Anda di halaman 1dari 13

TUGAS INDIVIDU

UJI PRAKLINIK DAN KLINIK TANAMAN OBAT

“PROFILING METABOLIT”

DOSEN : ASRIL BURHAN, S.Farm.,M.,Si.,Apt

OLEH :

NAMA : APRILIA ANGREINY ANGELINA

NIM : 18.01.397

KELAS : TRANSFER A 2018

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR

MAKASSAR

2019
PROFILING METABOLIT

Pemrofilan (metabolite prifiling) merupakan metode analisis senyawa


yang merupakan salah satu cabang dalam pendekatan metabolomik yang
bertujuan untuk memprofilkan macam-macam senyawa metabolit sekunder
dalam tumbuhan (krastanov, 2010). Metabolite profiling adalah suatu metode
identifikasi dan penentuan kuantitatif dari sejumlah besar metabolit, yang
umumnya berhubungan dengan jalur metabolit spesifik (Ellis et al., 2007).
Metode untuk penentuan profil metabolit yaitu HPTLC, KCKT, CE dan GC
dengan detektor UV, MS dan FID. Metabolite profiling digunakan sebagai
kontrol kualitas dari suatu obat herbal (Liang et al., 2004). Penggunaan profil
metabolit dapat memberikan tampilan komparatif fungsi gen. Profil metabolit
memiliki potensi tidak hanya dapat memberikan wawasan lebih dalam proses
regulasi yang kompleks, tetapi juga dapat menentukan fenotipe secara
langsung (Fiehn et al., 2000).

