BIOKIMIA NUTRISI
Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat yang telah di berikan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas Project yang berjudul “Bioanalisa / Analisa Klinik &
Kaitannya dengan Gangguan Metabolisme” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari critical book review ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Biokimia Nutrisi dengan Ibu Prof. Ida Duma Riris,M. Si. selaku dosen
pengampu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat
dan membagi pengetahuannya melalui buku sehingga penulis dapat menyelesaikan Project
ini. Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Atas
perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih.
Kelompok 9
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan metabolisme telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dan
tantangan klinis di seluruh dunia berkaitan dengan urbanisasi, asupan energi yang
berlebihan, peningkatan kejadian obesitas dan gaya hidup sedentary serta terkait
dengan dampak yang ditimbulkannya. Angka kejadian sindroma metabolik semakin
meningkat sejalan dengan terjadinya modernisasi, perubahan pola makan serta
kurangnya aktivitas fisik. Berbagai faktor dapat berkontribusi dalam terjadinya
sindrom metabolik yaitu usia, genetik, gaya hidup, konsumsi pangan, dan tingkat
sosial ekonomi.
Bioanalisis merupakan ilmu terapan dari kimia analisis yang menganalisis
secara kualitatif maupun kuantitatif suatu analit maupun metabolit dalam sampel
biologis. Bioanalisis untuk menentukan atau menetapkan kadar zat-zat xenobiotic
(obat dan metabolitnya) serta zat biotic (makromolekul, protein, DNA, molekul obat
yang besar) dalam matriks biologi. Bioanalisis memberikan dukungan yang besar
terhadap kemajuan berbagai aspek ilmu yang lain, diantaranya untuk pengembangan
obat baru, studi bioavailabilitas dan bioekivalensi, uji toksikokinetik, uji
farmakokinetik dan uji farmakodinamik. Bioanalisis juga memberikan dukungan
dalam pengujian penyalahgunaan obat dan farmasi forensik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bioanalisa / analisa klinis?
2. Masalah apa yang terdapat pada bioanalisa / analisa klinis dan gangguan
metabolisme?
3. Permasalahan apa yang sering terjadi pada bioanalisa / analisa klinis dan
gangguan pada metabolisme?
4. Bagaimana solusi terhadap permasalahan pada bioanalisa / analisa klinis dan
gangguan pada metabolisme?
C. Tujuan
1. Dapat menegetahui apa yang dimaksud dengan bioanalisa / analisa klinis
2. Dapat mengetahui masalah apa yang terdapat pada bioanalisa / analisa klinis dan
gangguan metabolisme?
3. Dapat mengetahui permasalahan apa yang sering terjadi pada bioanalisa / analisa
klinis dan gangguan pada metabolisme?
4. Dapat mengetahui bagaimana solusi terhadap permasalahan pada bioanalisa /
analisa klinis dan gangguan pada metabolisme?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bioanalisis merupakan ilmu terapan dari kimia analisis yang menganalisis secara
kualitatif maupun kuantitatif suatu analit maupun metabolit dalam sampel biologis.
Bioanalisis memberikan dukungan yang besar terhadap kemajuan berbagai aspek ilmu
yang lain, diantaranya untuk pengembangan obat baru, studi bioavailabilitas dan
bioekivalensi, uji toksikokinetik, uji farmakokinetik dan uji farmakodinamik. Bioanalisis juga
memberikan dukungan dalam pengujian penyalahgunaan obat dan farmasi forensik.
Sampel biologis yang paling umum digunakan untuk bioanalisis obat adalah plasma,
serum, darah total, dan saliva. Penentuan kuantitatif kadar obat dalam suatu sampel biologis
merupakan hal yang sangat penting dalam evaluasi dan interpretasi data Pengembangan Obat
(Uji pra klinis dan klinis obat baru) Farmakokinetika, Monitoring Obat. Penggunaan
KCKUTSM/SM ditambah dengan prosedur ekstraksi yang optimal dapat menjadi solusi yang
kompetitif untuk menganalisis kadar analit dan metabolit yang kompleks di dalam sampel
biologis.
