Disusun oleh :
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT , atas berkah dan
rahmat serta hidayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah teknologi farmasi sediaan biofarmasi ini. Semoga Allah SWT selalu
memberikan kesehatan, kemudahan serta keselamatan kepada semua yang terlibat
dalam pembuatan makalah ini.
Penulis ingin bereterima kasih kepada dosen mata kuliah Praktikum biofar
yang telah memberikan pembelajaran kepada kami serta Asisten Laboratorium
yang senantiasa membimbing kami selama praktikum. Penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam pengerjaan makalah ini. Penulis
juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan untuk
kemajuan pengetahuan terutama dalam hal mata kuliah biofar, sehingga
diharapkan dapat memberikan pedoman untuk pembelajaran serta dapat
memberikan petunjuk penulisan yang teratur dan tersusun rapi tanpa ada unsur
kesengajaan yang sama dari pihak lainnya.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembacanya agar dapat memperluas
pengetahuan kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
1.4 Manfaat.........................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3
BAB III..................................................................................................................16
METODOLOGI PENELITIAN.........................................................................16
3.1 Waktu dan Tempat....................................................................................16
3.2 Alat dan Bahan...........................................................................................16
3.2.1 Alat........................................................................................................16
3.2.2 Bahan....................................................................................................16
3.3 Prosedur Kerja...........................................................................................16
BAB IV..................................................................................................................18
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................18
BAB V....................................................................................................................22
PENUTUP.............................................................................................................22
5.1 Kesimpulan.................................................................................................22
5.2 Saran............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23
iii
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
Peran dan aktivitas protein dalam proses biologis antara lain sebagai katalis
enzimatik, bahwa hampir semua reaksi kimia dalam ·sistem biologi dikatalis oleh
makromolekul yang disebut enzim yang merupakan satu jenis protein. Peran
lainnya dari protein dalam sistem biologi adalah sebagai transport, penyimpanan
dan koordinasi gerak. Asam amino adalah senyawa organik yang memiliki gugus
fungsional karboksil (COOH) dan amina (NH2). Asam amino merupakan molekul
yang digunakan untuk membangun protein. Dalam biokimia seringkali
pengertiannya dipersempit, keduanya terikat pada satu atom karbon yang sama
yang disebut atom C alfa. Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus
amina memberikan sifat basa (Sidik K, 2009).
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengapa membran kulit telur dan tetrasiklin digunakan dalam studi ikatan
protein dengan metode dialisis dinamis?
2. Apa fungsi HCl 5N dalam studi ikatan protein dengan metode dialisis
dinamis?
3. Bagaimana pengaruh ikatan obat dengan protein terhadap difusi obat?
4. Apa perbedaan difusi obat pada medium serum dan plasma darah?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kegunaan membran kulit telur dan tetrasiklin.
2. Untuk mengetahui fungsi HCl 5N dalam studi ikatan protein dengan
metode dialisis dinamis.
3. Untuk memahami pengaruh ikatan obat dengan protein terhadap difusi obat.
4. Untuk mengetahui perbedaan difusi obat pada medium serum dan plasma
darah.
1.4 Manfaat
1. Memberikan pemahaman mengenai kegunaan membran kulit telur dan
tetrasiklin.
2. Mengetahui fungsi HCl 5N dalam ikatan obat-protein.
3. Memberikan pemahaman mengenai pengaruh ikatan obat dengan protein
terhadap difusi obat.
4. Memberikan pemahaman mengenai perbedaan difusi obat pada medium
serum dan plasma darah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagian besar obat berikatan dengan protein plasma hingga tingkat tertentu,
terutama albumin, α1-acid glycoprotein, dan lipoprotein. Obat yang bersifat asam
utamanya berikatan dengan albumin, sedangkan obat yang bersifat basa berikatan
dengan α1-acid glycoprotein. Ikatan protein mempengaruhi baik distribusi obat
(karena hanya fraksi yang bebas atau tidak berikatan yang bisa melewati membran
sel) dan efek obat, yang kembali lagi karena fraksi bebaslah yang menentukan
konsentrasi obat yang berikatan pada reseptor (Ratnadi dan Ida, 2017).
