Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH FITOFARMAKA

Tugas: Metabolik Untuk Tujuan Autentifikasi HPLC/GC

Disusun Oleh:

1. Ela Larfak Hiroq 201610410311114


2. Aprila Dwi Riqianti 201610410311115
3. Eko Priono 201610410311116
4. Mila Sasmita 201610410311120
5. Kristina Rike Nur Safitri 201610410311122

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
PENDAHULUAN

A. Pengertian Metabolomik
Metabolomik adalah salah satu teknik baru 'Omik', setelah genomik,
transkriptomik, dan proteomik, yang muncul dan berkembang dengan cepat sebagai
suatu ilmu yang bekerja dalam tataran pemahaman sistem biologi secara global.
Metabolomik berasal dari dua kata: Metabolom dan Omik. Metabolomik yang disebut
sebagai kelompok Molekul Kecil (Small Molecule inventory atau SMI) dapat
didefenisikan sebagai keseluruhan metabolit non-peptida dengan berat molekul kecil
yang ada di dalam suatu sel atau organisme pada kondisi fisiologi tertentu yang
dibutuhkan untuk pemeliharaan, pertumbuhan, dan fungsi normal suatu sel. Metabolit
merupakan hasil interaksi sistem genom dengan lingkungannya dan tidaklah merupakan
produk akhir dari ekspresi gen tapi juga berasal dari bagian sistem regulasi dalam suatu
cara yang terintegrasi dan dengan demikian menentukan sifat biokimia dan fenotip suatu
sel atau jaringan. Metabolomik dapat diartikan sebagai suatu analisis kuantitatif dan
kualitatif secara menyeluruh terhadap semua molekul kecil yang ada di dalam suatu sel,
jaringan, atau organisme tertentu. Molekul kecil artinya molekul dengan ukuran sama
dengan atau kurang dari 1500 dalton (Da). Dengan demikian, polimer asam amino tidak
masuk ke dalam studi metabolomik. Metabolomik memiliki keterkaitan dengan
kuantifikasi semua atau pecahan besar dari semua metabolit di dalam suatu sampel
biologi dan secara simultan mengidentifikasi serta mengkuantifikasi kelas biomolekulnya
secara berturut-turut-mRNA, protein, dan metabolit, Pengukuran metabolit memberikan
informasi dasar tentang respon biologi terhadap perubahan fisiologi dan lingkungan dan
dengan demikian meningkatkan pemahaman biokimia seluler sebagai jaringan arus balik
metabolit yang mengatur ekspresi gen dan protein serta memediasi sinyal antar
organisme.
B. Jenis-Jenis Metabolit
Ada dua kelas metabolit :
1. Metabolit primer atau dasar; sumber prekursor sebagai kerangka dasar produksi
metabolit sekunder. Misalnya karbohidrat, asam amino, dan lipid.
2. Metabolit sekunder: senyawa yang tidak dibutuhkan untuk betahan hidup dan
pertumbuhan, tapi dianggap berperan penting dalam kelangsungan hidup dan adaptasi
terhadap perubahan kondisi lingkungan. Molekul-molekul Kecil terbentuk sebagian
bagian dari jalur normal perkembangan tanaman dan juga atas stimulus yang berbeda
secara endogen dan oleh lingkungan. "Omik" merupakan skrining efesiensi tinggi
(high-throughput screening) berbasis biokimia dan karakterisasi molekuler sel,
jaringan maupun organ.
C. Teknik yang Digunakan dalam Analisis Metabolomik
Analisis metabolomik dapat dibagi mejadi empat kategori utama:
1. Fingerprinting (Sidik Jari) Metabolik: Analisis ini digunakan untuk
mengklasifikasikan sampel berdasarkan hubungan dan asal usul biologisnya.
Pendekatan efesiensi tinggi ini normalnya digunakan dalam analisis perbandingan
dan pembedaan jaringan.
2. Metabonomik: pengukuran kuantitatif respon metabolit terkait waktu dan multi-
parametrik sistem hidup terhadap stimulus patofisiologi atau modifikasi genetik.
Pendekatan ini umumnya terbatas pada studi mikrobiologi dan non-botani lainnya.
3. Profiling metabolit; Metode ilmiah yang digunakan untuk menganilis berbagai reaksi
kimia yang terjadi dalam tubuh organisme. Metode ini merupakan kuantifikasi
multiparalel yang bersifat relatif berbagai macam senyawa kelompok senyawa
menggunakan kromatografi dan teknologi deteksi universal (GC-MS, LC-MS).
4. Analisis metabolit target: Studi terhadap pengaruh berbagai macam perubahan.
analisis dapat dibatasi pada metabolit atau enzim khusus yang dapat dpengaruhi
secara langsung oleh gangguan biotik maunpun abiotik, utamanya digunakan untuk
tujuan skrining.
D. Manfaat Metabolomik
Ukuran genom, transkriptom, dan proteom diperkirakan sedikit lebih besar
dibandingkan metabolom dan sangat konservatif pada berbagai organisme. diduga ada
kurang lebih 25.000 gen, 100.000 transkrip dan lebih dari satu juta protein pada manusia,
akan tetapi hanya sekitar 2.500 metabolit dalam metabolom manusia. Tidak seperti
transkrip dan proteom, metabolit tidaklah terkait langsung dengan kode genetik taoi
merupakan produk dari kerja bersama banyak jaringan reaksi enzim di dalam sel dan
jaringan.
E. Tantangan dalam Metabolomik
Tantangan utama yang dihadapi oleh metabolomik adalah tidak mampunya
memprofilkan semua metabolit secara penuh dan analisis metabolom sulit karena
pembedaan struktur, kelompok fungsional, sifat psikokimia dan konsentrasi metabolit
secara luas. Variasi biologi merupakan sifat alami semua organisme dan menangkap
serangkaian pendekatan instrumen dinamik ini tidaklah cukup.
F. Aplikasi Metabolomik
Metabolomik, baik strategi profiling metabolit target maupun global, menjadi
pendekatan dari pilihan dari semua ilmu termasuk sistem biologi, eksplorasi obat,
diagnosis, toksikologi, obat herbal biologi molekuler dan biologi sel, serta ilmu
kesehatan dan pertanian lainnya. Aplikasi Metabolomik dalam Ilmu Tanaman :
1. Strategi metabolomik tanaman memberikan wawasan yang baru dan penting bagi
penelitian tanaman obat sebagai kontrol kualitas tanaman obat atau produk herbal dan
menghubungkan bioaktifitas putatif/terduga dengan kandungan nabati utama obat
herbal.
2. Bermanfaat dalam pengembangan metabolit sekunder aktif dari tanaman obat sebagai
angen fitoterapi baru atau yang dikembangkan.
3. Dimanfaatkan dalam kajian terkait akumulasi biomassa, resistensi terhadap stres dan
produksi metabolit sekunder.
4. Metabolomik merupakam komponen penting pendekatan sistem biologi, dimana
teknik ini pada satu sisi mencerminkan dan menghubungkan genotif dengan
keragaman serta fenotip tertentu baik pada sel, jaringan, atau organ.
5. Perkawinan tanaman resisten atau tanaman hasil rekayasa genetik dapat menjadi tugas
yang mengambil waktu yang panjang, Analisis metabolit memungkinkan untuk
memberi indikasi awal untuk meningkatkan manfaat di lapangan melalui kehadiran
biomarker berupa metabolit.
6. Menawarkan cara yang cepat untuk mengungkap fungsi gen yang belum diketahui,
mutasi genetik dilakukan di dalam sistem dengan menganalisa efek fenotipik dari
berbagai mutasi dengan menganalisa fungsi metabolom mungkin ditugaskan oleh
masing-masing gen.
7. Dasar metabolik perbandingan adalah pelibatan ke dalam teknologi baru untuk
memonitor perkembangan penyakit, metabolisme obat dan toksikologi kimia.
PEMBAHASAN

