, penyebaran secara alamiah, dan
fungsi biologis (Tatang, 2019)
Tanaman dari zaman dahulu bahkan sampai sekarang masih sering digunakan
untuk pengobatan oleh masyarakat di pedalaman secara turun-temurun, dimana
khasiatnya hanya diketahui dari cerita dari pengalaman orang lain bukan
berdasarkan suatu penelitian sehingga perlu dilakukan penelitian agar dapat
diketahui tanaman yang mempunyai efek membahayakan serta yang aman untuk
digunakan (Thomas, 2017)
Penemuan berbagai senyawa obat baru dari bahan alam semakin memperjelas
peran penting metabolit sekunder tanaman sebagai sumber bahan baku obat.
Metabolit sekunder adalah senyawa hasil biogenesis dari metabolit primer.
Umumnya dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tinggi, yang bukan merupakan
senyawa penentu kelangsungan hidup secara langsung, tetapi lebih sebagai hasil
mekanisme pertahanan diri organisme. Aktivitas biologi tanaman dipengaruhi oleh
jenis metabolit sekunder yang terkandung didalamnya. Aktivitas biologi ditentukan
pula oleh struktur kimia dari senyawa. Unit struktur atau gugus molekul
mempengaruhi aktivitas biologi karena berkaitan dengan mekanisme kerja senyawa
terhadap reseptor di dalam tubuh (Lisdawati et al., 2017).
Tanaman dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional apabila tanaman
tersebut mengandung senyawa kimia yang mempunyai aktivitas biologi (zat
bioaktif). Senyawa aktif biologis itu merupakan metabolit sekunder yang meliputi
alkaloid, flavanoid, terpenoid, tannin dan saponin (Prashant et al., 2013).
Ketapang (Terminalia catappa L.) termasuk salah satu tanaman yang dapat
tumbuh di tanah yang kurang nutrisi dan tersebar hampir di seluruh wilayah
Indonesia sehingga mudah untuk dibudidayakan. Ketapang diketahui mengandung
senyawa alelokimia seperti flavonoid, alkaloid, tannin,triterpenoid atau steroid,
resin,dan saponin. Sehingga dapat diekstraksi dan dimanfaatkan (Alegore, 2017).
Salah satu metode kromatografi yang masih digunakan sampai sekarang ini
adalah kromatografi lapis tipis preparatif yang merupakan metode isolasi dan
pemisahaan yang umum digunakan untuk memisahkan bahan dalam jumlah gram,
ataupun dalam jumlah milligram. Seperti halnya pada KLT secara umum, KLT
Preparatif juga melibatkan fase diam dan fase gerak. Dimana fase diamnya adalah
sebuah plat dengan ukuran ketebalan yang bervariasi (Atun, 2014).
Kromatografi lapis tipis preparatif merupakan metode proses isolasi atau
pemisahan yang yang memerlukan biaya paling murah dan memakai peralatan
sangat sederhana. Dimana prinsip kerjanya metode kromatografi lapis tipis
preparatif ini adalah dimana proses isolasinya berdasarkan perbedaan daya serap
dengan kecepatan yang berbeda sehingga terjadi pemisahan (Atun, 2014)
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengisolasi dan
mengidentifikasi senyawa kimia yang terdapat dalam daun ketapang (Terminalia
catappa L.) menggunakan metode KLT Preparatif
I.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui golongan kimia
yang terdapat dalam daun ketapang (Terminalia catappa L.)
I.2.3 Prinsip Percobaan
Adapun prinsip dari percobaan ini adalah pemisahan senyawa berdasarkan
pada perbedaan kepolaran senyawa terhadap fase diam dan fase geraknya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran senyawa dalam suatu
sampel berdasarkan perbedaan interaksi sampel dengan fase diam dan fase gerak.
Fase diam dapat berupa padatan atau cairan yang diletakkan pada permukaan fase
pendukung. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan maka berkembang beberapa
teknik kromotografi (Rubiyanto, 2017).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan suatu metode pemisahan yang
digunakan untuk memisahkan campuran komponen. Pemisahan ini didasarkan pada
distribusi komponen pada fase gerak maupun fase diamnya. Dalam zat-zat tersebut
menunjukkan adanya perbedaan mobilitas yang disebabkan oleh adanya perbedaan
dalam adsorbsi, partisi, tekananuap, ukuran molekul atau kerapatan ion sehingga
masing-masing zat dapat diidentifikasi dengan metode analitik (Ningrum, dkk,
2023).
Prinsip Kromatografi Lapis Tipis adalah distribusi senyawa antara fase diam
berupa padatan diletakkan pada plat kaca atau plastik dan fase gerak berupa cairan,
yang bergerak di atas fase diam. Sejumlah kecil dari senyawa (analit) ditotolkan
pada titik awal tepat di atas bagian bawah plat KLT. Plat tersebut dikembangkan