Tingkat ikatan protein sebanding dengan solubilitas obat terhadap lipid. Hal
ini karena obat yang hidrofobik lebih mudah berikatan dengan protein plasma dan
lipid lemak. Obat anestesi intravena, yang cenderung cukup poten, jumlah lokasi
ikatan protein di dalam plasma jauh melebihi jumlah lokasi yang benar-benar
berikatan. Ikatan obat dengan albumin plasma bersifat non selektif, dan obat
dengan karakteristik psikokemikal yang mirip, dapat berkompetisi satu sama lain
dan dengan zat endogen untuk berikatan dengan protein, misalnya sulfonamid bisa
menggeser bilirubin yang tidak terkonjugasi dari ikatannya dengan albumin, dan
berisiko terjadi bilirubin ensefalopati pada neonates (Ratnadi dan Ida, 2017).
3
Reseptor adalah molekul protein yang secara normal diaktivasi oleh
transmitor atau hormon. Saat ini banyak reseptor yang telah banyak diklon dan
diketahui urutan asam aminonya.Reseptor obat adalah suatu makromolekul dapat
berupa lipoprotein, asam nukleat yang jelas dan spesifik terdapat dalam jaringan
sel hidup, mengandung gugus-gugus fungsional atau atom-atom terorganisasi
(Cartika, 2016). Berdasarkan bentuknya, protein terbagi menjadi dua golongan,
yaitu yang pertama Protein globular, terdiri dari polipeptida yang bergabung satu
sama lain (berlipat rapat) membentuk bulat padat. Contohnya enzim, albumin,
globulin, protamin. Protein inilarut dalam air, asam, basa, dan etanol. Sedangkan
yang kedua Protein serabut (fibrous protein), terdiri dari peptida berantai panjang
dan berupa serat-serat yang tersusun memanjang, dan memberikan peran struktural
atau pelindung. Contohnya fibroin pada sutera dankeratin pada rambut dan bulu
domba. Protein ini tidak larut dalam air, asam, dan basa (Winarno, 1997).
Struktur sekunder dari suatu protein meliputi sutau pelipatan pada rantai
polipeptida. Secara umum ada dua bentuk umum dari struktur sekunder, yaitu
heliks alfa dan pleated sheet. Bentuk heliks alfa adalah silindris, terjadi karena
adanya ikatan hydrogen yang parallel sepanjang sumbu helixnya. Pada tipe pleated
Struktur tersier protein adalah bentuk atau susunan tiga dimensi dari semua
asam amino di dalam polipeptida. Lapisan yang tumpang tindih di atas pola
4
struktur sekunder adalah struktur tersier protein, yang terdiri atas pemutarbalikan
tak beraturan dari ikatan antar rantai–rantai samping berbagai asam amino. Bentuk
protein secara alamiah atau bentuk protein aktif berada dalam bentuk struktur
tersier yang ditentukan oleh banyak ikatan non kovalen (Campbell,1999).
Telur merupakan salah satu protein hewani yang dibutuhkan oleh tubuh, dan
menganding asam amino esensial yang lengkap. Terlur banyak dikonsumsi oleh
masyarakat karena mudah diolah, harganya murah, dan memiliki kandungan zat
yan sempurna. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi
selain adk, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis
unggas, seperti ayam dan bebek. Telur sebagai sumber protein sehari-hari. Telur
sebagai sumber protein mem[unyai banyak keunggulan antara lain, ikan ,daging,
ayam. Tahu, tempe, dan lain-lain. Telur mempunyai cita rasa yang enak sehingga
digemari (Dudusola, 2010).
Ikatan protein terdiri dari proses, yaitu proses reversible adalah proses yang
dapat bolak balikatau bolak balik dan irreversible adalah tidak dapat balik. Ikatan
obat dengan protein melalui proses bolak balik menyatakan secara tidak langsung
bahwa obat mengikat protein dengan suatu ikatan kimia yang lemah. Sedangkan
ikatan obat dengan protein yang melalui proses tidak dapat balik diperoleh dari
hasil aktifasi kimia dimana adanya pengikatan yang kuat terhadap protein dengan
ikatan kimia kovalen (Winarno, 1997).
