Disusun Oleh :
Kelompok : 5B
FAKULTAS FARMASI
CIMAHI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam praktikum ini, akan di lakukan teknik pemisahan kromatografi lapis tipis
(KLT). KLT biasanya digunakan pada analisis kualitatif untuk untuk menentukan
jumlah komponen campuran, atau penentuan suatu zat. Sehingga KLT merupakan
teknik analisis yang cukup mudah dan praktis. Pengerjaan KLT sendiri cukup sederhana
dan cepat, serta tidak membutuhkan biaya yang mahal dalam alat dan bahannya, dan
menggunakan sampel dengan kuantitas yang sangat kecil.
1.2 Maksud Praktikum
Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami
cara-cara pemisahan suatu sampel (obat) dengan menggunakan kromatografi lapis tipis
dan untuk mengetahui nilai Rf-nya.
TINJAUAN PUSTAKA
Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan
susunan tertentu.Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tinggi.
Terdapatnya sejumlah kecil air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan
kromatogram yang tidak diharapkan (Soebagio, 2002).
Keuntungan KLT adalah lebih serba guna, cepat, kepekaannya lebih tinggi dan
pemisahan komponen senyawa lebih sempurna. Sedangkan kelemahannya adalah pada
prosedur pembuatan lempengnya yang memerlukan tambahan waktu kecuali bila
tersedia lempeng yang diproduksi secara komersial. (Gritter,1991).
Satu kekurangan KLT yang asli ialah kerja penyaputannya, pelat kaca dengan
penjerap.Kerja ini kemudian agak diringankan dengan adanya penyaput
otomatis.Meskipun begitu, dengan menggunakan alat itu pun tetap diperlukan tindakan
pencegahan tertentu (Harborne, 1987).
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan
mecoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar.Sistem yang paling
sederhana ialah dengan menggunakan campuran 2 pelarut organik karena daya elusi
campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan
dapat terjadi secara optimal (Rohman, 2009).
5. Derajat kejenuhan
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.1 ALAT
Sampel
Pembanding = sulfadiazin, sulfametoksazol, sulfadimidin
Pelarut penampak bercak = P-DAB HCL
Eluen A = n-heksana -kloroform - Butanol (1:1:1)
Eluen B = metanol-kloroform (5:95)
1. Setiap bejana kromatografi harus dijenuhkan terlebih dahulu dengan satu jenis
eluen ( eluen A atau eluen B) dengan cara memasukan eluen kedalam bejana
kemudian didiamkan selama 24 jam ( bejana besar) atau 30 menit (bejana
kecil). Hitung eluen yang dibutuhkan.
2. Pelat KLT disiapkan dengan ukuran tertentu.
3. Tentukan garis awal penotolan zat pada pelat KLT. Garis ini berguna sebagai
acuan untuk tempat penotolan zat, garis ini tidak boleh terendam didalam eluen.
Untuk KLT mikro, jarak garis batas (awal & akhir) dengan tepi pelat KLT
sekitar 0,5- 1,0 cm . Garis awal dan batas akhir eluen diperjelas dengan pensil (
tidak boleh dengan tinta pulpen).
4. Lakukan penotoloan zat ( sampel atau pembanding dilakukan pada garis awal
sebanyak 3 kali menggunakan pipa kapiler. Setiap menotolkan zat harus
dikeringkan dengan bantuan pengering agar diameter bercak penotolam kurang
dari 3mm. Untuk setiap jenis pembanding atau sampel menggunakan pipa
kapiler yang berbeda.
5. Lakukan proses elusi sampai eluen mebasahi seluruh permukaan fasa diam
menuju garis batas akhir.
6. Setelah garis batas akhir tercapai, kromatogram dikeluarkan dari bejana,
kemudian dikeringkan dengan diangin-angin.
7. Kromatogram yang sudah kering di amati dengan cara:
a. Pengamatan bercak dibawah lampu UV.
b. Pengamatan bercak dengan penampak bercak yang disediakan.