didalam Chamber yang berisi eluen pelarut bergerak melalui partikel senyawa pada
plat dengan gaya kapiler, dan selama pelarut bergerak campuran masing-masing
senyawa akan tetap dengan fase diam atau larut dalam pelarut dan bergerak ke atas
plat (Ningrum, dkk, 2023).
Parameter dari kromatografi lapis tipis adalah faktor retensi (Rf). Nilai ini
merupakan perbandingan jarak yang ditempuh solut dengan jarak yang ditembuh
fase gerak. Nilai Rf dapat digunakan untuk menentukan kepolaran suatu senyawa.
Kepolaran ini ditentukan berdasarkan sifat kepolaran fase diam yang digunakan,
selain itu juga ditentukan oleh kepolaran fase gerak yang digunakan (Ningrum, dkk,
2013).
1. Fase Diam
Pada dasarnya jenis padatan yang digunakan pada kromatografi kolom dapat
digunakan pada KLT. Beberapa jenis adsorben dan penggunaannya antara lain
(Rubiyanto, 2017):
a. Silika gel digunakan untuk asam-asam amino, alkaloid, asam-asam lemak, dan
lain-lain.
b. Alumina digunakan untuk alkaloid, zat warna, fenol, dan lain-lain.
c. Kielshgur (tanah diatomae) digunakan untuk gula, oligosakarida, trigliserida,
dan lain-lain.
d. Selulosa digunakan untuk asam-asam amino, alkaloid, dan lain-lain.
Jenis-jenis silika gel (Rubiyanto, 2017):
a. Silika gel G: mengandung 13% CaSO4 sebagai bahan perekat.
b. Silika gel H: tanpa kandungan CaSO4
c. Silika gel PF: mengandung bahan fluoresensi
2. Fase Gerak
Baik fase diam dan fase gerak hanya digunakan Bersama-sama dalam KLT
ketika proses kromatografi berlangsung melalui kesetimbangan yang melibatkan
lapisan tipis adsorben, fase pelarut dan fase uap pelarut. Dengan demikiian, solvent
tidak selalu ekuivalen dengan fasa gerak karena sering komposisi keduanya berbeda
sepanjang jalur plat meskipun digunakan fasa gerak yang sama dengan pelarut
(Rubiyanto, 2017).
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) adalah suatu metode pemisahan
yang menggunakan pelat atau lempeng kaca yang sudah dilapisi oleh adsorben yang
bertindak sebagai fase diam (Irianti, 2021).
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) adalah metode pemisahan
menggunakan fase diam yang tebal (ketebalan sampai 1 mm). Penotolan cuplikan
dilakukan dengan melarutkan cuplikan dalam sedikit pelarut. Cuplikan ditotolkan
berupa pita dengan sedikit jarak sesempit mungkin karena pemisahan tergantung
pada lebar pita. Pelarut yang baik untuk melarutkan cuplikan adalah pelarut yang
mudah menguap (Rollando, 2019).
Pemisahan komponen kimia dengan metode kromatografi lapis tipis
preparative pada dasarnya sama dengan kromatografi lapis tipis biasa yaitu prinsip
adsorbs dan partisi. Perbedaan yang nyata adalah pada KLT Preparatif
menggunakan lempeng yang besar (20x20 cm) dan juga penotolannya berupa garis
pada salah satu sisi lempeng (Ningrum, dkk, 2023).
Ketebalan penyerap (adsorben) yang paling sering dipakai pada KLTP adalah
sekitar 0,5-2 mm. Ukuran pelat kromatografi biasanya 20x20 cm atau 20x40 cm.
Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran pelat sudah tentu mengurangi jumlah
bahan yang dapat dipisahkan ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan
campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. Adsorben yang
paling banyak digunakan adalah silika gel dan aluminium oksida. Silika gel
umumnya mengandung zat tambahan kalsium sulfat untuk mempertinggi daya
lekatnya. Zat ini digunakan sebagai adsorben universal untuk kromatografi
senyawa netral, asam dan basa. Aluminium oksida mempunyai koordinasi, oleh
karena itu sesuai untuk pemisahan senyawa yang mengandung gugus fungsi yang
berbeda (Ningrum, dkk, 2023).
Kelebihan dan kekurangan KLTP (Ningrum, dkk, 2023):
a. Kelebihan KLTP
1) Biaya yang digunakan murah dan memakai peralatan paling dasar.
2) Ketepatan penuntun kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
3) Preparasi sampel yang mudah.
4) Dapat memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon).
5) Dapat dilakukan elusi secara mekanik, menurun atau dengan cara elusi dua
dimensi.
b. Kekurangan KLTP
1) Adanya kemungkinan senyawa yang diambil dari plat adalah senyawa beracun.
2) Waktu yang diperlukan dalam proses pemisahan cukup panjang.
3) Adanya pencemar setelah proses ekstraksi senyawa dari adsorben.
4) Rendamen yang diperoleh biasanya berkurang dari 40%-50% dari bahan awal.
II.2 Uraian Tanaman
II.2.1 Klasifikasi Tanaman