Penentuan kadar obat dalam sampel biologis merupakan hal yang sangat penting
dalam evaluasi dan interpretasi data farmakokinetika. Cairan biologis yang umum digunakan
untuk analisis adalah darah, plasma (serum), dan urin. Analisis konsentrasi obat dalam darah
biasanya tidak digunakan dalam farmakokinetik karena darah merupakan sistem fisik
kompleks yang mengandung sel darah merah, sel darah putih dan platelet yang tersuspensi
dalam plasma. Darah dengan elemen selular yang telah dihilangkan dengan sentifugasi
(plasma) atau pembekuan (scrum) lebih disukai (Rosenbaun., 2011). Sampel biologis yang
paling umum digunakan adalah plasma karena hubungan konsentrasi obat dalam plasma
dengan efek terapetik yang ditimbulkan baik (Kelly., 1992).
Pemeriksaan kadar obat dalam plasma merupakan suatu metode yang sesuai untuk
pemantauan pengobatan dan memungkinkan untuk penyesuaian dosis obat dan mengoptimasi
terapi (Shargel., 2005). Salah satu keuntungan dari KCKT adalah dapat menghitung sampel
dengan kadar yang sangat rendah sehingga dapat digunakan untuk konsentrasi obat dalam
plasma yang diukur mencapai level mikrogram sampai nanogram atau pikogram (Johnson &
Stevenson, 1991).
Pada matriks biologis seperti plasma mengandung sejumlah besar komponen endogen
yang dapat menggangu analisis dimana sebagian besar obat akan berikatan dengan protein
plasma sehingga harus dibebaskan terlebih dahulu. Oleh karena itu, diperlukan preparasi
sampel dengan tujuan agar dapat memisahkan atau mengisolasi obat yang akan ditentukan
dari komponen endogen plasma yang dapat mengganggu analisis, membebaskan obat dari sisi
pengikatan protein dan memekatkan obat agar diperoleh analisis yang sensitif. Kegiatan
preparasi sampel merupakan hal penting dalam bioanalisis (Harahap, 2010).
Beberapa teknik preparasi sampel yang digunakan untuk mengisolasi obat dari
matriks biologis antara lain:
a. Pengendapan protein
Pada metode ini, dapat dilakukan dengan cara penambahan asam atau pelarut
organik untuk mendenaturasi dan mengendapkan protein. Penambahan asam pada
kosentrasi 5-20% seperti asam trikloroasetat (TCA) dan asam perkolat, sangat efesien
untuk mengendapkan protein. Penambahan larutan yang berisi ion logam berat atau
penambahan pelarut organik seperti metanol, etanol, asetonitril dan aseton kedalam
sampel biologis telah digunakan secara luas dalam bioanalisis karena
kompatibilitasnya dengan fase gerak KCKT, meskipun memiliki efesiensi yang relatif
rendah dalam memisahkan protein. Pelarut organik akan mengendapkan protein
bedasarkan prinsip polaritas dan menurunkan solubilitas protein. (Evans., 2004;
Harahap., 2010)
b. Ultrafiltrasi
Larutan bebas protein dapat diperoleh melalui proses penyaringan dengan
melewatkan larutan pada suatu membran semipermeabel yang selektif dengan
menggunakan tekanan hidrostatik (1-10 atm) untuk memberikan dorongan dalam
proses pemisahan. (Harahap, 2010)
c. Ekstraksi cair-cair (Liquid-liquid Extraction)
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemindahan atau pemisahan suatu komponen
dari satu fase ke fase lainnya yang tidak saling bercampur satu sama lain, proses ini
disebut partisi atau distribusi Salah satu fasenya yaitu fase aqueous dan fase lainnya
merupakan pelarut organik. Larutan aqueous yang dapat digunakan adalah air, larutan
yang bersifat asam basa, garam dan lainnya. Pelarut organik yang dapat digunakan
adalah heksan, etil asetat, toluene dan lainnya. Pelarut organik non polar untuk
mengekstraksi senyawa yang bersifat lipofil. sedangkan senyawa hidrofil lebih mudah
larut dalam pelarut organik yang relatif polar. Metode ekstraksi dengan pelarut
organik merupakan cara yang paling umum digunakan untuk pemisahan parsial. pH
fase air harus dioptimasi agar diperoleh bentuk tidak terionisasi, karena obat dapat
terekstraksi dalam pelarut organik apabila dalam bentuk tidak terionisasi. Optimasi
dapat dilakukan dengan menghitung atau menentukan pKa obat.
