Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA FARMAKOKINETIKA

STUDI TENTANG IKATAN PROTEIN MENGGUNAKAN METODE


DIALISIS DINAMIS

Disusun oleh :

Zarria Amara 08061382025084

Dosen Pengampu : apt. Dina Permata Wijaya, M. Si.

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2022
i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT , atas berkah dan
rahmat serta hidayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah teknologi farmasi sediaan biofarmasi ini. Semoga Allah SWT selalu
memberikan kesehatan, kemudahan serta keselamatan kepada semua yang terlibat
dalam pembuatan makalah ini.
Penulis ingin bereterima kasih kepada dosen mata kuliah Praktikum biofar
yang telah memberikan pembelajaran kepada kami serta Asisten Laboratorium
yang senantiasa membimbing kami selama praktikum. Penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam pengerjaan makalah ini. Penulis
juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan untuk
kemajuan pengetahuan terutama dalam hal mata kuliah biofar, sehingga
diharapkan dapat memberikan pedoman untuk pembelajaran serta dapat
memberikan petunjuk penulisan yang teratur dan tersusun rapi tanpa ada unsur
kesengajaan yang sama dari pihak lainnya.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembacanya agar dapat memperluas
pengetahuan kita semua.

Indralaya, 06 Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
1.4 Manfaat.........................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3
BAB III..................................................................................................................16
METODOLOGI PENELITIAN.........................................................................16
3.1 Waktu dan Tempat....................................................................................16
3.2 Alat dan Bahan...........................................................................................16
3.2.1 Alat........................................................................................................16
3.2.2 Bahan....................................................................................................16
3.3 Prosedur Kerja...........................................................................................16
BAB IV..................................................................................................................18
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................18
BAB V....................................................................................................................22
PENUTUP.............................................................................................................22
5.1 Kesimpulan.................................................................................................22
5.2 Saran............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

iii
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Protein adalah senyawa organic kompleks berbobot molekul tinggi yangmeru
pakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama
lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting
dalamstruktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Protein berfungsi
sebagai katalisator, sebagai pengangkut dan penyimpan molekul lain seperti
oksigen, mendukung secara mekanis sistem kekebalan (imunitas) tubuh,
menghasilkan pergerakan tubuh, sebagai transmitor gerakan syaraf dan
mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan (Sidik K, 2009).

Protein adalah zat makanan yang mengandung nitrogen yang merupakan


faktor penting untuk fungsi tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah
air. Fungsi utama mengkonsumsi protein adalah untuk memenuhi kebutuhan
nitrogen dan asam amino, untuk sintesis protein tubuh dan substansi lain yang
mengandung nitrogen. Defisiensi protein dapat mengakibatkan terganggunya
proses metabolisme tubuh, sertta dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap
suatu penyakit (Muchtadi et al., 1993).

Peran dan aktivitas protein dalam proses biologis antara lain sebagai katalis
enzimatik, bahwa hampir semua reaksi kimia dalam ·sistem biologi dikatalis oleh
makromolekul yang disebut enzim yang merupakan satu jenis protein. Peran
lainnya dari protein dalam sistem biologi adalah sebagai transport, penyimpanan
dan koordinasi gerak. Asam amino adalah senyawa organik yang memiliki gugus
fungsional karboksil (COOH) dan amina (NH2). Asam amino merupakan molekul
yang digunakan untuk membangun protein. Dalam biokimia seringkali
pengertiannya dipersempit, keduanya terikat pada satu atom karbon yang sama
yang disebut atom C alfa. Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus
amina memberikan sifat basa (Sidik K, 2009).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengapa membran kulit telur dan tetrasiklin digunakan dalam studi ikatan
protein dengan metode dialisis dinamis?
2. Apa fungsi HCl 5N dalam studi ikatan protein dengan metode dialisis
dinamis?
3. Bagaimana pengaruh ikatan obat dengan protein terhadap difusi obat?
4. Apa perbedaan difusi obat pada medium serum dan plasma darah?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kegunaan membran kulit telur dan tetrasiklin.
2. Untuk mengetahui fungsi HCl 5N dalam studi ikatan protein dengan
metode dialisis dinamis.
3. Untuk memahami pengaruh ikatan obat dengan protein terhadap difusi obat.
4. Untuk mengetahui perbedaan difusi obat pada medium serum dan plasma
darah.
1.4 Manfaat
1. Memberikan pemahaman mengenai kegunaan membran kulit telur dan
tetrasiklin.
2. Mengetahui fungsi HCl 5N dalam ikatan obat-protein.
3. Memberikan pemahaman mengenai pengaruh ikatan obat dengan protein
terhadap difusi obat.
4. Memberikan pemahaman mengenai perbedaan difusi obat pada medium
serum dan plasma darah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sebagian besar obat berikatan dengan protein plasma hingga tingkat tertentu,
terutama albumin, α1-acid glycoprotein, dan lipoprotein. Obat yang bersifat asam
utamanya berikatan dengan albumin, sedangkan obat yang bersifat basa berikatan
dengan α1-acid glycoprotein. Ikatan protein mempengaruhi baik distribusi obat
(karena hanya fraksi yang bebas atau tidak berikatan yang bisa melewati membran
sel) dan efek obat, yang kembali lagi karena fraksi bebaslah yang menentukan
konsentrasi obat yang berikatan pada reseptor (Ratnadi dan Ida, 2017).

