Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Bagaimana Sel Menangani Protein Abnormal

DiserahkanUntukMemenuhiTugasKelompok

Mata Kuliah : Biologi Sel


Dosen Pengampu : Yayuk Putri Rahayu, S.Si., M.Si.

DisusunOleh :

KELAS – 1I
KELOMPOK – 3
NADIA SALSABILLA (212114110)
ROSALINDA MAHDALENA SINAGA (212114128)
CINDY MARLINA TAMBUNAN (212114136)
HIKMAH ROSALDI (212114142)
RIANTI (212114143)
HASTRI KHOLIFAH (212114161)

PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA (UMN) AL-WAHLIYAH
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah
dilimpahkan kepada baginda alam Rasulullah Nabi Muhammad SAW.

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Biologi Sel pada Program Sarjana, Program Studi
Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al-Wasliyah, Tahun
Ajaran 2020-2021, dengan Judul Makalah yang ditulis yaitu “Bagaimana Sel Menangani
Protein Abnormal”

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan dan menghaturkan banyak terimakasih


kepada Ibuk Yayuk Putri Rahayu, S.Si., M.Si. sebagai dosen pengampu pada mata kuliah
Biologi Sel pada Program Studi Sarjana Farmasi Universitas Muslim Nusantara (UMN) AL-
Washliyah yang telah banyak memberikan arahan baik pada perkuliahan maupun dalam
penulisan makalah ini, serta teman-teman yang telah bekerja sama dalam penyusunan
makalah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari segala kekurangan dan masih
jauh dari sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan sarannya guna
kesempurnaan dan sebagai pertimbangan karya tulis yang akan datang.

Terimakasih.

Wassalamu’aalaikum Wr. Wb.

Medan, 21 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3

2.1 Pengertian Protein....................................................................................................3


2.2 Lipat Protein............................................................................................................5
2.3 Kontrol Kualitas Protein..........................................................................................6
2.4 Kelainan Lipatan Protein dan Penyakit Terkait (Gangguan Agregasi Protein).......10

BAB III PENUTUP...........................................................................................................14

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................14
3.2 Saran........................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah protein berasal dari kata Yunani Proteos, yang berarti yang utama atau yang
didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia belanda, Gerardus Mulder
(1802-1880), karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting dalam
setiap organisme.

Protein adalah senywa organik yang molekulnya sangat besar dan susunannya sangat
kompleks serta merupakan polimer dari alfa asam-asam amino.Jadi, sebenarnya protein
bukan merupakan zat tunggal, serta molekulnya sederhana, tetapi masih merupakan asam
amino.Oleh karena protein tersusun atas asam-asam amino, maka susunan kimia mengandung
unsur-unsur seperti terdapat pada asam-asam amino penyusunnya yaitu C, H, O, N dan
kadang-kadang mengandung unsur-unsur lain, seperti misalnya S, P, Fe, atau Mg.

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh
sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separuhnya ada didalam otot, seperlima
didalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh didalam kulit, dan selebihnya didalam
jaringan lain dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan
darah, matriks interseluler dan sebagainya protein.Disamping itu asam amino yang
membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam
nukleat, dan molekul-molekul yang esensial untuk kehidupan.

Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu
membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Protein adalah salah satu bio-
makromolekul yang penting perananya dalam makhluk hidup. Fungsi dari protein itu sendiri
secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural
dan sebagai mesin yang bekerja pada tingkat molecular(Aditia,L. 2013).perubahan bangsa.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun masalah dari latar belakang diatas yaitu
1. Apa definisi protein ?
2. Jelaskan bagaimana lipat protein

iv
3. Jelaskan bagaimana kontrol kualitas terkait?
4. Jelaskan Bagaimana kelainan lipatan protein dan bagaimana penyakit terkait
(gangguan angregrasi protein) ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari makalah ini yaitu agar mahasiswa:
1. Dapat memahami defenisi protein.
2. Dapat memahami tentang lipatan prorein
3. Dapat memahami tentang kontrol terkait
4. Dapat memahami tentang kelainan penyakit terkait (gangguan angregrasi protein)