Pengikatan obat pada yang terdapat dalam tubuh mempengaruhi kerja dengan
cara mempermudah distribusi obat keseluruh tubuh, menonaktifkan obat dengan
tidak memberi kemungkinan konsentrasi obat yang bebas untuk berkembang pada
tempat reseptor, mempengaruhi lama kerja suatu obat dan menurunkan ekskresi
suatu obat (Winarno, 1997).
5
Telur merupakan sumber protein hewani, yang mempunyai gizi
tinggi,diantaranya yaitu sumber vitamin A, vitamin B, niasin, timin, riboflavin,
vitamin E dan vitamin D. Dalam satu telur, putih telur mempunyai persentase yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kuning telur. Satu butir telur seberat 53 gr
mengandung putih telur 65,64%, kuning telur 23,61% dan cangkang telur 10,75%.
Putih telur mengandung protein yang tinggi. Protein putih telur terususun dari
ovalabumin sebanyak 54% (Woodward, 1990).
Kulit telur atau cangkang tersusun atas kalsium karbonat (94%), magnesium
karbonat (1%), kalsium phosphat (1%) dan 4% bahan organik. Cangkang telur ini
mempunyai fungsi yang sangat penting antara lain mempertahankan bentuk telur
dan melindungi telur dari pengaruh lingkungan luar (Powrie et al., 1996). Secara
mikroskopik di cangkang telur terdapat pori-pori dengan jumlah dan ukuran yang
berbeda-beda untuk setiap jenis telur. Jumlah dan ukuran pori-pori telur tersebut
berbanding lurus dengan besarnya telur (Romanoff and Romanoff, 1963).
Serum adalah bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel darah dan
faktor-faktor pembekuan darah. Protein-protein koagulasi lainnya dan protein yang
tidak terkait dengan hemostasis, tetap berada dalam serum dengan kadar serupa
dalam plasma. Apabila proses koagulasi berlangsung secara abnormal, serum
mungkin mengandung sisa fibrinogen dan produk pemecahan fibrinogen atau
protrombin yang belum di konevensi (Sacher dan McPerson, 2012).
atau dengan mudah dapat dilepaskan dari dinding tabung. Selain itu akan
tampak pula bagian cair dari darah. Bagian ini, karena sudah terpisah dari
gumpalan darah maka tidak lagi berwarna merah keruh akan tetapi berwarna
kuning jernih. Gumpalan darah tersebut terdiri atas seluruh unsur figuratif darah
yang telah mengalami proses penggumpalan atau koagulasi spontan, sehingga
terpisah dari unsur larutan yang berwarna kuning jernih (Nugraha, 2015).
6
Plasma adalah bagian cair dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah
tetapi masih mengandung faktor-faktor pembekuan darah. Plasma diperoleh
dengan cara memisahkan sel-sel darah dari darah (whole blood) dengan cara
sentrifugasi. Plasma yang terbentuk memiliki komposisi faktor pembekuan yang
berbeda sesuai dengan jenis antikoagulan yang ditambahkan. Terdapat perbedaan
yang jelas antara serum dan plasma. Plasma mencegah proses penggumpalan darah
sedangkan serum membiarkan terjadinya proses penggumpalan darah. Plasma
mengandung senyawa fibrinogen yaitu suatu protein darah yang berubah menjadi
jaring dari serat-serat fibrin pada peristiwa penggumpalan, dimana senyawa
tersebut sudah tidak ada lagi dalam serum (Nugraha, 2015).
7
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
8
dengan melubangi bagian atas telur dan keluarkan isinya. Membran yang telah
terpisah dari cangkangnya dicuci dengan air suling hingga bersih.