Tingkat ikatan protein sebanding dengan solubilitas obat terhadap lipid. Hal
ini karena obat yang hidrofobik lebih mudah berikatan dengan protein plasma dan
lipid lemak. Obat anestesi intravena, yang cenderung cukup poten, jumlah lokasi
ikatan protein di dalam plasma jauh melebihi jumlah lokasi yang benar-benar
berikatan. Ikatan obat dengan albumin plasma bersifat non selektif, dan obat
dengan karakteristik psikokemikal yang mirip, dapat berkompetisi satu sama lain
dan dengan zat endogen untuk berikatan dengan protein, misalnya sulfonamid bisa
menggeser bilirubin yang tidak terkonjugasi dari ikatannya dengan albumin, dan
berisiko terjadi bilirubin ensefalopati pada neonates (Ratnadi dan Ida, 2017).

Peningkatan fraksi bebas obat dapat meningkatkan efek farmakologi obat,


tetapi dalam prakteknya masih diragukan apakah terjadi perubahan efek
farmakologi. Hal ini dikarenakan fraksi yang tidak berikatan akan mengalami
penyeimbangan di seluruh tubuh, termasuk pada reseptor. Protein plasma hanya
sebagian kecil dari total tempat berikatan obat di dalam tubuh. Karena konsentrasi
obat bebas di plasma dan jaringan menggambarkan bagian dari seluruh binding
sites, tidak hanya binding sites plasma, konsentrasi obat bebas yang sesungguhnya
yang mendorong atau menarik obat dari reseptor berubah hanya sedikit dengan
adanya perubahan pada konsentrasi protein plasma (Ratnadi dan Ida, 2017).

3
Reseptor adalah molekul protein yang secara normal diaktivasi oleh
transmitor atau hormon. Saat ini banyak reseptor yang telah banyak diklon dan
diketahui urutan asam aminonya.Reseptor obat adalah suatu makromolekul dapat
berupa lipoprotein, asam nukleat yang jelas dan spesifik terdapat dalam jaringan
sel hidup, mengandung gugus-gugus fungsional atau atom-atom terorganisasi
(Cartika, 2016). Berdasarkan bentuknya, protein terbagi menjadi dua golongan,
yaitu yang pertama Protein globular, terdiri dari polipeptida yang bergabung satu
sama lain (berlipat rapat) membentuk bulat padat. Contohnya enzim, albumin,
globulin, protamin. Protein inilarut dalam air, asam, basa, dan etanol. Sedangkan
yang kedua Protein serabut (fibrous protein), terdiri dari peptida berantai panjang
dan berupa serat-serat yang tersusun memanjang, dan memberikan peran struktural
atau pelindung. Contohnya fibroin pada sutera dankeratin pada rambut dan bulu
domba. Protein ini tidak larut dalam air, asam, dan basa (Winarno, 1997).

Rantai polipeptida melipat sedemikian rupa membentuk suatu struktur yang


khas (konformasi) dalam protein. Konformasi tersebut merupakan bentuk tiga
dimensi suatu protein. Terdapat empat struktur pada protein, yaitu struktur primer,
sekunder, tersier, dan quartener. Suatu urutan linier asam amino yang bergabung
melalui ikatan peptide disebut struktur primer protein. Setiap jenis protein
memiliki struktur primer yang unik, suatu urutan asam-asam amino yang tepat.
Perubahan yang sedikit sekali pun dalam struktur primer akan dapat
mempengaruhi konformasi protein dan kemampuannya untuk digunakan (Suhara,
2008).