v
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Protein


Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti “yang paling utama”)
adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari
monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.
Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur
serta fosfor.Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup
dan virus.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain
berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk
batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai
antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam
biji) dan juga dalam transportasi hara.Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan
sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino
tersebut (heterotrof).
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid,
dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup.Selain itu, protein
merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia.Protein
ditemukan oleh JÃ’ns Jakob Berzelius pada tahun 1838.
Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusundari sejumlah L-asam
amino yang dihubungkan oleh ikatan peptide, bobot molekul tinggi.Suatu molekul protein
disusun oleh sejumlah asam amino dengan susunan tertentu dan bersifat turunan.Protein
terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk
hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara.
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu
hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat
satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon,
hidrogen, oksigen dan nitrogen.Beberapa asam amino disamping itu mengandung unsur-
unsur fosfor, besi, sulfur, iodiom, dan kobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein,
karena terdapat didalam semua protein akan tetapi tidak terdapat didalam karbohidrat dan
lemak. Unsur nitrogen merupakan 16% dari berat protein. Molekul protein lebih kompleks

vi
dari pada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit
asam amino yang membentuknya (Aditia,L. 2013).
 Sumber Protein
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah
maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati
adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain.
Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu atau nilai biologi
tertinggi. Bahan makanan nabati yang kaya akan protein adalah kacang-kacangan. Sumber
protein untuk manusia ada 2, yaitu :
1. Sumber protein hewani
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah
maupun mutu. Sumber protein hewani dapat berbentuk daging dan alat-alat dalam
seperti hati, pankreas, ginjal, paru, jantung, jeroan, susu, telur dan ikan. Ayam dan jenis
burung lain merupakan sumber protein yang berkualitas baik.
2. Sumber protein nabati
Sedangkan protein nabati terdapat dalam biji-bijian, kacang-kacangan dan
gandum. Satu gram protein mampu menghasilkan energi 4,1 kalori.
 Fungsi Protein
1. Sebagai biokatalisator (enzim). Protein yang paling bervariasi dan mempunyai
kekhususan tinggi adalah protein yang mempunyai aktivitas katalis, yakni enzim.
Hampir semua reaksi kimia biomolekul organik didalam sel dikatalis oleh enzim.
Lebih dari 2000 jenis enzim , masing-masing dapat mengkatalisa reaksi kimia yang
berbeda, telah ditemukan dalam berbagai bentuk kehidupan.
2. Sebagai protein transport contohnya hemoglobin mengangkut oksigen dalam
eritrosit, mioglobin mengangkut oksigen dalam otot. Ion besi diangkut dalam plasma
darah oleh transferin dan disimpan dalam hati sebagai kompleks dengan feritin.
3. Protein transport didalam plasma darah mengikat dan membawa molekul atau ion
spesifik dari satu organ ke organ lain. Hemoglobin pada sel darah merah mengikat
oksigen ketika darah melalui paru-paru, dan membawa oksigen ke jaringan periferi.
Plasma darah mengandung lipo protein. Yang membawa lipid dari hati ke organ lain.
Protein transport lain terdapat didalam membran sel dan menyesuaikan strukturnya
untuk mengikat dan membawa glukosa, asam amino dan nutrien lain melalui
membran menuju kedalam sel.