A. Jurnal Metabolomik Untuk Tujuan Autentifikasi HPLC/GC


1. JUDUL : Keragaan Karakter Pembungaan Kuantitatif dan Profil Metabolomik
Bawang Merah (Allium cepa var. aggregatum) yang Diinduksi dengan Perlakuan
Vernalisasi

 ALAT DAN BAHAN :


Bawang merah (Allium cepa var. aggregatum) merupakan tanaman sayuran penting di
Indonesia. Bawang merah termasuk dalam kelompok tanaman Allium bersama 780
spesies Allium lainnya (Friesen et al., 2006). Bawang merah dapat dimanfaatkan sebagai
sayuran, rempah, dan juga sebagai tanaman obat untuk berbagai jenis penyakit. Bawang
merah mengandung essential oil yang berfungsi sebagai antioksidan (Mnayer et al.,
2014), dan antikanker (Omar dan Al-Wabel, 2010). Analisis metabolomik menggunakan
instrumen GC-MS pirolisis (GCMS-QP2010 system, Shimadzu Japan) yang
dihubungkan dengan mass spectrometer detector.
 Hasil dan Pembahasan
Sebanyak 104 senyawa metabolit spesifik bawang merah genotipe Bima Brebes
diidentifikasi oleh instrumen GC-MS. Hasil analisis klaster hierarki yang
divisualisasikan dengan heatmap metabolit spesifik, berhasil mengelompokkan bawang
merah menjadi tiga kelompok berdasarkan perlakuan vernalisasi yang diberikan (Gambar
1). Analisis klaster hierarki yang divisualisasikan dengan heatmap metabolomik
menjelaskan distribusi pengelompokan senyawa metabolit spesifik pada setiap perlakuan
vernalisasi. Terdapat 16 metabolit spesifik bawang merah tanpa perlakuan vernalisasi, 19
metabolit spesifik dengan vernalisasi stadia embrio dan stadia tunas 2 cm, serta terdapat
11 metabolit spesifik pada vernalisasi umbi stadia tunas 1 cm. Umbi tanpa vernalisasi
dan dengan vernalisasi stadia tunas 2 cm menunjukkan profil metabolomik yang sama.
Vernalisasi pada stadia tumbuh yang lebih awal (embrio) menunjukkan variabilitas
metabolomik yang relevan. Metabolit spesifik pada umbi tanpa vernalisasi (S0)
didominasi oleh senyawa organosulfur, volatil, dan asam lemak. Analisis metabolomik
mampu mengidentifikasi senyawa kimia yang sangat beragam dari senyawa anorganik
ionik hingga karbohidrat hidrofilik, alkohol dan keton yang mudah menguap, asam
amino dan non-amino, lipida hidrofobik, dan produk alami yang kompleks (Villas-Boas
et al., 2005). Adanya konsentrasi senyawa alkil aldehida yang lebih tinggi pada umbi
yang tidak divernalisasi disebabkan karena adanya akumulasi senyawa-senyawa volatil
tersebut pada jaringan vegetatif tanaman.