Struktur sekunder dari suatu protein meliputi sutau pelipatan pada rantai
polipeptida. Secara umum ada dua bentuk umum dari struktur sekunder, yaitu
heliks alfa dan pleated sheet. Bentuk heliks alfa adalah silindris, terjadi karena
adanya ikatan hydrogen yang parallel sepanjang sumbu helixnya. Pada tipe pleated

sheet, ikatan hydrogen terbentuk di antara rantai polipeptida yang berdekatan


atau berdampingan secara parallel atau anti paralel (Suhara, 2008).

Struktur tersier protein adalah bentuk atau susunan tiga dimensi dari semua
asam amino di dalam polipeptida. Lapisan yang tumpang tindih di atas pola
4
struktur sekunder adalah struktur tersier protein, yang terdiri atas pemutarbalikan
tak beraturan dari ikatan antar rantai–rantai samping berbagai asam amino. Bentuk
protein secara alamiah atau bentuk protein aktif berada dalam bentuk struktur
tersier yang ditentukan oleh banyak ikatan non kovalen (Campbell,1999).

Telur merupakan salah satu protein hewani yang dibutuhkan oleh tubuh, dan
menganding asam amino esensial yang lengkap. Terlur banyak dikonsumsi oleh
masyarakat karena mudah diolah, harganya murah, dan memiliki kandungan zat
yan sempurna. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi
selain adk, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis
unggas, seperti ayam dan bebek. Telur sebagai sumber protein sehari-hari. Telur
sebagai sumber protein mem[unyai banyak keunggulan antara lain, ikan ,daging,
ayam. Tahu, tempe, dan lain-lain. Telur mempunyai cita rasa yang enak sehingga
digemari (Dudusola, 2010).

Metode dialysis dinamis menggunakan dinamika aliran untuk meningkatkan


kecepatan dan efisiensi dialysis. Mengedarkan sampel dialysis menciptakan
kemungkinan gradient konsentrasi meningkat signifikan sehingga mengurangi
dialysis. suatu obat dapat melakukan interaksi dengan jaringan protein atau
makromolekul lain yang akan membentuk sormasi kompleks obat dengan protein
itulah yang disebut dengan ikatan protein (Suhara, 2008).

Ikatan protein terdiri dari proses, yaitu proses reversible adalah proses yang
dapat bolak balikatau bolak balik dan irreversible adalah tidak dapat balik. Ikatan
obat dengan protein melalui proses bolak balik menyatakan secara tidak langsung
bahwa obat mengikat protein dengan suatu ikatan kimia yang lemah. Sedangkan
ikatan obat dengan protein yang melalui proses tidak dapat balik diperoleh dari
hasil aktifasi kimia dimana adanya pengikatan yang kuat terhadap protein dengan
ikatan kimia kovalen (Winarno, 1997).

Pengikatan obat pada yang terdapat dalam tubuh mempengaruhi kerja dengan
cara mempermudah distribusi obat keseluruh tubuh, menonaktifkan obat dengan
tidak memberi kemungkinan konsentrasi obat yang bebas untuk berkembang pada
tempat reseptor, mempengaruhi lama kerja suatu obat dan menurunkan ekskresi
suatu obat (Winarno, 1997).

5
Telur merupakan sumber protein hewani, yang mempunyai gizi
tinggi,diantaranya yaitu sumber vitamin A, vitamin B, niasin, timin, riboflavin,
vitamin E dan vitamin D. Dalam satu telur, putih telur mempunyai persentase yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kuning telur. Satu butir telur seberat 53 gr
mengandung putih telur 65,64%, kuning telur 23,61% dan cangkang telur 10,75%.
Putih telur mengandung protein yang tinggi. Protein putih telur terususun dari
ovalabumin sebanyak 54% (Woodward, 1990).

Kulit telur atau cangkang tersusun atas kalsium karbonat (94%), magnesium
karbonat (1%), kalsium phosphat (1%) dan 4% bahan organik. Cangkang telur ini
mempunyai fungsi yang sangat penting antara lain mempertahankan bentuk telur
dan melindungi telur dari pengaruh lingkungan luar (Powrie et al., 1996). Secara
mikroskopik di cangkang telur terdapat pori-pori dengan jumlah dan ukuran yang
berbeda-beda untuk setiap jenis telur. Jumlah dan ukuran pori-pori telur tersebut
berbanding lurus dengan besarnya telur (Romanoff and Romanoff, 1963).