vii
4. Sebagai pengatur pergerakan. Protein merupakan komponen utama daging. Gerakan
otot terjadi karena ada dua molekul (aktin dan miosin) protein yang saling
bergeseran.
5. Sebagai penunjang mekanis. Kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang
disebabkan adanya kolagen. Pada persendian ada elastin. Pada kuku, bulu rambut
ada protein keratin.
6. Pertahanan tubuh dalam bentuk antibodi. Suatu protein khusus yang mengikat benda
asing yang masuk kedalam tubuh seperti virus, bakteri dan lain lain.
7. Sebagai media perambatan impuls saraf. Protein ini biasanya berbentuk reseptor
misalnya rodopsin suatu protein yang bertindak sebagai reseptor atau penerima
warna atau cahaya pada sel-sel mata.
8. Protein Nutrien dan Penyimpan. Biji berbagai tumbuhan menyimpan protein nutrien
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan embrio tanaman, terutama protein biji dari
gandum, jagung dan beras.
9. Protein Pengatur. Beberapa protein membantu mengatur aktivitas seluler atau
fisiologi. Terdapat sejumlah hormon, seperti insulin, yang mengatur metabolisme
gula dan kekurangannya, hormon pertumbuhan dari pituitary dan hormon paratiroid,
yang mengatur transport Ca++ dan fosfat juga.

2.2 Lipat Protein


Mayoritas protein harus diubah menjadi struktur tersier spesifik untuk mencapai
fungsi biologis yang tepat, Protein yang terlipat dengan benar secara termodinamika stabil
dalam kondisi fisiologis, Dalam sel, rantai polipeptida yang baru disintesis dapat memilih di
antara tiga rute potensial, yaitu nonfolding, correct folding, dan misfolding. Pilihan antara
kompleksitas struktural rendah (nonfolding) dan tinggi (folding) ditentukan oleh urutan asam
amino. Polipeptida bermuatan tinggi dengan hidrofobisitas keseluruhan rendah akan tetap
dalam keadaan tidak terlipat. Namun, sebagian besar rantai polipeptida akan memperoleh
struktur spesifik secara reproduktif pada kondisi lingkungan yang identik. Pola lipat,
bagaimanapun, dapat dimodulasi oleh tekanan lingkungan. Dengan demikian, protein yang
tidak dilipat secara konstitutif dapat dipaksa untuk melipat (atau salah melipat) tergantung
pada lingkungannya, Proses pelipatan tidak dilanjutkan melalui serangkaian langkah wajib
dengan perantara tertentu, tetapi mencerminkan pencarian acak melalui banyak konformasi
yang mungkin untuk rantai polipeptida tertentu. Fluktuasi yang melekat dalam konformasi

viii
rantai polipeptida memungkinkan residu yang terpisah dalam urutan asam amino untuk
bersentuhan. Karena interaksi antara residu yang menyerupai keadaan asli lebih stabil
daripada yang bukan asli, mereka lebih disukai. Dengan demikian rantai polipeptida mampu
menemukan struktur optimalnya melalui proses trial and error, Karena rumitnya reaksi
pelipatan, jelaslah bahwa kesalahan cukup sering terjadi dan mungkin berperan dalam
penyakit, Pelipatan protein yang benar mungkin gagal karena mutasi gen, modifikasi RNA,
kesalahan penggabungan asam amino selama translasi, atau sintesis yang tidak sama dari
subunit individu spesies protein multisubunit. Lebih-lebih lagi, modifikasi posttranslational
dapat disebabkan oleh perubahan pH, suhu, kekuatan ion, dan stres oksidatif dan lainnya [5].
Banyak protein yang gagal melipat secara tidak tepat mengekspos domain hidrofobik yang
biasanya terkubur di bagian dalam spesies yang terlipat dengan benar. Interaksi mereka dapat
menyebabkan agregasi. Agregat juga dapat memulai proses penyemaian dengan pengendapan
monomer tambahan dan komponen sel lainnya yang menghasilkan pertumbuhan agregat.
Agregat dapat mengganggu fungsi seluler dan berpotensi sitotoksik. Tiga hipotesis
utama dapat menjelaskan toksisitas. Yang pertama, yang disebut hipotesis saluran,
menunjukkan bahwa oligomer berbentuk cincin membentuk pori-pori di membran seluler;
yang kedua menekankan bahwa interaksi abnormal dari protein yang gagal melipat dengan
protein lain membuat yang terakhir tidak berfungsi; menurut yang ketiga, protein yang salah
lipatan dapat menyerap komponen pendamping dan sistem degradasi, sehingga mengurangi
aktivitasnya. Untuk mengatasi masalah ini beberapa sistem kontrol kualitas telah berkembang
yang bertindak bersama untuk mendukung pelipatan yang tepat, menghilangkan protein yang
salah lipatan dengan degradasi dan meminimalkan agregasi.