Gambar 1. Daun Ketapang (Terminalia catappa L.) (Plantamor, 2023).


Adapun klasifikasi daun ketapang (Terminalia catappa L.) yaitu sebagai
berikut (Plantamor, 2023):
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Combertaceae
Genus : Terminalia
Spesies : Terminalia catappa L.
II.2.2 Morfologi Tanaman
Daun Ketapang tersusun tersebar, Sebagian besar berjejalan di ujung ranting,
bertangkai pendek atau hamper duduk. Helaian daun bulat telur terbalik, berukuran
sekitar 8-25 x 5-14 cm, helaian di pangkal bentuk jantung. Bunga-bunga berkuran
kecil, terkumpul dalam bulir dekat ujung ranting, Panjang antara 8-25 cm, berwarna
hijau kuning (Hidayat, 2015).
II.2.3 Manfaat Tanaman
Daun Ketapang memiliki banyak manfaat untuk Kesehatan. Daun Ketapang
telah sejak lama digunakan oleh masyarakat di Asia untuk mengobati dermatitis dan
hepatitis. Ekstrak dari daun Ketapang menunjukkan efek antiinflamasi, antioksidan
dan juga berberan sebagai hepatoptotektor. Selain itu, daun Ketapang juga
memberikan efek antijamur dan antibakteri (Hidayat, 2015).
II.2.4 Kandungan Senyawa Tanaman
Daun Ketapang memiliki 2 pigmen tetapi yang lebih dominan adalah pigmen
tannin. Daun Ketapang telah diketahui mengandung total 122 senyawa tannin yang
dapat dihidrolisis. Daun Ketapang mengandung flavonoid da terpenoid serta
steroid. Ketapang mengandung saponin dengan kadar tinggi dan senyawa metabolit
sekunder dengan sifat antibakteri yaitu alkaloid, flavonoid, tannin, terpenoid,
kuonon, denol dan fitosterol (Hidayat, 2015).
II.3 Uraian Bahan
II.3.1 Etil Asetat (Dirjen POM, 2014)
Nama Resmi : ETHYL ACETATE
Nama Lain : Etil Asetat
RM/BM : C4H5O2/88, 01
Pemerian : Cairan berwarna, bau seperti eter
Kelarutan : Larut dalam air, dalam metanol dapat bercampur dengan asetat,
dietil eter, benzene
Kegunaan : Sebagai campuran eluen
Penyimpangan : Dalam wadah tertutup baik.
II.3.2 N-Heksan (Dirjen POM, 1995)
Nama Resmi : N-Heksan
Nama Lain : Heksan
RM/BM : C6H12N2/140,19
Pemerian : Hablur menguap, tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak
berbau, rasa membakar, pahit.
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, dalam 12,5 ml etanol P; dan dalam
kurang 10 bagian kloroform P.
Kegunaan : Sebagai campuran eluen
Penyimpangan : Dalam wadah tertutup baik.
BAB III
METODE KERJA