1. HPTLC (High Perferpomance Thin Layer Chromatography)


High perferpomance thin layer chromatography (HPTLC) adalah suatu
metode kromatografi yang merupakan pegembangan dari TLC, hal yang
dikembangkan adalah fase diam atau stationary phase dari dari instrumen,
yang diharapkan menghasilkan daya pisah yang lebih baik dari TLC baik
dilihat dari hasil, efisiensi waktu dan biaya. HPTLC dari sisi peralatan tidak
terlalu jauh berbeda dengan TLC hanya biasanya pada fase diam ukuran pori
dari fase penyerap lebih kecil sehingga diharapkan terjadi pemisahan yang
lebih baik karena terjadi interaksi antara analit dengan absorbent pada
permukaan yang lebih luas, kemudian ukuran dari lempeng lebih kecil karena
menggunakan suatu absorbent dengan pori yang lebih kecil hal ini akan
berpengaruh terhadap waktu pengembangan yang memungkinkan lebih
pendek atau singkat. Dari profil hasil kromatogram yang diperoleh dari
HPTLC lebih baik dari TLC karena pada HPTLC, HETP atau efisiensi dari
teori keping lebih baik dari pada TLC hal ini disebabkan permukaan dari
absorbent ukuran porinya lebih kecil dari absorben0 dari TLC sehingga
permukaan interaksi analit dengan stationary fase lebih luas. HPTLC
mempunyai beberapa kelebihan di banding dengan TLC dalam hal:
a. Tebal, keseragaman manghasilkan garis dasar stabil dalam densitometry
b. Jarak pengembangan dan waktu lebih singkat
c. Pita difusi rendah manghasilkan keterpaduan pita sampel
d. Mikrosample (nanograms dan picogram) dapat dianalisis
e. Sifat reproduksibilitas dalam hasil kromatografi.
(Day. R.A, et,. al. 1997)
2. KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
Secara umum KCKT dapat menganalisis hampir semua senyawa
dalam tanaman herbal (Lia ng et al., 2004). Perbedaan antara KCKT dan
sistem kromatografi kolom lain yaitu konsistensi dan ukuran partikel fase
diam. Distribusi ukuran partikel penting untuk memisahkan campuran dua
senyawa karena ukuran partikel yang kecil memiliki kekuatan resolusi yang
lebih baik antara dua senyawa. Pemilihan bahan dan metode untuk isolasi
produk alam dengan KCKT tergantung pada tipe senyawa dalam ekstrak,
yang tergantung pada prosedur ekstraksi (Sarker, 2006). KCKT fase terbalik
merupakan metode yang paling lua s digunakan untuk pemisahan senyawa
dalam tanaman herbal (Liang et al., 2004). KCKT fase terbalik yaitu fase
diam lebih bersifat non polar dari fase gerak. Fase diam merupakan partikel
padat dilapisi dengan cairan nonpolar, ini digantikan dengan 9 ikatan
golongan hidrofobik yang permanen seperti octadecyl (C18). Mekanisme
pemisahan ini didasarkan pada interaksi hidrofobik (Dong, 2006).
3. GC (Gas Chromatography)
Kromatografi gas (KG) merupakan jenis kromatografi yang umum
digunakan dalam analisis kimia untuk pemisahan dan analisis senyawa yang
dapat menguap tanpa mengalami dekomposisi. Penggunaan umum KG
mencakup pengujian kemurnian senyawa tertentu, atau pemisahan
komponen berbeda dalam suatu campuran (kadar relatif komponen tersebut
dapat pula ditentukan). Dalam beberapa kondisi, KG dapat membantu
mengidentifikasi senyawa. Dalam kromatografi preparatif, KG dapat
digunakan untuk menyiapkan senyawa murni dari suatu campuran. Dalam
kromatografi gas, fasa gerak berupa gas pembawa, biasanya gas inert
seperti helium atau gas yang tidak reaktif seperti nitrogen. Fasa diam berupa
lapisan cairan mikroskopik atau polimer di atas padatan pendukung fasa
diam, yang berada di dalam tabung kaca atau logam yang disebut kolom.
Instrumen yang digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut
dengan gas kromatograf (atau "aerograf" atau "pemisah gas"). Senyawa
dalam fasa gas yang dianalisis berinteraksi dengan dinding kolom, yang
dilapisi dengan fasa diam. Hal ini menyebabkan masing-masing senyawa
mengalami elusi pada waktu yang berbeda, dan ini dikenal sebagai waktu
retensi senyawa. Perbandingan waktu retensi merupakan keluaran dari KG
yang dapat dianalisis. Secara prinsip, kromatografi gas sama
dengan kromatografi kolom (sama juga dengan kromatografi jenis lain
seperti KCKT, KLT), tetapi terdapat beberapa perbedaan yang perlu dicatat.
Pertama, proses pemisahan campuran terjadi antara fasa diam cairan dan
fasa gerak gas, sementara dalam kromatografi kolom, fasa diam adalah
padat dan fasa gerak berupa cairan. (Oleh karena itu, sebutan lengkap
prosedur ini adalah "Kromatografi gas–cair", yang merujuk pada fasa gerak
dan fasa diam.) Kedua, kolom yang dilalui fasa gas terletak di dalam oven