2.3 Kontrol Kualitas Protein


Pendamping molekuler membantu pelipatan protein yang baru disintesis dan juga
mampu mendorong pelipatannya kembali setelah kerusakan akibat stres dan jenis cedera
seluler lainnya. Pendamping mengikat dan menstabilkan domain hidrofobik terbuka dari
protein target dan mempromosikan pelipatan yang tepat melalui siklus pengikatan dan
pelepasan terkontrol [5, 8]. Di sisi lain, protein seluler, yang tidak dapat melipat atau melipat
kembali dengan benar, didegradasi oleh sistem ubiquitinproteasome. Akhirnya, ketika
pelipatan yang benar tidak mungkin dilakukan dan degradasi oleh sistem ubiquitinproteasome
tidak mencukupi, protein abnormal berkumpul dan terakumulasi sebagai badan inklusi.

ix
Gambar 1. Pendamping molekuler membantu melipat protein yang baru disintesis

Tabel 1. Keluarga pendamping molekul utama

Itu juga mengikat daerah hidrofobik terbuka dari protein yang tidak dilipat dan
menghambat agregasi dengan menstabilkannya dengan cara yang tidak bergantung pada
ATP. Namun berbeda dengan sHsps lain, clusterin disekresikan dan mewakili pendamping
pertama yang diidentifikasi dari ruang ekstraseluler, Jalur pelipatan protein bersifat reversibel
dan, dalam kondisi stres, protein dapat membuka atau mengadopsi keadaan terlipat antara,
Dua skenario yang mungkin deviasi dari jalur pelipatan/pembukaan normal ke jalur pelipatan
yang ireversibel, yang menyebabkan agregasi dan pengendapan atau interaksi dengan Hsps.
Dalam yang terakhir faktor kinetik situasi memainkan peran penting dalam efisiensi tindakan
pendamping. sHsps lebih suka berinteraksi dengan protein yang beragregasi perlahan;
sebaliknya, Hsp70 mengenali keadaan terlipat menengah dari protein target yang hadir hanya
sementara pada jalur protein pelipatan/ pelipatan protein yang cepat. Jalur off-folding terdiri

x
dari tiga rute jalur ubiquitin-proteasome yang mendegradasi intermediet off-pathway sebelum
mereka dapat beragregasi, jalur agregasi amorf dengan presipitasi ireversibel, dan jalur
pembentukan fibril amiloid yang mengarah melalui pembentukan kecil protofibril yang larut
menjadi fibril silang yang sangat teratur, terdiri dari rantai polipeptida dalam konformasi beta
yang diperpanjang.

Seperti 'respon kejutan panas' di sitoplasma selama situasi stres, 'respon protein yang
terbuka' di UGD juga diregulasi. Protein sekretori seluler dilipat di RE sebelum disekresikan
melalui aparatus Golgi. Banyak pendamping molekuler dan katalis pelipatan yang berbeda
mendorong pelipatan yang efisien di UGD. Proses ini melibatkan serangkaian reaksi
glikosilasi dan deglikosilasi yang kompleks. Protein yang gagal melipat tidak disekresikan,
tetapi diangkut ke dalam sitoplasma dan ditargetkan untuk degradasi oleh jalur ubiquitin-
proteasome.