III. 1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni tahun 2023 di
Laboratorium Biologi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar.
III.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang di gunakan pada percobaan ini yaitu lempeng KLT,
chamber, pipa kapiler, gelas ukur, gelas kimia.
Adapun bahan yang digunakan yaitu etil asetat, ekstrak daun ketapang
(Terminalia catappa) dan n-heksan.
III.3 Cara Kerja
Dibuat eluen n-heksan: etil asetat (7:3), eluen dijenuhkan terlebih dahulu.
Setelah itu siapkan lempeng KLT kemudian totolkan fraksi pada lempeng KLT lalu
masukkan lempeng kedalam chamber yang telah berisi eluen, kemudian amati
lempeng di bawah sinar uv 254 dan 366. Setelah itu, semprotkan dengan DPPH dan
kerok hasil yang positif. Hasil yang positif dilarutkan dengan pelarut yang sesuai
kemudian di sentrifugasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
Fraksi Jumlah Pita Warna
Kromatografi Kolom
1 Pita Kuning
Konvensional
IV.2 Pembahasan
KLT Preparatif adalah metode yang digunakan untuk memurnikan suatu
senyawa yang biasanya dalam bentuk gram. Pada prinsipnya, KLTP sama dengan
KLT biasa yaitu adsorbs dan partisi. Fase gerak yang digunakan dalam percobaan
ini yaitu N-Heksan: Etil Asetat (7:3) menggunakan fase diam berupa plat silika gel
dengan ukuran 20x20 cm.
Sebelum ditotolkan pada plat KLT Preparatif, sampel terlebih dahulu dilarutkan
dalam sedikit pelarut. Pelarut yang digunakan yaitu N-Heksan karena bersifat
nonpolar dan cepat menguap karena jika tidak cepat menguap maka akan
mempengaruhi hasil dari pita. Setelah ditotol, plat KLTP dimasukkan ke dalam
chamber yang berisi eluen atau fase gerak.
Setelah terelusi,diamati pada lampu UV 256 nm dan 366 nm. Kemudian,
disemprotkan dengan DPPH. Tujuan penyemprotan DPPH yaitu untuk mengetahui
ada tidaknya senyawa aktif didalam sampel yang memiliki aktivitas antioksidan
dalam meredam radikal bebas (Ridho, dkk, 2013). Pada penyemprotan DPPH hanya
terdapat 1 pita yang berwarna kuning. Kemudian, hasil ini dikeruk lurus dan
dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse. Tujuan penggunaan sentrifuse yaitu untuk
memisahkan senyawa atau penarikan senyawa menggunakan prinsip centrifugal.
Hasil sentifugasi diambil supernatant nya untuk dilanjutkan ke KLT 2D.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Pada percobaan kali ini dapat disimpulkan bahwa dari hasil KLT preparatif
didapatkan 1 pita setelah disemprotkan DPPH pada ekstrak daun ketapang dengan
menggunakan eluen n-heksan : etil asetat.