dengan temperatur gas yang dapat dikendalikan, sementara kromatografi
kolom (biasanya) tidak dilengkapi pengendali temperatur. Terakhir,
konsentrasi senyawa dalam fasa gas murni merupakan fungsi dari tekanan
uap gas. Kromatografi gas juga mirip dengan distilasi fraksi, karena keduanya
melakukan proses pemisahan komponen campuran berdasarkan
perbedaan titik didih (atau tekanan uap). Meski demikian, distilasi fraksi
biasanya digunakan untuk memisahkan komponen campuran dalam skala
besar, sementara KG hanya dapat digunakan untuk skala yang jauh lebih
kecil (skala mikro). Kromatografi gas kadang dikenal sebagai kromatografi
fasa uap (KFU) (en: vapour-phase chromatography, VPC), atau kromatografi
partisi gas–cair (KPGC) (en: gas–liquid partition chromatography, GLPC).
Nama alternatif ini, begitu pula singkatannya, sering digunakan dalam
literatur saintifik. Sejujurnya, KPGC adalah terminologi yang paling tepat, dan
oleh karenanya banyak digunakan oleh para penulis sains.
Zingiber amaricans Bl. memiliki nama lokal lempuyang emprit
(Tjitrosoepomo dan Gembong, 1993) banyak dibudidayakan oleh
masyarakat di pulau Jawa (Backer dan Van Den Brink, 1965) kini
telah banyak diteliti. Riyanto (2007) dan Sukari et al., (2008) telah
meneliti kandungan utama lempuyang emprit menggunakan GC-MS,
diketahui bahwa kandungan utama lempuyang emprit adalah zerumbon
yaitu suatu senyawa sekunder. Zerumbon adalah sesquiterpen
monosiklik, yang memiliki potensi anti-inflamasi dengan efek seperti
piroksikam (Somchit, 2012). Zerumbon juga mampu menghambat HIV
dan sitotoksik. Zerumbon dilaporkan berpotensi sebagai agen
kemoterapi pada pengobatan kanker serviks dan ovarium, zerumbon
mampu menghambat pertumbuhan sel kanker tersebut (Abdelwahab et
al., 2012). Selain itu zerumbon dapat digunakan juga untuk mengobati
leukimia (Huang et al., 2005), dan juga digunakan sebagai agen
imunomodulator (Keong et al., 2010).
Metabolite profiling adalah suatu metode identifikasi dan
penentuan kuantitatif dari sejumlah besar metabolit, yang umumnya
berhubungan dengan jalur metabolit spesifik (Ellis et al., 2007).
Penggunaan profil metabolit dapat memberikan tampilan komparatif
fungsi gen. Profil metabolit memiliki potensi tidak hanya dapat
memberikan wawasan lebih dalam proses regulasi yang kompleks,
tetapi juga dapat menentukan fenotipe secara langsung (Fiehn et al.,
2000).
1. Profil Metabolit
Metabolit sekunder adalah zat kimia bukan nutrisi yang memainkan
peran penting dalam proses keberadaan dan evaluasi bersama antar
jenis di lingkungan (Mursyidi, 1989). Peran umum dari metabolit
sekunder pada tanaman adalah mekanisme pertahanan terhadap
herbivora (vertebrata dan serangga), mikroba (bakteri, jamur, dan virus),
dan kompetisi untuk bertahan hidup. Jalur metabolisme metabolit
sekunder yang terkandung dalam rimpang lempuyang gajah dapat
melalui jalur asam asetat, jalur asam sikimat dan jalur asam mevalonat.
Konsentrasi metabolit sekunder dan komposisinya dipengaruhi oleh
faktor internal (genetik, kondisi kesehatan tanaman, umur) dan faktor
eksternal (lingkungan, perawatan dengan obat) (Fancy and Rumpel,
2008). Metabolit sekunder mempunyai peran yang mendukung
keberadaan organisme di lingkungan, yaitu sebagai hasil detoksifikasi
metabolit primer, signal intraorganisme, signal komunikasi antar
organisme, dan sistem keseimbangan ekologi (Mursyidi, 1989).
Salah satu analisis metabolit adalah metabolite profiling, yaitu
metode untuk identifikasi dan penentuan kuantitatif dari sejumlah besar
metabolit, yang umumnya berhubungan dengan jalur metabolit spesifik
(Ellis et al., 2007). Metabolite profiling harus cepat, sensitif, bisa
diotomatisasi, reliabel, dan mampu mencakup banyak metabolit (Fiehn
et al., 2000). Metabolite profiling digunakan untuk membaca sekilas
semua metabolit yang dapat dideteksi dengan menggunakan metode
analisis yang sesuai (Villas-Boâs et al., 2005).
Kromatografi gas spektroskopi massa (KGSM) telah lama
digunakan sebagai metode metabolite profiling karena memiliki
reprodusibilitas yang baik dan aplikasi yang luas untuk berbagai jenis
kelas metabolit (Dunn et al., 2005; Fienh et al., 2000). Profil metabolit
dengan KGSM untuk sampel biologi adalah salah satu teknologi kunci
untuk metabolite profiling (Kopka, 2006). Metabolite profiling dengan
KGSM meliputi 6 tahap yaitu ekstraksi metabolit dari sampel, derivatisasi
metabolit untuk membuatnya volatile dan mudah diterima KG (untuk