a. Sistem Ubiquitin-Proteasome
Sel mamalia mengandung beberapa sistem degradasi protein termasuk protease
lisosom, protease yang bergantung pada kalsium, proteasom, dan protease Lon
mitokondria. Rute degradasi nonlisosom utama adalah jalur ubiquitin-proteasome.
Proteasom dalam sel eukariotik menghilangkan protein terkonjugasi poliubiquitin dengan
mendegradasinya menjadi peptida kecil. Proteasom juga ada di banyak organisme
prokariotik, sedangkan sistem konjugasi ubiquitin tidak ada. Pada eukariota proteasome
tidak hanya menghilangkan protein, tetapi juga berpartisipasi dalam beragam proses
seluler penting lainnya seperti siklus sel, diferensiasi, regulasi ritme sirkadian, memori
jangka panjang, perbaikan DNA, pembungkaman transkripsi, presentasi antigen, dan
dalam pertahanan melawan transformasi neoplastik dan interaksi seluler dengan virus.
Degradasi yang dimediasi proteasome sebagian besar bergantung pada ubiquitin. Untuk
terdegradasi, protein harus terkonjugasi dengan rantai poliubiquitin. Ubiquitination adalah
proses yang sangat teratur di mana enzim mengaktifkan dan mentransfer ubiquitin ke
substrat target. Tiga jenis enzim yang terlibat: ubiquitin-activating enzyme E1, ubiquitin-
conjugating enzyme E2, dan ubiquitin ligase E3.
Ubiquitination sangat penting untuk dikenali oleh beragam protein pengikat
poliubiquitin. Dua keluarga terkait protein pengikat poliubiquitin memandu protein di
mana-mana ke proteasom atau ke kompleks ATPase Cdc 48. Keduanya bertindak secara
berurutan dalam proses degradasi. Holoenzim proteasom, proteasom 26S, terdiri dari dua
subkompleks utama: partikel inti 20S, yang berisi subunit protease, dan partikel pengatur

xi
19S (RP), yang mengatur fungsi yang pertama. RP dapat dibedah lebih lanjut menjadi dua
substruktur multisubunit, tutup dan basa, yang berisi domain ATPase. ATP awalnya
terlibat dalam aktivitas vasi ubiquitin, yang kemudian ditransfer ke salah satu dari 20-40
protein pembawa ubiquitin (E2) yang berbeda. Selektivitas tindakan ini berada di ligase
ubiquitin (E3), yang spesifik untuk substrat protein yang berbeda. Ada banyak ligase
ubiquitin yang berbeda, yang bersama-sama dengan E2 spesifik mengkatalisis perlekatan
rantai ubiquitin ke substrat protein. Akhirnya, degradasi cepat oleh proteasome 26S
terjadi. Selain proteasom, kompleks ATPase Cdc 48 terlibat dalam proses tersebut.
Berbeda dengan proteasome, Cdc 48 tidak memiliki 'struktur yang menjorok' yang
menghalangi akses protein yang lebih besar ke situs proteasome yang terbuka. Oleh karena
itu kemungkinan bahwa Cdc 48 mampu membuka protein Sistem Ubiquitin-Proteasome
besar yang ada di mana-mana dengan lebih mudah.

b. Agregasi Protein
Struktur sitoplasma baru, setuju, memiliki telah dijelaskan oleh Kopito dan
Johnston et al. Aggresom terbentuk ketika kapasitas sel untuk mendegradasi protein yang
salah lipatan terlampaui. Aggresomes dapat diinduksi secara eksperimental dalam sel
kultur jaringan dengan ekspresi berlebih dari protein yang rentan terhadap agregasi atau
penghambatan aktivitas proteasome. Protein agregasi terakumulasi dalam struktur
pericentriolar dalam jaringan filamen menengah (IF) yang runtuh. Fakta bahwa protein
teragregasi terkonsentrasi dekat dengan pusat pengorganisasian mikrotubulus dan bahwa
proses ini membutuhkan sitoskeleton utuh menyebabkan model transpor mikrotubulus
retrograde dari protein yang gagal melipat. Telah diusulkan bahwa pembentukan
aggresome menyediakan 'pementasan' untuk penggabungan agregat protein ke dalam
struktur autophagic, mungkin dengan memfasilitasi interaksi dengan endosom dan
lisosom, Kompartemen sitoplasma baru lainnya, di mana kelebihan protein ubiquitinated
dipisahkan, telah ditunjuk sequestosom oleh Shin. Dia menemukan bahwa sequestosom
protein pengikat rantai multiubiquitin nonproteasomal 1/p62 (p62) adalah komponen
utama dari sequestosom dan menyimpulkan bahwa sequestosom terlibat dalam pengaturan
nasib protein multiubiquitinated. Berbeda dengan aggresome, sequestosom tidak terletak
di daerah pericentriolar. Pembentukan sequestosom ditingkatkan ketika aktivitas
proteasomal terganggu, menunjukkan fungsi penyimpanan. Mungkin dengan penurunan