Penguapan dapat menggunakan bantuan evaporator vakum atau diapkan pada
temperatur kamar. Untuk mempercepat penguapan, dapat ditambahkan beberapa tetes
etanol, dan penambahan sedikit natrium sulfat anhidrat pada saat penyaringan dapat
menghilangkan air dari fase organik. Selanjutnya hasil penguapan direkonstitusi
menggunakan pelarut yang sesuai. Kelemahan dari metode yaitu terjadinya
pembentukan emulsi dan tidak dapat diaplikasikan : kesemua analit, contohnya
metode ini sulit digunakan untuk analit yang bersifat sangat polar (Evans 2004;
Harahap., 2010)
d. Ekstraksi fase padat (Solid Phase Extraction)
Prinsip mekanisme pemisahan dan isolasi yang digunakan dalam pemisahan
fase padat yaitu fase terbalik, fase normal dan ion exchange sama seperti yang
digunakan dalam KCKT. Metode ekstraksi fase padat ini berdasarkan prinsip
kromatografi. Prinsip umum dari ekstraksi fase padat yaitu adsorpsi obat dari lantan
kedalam adsorben atau fase diam. Partikel silika berukuran 40-60 µm merupakan
adsorben yang sering digunakan berkaitan dengan membentuk fase hidrokarbon.
Adsorben yang paling baik kapasitasnya dalam mengadsorbsi analit adalah Ca.
Pada metode mi, digunakan kolom berukuran kecil (eutridge) dengan adsorben
yang memilda sifat ming dengan sifat analit yang diperiksa. Ekstraksi fase padat
adalah suatu teknik yang dapat mengatasi beberapa masalah yang ditemui pada
ekstraksi cair-cair Secara umum SPE menggunakan 5 tahap yaitu pengkondician,
penyeimbangan fase diam, memasukkan sampel, pencucian untuk menghilangkan
senyawa pengganggu, dan chusi sampel (Evans, 2004, Harahap. 2010)
BAB III
IDENTIFIKASI MASALAH
Vankomisin adalah antibiotik lini pertama yang secara luas diindikasikan untuk
pengobatan infeksi bakteri gram positif yang resistan terhadap berbagai obat. Vankomisin
memiliki indeks terapeutik yang sempit dan variabilitas farmakokinetik yang besar. Selain
itu, interaksi dengan obat lain dapat meningkatkan atau menurunkan konsentrasi plasma
vankomisin, yang mempengaruhi keefektifannya dan kemungkinan kejadian toksik berupa
zat nefrotoksik dan ototoksik. Beberapa metode untuk menentukan konsentrasi vankomisin
dalam plasma manusia menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) dengan
detektor UV. Perolehan parameter hasil uji validasi metode bioanalisis vankomisin dalam
spikedplasma telah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh European Medicine Agency
(EMA). Dengan demikian, metode ini dapat digunakan untuk aplikasi PKOD vankomisin dan
keperluan klinis lainnya seperti studi farmakokinetika vankomisin terutama pada konsentrasi
tunak. Penelitian ini merekomendasikan waktu pemeriksaan kadar vankomisin dalam plasma
pasien dilakukan maksimal 24 jam setelah penerimaan sampel. Sementara itu, untuk
keperluan studi farmakokinetika vankomisin lainnya, vankomisin tetap stabil selama 21 hari
pada suhu penyimpanan -20oC.