V.2 Saran
V.2.1. Saran Untuk Dosen
Diharapkan untuk selalu hadir membimbing asisten dan praktikan saat kegiatan
praktikum dilakukan di dalam laboratorium.
V.2.2. Saran Untuk Asisten.
Diharapkan asisten dapat mendampingi praktikannya agar tidak terjadi
kesalahan dan praktikum berjalan dengan baik.
V.2.3. Saran Untuk Laboratorium
Diharapkan ketersediaan alat dan bahan dilaboratorium dapat ditingkatkan agar
kegiatan praktikum dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Atun, S., (2014). ‘Metode Isolasi dan Identifikasi Struktural Senyawa Organik
Bahan Alam’. Borobudur, 8(2), pp.53-61.
Dirjen POM. (1995). ’Farmakope Indonesia Edisi IV’. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
Dirjen POM. (2014). ’Farmakope Indonesia Edisi V’. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
Hidayat S, Napitupulu R.M. (2015). ’Kitab Tumbuhan Obat’. Jakarta: Agriflo
Irianti, T.T. (2021). ’Antioksidan dan Kesehatan’. Yogyakarta: UGM Press
Lisdawati,Vivi., Sumali Wiryowidagdo., L dan Broto S. Kardono. (2017). ‘Isolasi
Dan Elusidasi Struktur Senyawa Lignan Dan Asam Lemak Dari Ekstrak
Daging Buah Phaleria Macrocarpa’. Jurnal dan Buletin Penelitian
Kesehatan; Puslitbang Biomedis dan Farmasi Badan Litbangkes. Vol. 35.
Ningrum D. M, Permana D. A. S, Harahap M. R, Ulandari A. S, Ghozaly M. R,
Bimmaharyanto D. E, Sulistiyana, Ulya T, Fardani R.A, Hartanto F. A. D,
Uboto R. O, Idawati S, Suhada A. (2023). ’Buku Ajar Kimia Farmasi’.
Yogyakarta: Samudra Biru
Plantamor. (2023). Terminalia catappa L.
Ridho E. A., Sari R., Wahdaningsih S. (2013). ’Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Metanol Buah Lakum Dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil).
Pontianak: Universitas Tanjungpura
Rollando. (2019). ’Senyawa Antibakteri dari Fungi Endofit’. Malang: CV. Seribu
Bintang
Rubiyanto, D. (2017). ‘Metode Kromatografi: Prinsip Dasar, Praktikum dan
Pendekatan Pembelajaran Kromatografi’. Yogyakarta: Deepublish
Tatang Shabur Julianto. (2019). Fitokimia: Tinjauan Metabolit Sekunder dan
Skrining Fitokimia. UMI Press: Yogyakarta
Thomas.A. N. S, (2017). ‘Tanaman Obat Tradisional’. Peneribit Kanisius
Yogyakarta 55281
Prashant, et al, (2013). ‘Phytochemical screening and extraction’. Internationale
harmaceutica sciencia 1(1):1-9.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Kerja

Serbuk Silika

• Dilarutkan dengan air (3:1)


• Didiamkan 24 jam hingga kering Hasil Kromatografi Kolom
• Dioven pada suhu 105°C selama 15 menit
• Ditotol menggunakan
pipa kapiler
Lempeng Kaca

• Dielusi dengan n-Heksan : etil asetat


• Diamati disinar UV
• Disemprot DPPH
• Dikerok pita
• Disentrifugasi
• Supernatan dimasukkan ke vial

Vial
Lampiran 2. Dokumentasi Pengerjaan

Gambar Keterangan

Penotolan pada lempeng

Lempeng dielusi

Lempeng setelah disemprot DPPH


Pengamatan pada sinar UV

Hasil sentrifugasi

Anda mungkin juga menyukai