xii
aktivitas proteasomal, konjugat protein ubiquitin memisahkan ke dalam sequestosom,
yang kemudian dilepaskan pada sinyal yang tepat untuk degradasi proteosomal.

2.4 Kelainan Lipatan Protein dan Penyakit Terkait (Gangguan Agregasi


Protein)
Berbagai penyakit dapat dikaitkan dengan lipatan protein yang rusak. Dasar dari
perubahan patologis adalah ketidakmampuan sel untuk mencegah kesalahan lipatan protein
atau untuk mendegradasi protein yang salah lipatan dengan pembentukan agregat protein
yang berpotensi sitotoksik secara berurutan. Etiologi penyakit agregasi protein adalah
multifaktorial dengan genetik serta aspek lingkungan. Selain perubahan asam amino karena
mutasi, suhu tinggi, perubahan pH, infeksi virus dan stres oksidatif berkontribusi pada
patogenesis gangguan ini. Penyakit yang ditandai dengan protein abnormal akibat perubahan
asam amino yang disebabkan oleh mutasi gen terdiri dari tiga kelompok. Gangguan resesif
autosomal dengan hilangnya fungsi, seperti cystic fibrosis atau fenilketonuria. Dalam
kelompok ini, mutasi menyebabkan interaksi protein yang berkepanjangan dengan
pendamping, yang mengakibatkan defisiensi fungsionalnya. Fenotipe tergantung pada tingkat
kesalahan lipatan dalam menanggapi berbagai jenis mutasi. Gangguan autosomal dominan
dengan perolehan fungsi negatif dominan, seperti penyakit keratin dan kolagen dan bentuk
kardiomiopati familial. Protein yang salah lipatan tidak terdegradasi dan menghambat fungsi
normal dari masing-masing protein. Fenotipe bisa lagi ringan atau berat tergantung pada sifat
dan posisi mutasi. Penyakit dengan peningkatan fungsi tipe agregasi 'toksik', seperti
amiloidosis dan gangguan neurodegeneratif onset lambat. Protein mutan membentuk
oligomer dan polimer/agregat yang tidak larut, yang memberikan efek keuntungan fungsi
toksik pada sel.
Stres oksidatif adalah prototipe penyebab nongenetik protein yang salah melipat dan
berkontribusi pada patogenesis banyak penyakit konformasi. Spesies oksigen reaktif yang
merusak sel terutama dihasilkan ketika fosforilasi oksidatif mitokondria dan kapasitas
antioksidan sel menjadi kewalahan. Spesies oksigen reaktif merusak DNA, RNA, lipid dan
protein. Protein yang salah lipatan dan sebagian tidak dilipat sangat rentan terhadap
modifikasi oksidatif dengan pembukaan berturut-turut dan agregasi lebih lanjut. Cacat pada
rantai pernapasan mitokondria telah ditemukan pada sel-sel otak pasien dengan gangguan
neurodegeneratif. Selanjutnya, pada sel-sel tua resistensi terhadap stres oksidatif menurun
dan kapasitas untuk kontrol kualitas protein berkurang.

xiii
1. Amiloidosis
Hari ini amiloid didefinisikan sebagai protein dalam keadaan fibrilar tertentu.
Karakteristiknya adalah birefringence hijau di bawah cahaya terpolarisasi setelah
pewarnaan merah Kongo, penampilan fibrilarnya di bawah mikroskop elektron, dan pola
difraksi sinar-X lembarnya. Jenis amyloidosis terbagi menjadi 2 yaitu amiloidosis sistemik
dan amyloidosis ekstraseluler.