senyawa yang tidak mudah menguap), pemisahan dengan KG,
ionisasi senyawa yang dielusi dari KG, deteksi ion molekuler, dan
evaluasi data dimulai dengan mencocokkan waktu retensi dengan
pola fragmentasi spektra massa dari referensi database (Desbrosses,
2005).
2. Lempuyang emprit (Zingiber amaricans Bl.)
Berdasarkan penelitian identifikasi dan isolasi Riyanto (2007)
terhadap Zingiber amaricans Bl. yang diperoleh dari pasar Bringharjo-
Yogyakarta dengan GC-MS diperoleh komponen utama dari rimpang
Zingiber amaricans Bl. adalah zerumbon. Sedangkan komponen
lainnya adalah campuran dari phytosterol yaitu Cholesterol, Campesterol,
Stigmasterrol, β-Sitosterol. Sukari et al (2008) mengidentifikasi
kandungan kimia dari minyak atsiri rimpang Zingiber amaricans Bl.
dengan GC-MS didapatkan sesquiterpen teroksigenasi dengan komponen
utamanya adalah zerumbon (40,7%), komponen lainnya adalah ester
aromatik, benzil heptanoat (23,5%), monoterpen (8,2%), monoterpen
teroksigenasi (10,6%). Sedangkan profil metabolit dari ekstrak rimpang
lempuyang emprit belum dilakukan.
3. Analisis Data
Profil metabolit sekunder didapatkan dengan membandingkan
kandungan metabolit sekunder yang telah diperoleh dengan spektra
massa sampel terhadap internal Willey Library. Optimasi dilakukan
dengan Suhu injektor 280°C, suhu kolom diprogram 70° (5 menit) –
270° C (15menit) dengan kenaikan suhu diatur 10°C/menit. Kondisi GC-
MS : ion source temp 250° C, interface temp 300° C dan solvent cut
time 3. menit.
a. Hasil Penelitian
1. Derivatisasi
Derivatisasi ditujukan untuk memperbaiki sifat volatilitas suatu senyawa
sehingga dapat dianalisis dengan kromatografi gas. Metode derivatisasi
yang digunakan adalah sililasi. Reaktifitas derivat sililasi berdasarkan
kemampuan penyumbang silil. Derivat ini sering digunakan untuk
menggantikan eter akil pada analisis sampel yang bersifat polar. BSTFA
(N,O-bis-(trimetilsilil)-trifluoroasetamid) merupakan agen pembentuk
derivat trimetilsilil (TSM) yang selektif dan merupakan agen pilihan
untuk gugus amino (Rohman, 2009).
Analisis profil metabolit Z. amaricans menggunakan GC-MS dengan
derivatisasi BSTFA dilakukan dengan pemanasan pada suhu 60-70°C.
BSTFA merupakan derivat yang memiliki keunggulan yaitu merupakan
derivat yang mampu menderivatisasi banyak analit. Adapun pemanasan
pada proses derivatisasi ditujukan untuk memastikan kelarutan
metabolit sekunder seperti amina sekunder, alkohol tersier, dan
amida. Senyawa-senyawa tersebut memiliki gugus fungsional yang
sukar diderivatisasi sehingga memerlukan pemanasan. Identifikasi dan
isolasi Zingiber amaricans Bl. dengan GCMS yang dilakukan oleh
Riyanto (2007) mengunkapkan bahwakomponen utama Zingiber
amaricans Bl. adalah zerumbon, selain itu dia juga menemukan
komponen kecil lainnya berupa campuran phytosterol yaitu Cholesterol,
Campesterol, Stigmasterrol, β-Sitosterol. Analisis dengan derivatisasi
pada penelitian ini mengungkapkan pula senyawa-senyawa lain seperti
senyawa-senyawa asam, kolesterol, karipilen oksid, alpha-Humulen,
valerianol, myrtenol, skavalen, dan zerumbon sebagai senyawa mayor.
2. Analisis Profil Kromatografi dengan Gas Chromatography-Mass
Spectrophotometry (GC-MS)
Analisis dengan GC-MS dilakukan untuk mengetahui metabolit
sekunder yang terkandung dalam ekstrak etanol lempuyang emprit dari
dua daerah yang berbeda. Kriteria utama untuk pemilihan puncak yang
sesuai untuk dilakukan identifikasi memiliki puncak (>0,05 %) (Mahdi et al,
2010). Hasil analisis GC-MS diekspresikan dalam bentuk puncak (peak),
mewakili senyawa yang berbeda. Masing-masing puncak dianalisis
menggunakan spektrometer massa dan dibandingkan dengan internal
Willey Library versi 7 yang telah terintegrasi dengan GCMS. Metode
GC-MS memiliki kelemahan berupa waktu analisis yang lambat, perlunya
modifikasi kimia, dan terbatasnya jumlah molekul yang dapat
dianalisis (Want et al., 2005).
b. Kesimpulan
1. Analisis profil metabolit sekunder ekstrak lempuyang emprit (zingiber
amaricans BI.) menggunakan GCMS dengan derivatisasi dari dua
daerah yang berbeda menunjukkan adanya variasi metabolit.
2. Dari analisis kromatogram, zerumbon merupakan senyawa mayor.
Selain itu ditemukan juga senyawa-senyawa asam, alphaHumulen,
kariofilen oksida, kolesterol, valerianol, myrtenol, dan skavalen.
3. Kadar zerumbon rata-rata ekstrak lempuyang emprit dari Semarang
sebesar 24,04% b/b dan dari Yogyakarta sebesar 30,32 % b/b.
DAFTAR PUSTAKA