3. Studi Ikatan Protein dengan Tetrasiklin
a. Membran kulit telur diikat pada salah satu ujung silinder kaca terbuka
sebagai kompartemen protein (donor).
b. Gunakan beker gelas 25 mL sebagai kompartemen non protein (aseptor)
dan isi dengan 20 mL air suling.
c. Tempatkan obat (1 mg/mL) dari 2 mL ke dalam tabung dan celupkan ke
dalam beker gelas, jaga larutan obat secara tepat dimana terdapat air pada
kompartemen luar dan atur posisi tetap berdiri.
d. Aduk menggunakan magnetic stirer pada kompartemen non protein dan
jaga suhu pada 35 ± 2⁰C.
e. Ukur absorbansi larutan tetrasiklin dengan dipipet 1 mL sampel dan ganti
dengan 1 mL aquadest pada interval waktu 5, 10, 15, 30, 60, 90 menit
menggunakan spektrofotometer UV-Vis (λ 360 nm).
f. Ulangi percobaan diatas dengan menggunakan 1 mL plasma darah
manusia dan larutan obat (2 mg/1mL) pada kompartemen protein dan
tentukan persentase obat yang terlepas dengan periode waktu yang sama.
g. Ulangi kembali percobaan menggunakan 1 mL serum darah manusia dan
larutan obat (2 mg/1 mL) pada kompartemen protein dan tentukan
presentase obat yang terlepas.
h. Buat plot grafik antara persen pelepasan obat kumulatif terhadap waktu.
9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
dengan reseptornyan. Ikatan obat dengan protein itu sendiri berupa
bentuk adanya interaksi obat didalam tubuh dengan protein plasma atau
makromolekul lainnya. Ikatan obat dengan protein juga memiliki
pengaruh penting terhadap proses farmakokinetika obat didalam tubuh,
sehingga hasil akhirnya pun akan berpengaruh pada efek terapi yang
ditimbulkan oleh obat. Hal ini disebabkan oleh obat yang membentuk
ikatan dengan protein tidak akan mengalami difusi.
Metode yang digunakan dalam studi mengenai ikatan obat-protein ini
menggunakan metode dialysis dinamis. Metode dialysis dinamis juga
dipilih karena dapat menghitung persentase konsentrasi obat yang terikat
dilarutan protein. Metode dialysis dinamis didasarkan pada laju terikatnya
konsentrasi obat pada larutan protein. Berbeda waktu maka akan berbeda
pula jumlah konsentrasi obat yang terikat pada protein, hal tersebut
dibuktikan dari data absorbansi yang akan dihasilkan dari spektrofotometri
UV/Vis yang semakin besar seiring berjalannya waktu.
Metode dialysis dinamis ini digunakan untuk mengetahui konsentrasi
obat yang berikatan dalam larutan protein. Metode ini didasarkan pada
laju hilangnya obat dari sel dialysis. Metode ini dapat digambarkan pada
saat dilakukan spektrofotometri dengan hasil absorbansi per waktu yang
digunakan akan berbeda-beda. Semakin lama waktu yang digunakan maka
akan semakin besar hasil absorbansinya, dan artinya akan semakin tinggi
konsentrasi obat yang terlepas pada sel difusi.
Percobaan kali ini menggunkan zat aktif yang berupa
tetrasiklin.Ttetrasiklin bekerja dengan menghambat atau menginhibisi
sintesis protein dengan cara mengganggu sub unit protein pada 30 s
ribosom. Alasan digunakan zat aktif berupa tetrasiklin ini karena
mempunyai mekanisme kerja yang berhubungan dengan protein selain itu,
tetrasiklin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh dengan
beikatan bersama protein pada plasma darah sehingga sangat tepat dan
linear pada parameter pengamatan yang diinginkan.
Selain tetrasiklin sebagai zat aktif digunakan juga plasma darah. Pasma
darah ini digunakan untuk percoban difusi dengan membandingkan hasil
11
difusi yang diperoleh dengan hasil difusi pada membrane kulit telur.
Plasma darah digunakan dengan alasan kandungan dari plasma darah
berupa albumin yang paling bertanggung jawab dengan ikatan protein.
Albumin yang diproduksi oleh tubuh dalam plasma darahs sekitar 60%
sebagai persentase tertinggi untuk setiap komponen yang ada dalam
plasma darah. Albumin berfungsi sebagai pembentukan jaringan sel baru,
mempercepat pemulihan jaringan, memelihara keseimbangan cairan
dalam tubuh.