PEMBAHASAN
A. Permasalahan
Bioanalisis merupakan ilmu terapan dari kimia analisis yang menganalisis secara
kualitatif maupun kuantitatif suatu analit maupun metabolit dalam sampel biologis.
Bioanalisis untuk menentukan atau menetapkan kadar zat-zat xenobiotic (obat dan
metabolitnya) serta zat biotic (makromolekul, protein, DNA, molekul obat yang besar) dalam
matriks biologi. Bioanalisis memberikan dukungan yang besar terhadap kemajuan berbagai
aspek ilmu yang lain, diantaranya untuk pengembangan obat baru, studi bioavailabilitas dan
bioekivalensi, uji toksikokinetik, uji farmakokinetik dan uji farmakodinamik. Bioanalisis juga
memberikan dukungan dalam pengujian penyalahgunaan obat dan farmasi forensik.
Plasma, serum komposisi kimiawinya sangat komplek, tapi relatif tetap sekalipun
berasal dari pasien, pH 7.3-7.5 Tetapi kandungan lipidnya bervariasi tgt waktu dan jenis
makan. Analisis untuk keperluan farmakokinetik/biofarmasetik perlu penghilangan lipid
dengan ekstraksi balik. Sering kali diperlukan analisis untuk obat bebas saja (tidak terikat
protein) perlu diperhatikan adanya lain yang dapat mendesak keterikatan obat dari
protein.Ultrafiltrasi dapat menjadi pilihan untuk maksud memisahkan obat yang terikat
protein.
a. Obat bebas / tak terikat protein mungkin kadarnya sangat rendah (out of limit
detection), bisa diatasi dengan equilibrisasi dengan obat tertandai radioaktif. Ada
kalanya deproteinisasi tidak diperlukan dengan pertimbangan keterikatan obat bersifat
reversibel mol tak tenonkan dapat langsung diekstraksi dengan solven organik pada
pH tertentu : pH adjustment with little volume of buffer and extracted with relatively
large volume of organic solvent. Alternatif pemisahan analit dalam larutan dengan
adsorpsi menggunakan matriks pada dan kemudian dielusi sejumlah resin atau ion.
Adanya enzim esterase non spesifik yang akan mendegradasi obat dalam sampel
sewaktu penyimpanan. Estrase ini bervariasi diantara spesies.
b. Permasalahan analisis pada urin. Biasanya tidak mengandung protein, kecuali untuk
kasus gagal ginjal. Bervariasi dalam warna, time dependent. Komponen kimiawi yang
terkandung larut dalam air, sehingga obat dapat langsung diekstraksi dengan solven
organik. Analisis obat dalam urin sering memerlukan pengukuran volume urin untuk
menentukan jumlah (bukan kadar) obat yang dieksresi dalam urin. Bila volume besar,
limit deteksi terlampaui, kesalahan analisis dalam kadar rendah menjadi bertambah-
tambah bila digunakan untuk menentukan jumlah obat dalam seluruh volume urin,
kesalahan pada waktu sampling satu dengan lainnya dapat sangat berbeda, bila
dianalisis dilakukan terhadap waktu sampling faktor ini perlu dipertimbangkan (dalam
kasus doping misalnya). Pada pH urin relatif lebih bervariasi (5,5 – 7,0) tergantung
diaet kondisi mol obat sesuai dengan pH saat urin dieksresi. Dalam penyimpanan bisa
makin alkalis karena kehilangan CO2, fosfat anorganik mengendap. Obat dalam urin
dapat terdekomposisi karena perubahan pH atau ikut menegndap bersama fosfat.
Fresh urine may differ from storeed urine in drug content. Metoda sampling dan
jumlah urin sering menjadi sumber kesalahan pada analisis farmakokinetik dan
biofarmasetik.