Ellis, D.I., Dunn, W.B., Griffin, J.L., Allwood, J.W., Goodacre, R., 2007,
Metabolic Fingerprinting as A Diagnostic Tool, Pharmacogenomic
Review, 8(9), 1243- 1266
Day. R.A, and Underwood, A.L. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi kelima,
Erlangga press, Jakarta. P 551-554
Fiehn, O., Kopka, J., Dormann, P., Altmann, T., Trethewey, R.N., Willmitzer,
L., 2000, Metabolite profiling for plant functional genomics, Nat. Biotech.
18, 1157–1161
Krastanov, A. 2010. Metaboliomics-The State Of Art. Biotechnology And
Biotechnological Equipment. Volume 24: 1537-1543.
Pavia, Donald L., Gary M. Lampman, George S Kritz, Randall G. Engel
(2006).
Abdelwahab, S.I., Abdul A. B, Zain, Z. N., Abdul, A. H, 2012,
Zerumbone inhibits interleukin-6 and induces apoptosis and cell
cycle arrest in ovarian and cervical cancer cells, International
Immunopharmacology, 12 (4) : 594-602
Backer, C. A., and Van Den Brink, R. C. B., 1965, Flora of Java:
Spermatophytes only Volume 3, N. V. P. Noordhoff-GroningenThe
Netherlands, 45.
Dunn, W.B., Bailey, N.J.C. & Johnson, H.E., 2005. Measuring the
metabolome:current analytical technologies, Analyst, 130, 606-625.
Desbrosses, G., Steinhauser, D., Kopka, J. & Udvardi, M., 2005.
Metabolome Analysis Using GC-MS, Lotus Japonicus Handbook,
Chapter 4.6, p. 166, Max-Planck-Institute Of Molecular Plant
Physiology, Plant Nutrition Group, Germany.
Ellis, D.I., Dunn, W.B., Griffin, J.L., Allwood, J.W., Goodacre, R., 2007,
Metabolic Fingerprinting as A Diagnostic Tool, Pharmacogenomic
Review, 8(9), 1243-1266.
Fiehn, O., Kopka, J., Dormann, P., Altmann, T., Trethewey, R.N., Willmitzer,
L., 2000, Metabolite profiling for plant functional genomics, Nat.
Biotech. 18, 1157–1161.
Fancy, S.A., dan Rumpel, K., 2008. GC-MSBased Metabolomics, dalam
Methods in Pharmacology and Toxicology: Biomarker Methods in
Drug Discovery and Development, Humana Press, Totowa, hal
317–340.
Huang, G. C., Chien, T. Y. Chen, L. G.,Wang, C. C., 2005, Antitumor
effects of zerumbone from Zingiber zerumbet in P-388D1 cells in
vitro and in vivo, Plant Med. 71(3), 219-224.
Kopka, J., 2006. Current Challenges and Developments in GC–MS
Based Metabolite Profiling Technology, Journal of Biotechnology,
124 : 312–322.
Keong Y.S., Alitheen, N. B., Mustafa, S., Aziz, S.A, Adul, R, M., Ali, A.
M., 2010, Immunomodulatory Effects of Zerumbone Isolated from
Roots of Zingiber zerumbet,Pak J Pharm Sci. 23(1) : 75-82.
Mursyidi, A., 1989. Analisis Metabolite Sekunder. PAU Bioteknologi
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, hal 1–7, 71–81.
Riyanto, S., 2007, Identification Of Isolated Compounds From Zingiber
amaricans Bl. Rhizome, Indo. J. Chem., 7 (1) : 93 – 96.
Rohman, A., 2009, Kromatografi untuk Analisis Obat, Graha Ilmu,
Yogyakarta, hal. 442-443.
Sukari, M. A., Sharif, N. W. M., Yap, A. L. C., Tang, S. W., Noeh, B. K.,
Rahman M., et al., 2008, Chemical Constituents Variatiosns of
Essential Oils from Rhizomes of Four Zingiberaceae Species, The
Malaysian Journal of Analytical Sciences, 12 (3): 638-644.
Somchit, M. N., 2012, Zerumbone Isolated from Zingiber zerumbet I
nhibits Inflamation an Pain in Rats, Juornal of Medicinal Plants
Research, 6 (2): 117-180.
Tjitrosoepomo dan Gembong, 1989, Taksonomi Tumbuhan obat-obatan,
Yogyakarta, UGM Press.
Want, E. J., Cravatt, B. F., Siuzdak, G., 2005, The Expanding Role of Mass
Spectrometry in Metabolite Profiling and Characterization,
ChemBioChem.

Anda mungkin juga menyukai