Selanjutnya digunakan berupa cangkang telur. Alasan digunakannya
cangkang telur karena pada cangkang telur terdapat kulit telur. Kulit telur
mempunyai kandungan-kandungan yang kompleks seperti kalsium.
Membrane telur mempunyai kandungan albumin yang sama seperti
kandungan albumin seperti pada plasma darah.. Kandungan albumin
dalam membrane darah hasil dari difusinya akan dibandingkan dengan
hasil difusi dari kandungan albumin pada plasma darah sebagai upaya
melihat laju difusi dari keduanya.
Bahan lain yang digunakan berupa asam klorida. Asam klorida
digunakan sebagai pelarut pada perendaman cangkang telur. Alasan
digunakannya asam klorida ini dapat menyebabkan ikatan yang kompleks
antara kalsium klorida sebagai kandungan pada cangkang telur dan asam
klorida. Asam klorida akan merusak kalsium yang ada pada cangkang
telur sehingga membrane pada cangkang telur akan terlepas dari cangkang
telur dan dapat digunakan dalam percobaan tahap berikutnya.
Percobaan pertama yang dilakukan pada pengujian studi ikatan obat
dengan protein berupa dengan pembuatan kurva baku dari tetrasiklin.
Pembuatan kurva baku digunakan untuk mencari persamaan regresi linear
sehingga dapat digunakan dalam pencarian suatu kadar yang
absorbansinya sudah diukur. Konsentrasi tetrasiklin yang digunakan
dalam aquadest berupa 2 ppm, 4 ppm, 6
14
Tabel 2. Sample 1 (2 mg tetrasiklin/2 ml aquadest)
Kadar % pelepasan
T (menit) Abs
(µg/ml) obat kumulatif
Kadar % pelepasan
T (menit) Abs
(µg/ml) obat kumulatif
10 -0,053 14 1,4 %
15 -0,053 14 1,4 %
Kadar % pelepasan
T (menit) Abs
(µg/ml) obat kumulatif
15
60 -0,128 23,933 2,39 %
16
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Metode yang digunakan untuk mempelajari ikatan obat dengan
protein yaitu dialisis dinamis.
5.2 Saran
Percobaan harus dilakukan dengan teliti agar perbandingan persen
pelepasan kumulatif yang diperoleh sesuai dengan literatur.
17
DAFTAR PUSTAKA
Arif Abdullah, Agus Budiyanto, Hoerudin. 2013, Nilai Indeks Glikemik Produk
Pangan dan Faktor-Faktor yang Memengaruhinya, J. Litbang Pert., 32(3):
91- 99.
Abu bakar Sidik Katiti. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi
Ilmu. Vol. II, No 05.
Campbell, Neil A., and Reece, Jane B.1999. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Dudusola, I. O. (2010).Comparative evalution of internal and external qualities of
eggs from quail and guinea fowl. International research journal of plant
science, 1, (5), 112- 115.
Jawetz, E., Melnick, J.L. & Adelberg, E.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran,
diterjemahkan oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E. B., Mertaniasih, N. M.,
Harsono, S., Alimsardjono, L., Edisi XXII, 327-335, 362-363, Penerbit
Salemba Medika, Jakarta
Muchtadi, D., Palupi, N. S., Astawan, M. (1993). Metabolisme zat gizi. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Romanoff, A.L. and A.J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2 nd Edition. Jhon
Wiley and Sons, Inc., New York.
Sacher, R. A. and McPherson, R. A. (2012) Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi 11. Alih Bahasa: H. Hartanto. Jakarta: EGC.
Suhara. 2008. Dasar – Dasar Biokimia . Prisma Press, Bandung, Indonesia.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Pustaka Gramedia Utama: Jakarta.
Woodward, F.H, 1980. Managing the Transport Service Function. London:
Gower
Press.
18
Cartika, H. 2016, Modul Cetak Bahan Ajar Farmasi Kimia Farmasi, Pusdik SDM
Kesehatan, Jakarta, Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2020, Farmakope Indonesia Edisi 6,
Depkes RI, Jakarta, Indonesia.
19