8. Nilai RF setiap bercak (pembanding dan sampel) dihitung, kemudian di analisis
jenis sampelnya.
9. Berikan kesimpulan dan saran.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perhitungan eluen A
Dik : spot s = 1,5 cm
Spot P1 = 1,2 cm
Spot P2 = 2 cm
Spot P3 = 2,5 cm
Dit : RF? RG?
Jawab :
RF = (spot )/(P )
1. RF s = (1,5 )/4 = 0,375 cm
2. RF P1 = (1,2 )/4 = 0,3 cm
3. RF P2 = (2 )/4 = 0,5 cm
4. RF P3 = (2,5 )/4 = 0,625 cm
RG = (RFs )/(RF p)
1. RG = (RF s )/(RF p1 ) = (0,375 )/0,3 = 1,25 cm
2. RG = (RF s)/(RF p2 ) = (0,375 )/(0,5 ) = 0,75 cm
3. RG = (RF s )/(RF p3 ) = (0,375 )/(0,625 ) = 0,6 cm
B. Perhitungan eluen B
Dik : S1 = 0,6 cm P2 = 0,6 cm
S2 = 1 cm P3 = 0,9 cm
P1 = 0,6 cm
Dit : RF? RG?
Jawab :
RF = (spot )/p
1. RF s1 = (0,6 )/4 = 0,15 cm
2. RF s2 = (1 )/4 = 0,25 cm
3. RF p1 = (0,6 )/4 = 0,15 cm
4. RF p2 = 0,6/4 = 0,15 cm
5. RF p3 = (0,9 )/4 = 0,225 cm
RG = (RF s)/(RF p )
1. RG s1/(p1 ) = (0,15 )/0,15 = 1 cm
2. RG (s2 )/(p1 ) = (0,25 )/0,15 = 1,6 cm
3. RG (s1 )/p2 = (0,15 )/(0,15 ) = 1 cm
4. RG s2/p2 = (0,25 )/0,15 = 1,6 cm
5. RG (s1 )/p3 = 0,15/(0,225 ) = 0,667 cm
6. RG (s2 )/(p3 ) = 0,25/0,225 = 1,1 cm
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini bertujuan untuk menganalisis suatu obat dengan menggunakan
metode kromatografi lapis tipis (KLT). Prinsip dari percobaan ini adalah pemisahan
berdasarkan adsorbsi senyawa pada fase diam dan migrasinya oleh fase gerak.
Kromatografi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan suatu senyawa
menjadi beberapa komponen dengan menggunakan dua fase yaitu fase gerak dan fase
diam. Pada KLT, digunakan fase diam berupa lapisan tipis yang berada pada permukaan
datar diatas pendukung yang sesuai, biasanya digunakan silika yang mana sifatnya
polar, sedangkan pada fase gerak berupa cairan yang mana akan menaiki fase diam.
Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat
kepolaran antara sampel denga eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fasa
geraknya tersebut.
Pada percobaan ini, sampel yang didapat dianalisis dengan menggunakan
pembanding berupa sulfadiazin, sulfametaksazol, dan sulfadimidin. Eluen yang
digunakan pada percobaan ini ada 2 yaitu eluen A dan B. Sebelum melakukan
percobaan eluen di jenuhkan terlebih dahulu selama 30 menit.
Sampel dapat dianalisis dengan perhitungan Rf dan Rg dari senyawa yang diperoleh
dari bercak yang nampak pada pelat selulosa. Pada praktikum kali ini eluen A terdiri
dari campuran 3 tiga pelarut dengan perbandingan (1:1:1), dan eluen B terdiri dari dua
pelarut dengan perbandingan (0,5 : 9,5). Eluen ini berfungsi membantu melarutkan
sampel agar dapat terelusi sehingga dapat memunculkan bercak pada pelat.
Setelah eluen dibuat, diletakkan dalam chamber dan dijenuhkan, hal yang dilakukan
selanjutnya adalah menotolkan sampel yang diberikan dan juga pembanding yang sudah
disebutkan sebelumnya Pada pelat yang sudah diberi garis batas atas dan bawah.