 KESIMPULAN
Vernalisasi yang diberikan pada stadia awal perkembangan umbi (stadia embrio dan
stadia 1 cm tunas) terbukti lebih efektif dalam menerima perlakuan vernalisasi untuk
menginduksi kemampuan berbunga bawang merah dibandingkan perlakuan lainnya.
Vernalisasi pada stadia tunas 2 cm (S3) merupakan stadia yang kurang efektif terhadap
perlakuan vernalisasi, stadia ini memiliki karakter yang sama dengan perlakuan tanpa
vernalisasi (S0). Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa karakter jumlah umbel dan
diameter umbel memiliki korelasi positif yang sangat nyata terhadap persen berbunga
bawang merah. Semakin besar jumlah umbel dan diameter umbel semakin meningkat
persen berbunga bawang merah. Analisis metabolomik menghasilkan 104 metabolit
spesifik dari 4 perlakuan vernalisasi, dan mengelompokkan bawang merah menjadi 3
kelompok stadia yang berbeda. Vernalisasi stadia awal dapat meningkatkan kandungan
senyawa phytol dan 2-propanone yang dapat menjadi indikator penting yang
menunjukkan tanaman telah memasuki fase reproduktif. Sebaliknya, umbi tanpa
perlakuan vernalisasi dan vernalisasi pada stadia lanjut menghasilkan senyawa senyawa
organosulfur potensial sebagai senyawa aromatik khas bawang merah dan memiliki
aktifitas sebagai antioksidan dan antimikroba.
2. JUDUL: Pemetaan Pengaruh Proses Pengolahan pada Kualitas Biji Kakao
Menggunakan Metode Metabolik Profiling dengan GC/MS.

 Alat dan Bahan


Buah kakao didapatkan dari PT. Perkebunan Nusantara VIII Rajamandala dengan
jenis upper amazone dengan hybrid forastero. Buah diperam sampai masak, dibelah,
dan diambil bijinya. Sebelum digunakan, pulp biji kakao dibuang secara manual.
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses ekstraksi, yaitu campuran metanol,
kloroform, dan aquades, dalam proses derivatisasi, yaitu piridin, metoxiamin
hidroklorida, dan N-metil-N(trimetilsilil)-trifluoroasetamida (MSTFA), serta sebagai
internal standard, yaitu asam nonanoat, berspesifikasi p.a. dan diperoleh dari Sigma-
Aldrich (Singapura).
 Cara Kerja
- Pemrosesan biji kakao
- Penyiapan sampel
- Analisa sampel
 Hasil dan Pembahasan
Sebagai perbandingan juga ditampilkan hasil analisa komposisi senyawa metabolit
pada bubuk kakao komersial. Tidak teridentifikasi senyawasenyawa khas aroma dan rasa
seperti senyawasenyawa turunan pirazin dan lakton dalam kedua sampel tersebut.
Senyawa-senyawa tersebut cukup dominan pada sampel biji kakao dalam literatur
(Abeygunaseekera dkk., 1989; Schnermann dan Schieberle, 1997). Mempertimbangkan
bahwa proses penyiapan sampel yang dilaporkan dalam literatur tidak melibatkan proses
derivatisasi, juga terdapat kemungkinan bahawa senyawa-senyawa tersebut telah
terkonversi dan terdeteksi sebagai senyawa-senyawa turunannya. Kemungkinan lainnya
adalah puncakpuncak yang terdeteksi pada hasil analisa GC/MS sampel biji kakao tidak
teridentifikasi pada database yang digunakan atau dengan kata lain database yang
digunakan kurang tepat untuk mengidentifikasi hasil analisa biji kakao. Sementara itu
standard senyawa metabolit biji kakao tidak tersedia. Hal ini merupakan permasalahan
klasik yang dihadapi dalam penerapan teknik metabolomik untuk sistem biologis
(Pohjanen dkk, 2007). Tabel 1 juga menunjukkan sampel bubuk coklat komersial
mengandung lebih banyak senyawa dibandingkan sampel biji kakao yang dianalisa. Hal
ini wajar mengingat bubuk coklat diperoleh melalui tahapan-tahapan proses curing, yaitu
pembentukan aroma dan rasa, yang lebih lengkap dibandingkan dengan sampel biji
kakao yang dianalisa.