B. Solusi
Matriks biologi yang paling sering digunakan dalam menganalisis kadar obat adalah
darah, serum, plasma, urine dan saliva. Dalam hal memperoleh matriks biologi (terutama
darah) dari subjek dapat dilakukan dengan cara invasif melalu vena (Venipuncture), ini
merupakan metode biosampling konvensional dengan teknik yang menyakitkan, selain itu
penggunaan volume sampel yang besar akan sulit dilakukan pada pengujian seri
farmakokinetik ataupun toksikokinetik yang dilakukan pada hewan kecil (Evans et al., 2015).
Hal yang sama dengan proses pengambilan sampel yang diusapkan pada kertas filter
akan mengurangi resiko infeksi HIV/AIDS dan infeksi pathogen lainya (Rizwana et al.,
2013). Kendala yang dihadapi dalam penerpan metode ini adalah; (1) volume kecil,
menyebabkan analit yang tersedia semakin kecil sehingga diperlukan tehnik analisa yang
lebih sensitif, (2) resiko kontaminasi, jika orang yang sama yang melakukan pemberian obat
dan pengambilan sampel maka memungkinkan resiko kertas filter terkontaminasi obat, (3)
jika dilakukan oleh pasien meski sudah diberikan pelatihan, pengambilan sampel tidak selalu
berhasil, (4) konsentrasi analit di kapiler kemungkinan berbeda dengan di vena, (5) validasi
yang lebih sulit karena variasi nilai hematokrit dapat menyebabkan perbedaan homogenitas
dan sebaran sampel pada spot kertas filter, penggunaan kertas yang berbeda juga diperlukan
validasi parsial (Timmerman et al., 2011). Metode sampel darah kering dapat membantu
aplikasi pada uji farmakokinetik dan toksikokinetik, monitoring penggunaan obat, skrining
penyakit, test penggunaan doping dan pengujian metabolisme. Hal ini telah diterapkan pada
industri farmasi, rumah sakit dan pusat penelitian, terutama untuk sampel dengan volume
kecil, daerah pengambilan sampel sulit atau terpencil, penyimpanan, proses dan
transportasinya (Sharma et al., 2014; Wilhelm et al., 2014; Evan et al., 2015).
Sampel yang telah diekstraksi siap untuk dianalisis, metode analisis yang digunakan
harus sudah tervalidasi untuk meyakini kebenaran hasil analisis, prosedur validasi yang
dilakukan mengikuti aturan dari Food and Drug Administration (FDA) ataupun European
Medicine Agency (EMA), optimasi yang dilakukan meliputi; volume sampel, homogenitas
bercak, hematokrit dan carry-over (Jager et al., 2014). Volume sampel berkisar antara 15-40
µL yang ditentukan selama validasi, volume sampel yang berbeda harus diuji minimal pada
dua tingkat konsentrasi (rendah dan tinggi) dan dilakukan pengulangan. Volume sampel yang
digunakan pada standar kalibrasi harus sama dengan volume sampel yang digunakan pada
aplikasi sampel klinis.
Penggunaan darah utuh sebagai sampel yang diambil dari perifer dengan volume
kecil, menyebabkan analit yang akan dianalisa sangat kecil dan adanya hematokrit akan
sangat menggangu analisa secara kuantitatif molekul obat. Hematokrit akan mempengaruhi
penyebaran darah pada kertas filter sehingga diperlukan kondisi optimum yang valid dalam
penerapan metode sampel darah kering untuk dapat menganalisis molekul obat secara
kuantitatif (Philip & Neil 2010). Nilai hematokrit akan dipengaruhi antara lain oleh jenis
kelamin, umur, status gizi dan pasien yang menjalani kemoterapi. Pasien kemoterapi akan
mengalami anemia karena terjadi penurunan produksi platelet sehingga akan memiliki
hematokrit yang rendah berkisar 0,2-0,3, hematokrit pada darah kapiler lebih tinggi dari
hematokrit pada darah vena sekitar 0,61 dan pada anak-anak nilai hematokrit 0,35-0,45
(Kesel et al., 2013).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bioanalisis merupakan ilmu terapan dari kimia analisis yang menganalisis secara
kualitatif maupun kuantitatif suatu analit maupun metabolit dalam sampel
biologis. Bioanalisis memberikan dukungan yang besar terhadap kemajuan
berbagai aspek ilmu yang lain, diantaranya untuk pengembangan obat baru,
studi bioavailabilitas dan bioekivalensi, uji toksikokinetik, uji farmakokinetik dan
uji farmakodinamik. Bioanalisis juga memberikan dukungan dalam pengujian
penyalahgunaan obat dan farmasi forensik.