Sebaiknya penggarisan dan penotolan zal diakukan hati - hati agar selulosa pada pelat
alumunium tidak hancur dan Tidak menggangguproses elusi. Tiap titik penotolan
diperhatikan jaraknya dan juga sebaiknya jangan terlalu banyak agar warna yang terlihat
nanti terbentuk dengan sempurna.
Setelah selesai ditotol, pelat diletakkan dalam chamber dan jangan sampai garis dimana
zat - zat ditotolkan terendam dalam eluen karena dikhawatirkan zat - zat tersebut justru
akan terlarut dan tersebar di eluen nya dan tidak bergerak ke atas seperti yang
diinginkan. Pelat yang sudah dimasukkan itu kemudian ditunggu hingga terelusi sampai
garis atas yang sudah dibuat, hal ini karena jika tidak maka zat nya bisa saja bergerak
jauh ke atas keluar dari pelat.
Pelat yang sudah terelusi kemudian dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan dengan
cara diangin-anginkan kemudian dilihat di bawah sinar UV untuk memudahkan
pengamatan bercak agar bisa disemprotkan penampak bercak pada spot yang terlihat di
sinar UV. Penampak bercak yang digunakan pada percobaan ini adalah PDAB-HCl.
Pada praktikum kali ini pada eluen A diperoleh hasil spot sampel yang dihitung dari
jarak eluen adalah 1.5cm, Sulfadiazin 1.2cm, Sulfametoksazol 2 cm, sulfadimidin 2,5
cm. Dengan hasil rf yang didapat dari perhitungan jarak spot dibagi dengan jarak elusi
pada sampel adalah 0,375 cm, sulfadiazin 0,3 cm , sulfametoksazol 0,5 cm, dan
sulfadimidin 0,625 cm.
Dari hasil Rf dapat diperoleh hasil Rg yang menjadi acuan untuk menentukan sampel
yang didapat adalah campuran antara senyawa apa saja. Rg sampel Dengan pembanding
1 di eluen A adalah 1,25 cm, Pembanding 2 Adalah 0,75cm, dan pembanding 3 adalah
0,6 cm.
Pada eluen B diperoleh hasil spot sampel ada dua spot. Sampel 1 adalah 0,6 cm dan
sampel 2 adalah 1 cm, sulfadiazin 0,6 cm, sulfametoksazol 0,6 cm, dan sulfadimidin 0,9
cm. Dan hasil rf yang didapat pada sampel 1 adalah 0,15 cm, sampel 2 adalah 0,25 cm,
sulfadiazin 0,15 cm, sulfametoksazol 0,15 cm, dan sulfadimidin 0,225 cm.
Dari hasil tersebut kita dapat menghitung rg, yaitu dengan membagi rf sampel dengan rf
pembanding. Untuk hasil rg sampel 1 dengan pembanding 1 adalah 1 cm, dengan
pembanding 2 adalah 1 cm, dan dengan pembanding 3 adalah 0,667 cm. Dan untuk
hasil rg sampel 2 dengan pembanding 1 adalah 1,6 cm, dengan pembanding 2 adalah 1,6
cm, dan dengan pembanding 3 adalah 1,1 cm.
Dari Hasil diatas ternyata nilai Rg yang paling mendekati adalah pada pembanding 1
yaitu sulfadiazin sementara itu sampel lain yang tercampur tidak dapat dianalisis karena
pengamatan bercak pada profil pelat tidak terlalu jelas. Nilai Rg yang merupakan
perbandingan nilai Rf dari sampel 1 dan pembanding 1 sulfadiazin menunjukkan nilai
sempurna 1 pada eluen B yang menunjukkan bahwa salah satu dari senyawa Dalam
sampel campuran dua senyawa tersebut adalah sulfadiazin. Senyawa lain tak bisa di
analisis kemungkinan adalah karena larutan yang digunakan pada eluen A atau eluen B
tidak terlalu baik dalam melarutkan senyawa yang terdapat dalam sampel.