 Kesimpulan
Pendekatan metabolomik dapat diterapkan untuk memetakan pengaruh proses yang
dilakukan terhadap komposisi senyawa metabolit biji kakao atau kualitas biji kakao
secara umum. Profil metabolit yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara berbagai perlakuan proses terhadap komposisi senyawa metabolit
biji kakao. Biji kakao yang tidak difermentasi dan tidak disangrai memiliki sebaran
variasi komposis i senyawa metabolit yang sangat lebar. Fermentasi mengakibatkan
terbentuknya komposisi senyawa metabolit yang sangat berbeda sehingga dapat
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas biji kakao. Analisa lanjut perlu
dilakukan, menggunakan database yang tepat, untuk memperoleh identitas senyawa-
senyawa yang memiliki peran besar dalam diskriminiasi keenam kelompok perlakuan
biji kakao tersebut.
3. JUDUL: Aplikasi Metabolomik Berbasis HPLC untuk Mengidentifikasi Waktu
Retensi Komponen Antibakteri Stapylococcus aureus Pada Ekstrak Bunga
Kecombrang (Etlingera elatior).

 Metode Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bunga kecombrang segar yang
berasal dari pengumpul di pasar Binjai, Sumatera Utara, etanol, n-heksan, kloroform,
aquades, kultur bakteri Staphylococcus aureus, media Nutrient Agar (NA), media
Nutrient Broth (NB), chloramphenicol, dimethyl sulfoxide (DMSO), aquabides,
regenerated membrane, asetonitril, dan asam asetat.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah oven, alat-alat gelas, refrigerator,
penyaring 30 mesh, freezer, timbangan, blender, vorteks, sentrifuge, rotary evaporator,
timbangan analitik, inkubator 37 oC, inkubator 60 oC, penyaring vakum, HPLC Perkin
Elmer Series 200 dengan Detektor UV-VIS 785A dengan jenis kolom C18, 4 µm,
150x3,9 mm, dan software SIMCA (v.13.01).
 Analisis Profil Kimia dengan HPLC
Analisis profil kimia ekstrak dan fraksi bunga kecombrang diawali dengan melarutkan
ekstrak dan fraksi bunga kecombrang dalam DMSO dengan konsentrasi 0,8 µg/mL dan
divorteks. Sebanyak 1 mL larutan ekstrak dan fraksi bunga kecombrang disaring dengan
penyaring regenerated membrane dan ditransfer ke vial. Sampel selanjutnya disuntikkan
ke dalam HPLC sebanyak 40 µL. HPLC yang digunakan adalah HPLC Perkin Elmer
Series 200 dengan Detektor UV-VIS 785A dengan kolom C18, 4 µm, 150x3,9 mm.
Ekstrak diukur pada panjang gelombang 250 nm, 270 nm, 290 nm, 310 nm, 330 nm, dan
350 nm. HPLC dioperasikan pada suhu ruang dengan laju alir 1 mL/menit. Fase gerak
yang digunakan adalah fase gerak A 90 % larutan asam asetat 0,1 % sebanyak dan fase
gerak B 10 % asetonitril. Elusi dilakukan secara gradien dalam waktu 25 menit.
Hasil kromatogram ekstrak dan fraksi dengan data serapan UV (250 nm, 270 nm, 290
nm, 310 nm, 330 nm, dan 350 nm) pada waktu-waktu retensi dikorelasikan dengan
aktivitas antibakteri yang diketahui. Kromatogram yang dihasilkan dari 3 kali ulangan
ekstrak E (etanol), fraksi K (kloroform), dan fraksi A (air) dengan 6 serapan UV adalah
sebanyak 54 kromatogram. Data profil kimia dari kromatogram ditunjukkan dengan
selang waktu retensi setiap 0,16 menit. Data profil kimia akan dikorelasikan dengan data
aktivitas antibakteri menggunakan analisis OPLS.