Serum adalah bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel darah dan
faktor-faktor pembekuan darah. Protein-protein koagulasi lainnya dan protein yang
tidak terkait dengan hemostasis, tetap berada dalam serum dengan kadar serupa
dalam plasma. Apabila proses koagulasi berlangsung secara abnormal, serum
mungkin mengandung sisa fibrinogen dan produk pemecahan fibrinogen atau
protrombin yang belum di konevensi (Sacher dan McPerson, 2012).

Serum diperoleh dari spesimen darah yang tidak ditambahkan antikoagulan


dengan cara memisahkan darah menjadi 2 bagian dengan menggunakan sentrifuge,
setelah darah didiamkan hingga membeku kurang lebih 15 menit. Setelah
disentrifugasi akan tampak gumpalan darah yang bentuknya tidak beraturan dan
bila penggumpalan berlangsung sempurna, gumpalan darah tersebut akan terlepas

atau dengan mudah dapat dilepaskan dari dinding tabung. Selain itu akan
tampak pula bagian cair dari darah. Bagian ini, karena sudah terpisah dari
gumpalan darah maka tidak lagi berwarna merah keruh akan tetapi berwarna
kuning jernih. Gumpalan darah tersebut terdiri atas seluruh unsur figuratif darah
yang telah mengalami proses penggumpalan atau koagulasi spontan, sehingga
terpisah dari unsur larutan yang berwarna kuning jernih (Nugraha, 2015).

6
Plasma adalah bagian cair dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah
tetapi masih mengandung faktor-faktor pembekuan darah. Plasma diperoleh
dengan cara memisahkan sel-sel darah dari darah (whole blood) dengan cara
sentrifugasi. Plasma yang terbentuk memiliki komposisi faktor pembekuan yang
berbeda sesuai dengan jenis antikoagulan yang ditambahkan. Terdapat perbedaan
yang jelas antara serum dan plasma. Plasma mencegah proses penggumpalan darah
sedangkan serum membiarkan terjadinya proses penggumpalan darah. Plasma
mengandung senyawa fibrinogen yaitu suatu protein darah yang berubah menjadi
jaring dari serat-serat fibrin pada peristiwa penggumpalan, dimana senyawa
tersebut sudah tidak ada lagi dalam serum (Nugraha, 2015).

Tetrasiklin merupakan obat yang diabsorbsi dari saluran usus dan


didistribusikan secara luas pada jaringan tubuh, tapi sedikit masuk kecairan
serebrospinal. Obat ini diekskresikan melalui empedu dan tinja. Kelompok
tetrasiklin dihasilkan oleh mikroorganisme genus streptomyces. Tetrasiklin
berperan menghambat sintesis protein bakteri dengan cara berikatan (Jawetz,
2005).

Tetrasiklin berperan menghambat sintesis protein bakteri dengan cara


berikatan pada bagian 16S ribosom dan subunit 30S, sehingga mencegah
aminoasil-tRNA terikat pada situs A (situs aktif) pada ribosom. Tetrasiklin sangat
efektif terhadap sejumlah bakteri Gram positif, Gram negatif, dan klamidia,
sehingga terkenal dengan antibiotik berspektrum luas. Pasien yang mendapat
tetrasiklin umumnya mengeluh gangguan gastrointestinal (mual, muntah, diare),
ruam kulit, lesi selaput lendir, dan demam (Jawetz, 2005).

7
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian dilakukan pada 12 Oktober 2022 hari Rabu pukul 15.00-17.00 WIB
di Laboratorium Farmakologi Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Spektrofotometer UV-VIS 1 buah, magnetic stirrer 3 buah, alat dialisis
dinamis 3 buah, beaker glass 3 buah, gelas ukur 3 buah, pipet tetes 6 buah dan
labu ukur 3 buah.
3.2.2 Bahan
Tetrasiklin 150 mg, serum darah 5 ml, plasma darah 5 ml, membrane telur 3
lembar dan air suling secukupnya.
3.3 Prosedur Kerja
1. Pembuatan Kurva Kalibrasi Tetrasiklin
a. Persiapan larutan stok standar: larutan stok standar dibuat dari tetrasiklin
100 mg yang dilarutkan dalam 100 ml aquadest, lalu ambil 10 mL larutan
dan encerkan sampai 100 mL.
b. Persiapan larutan: pipet larutan stok standar 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1 dan 1,5
mL ke dalam labu ukur 10 mL dan atur volume untuk mendapatkan
konsentrasi kisaran 2-15 μg/mL.
c. Pengukuran absorbansi larutan standar dilakukan pada panjang gelombang
360 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan ukur absorbansi air
sebagai blanko. Buat plot grafik absorbansi terhadap konsentrasi dan
tentukan slop dan intersepnya.
2. Persiapan Membran Kulit Telur
Membran kulit telur dapat diperoleh dengan merendam telur ayam mentah
dalam larutan HCl 0,5 N atau. Biarkan cangkang telur terendam sampai
melunak kemudian pisahkan bagian membran kulit telur dari cangkangnya