2. Vankomisin adalah antibiotik lini pertama yang secara luas diindikasikan untuk
pengobatan infeksi bakteri gram positif yang resistan terhadap berbagai obat.
Vankomisin memiliki indeks terapeutik yang sempit dan variabilitas
farmakokinetik yang besar. Selain itu, interaksi dengan obat lain dapat
meningkatkan atau menurunkan konsentrasi plasma vankomisin, yang
mempengaruhi keefektifannya dan kemungkinan kejadian toksik berupa zat
nefrotoksik dan ototoksik.
3. Plasma, serum komposisi kimiawinya sangat komplek, tapi relatif tetap sekalipun
berasal dari pasien, pH 7.3-7.5 Tetapi kandungan lipidnya bervariasi tgt waktu dan
jenis makan. Analisis untuk keperluan farmakokinetik/biofarmasetik perlu
penghilangan lipid dengan ekstraksi balik. Sering kali diperlukan analisis untuk
obat bebas saja (tidak terikat protein) perlu diperhatikan adanya lain yang dapat
mendesak keterikatan obat dari protein.
4. Penggunaan metode sampel darah kering dalam bioanalisis memberikan
penyederhanaan proses pengumpulan darah dan analisis dibandingkan metode
Venipuncture. Metode sampel darah kering diperkirakan menjadi pengganti yang
menjanjikan bahkan bisa melampaui metode bio-matriks (plasma/serum) untuk
pengujian farmakokinetik dan pemantauan terapi obat.
B. Saran
Diharapkan kepada setiap pembaca agar dapat memahami makalah ini guna
untuk menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca serta memberikan saran dan kritik
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ari Wibowo,Damas Inggil Maulidina, Wahyuni Shalatan Fitri, Vitarani Dwi. (2019).
Validasi Metode Bioanalisis Vankomisin dalam Spiked-plasma Manusia Menggunakan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi-detektor UV untuk Aplikasi Pemantauan Kadar Obat
dalam Darah. Jurnal Ilmu-ilmu MIPA , 57-70.
Harahap, Y. 2010. Peran Bioanalisis dalam Penjaminan Kualitas Obat dan Peningkatan
Kualitas Hidup Pasien. Jakarta: UI Press.
Hermawan, A., Ikawati, M., Kristina, S. A., & Meiyanto, E. (2019). Efektivitas Hybrid e-
Learning Mata Kuliah Kimia Klinik dan Bioanalisis di Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah
Mada. J. Manaj. DAN PELAYANAN Farm.(Journal Manag. Pharm. Pract.
Kurniawati, A. (2016). Validasi Metode Analisis Etil p-metoksisinamat dalam plasma secara
In Vitro menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Notario, D., Amelia, J., & Della, G. (2023). Pengembangan dan Validasi Metode Bioanalisis
Trimetoprim dalam Sampel Plasma dan Urin Manusia Simulasi Menggunakan KCKT-
PDA. Jurnal Kefarmasian Indonesia, 41-49.
Wibowo, A., Maulidina, D. I., Fitri, W. S., & Ningrum, V. (2019). Validasi Metode
Bioanalisis Vankomisin HCl dalam Spiked-plasma Manusia Menggunakan KCKT-UV untuk
Aplikasi PKOD. EKSAKTA: Journal of Sciences and Data Analysis, 57-70.