 Hasil
Kromatogram hasil analisis HPLC didapatkan sebanyak 54 kromatogram dari 3 kali
ulangan ekstrak E (etanol), fraksi K (kloroform), dan fraksi A (aquades) pada panjang
gelombang 250 nm, 270 nm, 290 nm, 310 nm, 330 nm, dan 350 nm. Pada analisis OPLS,
matriks data X menunjukkan komposisi kimia sampel dan dikorelasikan dengan aktivitas
antibakteri (matriks data Y). Pada software SIMCA (v.13.01), digunakan score plot,
Yrelated coefficient plot, dan X Varian plot untuk menginterpretasikan hasilnya. Score
plot digunakan untuk mengklasifikasikan sampel berdasarkan karakteristik yang
diberikan oleh matriks data Y (aktivitas antibakteri). Pemisahan sampel antara yang
memiliki aktivitas rendah dan yang tinggi akan memudahkan dalam mengidentifikasi
waktu retensi komponen bioaktif. Pada Gambar 1, menunjukkan score plot yang aktif
dan non aktif dengan semakin postif nilai X-nya. Selanjutnya, Y related coefficient plot
digunakan untuk mengetahui korelasi waktu retensi yang positif dan tinggi dari matriks
data Y. Korelasi signifikan ditunjukkan dengan Y related coefficient yang bernilai lebih
dari 0,5 (Eriksson et al., 2001). Pada Gambar 2, menunjukkan Y related coefficient plot
untuk waktu retensi 0,96 - 1,12 menit ditemukan paling tinggi sebesar 0,73.

Analisis selanjutnya, X varian plot digunakan untuk mengidentifikasi area puncak


ekstrak atau fraksi yang dominan. Diketahui, pada fraksi kloroform bahwa panjang
gelombang 250 nm adalah fraksi yang paling dominan (Gambar 3). Berdasarkan hal
tersebut diketahui bahwa waktu retensi komponen bioaktif 0,96 - 1,12 menit pada
panjang gelombang 250 nm dari fraksi kloroform adalah yang paling berkorelasi
signifikan dengan aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus.
Waktu retensi inilah yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengidentifikasi
komponen antibakteri antibakteri terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus pada
bunga kecombrang.

 Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi metabolomik berbasis HPLC dapat
secara cepat digunakan untuk mengidentifikasi komponen aktif dari ektrak dan fraksi
tanaman. Uji aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus
menunjukkan adanya daya hambat (DIZ) pada fraksi kloroform rata-rata sebesar 3,78
mm dengan konsentrasi 500 mg/mL. Hasil analisis OPLS menunjukkan bahwa
komponen yang diduga memiliki aktivitas antibakteri, yaitu komponen yang berkorelasi
signifikan terhadap profil kimia ekstrak dan fraksi bunga kecombrang (Etlingera elatior)
adalah area puncak pada waktu retensi 0,96 - 1,12 menit dengan serapan UV λ = 250 nm
dari fraksi kloroform. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk
mengidentifikasi lebih lanjut komponen bioaktif dan mengisolasinya dengan cara yang
lebih efisien.
4. JUDUL : Sebuah metabolomika dan HPLC-MS/ MS Analisis fenolik Foliar,
Flavonoid dan kumarin dari spesies Fraxinus tahan dan rentan terhadap Emerald Ash
penggerek.

 Metode dan Bahan


Tanaman Fraxinus pennsylvanica var. subintegerrima (Vahl) Fern. (Abu hijau), F.
americana L. (Abu putih), Fraxinus pennsylvanica var. subintegerrima (Vahl) Fern. (Abu
hijau), F. americana L. (Abu putih), F. profunda (Bush) Bush. (Abu labu), F.
quadrangulata Michx. (Abu biru) dan F. nigra Marsh. F. profunda (Bush) Bush. (Abu
labu), F. quadrangulata Michx. (Abu biru) dan F. nigra Marsh. Daun (Hitam (Abu hitam)
dikumpulkan pada bulan Juni, Juli dan Agustus 2004–2006 dari Sault Ste. (Manchurian
ash) ditanam secara lokal di Sault Ste. Marie dan daun dikumpulkan untuk ekstraksi.
Voucher tertekan (Abu Manchuria) ditanam secara lokal di Sault Ste. Marie dan daun
dikumpulkan untuk ekstraksi. Spesimen voucher yang ditekan dari semua spesies
disimpan di Laboratorium Produk Alami, Layanan Hutan Kanada-Sault Ste. Marie
herbarium.
 Analisis HPLC-MS / MS Orbitrap