2. Penyakit Neurodegeneratif
Karakteristik utama dari penyakit ini adalah perjalanannya yang kronis dan progresif
dengan hilangnya neuron secara selektif dan simetris baik pada sistem motorik, sensorik,
atau kognitif.

3. penyakit Alzheimer
Jenis penyakit neurogeneratif yang paling umum adalah penyakit Alzheimer. Ciri
morfologis adalah neurofi kusut brillar yang terdiri dari filamen heliks berpasangan (PHF)
dalam badan sel saraf dan proses neuritik.

4. Penyakit Parkinson
PD ditandai dengan degenerasi selektif neuron dopaminergik dan noradrenergik di
substansia nigra dan lokus seruleus. Pada PD idiopatik, neuron memiliki inklusi spheroidal
yang disebut badan Lewy. Badan Lewy terdiri dari --synuclein dan terbentuk di bawah
pengaruh stres sel oksidatif.

5. Sklerosis Lateral Amyotrofik


Penyakit ini ditandai dengan degenerasi progresif dan hilangnya neuron motorik
dengan astrositosis. Hal ini berakibat fatal karena terapi yang efektif masih kurang. 5-10%
ALS bersifat familial, sisanya sporadic.

6. Penyakit Huntington
Penyakit ini, yang diturunkan dalam sifat dominan autosomal, dikaitkan dengan korea
progresif dan demensia disebabkan oleh hilangnya neuron yang parah di neostriatum dan
kemudian di korteks serebral. Pengkodean gen penyakit Huntington (HD) untuk protein
huntingtin mengandung pengulangan CAG yang tidak stabil dalam kerangka pembacaan

xiv
terbuka dari ekson pertamanya. Peningkatan jumlah pengulangan CAG menyebabkan
residu glutamin memanjang dalam protein huntingtin, yang mendukung agregasi.

Gambar 2. a Penyakit Alzheimer: pewarnaan imunohistokimia untuk clusterin. Panah


menunjukkan adanya clusterin di plak amiloid ekstraseluler.B Penyakit Alzheimer:
pewarnaan imunohistokimia untuk p62. Panah menunjukkan adanya p62 di kusut
neurofibrillar.C PD: pewarnaan imunohistokimia untuk p62. Panah menunjukkan adanya
p62 di tubuh Lewy.D -1Defisiensi -AT: pewarnaan imunohistokimia untuk -1-AT di
hepatosit. Panah menunjukkan badan inklusi.

7. Penyakit Prion
Penyakit prion termasuk scrapie pada domba, bovine spongioform encephalopathy
(BSE) pada sapi dan CJD pada manusia, . Pada infeksi prion, PrPC yang biasanya
berlabuh ke membran sel diubah menjadi agregat PrPSC. Ini mungkin mempengaruhi
pensinyalan PrP . terikat membran normalC, menyebabkan neurotoksisitas.

8. -1- Defisiensi Antitripsin


-1-antitripsin (-1-AT) defisiensi adalah autosomal regangguan cessive yang
berhubungan dengan emfisema paru dan dapat menyebabkan sirosis hati. -1-AT adalah
glikoprotein kecil, yang diproduksi di hati dan disekresikan ke dalam darah, Deposisi
protein yang salah lipatan sebagai agregat sitoplasma juga merupakan fitur kunci dari
beberapa penyakit hati kronis, terutama steatohepatitis alkoholik dan nonalkohol (NASH).

xv
Gambar 4. NASH. A Perhatikan pembesaran dan pembengkakan hepatosit yang
mengandung MB (panah). DIA.B Hepatosit yang menggelembung tetap tidak diwarnai
dengan antibodi keratin dan hanya MB yang menunjukkan imunoreaktivitas keratin
(panah). Imunostaining dengan p62 (C) dan di mana-mana (D) antibodi mengungkapkan
dekorasi MB. Panah menunjukkan sel yang mengandung MB.