8
dengan melubangi bagian atas telur dan keluarkan isinya. Membran yang telah
terpisah dari cangkangnya dicuci dengan air suling hingga bersih.
3. Studi Ikatan Protein dengan Tetrasiklin
a. Membran kulit telur diikat pada salah satu ujung silinder kaca terbuka
sebagai kompartemen protein (donor).
b. Gunakan beker gelas 25 mL sebagai kompartemen non protein (aseptor)
dan isi dengan 20 mL air suling.
c. Tempatkan obat (1 mg/mL) dari 2 mL ke dalam tabung dan celupkan ke
dalam beker gelas, jaga larutan obat secara tepat dimana terdapat air pada
kompartemen luar dan atur posisi tetap berdiri.
d. Aduk menggunakan magnetic stirer pada kompartemen non protein dan
jaga suhu pada 35 ± 2⁰C.
e. Ukur absorbansi larutan tetrasiklin dengan dipipet 1 mL sampel dan ganti
dengan 1 mL aquadest pada interval waktu 5, 10, 15, 30, 60, 90 menit
menggunakan spektrofotometer UV-Vis (λ 360 nm).
f. Ulangi percobaan diatas dengan menggunakan 1 mL plasma darah
manusia dan larutan obat (2 mg/1mL) pada kompartemen protein dan
tentukan persentase obat yang terlepas dengan periode waktu yang sama.
g. Ulangi kembali percobaan menggunakan 1 mL serum darah manusia dan
larutan obat (2 mg/1 mL) pada kompartemen protein dan tentukan
presentase obat yang terlepas.
h. Buat plot grafik antara persen pelepasan obat kumulatif terhadap waktu.

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan percobaan praktikum biofarmasetika dan farmakokinetika


yang kedelapan ini mengenai studi tentang ikatan protein menggunakan
metode dialisis dinamis. Praktikum ini bertujuan untuk memahami
pengaruh ikatan protein pada difusi obat dengan metode dialisis dinamis,
mengetahui pengertian protein, dan mengetahui pengaruh ikatan protein
pada difusi obat dan mampu memahami metode dialisi dinamis.
Percobaan kali ini dilakukan dengan menggunakan alat-alat diantaranya
spektrofotometri UV/Vis, magnetic stirrer, alat dialysis dinamis, beaker
glass, dan labu ukur. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan berupa
cangkang telur ayam, tetrasiklin, aquadest, plasma dan serum darah.
Protein adalah senyawa organic kompleks berbobot molekul tinggi
yangmer upakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang
dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein
mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur
serta fosfor. Protein berperan penting dalamstruktur dan fungsi semua sel
makhluk hidup dan virus. Protein berfungsi sebagai katalisator, sebagai
pengangkut dan penyimpan molekul lain seperti oksigen, mendukung
secara mekanis sistem kekebalan (imunitas) tubuh, menghasilkan
pergerakan tubuh, sebagai transmitor gerakan syaraf dan mengendalikan
pertumbuhan dan perkembangan.
Fungsi utama mengkonsumsi protein adalah untuk memenuhi
kebutuhan nitrogen dan asam amino, untuk sintesis protein tubuh dan
substansi lain yang mengandung nitrogen. Defisiensi protein dapat
mengakibatkan terganggunya proses metabolisme tubuh, sertta dapat
menurunkan daya tahan tubuh terhadap suatu penyakit.
Ikatan obat-protein membahasan menyangkut masalah farmakologi
dari suatu obat yang digunakan. Prinsip ikatan protein dengan obat
seringkali digambarkan dengan lock and key dimana protein tidak akan
berikatan kecuali