Karena sifat rumit dari kimia daun dari genus Fraxinus, penggunaan HPLC-MS / MS
dan metabolomik ditargetkan otonom disediakan sarana yang diperlukan untuk
menyelidiki masalah ini. Dalam studi, hydroxycoumarin, fenolik, flavonol, flavanol,
flavon dan variasi flavanone dalam daun dari enam Fraxinus spp. (Hijau, Manchuria,
biru, hitam, labu dan abu putih) senyawa diidentifikasi menggunakan HPLC-MS / MS.
Sebuah daftar 26 senyawa dan karakterisasi mereka berdasarkan kelas senyawa
disajikan pada Tabel1. analisis spektral dan kromatografi dengan standar yang
digunakan untuk identifikasi senyawa. Selain itu, NMR spektroskopi dipekerjakan untuk
penjelasan struktural senyawa terisolasi. struktur kimia dari beberapa senyawa utama
yang diidentifikasi dalam penelitian ini.
Enam hydroxycoumarins telah diidentifikasi (Tabel 1) Dari abu biru, hitam dan
Manchuria dalam jumlah yang bervariasi, seperti yang ditunjukkan oleh daerah puncak
persentase. Esculin diidentifikasi pada 3 kali lipat konsentrasi tinggi dari abu biru dan
hitam kontras dengan abu Manchuria. Tingginya kadar esculin juga telah dilaporkan dari
biru abu. Esculetin diidentifikasi pada 4 kali lipat konsentrasi tinggi dalam abu
Manchuria berbeda dengan abu biru dan hitam. Selain itu, fraxin senyawa diidentifikasi
dalam jumlah tinggi (8,4 dan 1,3 kali lipat, masing-masing) dalam abu Manchuria
daripada di abu biru dan hitam. Demikian pula, konsentrasi tinggi fraxin dilaporkan dari
Manchuria abu. Fraxetin diidentifikasi dalam jumlah tinggi (2,0 dan 1,4 kali lipat,
masing-masing) dari abu Manchuria dibandingkan dengan abu biru dan hitam. Dalam
studi sebelumnya, fraxetin hanya dilaporkan dari abu hitam. jumlah tinggi (9 dan 3 kali
lipat, masing-masing) dari fraxidin diidentifikasi dari abu biru kontras dengan abu hitam
dan Manchuria. Selain itu, scopoletin diidentifikasi dalam konsentrasi lebih tinggi secara
signifikan (2,0 5.0, 77 dan 86 kali lipat, masing-masing) dari abu biru dibandingkan
dengan Manchuria, hitam, labu dan abu putih. Scopoletin telah didokumentasikan
sebagai senyawa anti-makan efektif terhadap kumbang bunga matahari dan rayap.
Kumarin juga telah didokumentasikan dengan baik sebagai kontribusi terhadap faktor
perlawanan terhadap EAB. Dalam nada yang sama, konsentrasi yang lebih tinggi dari
coumarin diidentifikasi dari jaringan floem abu Manchuria dibandingkan dengan abu
hitam dan Eropa, Menunjukkan senyawa ini berpotensi bertindak sebagai penentu
resistensi. Sebaliknya, Whitehill dan rekan kerja melaporkan hasil yang kontras dan
mendokumentasikan kehadiran kumarin dari floem abu hitam dan Eropa dalam jumlah,
sebanding dengan atau lebih tinggi dari abu Manchuria, menyiratkan mereka bukan
penentu perlawanan.

Gambar 1. Representatif HPLC-MS / MS base peak chromatograms dari ekstrak


daun dari enam Fraxinus spp. (Hijau, Manchuria, biru, hitam, labu, dan abu
putih), mengungkapkan keanekaragamandipisahkan. Kromatogram puncak basa
HPLC-MS / MS ekstrak daun dari enam Fraxinus spp. (hijau, Manchuria, biru,
hitam, labu, dan abu putih), mengungkapkan keragaman senyawa yang terpisah.

 Kesimpulan
Studi saat ini menyajikan laporan pertama pada analisis metabolisme tinggi-
throughput dari kimia daun dari enam Fraxinus spp. Variasi fenolik dan flavonoid dari
enam Fraxinus spp. diidentifikasi, tidak didokumentasikan dalam penelitian sebelumnya.
Senyawa dimurnikan, dan identitas fenolat dan flavonoid dikonfirmasi oleh NMR.
Metabolomic profiling menggunakan HPLC-MS / MS dalam kombinasi dengan NMR
memberikan diferensiasi kimia dari enam Fraxinus spp., Oleh karena itu, wawasan
tentang keanekaragaman fitokimia daun tanaman ini. Metabolomik menyediakan alat
yang penting untuk identifikasi cepat metabolit dan mengungkapkan kumarin,
secoiridoid, dan lignan dari abu biru dan abu Manchuria. Fitur yang mencolok dari
penelitian ini, analisis metabolomik berpasangan yang tidak ditargetkan mengungkapkan
beberapa senyawa pertahanan diduga untuk pertama kalinya dari abu biru dan abu
Manchuria. Menariknya, kami mengidentifikasi seskuiterpenoid, lakton diterpen dan
seskuiterpen, tidak didokumentasikan sebelumnya dari abu ini. Analisis biologi sistem
yang unik untuk penyelidikan ini menunjukkan adanya perbedaan regulasi metabolit
antara abu biru dan abu Manchuria. Selanjutnya, metabolisme pasangan menunjukkan
sebagian besar senyawa diregulasi dalam abu Manchuria, yang mungkin menyarankan
peran mereka dalam memberikan resistensi, dan mencerminkan sejarah evolusi bersama
dengan A. planipennis di mana mereka hidup berdampingan di habitat asli mereka. Data
ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang jelas dalam profil defensif kimia antara
spesies abu tahan dan rekan-rekan rentan di Amerika Utara. Studi kami mendukung
peran potensial kumarin, sekoiridoid, lignan, seskuiterpenoid, diterpen, dan seskuiterpen
lakton dalam memberikan resistensi konstitutif terhadap abu Manchurian, oleh karena itu
aksi sinergis dari senyawa pertahanan yang diregulasi dapat memberikan mekanisme
resistensi terhadap abu Manchuria terhadap EAB. Metabolomik tak bertarget otonom
menyediakan skrining throughput tinggi dan profil metabolik fitokimia dari enam
Fraxinus spp. yang dapat memberikan dasar untuk studi masa depan. Karena, sebagian
besar (25%) dari genom abu mengkodekan gen unik, metabolomik (terutama pendekatan
sistem biologi) akan terbukti menjadi alat yang berguna untuk memfasilitasi identifikasi
diduga metabolit dan jalur metabolisme kunci yang dapat membantu memahami dan
mengidentifikasi fungsi gen. Metabolisme akan terbukti sangat berguna dalam penemuan
biomarker potensial untuk penyaringan cepat dan varietas abu tahan untuk program
pemuliaan.
5. JUDUL: Analisis Profil Metabolit Sekunder Ekstrak Lempuyang Emprit dengan
Kromatografi Gas-Spekstroskopi Massa.