9. Implikasi Terapeutik
Pengetahuan terperinci tentang mekanisme pelipatan dan pelipatan protein
menawarkan opsi baru mengenai terapi bertarget dengan asumsi bahwa badan inklusi
mungkin beracun bagi sel, yang mungkin tidak selalu demikian. Target yang mungkin
untuk terapi adalah mengurangi kesalahan lipatan protein dan memblokir agregasi.
Strategi termasuk memblokir ekspresi atau akumulasi protein abnormal, menghambat
kecenderungan protein untuk agregat, meningkatkan ekspresi pendamping, ligase E3 yang
diekspresikan secara berlebihan, meningkatkan ekspresi protein bolak-balik, seperti p62,
dan meningkatkan aktivitas proteasome. Jelas, pendekatan interaktif akan diperlukan
untuk pencegahan dan terapi penyakit agregasi protein.

xvi
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid,
dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein
merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia.Protein adalah
makromolekul polipeptida yang tersusundari sejumlah L-asam amino yang dihubungkan
oleh ikatan peptide, bobot molekul tinggi.protein adalah molekul makro yang mempunyai
berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta.           
Penggolongan protein berdasarkan bentuknya yaitu 1) protein globular, 2) protein
serabut (fibrous). Dan struktur protein terdiri ; protein primer, protein sekunder, protein
tersier, dan protein kuartener.
Fungsi protein antara lain ; Sebagai biokatalisator (enzim, Sebagai protein
transport, Sebagai pengatur pergerakan,Sebagai penunjang mekanis, Pertahanan tubuh dalam
bentuk antibodi, Sebagai media perambatan impuls saraf, Sebagai pengendalian
pertumbuhan. Dan pencernaan protein, yaitu dari mulut, lambung, dan usus
halus.Metabolisme protein terdiri dari absorpsi dan transportasi protein, katabolisme protein,
dan anabolisme protein.
Pelipatan protein yang rusak bertanggung jawab atas banyak penyakit. Meskipun
penyakit ini tampaknya cukup beragam pada pandangan pertama, ada bukti prinsip-prinsip
patogenetik umum. Dasar dari perubahan patologis adalah ketidakmampuan sel untuk
mencegah kesalahan lipatan protein, untuk mengembalikan protein yang salah lipatan
menjadi normal atau untuk menghilangkan protein yang salah lipatan melalui degradasi. Hal
ini dapat mengakibatkan pengendapan agregat protein yang berpotensi sitotoksik (penyakit
agregasi protein). Penyakit degeneratif kronis pada sistem saraf pusat (misalnya penyakit
Alzheimer dan Parkinson), amiloidosis, tetapi juga penyakit hati kronis, misalnya
steatohepatitis alkoholik dan nonalkohol, termasuk dalam kategori gangguan ini. Ulasan ini
menyoroti prinsip-prinsip patogen umum penyakit agregasi protein berdasarkan studi
imunohistokimia dan biokimia serta pengamatan dalam model tikus untuk agregasi protein
dalam konteks steatohepatitis alkoholik dan nonalkohol. Mekanisme pertahanan seluler yang

xvii
terlibat dalam kontrol kualitas protein serta patogenesis penyakit agregasi protein akan
dibahas

3.2 Saran
Untuk memahami mekanisme patogenetik yang mengarah pada penyakit agregasi
protein, penting untuk menganalisis bagaimana sel berurusan dengan protein abnormal dalam
kondisi fisiologis dan patologis.

xviii

Anda mungkin juga menyukai