10
dengan reseptornyan. Ikatan obat dengan protein itu sendiri berupa
bentuk adanya interaksi obat didalam tubuh dengan protein plasma atau
makromolekul lainnya. Ikatan obat dengan protein juga memiliki
pengaruh penting terhadap proses farmakokinetika obat didalam tubuh,
sehingga hasil akhirnya pun akan berpengaruh pada efek terapi yang
ditimbulkan oleh obat. Hal ini disebabkan oleh obat yang membentuk
ikatan dengan protein tidak akan mengalami difusi.
Metode yang digunakan dalam studi mengenai ikatan obat-protein ini
menggunakan metode dialysis dinamis. Metode dialysis dinamis juga
dipilih karena dapat menghitung persentase konsentrasi obat yang terikat
dilarutan protein. Metode dialysis dinamis didasarkan pada laju terikatnya
konsentrasi obat pada larutan protein. Berbeda waktu maka akan berbeda
pula jumlah konsentrasi obat yang terikat pada protein, hal tersebut
dibuktikan dari data absorbansi yang akan dihasilkan dari spektrofotometri
UV/Vis yang semakin besar seiring berjalannya waktu.
Metode dialysis dinamis ini digunakan untuk mengetahui konsentrasi
obat yang berikatan dalam larutan protein. Metode ini didasarkan pada
laju hilangnya obat dari sel dialysis. Metode ini dapat digambarkan pada
saat dilakukan spektrofotometri dengan hasil absorbansi per waktu yang
digunakan akan berbeda-beda. Semakin lama waktu yang digunakan maka
akan semakin besar hasil absorbansinya, dan artinya akan semakin tinggi
konsentrasi obat yang terlepas pada sel difusi.
Percobaan kali ini menggunkan zat aktif yang berupa
tetrasiklin.Ttetrasiklin bekerja dengan menghambat atau menginhibisi
sintesis protein dengan cara mengganggu sub unit protein pada 30 s
ribosom. Alasan digunakan zat aktif berupa tetrasiklin ini karena
mempunyai mekanisme kerja yang berhubungan dengan protein selain itu,
tetrasiklin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh dengan
beikatan bersama protein pada plasma darah sehingga sangat tepat dan
linear pada parameter pengamatan yang diinginkan.

Selain tetrasiklin sebagai zat aktif digunakan juga plasma darah. Pasma
darah ini digunakan untuk percoban difusi dengan membandingkan hasil
11
difusi yang diperoleh dengan hasil difusi pada membrane kulit telur.
Plasma darah digunakan dengan alasan kandungan dari plasma darah
berupa albumin yang paling bertanggung jawab dengan ikatan protein.
Albumin yang diproduksi oleh tubuh dalam plasma darahs sekitar 60%
sebagai persentase tertinggi untuk setiap komponen yang ada dalam
plasma darah. Albumin berfungsi sebagai pembentukan jaringan sel baru,
mempercepat pemulihan jaringan, memelihara keseimbangan cairan
dalam tubuh.
Selanjutnya digunakan berupa cangkang telur. Alasan digunakannya
cangkang telur karena pada cangkang telur terdapat kulit telur. Kulit telur
mempunyai kandungan-kandungan yang kompleks seperti kalsium.
Membrane telur mempunyai kandungan albumin yang sama seperti
kandungan albumin seperti pada plasma darah.. Kandungan albumin
dalam membrane darah hasil dari difusinya akan dibandingkan dengan
hasil difusi dari kandungan albumin pada plasma darah sebagai upaya
melihat laju difusi dari keduanya.
Bahan lain yang digunakan berupa asam klorida. Asam klorida
digunakan sebagai pelarut pada perendaman cangkang telur. Alasan
digunakannya asam klorida ini dapat menyebabkan ikatan yang kompleks
antara kalsium klorida sebagai kandungan pada cangkang telur dan asam
klorida. Asam klorida akan merusak kalsium yang ada pada cangkang
telur sehingga membrane pada cangkang telur akan terlepas dari cangkang
telur dan dapat digunakan dalam percobaan tahap berikutnya.
Percobaan pertama yang dilakukan pada pengujian studi ikatan obat
dengan protein berupa dengan pembuatan kurva baku dari tetrasiklin.
Pembuatan kurva baku digunakan untuk mencari persamaan regresi linear
sehingga dapat digunakan dalam pencarian suatu kadar yang
absorbansinya sudah diukur. Konsentrasi tetrasiklin yang digunakan
dalam aquadest berupa 2 ppm, 4 ppm, 6

ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 15ppm. Semakin besar konsentrasi


tetrasiklin, nilai absorbansi yang dihasilkan semakin besar yaitu berturut-
turut 0,001 ; 0,006 ; 0,008 ; 0,011 ; 0,013 ; 0,018. Kenaikan tersebut
menunjukan bahwa nilai absorbansi berbanding lurus dengan besarnya
12
konsentrasi suatu zat.
Data dari hasil pembuatan kurva baku didapatkan nilai regresi sebesar
0,969. Hasil nilai regresi ini kurang baik. Nilai R yang kurang baik ini
dapat dipengaruhi oleh nilai absorbansi yang kecil. Sifat kelarutan dari
tetrasiklin yang kurang larut air distribusi membuat partikel tetrasiklin
tidak merata dan pembacaannya oleh spektrofotometri UV/Vis sedikit
sulit. Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi larutan obat
tetrasiklin. Pengukuran ini digunakan waktu 5 menit, 10 menit,15 menit,
30 menit, 60 menit, dan 90 menit. Hasil absorbansinya berturut-turut -
0,002, 0,027, 0,034, 0,040, 0,634, dan 0,669.
Nilai regresi linear yang didapatkan dari larutan terasiklin sebesar
0,889. Hasil ini menuunjukkan bahwa data absorbansi kadar obat bebas
atau tidak berikatan juga besar. Hanya fraksi obat yang tidak terikat yang
mengalami metabolisme di hati dan jaringan lain. Perubahan kadar bebas
obat kemudian mengubah volume distribusi karena obat bebas dapat
terdistribusi ke jaringan yang kemudian menyebabkan penurunan profil
konsentrasi plasma. Selanjutnya dihitung konsentrasi dari larutan obat
tetrasiklinlalu didapatkan jumlah obat yang terdifusi pada waktu 5 menit,
10 menit, 15 menit, 30 menit, 60 menit dan 90 menit berturut-turut 0.0008
mg, 0.0013 mg, 0.0014 mg, 0.0015 mg, 0.0110 mg dan 0.0116 mg.
Percobaan selanjutnya dilakukan pada absorbansi serum darah dan
tetrasiklin terhadap waktu. Waktu yang digunakan pada pengukuran ini
berupa 5 menit, 10 menit, 15 menit, 30 menit, 60 menit an 90 menit. Hasil
absorbansi yang dihasilkan berurut-turut 0,77, 0,069, 0,714, 0,117, 0,752
dan 0,174. Dari hasil pengukuran absorbansi didapatkan konsentrasi pada
masing-masing wantu dan didaptkan jumlah obat terdifusi sebesar 0,0132
mg, 0,0202 mg, 0,1234 mg, 0,0279 mg, 0,0129 mg dan 0,0370 mg.

Percobaan terakhir dilakukan pengukuran pada absorbansi plasma


darah dan tetrasiklin terhadap waktu. Waktu yang digunakan pada
pengukuran plasma darah ini berupa 5 menit, 10 menit, 15 menit, 30
menit, 60 menit an 90 menit. Nilai absorbansi yang didapat sebesar
0.6240, 0.0260, 0.6220, 0.0090, 0.6350 dan 0.0190. nilai regresi yang
didapat sebesar 0,071. Hasil pengukuran absorbansi didapatkan
13
konsentrasi pada masing-masing waktu dan didaptkan jumlah obat
terdifusi sebesar 10,9056 mg, 1,3376 mg, 10,8736 mg, 1,0656 mg,
11,0816 mg dan 1,2256 mg. kemudian didapatkan lah nilai kumulatif dari
plasma darah sebesar 545,28 %, 66,85 %, 543,25 %, 53,25 %, 554,05 %
dan 61,25 %.
ikatan obat dengan protein dikatakan kuat atau lemah mempunyai
pengaruh terhadap efek yang akan ditimbulkan dari suatu obat bisa
semakin baik ataupun semakin buruk. Ikatan obat dengan protein semakin
kuat obat tersebut terikat pada protein plasma maka efek yang dihasilkan
dari suatu obat akan semakin lambat. Efek yang semakin melambat ini
disebabkan karena ikatan kuat antara obat dan protein menyebabkan difusi
obat tidak akan terjadi. Tidak adanya difusi obat yang berlangsung
menyebabkab keterlambatan efek yang terjadi dalam tubuh terhadap obat
yang dikonsumsi bahkan ikatan kuat antara obat dengan protein plasma
dapat menyebabkan obat yang dikonsumsi tidak berefek. Interaksi obat
dengan protein akan membentuk suatu kompleks yang bersifat reversible
atau irreversible.
Volume media yang dipakai pada percobaan ini juga memberikan
suatu pengaruh terhadap hasil analisis yang dilakukan. Semakin besar
volume suatu media yang digunakan maka akan semakin besar pula
konsentrasi obat yangakan diperoleh pada hasil analisis. Hal ini terjadi
karena persen kumulatif obat yang diperoleh akan mengalami kenaikan
pada setiap interval waktu yang digunakan dalam suatu percobaan.