 Metode penelitian
a. Preparasi sampel Preparasi sampel dilakukan dengan melarutkan 10 mg ekstrak
dalam metanol p.a, dilakukan replikasi 3x.
b. Optimasi suhu kolom Proses optimasi dilakukan dengan memprogram suhu
injektor 280o C, suhu kolom diprogram 70° (5 menit) – 270° C (15 menit) dengan
kenaikan suhu diatur 10o C/menit. Kecepatan gas pembawa 3,0 mL/menit.
c. Derivatisasi Proses derivatisasi pada penelitian ini menggunakan BSTFA dengan
pemanasan. Masing-masing 10 mg ekstrak dimasukkan kedalam vial, dilarutkan
dengan metanol p.a.sampai 5 mL, sampel diambil 100 µLdan dikeringkan,
kemudian ditambahkan 100 µL BSTFA. Vial di Vortex dan dipanaskan pada suhu
60oC – 70oC selama 10 menit. Setelah dingin sampel diinjekan 100µL.
d. Analisis metabolit sekunder ekstrak lempuyang emprit menggunakan GC-MS
Analisis dilakukan dengan menggunakan Shimadzu–GC 2010 dilengkapi dengan
Shimadzu–GCMS 2010S mass selective detector dan kolom kapiler RxiTM–1MS
(30m x 0,25mm, ketebalan lapisan 0,25μm). Gas pembawa digunakan helium
dengan laju konstan 1 mL/menit, diinjeksikan sebanyak 1 μL (split ratio 10:1),
suhu injector280oC, suhu kolom diprogram 70° (5 menit) – 270° C (15menit)
dengan kenaikan suhu diatur 10o C/menit. Kondisi GC-MS : ion source temp 250°
C, interface temp 300° C dan solvent cut time 3 menit (Mulyani, 2010).
Komponen diidentifikasi dengan membandingkan spektra massa sampel dengan
internal Willey Library.
e. Penetapan kadar zerumbon Pembuatan kurva baku zerumbon dibuat dengan MS
program: waktu mulai 10 menit, waktu akhir 17 menit, metode: SIM (107, 135,
96, dan 41). Penetapan kadar zerumbon menggunakan persamaan regresi linier Y
= bx + a dari 5 seri konsentrasi. Pembuatan sampel dilakukan dengan melarutkan
10 mg ekstrak dalam metanol p.a. Dilakukan pengenceran 2x, yaitu dengan
mengambil larutan sebanyak 500 µL dengan mikro pipet ke dalam tabung
ependrof, kemudia ditambahkan metanol p.a sampai 1 mL.
f. Analisis Data
Profil metabolit sekunder didapatkan dengan membandingkan kandungan
metabolit sekunder yang telah diperoleh dengan spektra massa sampel terhadap
internal Willey Library. Optimasi dilakukan dengan Suhu injektor 280° C, suhu
kolom diprogram 70° (5 menit) – 270° C (15menit) dengan kenaikan suhu diatur
10° C/menit. Kondisi GC-MS : ion source temp 250° C, interface temp 300° C
dan solvent cut time 3 menit.

 Hasil dan pembahasan


Analisis dengan GC-MS dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung dalam ekstrak etanol lempuyang emprit dari dua daerah yang berbeda.
Kriteria utama untuk pemilihan puncak yang sesuai untuk dilakukan identifikasi
memiliki puncak (>0,05 %) (Mahdi et al, 2010). Hasil analisis GC-MS diekspresikan
dalam bentuk puncak (peak), mewakili senyawa yang berbeda. Masing-masing puncak
dianalisis menggunakan spektrometer massa dan dibandingkan dengan internal Willey
Library versi 7 yang telah terintegrasi dengan GCMS. Profil kromatogram menunjukkan
pola yang berbeda antara ekstrak rimpang lempuyang emprit tanpa dan dengan
derivatisasi. Analisis ekstrak rimpang lempuyang emprit dengan derivatisasi menunjukan
peak-peak yang lebih banyak (Gambar 2).
Metabolit dengan kadar relatif tinggi seperti zerumbon dan asam palmitat selalu
muncul pada kromatogram baik tanpa maupun dengan derivatisasi, tetapi metabolit
metabolit dengan kadar relatif yang rendah tidak selalu muncul. Analisis ekstrak rimpang
lempuyang emprit tanpa derivatisasi tidak dapat mengungkapkan metabolit metabolit
asam dengan baik. Senyawa senyawa asam memiliki sifat polar dimana senyawa yang
memiliki sifat polar memiliki sifat volatilitas yang kurang baik sehingga pada sampel
tanpa derivatisasi tidak dapat mengungkap metabolit-metabolit asam dengan baik.

Sebelumnya Riyanto (2007) menemukan konstituen utama rimpang Zingiber


amaricans adalah 2,6,9 humulatrien-8-satu (zerumbon), dan konstituen kecil adalah
campuran phytosterol terdiri β-sitosterol, kolesterol, campesterol dan stigmasterol,
sementara itu Sukari et al (2008) mengidentifikasi kandungan kimia dari rimpang
Zingiber amaricans dengan GC-MS didapatkan sesquiterpen teroksigenasi dengan
komponen utamanya adalah zerumbon (40,7%), komponen lainnya adalah ester
aromatik, benzil heptanoat (23,5%), monoterpen (8,2%), monoterpen teroksigenasi
(10,6%). Namun pada penelitian ini ditemukan juga senyawasenyawa asam,
caryophyllene oxide, kolesterol, alpha-Humulen, valerianol, myrtenol, skvalen, dan
zerumbon. Zerumbon merupakan senyawa mayor. Senyawa mayor inilah yang akan
menjadi senyawa marker pada rimpang lempuyang emprit (Tabel 2).
Keberadaan metabolit berdasarkan kadar relatifnya terdiri dari senyawa mayor dengan
kadar relatif (>5%) dan senyawa minor dengan kadar relatif kecil (<5%) (Faizah, 2012).
Dari identifikasi yang terungkap ditemukan variasi metabolit dari tiap-tiap daerah. Suatu
senyawa metabolitb dapat ditemukan dalam suatu sampel, namun tidak ditemukan pada
sampel yang lain, begitu juga sebaliknya. Selain itu juga terdapat perbedaan tingkat
metabolit. Hal ini mungkin terjadi karena beberapa alasan seperti tingkat analit rendah
(<0,05-1%) dan juga puncak tumpang tindih.

 Penetapan Kadar Zerumbon menggunakan GC-MS


Penetapan kadar zerumbon dilakukan dengan membuat beberapa seri konsentrasi
(Gambar 4).
Kurva baku yang diperoleh adalah Y= 2.107 x – 355625, dengan R2 = 0,9967. Hasil
persamaan regresi linier digunakan untuk mengetahui kadar rata-rata zerumbon yang
terkandung dalam ekstrak etanol lempuyang emprit yang diperoleh dari Semarang dan
Yogyakarta dengan replikasi 2 kali. Pada preparasi sampel, sampel tidak mendapat
perlakuan derivatisasi. Hal ini dikarenakan zerumbon telah memiliki sifat volatilitas yang
baik. Hasil perhitungan kadar zerumbon ratarata ekstrak lempuyang emprit dari
Semarang sebesar 24,04% b/b sedangkan kadar ratarata zerumbon pada ekstrak
lempuyang emprit dari Yogyakarta sebesar 30,32 % b/b. Muklas (2013) menemukan
kadar zerumbon ekstrak etanol rimpang lempuyang emprit Yogyakarta diperoleh kadar
rata-rata sebesar 31,07 %b/b. Menurut Oh et al., (2002).
 Kesimpulan
a. Analisis profil metabolit sekunder ekstrak lempuyang emprit (zingiber amaricans BI.)
menggunakan GCMS dengan derivatisasi dari dua daerah yang berbeda menunjukkan
adanya variasi metabolit.
b. Dari analisis kromatogram, zerumbon merupakan senyawa mayor. Selain itu
ditemukan juga senyawa-senyawa asam, alphaHumulen, kariofilen oksida, kolesterol,
valerianol, myrtenol, dan skavalen.
c. Kadar zerumbon rata-rata ekstrak lempuyang emprit dari Semarang sebesar 24,04%
b/b dan dari Yogyakarta sebesar 30,32 % b/b.

Anda mungkin juga menyukai