14
Tabel 2. Sample 1 (2 mg tetrasiklin/2 ml aquadest)

Kadar % pelepasan
T (menit) Abs
(µg/ml) obat kumulatif

5 -0,124 23,403 2,34 %

10 -0,121 23,006 2,3 %

15 -0,127 23,801 2,38 %

30 -0,136 24,993 2,499 %

60 -0,130 24,199 2,420 %

90 -0,126 23,669 2,369 %

Tabel 3. Sample 2 (2 mg tetrasiklin/1 ml aquadest dan 1 ml serum)

Kadar % pelepasan
T (menit) Abs
(µg/ml) obat kumulatif

5 -0,068 15,986 1.589 %

10 -0,053 14 1,4 %

15 -0,053 14 1,4 %

30 -0,058 14,662 1,466 %

60 -0,034 11,483 1,148 %

90 -0,011 8,437 0.84 %

Tabel 4. Sample 3 (2 mg tetrasiklin/1 ml aquadest dan 1 ml plasma)

Kadar % pelepasan
T (menit) Abs
(µg/ml) obat kumulatif

5 -0,105 20,88 2,088 %

10 -0,099 20,092 2,092 %

15 -0,109 21,417 2,14 %

30 -0,112 21,814 2,18%

15
60 -0,128 23,933 2,39 %

90 -0,110 21,550 2,15%

16
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Metode yang digunakan untuk mempelajari ikatan obat dengan
protein yaitu dialisis dinamis.

2. Protein adalah senyawa organic kompleks berbobot molekul tinggi


yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang
dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.

3. Metode dialysis dinamis didasarkan pada laju terikatnya konsentrasi


obat pada larutan protein.

4. Ikatan tetrasiklin dengan serum darah lebih kuat dibanding ikatan


tetrasiklin- plasma darah.

5. Kuat atau lemahnya suatu ikatan obat dengan protein mempunyai


pengaruh terhadap efek yang akan ditimbulkan dari suatu obat bisa
semakin baik ataupun semakin buruk.

5.2 Saran
Percobaan harus dilakukan dengan teliti agar perbandingan persen
pelepasan kumulatif yang diperoleh sesuai dengan literatur.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arif Abdullah, Agus Budiyanto, Hoerudin. 2013, Nilai Indeks Glikemik Produk
Pangan dan Faktor-Faktor yang Memengaruhinya, J. Litbang Pert., 32(3):
91- 99.
Abu bakar Sidik Katiti. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi
Ilmu. Vol. II, No 05.
Campbell, Neil A., and Reece, Jane B.1999. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Dudusola, I. O. (2010).Comparative evalution of internal and external qualities of
eggs from quail and guinea fowl. International research journal of plant
science, 1, (5), 112- 115.
Jawetz, E., Melnick, J.L. & Adelberg, E.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran,
diterjemahkan oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E. B., Mertaniasih, N. M.,
Harsono, S., Alimsardjono, L., Edisi XXII, 327-335, 362-363, Penerbit
Salemba Medika, Jakarta
Muchtadi, D., Palupi, N. S., Astawan, M. (1993). Metabolisme zat gizi. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Romanoff, A.L. and A.J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2 nd Edition. Jhon
Wiley and Sons, Inc., New York.
Sacher, R. A. and McPherson, R. A. (2012) Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi 11. Alih Bahasa: H. Hartanto. Jakarta: EGC.
Suhara. 2008. Dasar – Dasar Biokimia . Prisma Press, Bandung, Indonesia.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Pustaka Gramedia Utama: Jakarta.
Woodward, F.H, 1980. Managing the Transport Service Function. London:
Gower
Press.

Basuka, S. A, dan Neva, M. 2017, Prediksi Mekanisme Kerja Obat Terhadap


Reseptornya Secara in Silico (Studi pada Antibiotika Sefotaksim),
Prosiding, 89-94.
Battalgia, M.R., Buckingham, A.D., and William, J.H., 1980. The Electron
Quadropole Moments of Benzene and Hexafluorobenzene. Chemical
Physics Letters. 79 (3): 421-423.

18
Cartika, H. 2016, Modul Cetak Bahan Ajar Farmasi Kimia Farmasi, Pusdik SDM
Kesehatan, Jakarta, Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2020, Farmakope Indonesia Edisi 6,
Depkes RI, Jakarta, Indonesia.

19

Anda mungkin juga menyukai