Disusun oleh:
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT dalam penyusunan makalah “Fisiologis Distribusi Obat
dan Ikatan Protein”. Tujuan penyusunan makalah ini adalah bahan dan bahan untuk diskusi
kelompok. dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Biofarmasetika makalah ini telah kami susun
sebaik mungkin, dan kami telah mengambil bantuan dari berbagai sumber untuk memudahkan
pembuatan makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Mengingat masih banyak kekurangan dalam penyusunan artikel ini,
kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin Wassalamualaikum warohmatullahi
wabarokatuh.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DARTAR ISI..............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................4
3.1 Kesimpulan......................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Faktor lain yang penting dalam distribusi obat adalah ikatan dengan makro
molekul. Ikatan senyawa kompleks tersebut akan berdisosiasi hingga bentuk obat bebas
tersebut dapat diekskresikan.
Sebagian obat di dalam darah diikat secara reversibel (dapat balik) pada protein
plasma. Pengikatan protein dapat dianggap sebagai suatu cara untuk menyimpan obat
karena bagian yang terikat tidak dirombak atau diekskresi. Distribusi obat ke berbagai
kompatimen cairan dan jaringan terhambat oleh pengikatan protein, karena molekul
besar seperti kompleks protein sukar sekali melintasi membran sel.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana distribusi obat dalam tubuh?
2. Bagaimana interaksi ikatan protein dalam tubuh?
C. Tujuan
1. Mengetahui distribusi obat dalm tubuh
2. Mengetahui interaksi ikatan protein dalam tubuh
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Distribusi Obat
Distribusi merupakan perpindahan obat dari sirkulasi sistemik menuju ke suatu tempat di
dalam tubuh (cairan dan jaringan). Tempat distribusi adalah cairan pada berbagai jaringan yaitu
protein plasma, hati, ginjal, tulang, lemak, barrier darah otak, barter plasenta. Tempat distribusi
tersebut merupakan parameter kualitatif distribusi. Sedangkan mekanisme distribusi dapat
melalui transport konvektif, pinosrtosis atau difusi pasif. Komposisi cairan tubuh meliputi cairan
ekstraseluler dan intraseluler. Cairan ekstraseluler mengandung plasma darah (berkisar 4,5 %
berat badan), cairan interstitial (16 %) dan getah bening (1,2 %). Cairan intraseluler (30-40 %)
merupakan penjumlahan kandungan cairan dari seluruh sel tubuh. Cairan transeluler (2,5 %)
meliputi cairan synovial, pleura, peritoneal, intraokular, serebrospinal dan sekresi digestif.
Supaya dapat masuk ke kompartemen transeluler dari kompartemen ekstraseluler, obat harus
dapat menembus barter seluler.
1. Faktor-faktor Distribusi
3. ikatan obat-protein
Pada awal distribusi, obat mengikuti aliran darah menuju jaringan/organ yang
mempunyai perfusi tinggi dengan darah seperti jantung, paru-paru, ginjal, hati sehingga cepat
terjadi keseimbangan dengan sirkulasi sistemik sehingga merupakan kompartemen yang sama
dengan sirkulasi sistemik dan selanjutnya disebut kompartemen sentral.
Pada tahap berikutnya, obat terdistribusi ke jaringan lemak, tulang, otot, kulit, jaringan
ikat yang mempunyai perfusi lebih rendah. Obat-obat yang tidak larut dalam lemak atau tidak
sesuai karakteristiknya dengan jaringan-jaringan di atas, tidak mengalami distribusi pada tahap
2
ini. Obat-obat yang termasuk dalam golongan ini adalah obat yang mempunyai sifat polar,
banyak berada dalam sirkulasi sistemik, selanjutnya dikelompokkan dalam obat yang mengikuti
model kompartemen satu. Tetapi pada obat-obat yang mempunyai kelarutan. yang cukup dalam
lemak, mempunyai kesesuaian karakteristiknya dengan jaringan/orgar tertentu, obat akan
terdistribusi ke dalamnya selanjutnya akan terjadi keseimbangan dengan sirkulasi sistemik; obat-
obat yang termasuk dalam kelompok ini dikatakan obat mengikuti mode! kompartemen dua atau
tiga.
Obat-obat dapat terakumulasi di dalam jaringan dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari
pada di dalam sirkulasi sistemik, yaitu akibat perbedaan pH, ikatan dengan komponen
intrasellular, atau partisi ke dalam lemak. Obat-obat yang terakumulasi di dalam jaringan dapat
digunakan sebagai cadangan yang dapat memperpanjang lama kerja obat. Sebagai contoh adalah
tiopental intravena, obat yang kelarutannya dalam lemak tinggi, pada pemberian dosis ganda
akumulasi obat di lemak dan jaringan lain dapat menjadi cadangan dalam jumlah besar dan
cadangan ini dapat mempertahankan konsentrasi obat dalam plasma dan otak sehingga
mempunyai masa kerja lebih lama.
Selain karakteristik obat dan karakteristik jaringan, aliran darah, dan ikatan obat-protein
adalah faktor yang mempengaruhi besarnya distribusi obat juga. Di dalam tubuh obat terda- pat
dalam dua bentuk yaitu obat dalam bentuk bebas dan obat dalam bentuk terikat dengan makro
molekul/protein. Pada umumnya obat terikat dengan protein plasma atau jaringan: protein yang
sebagian besar berikatan dengan obat adalah albumin, globulin, a -1-asam glikoprotein,
lipoprotein. Obat-obat yang sifatnya asam lemah banyak terikat dengan albu- min, tetapi obat-
obat yang sifatnya basa lemah dengan o-1-asam glikoprotein dan lipopro tein Obat yang dalam
bentuk bebas adalah yang aktif secara farmakologis dan dapat berdifusi keluar dari sirkulasi
sistemik sehingga distribusinya lebih luas, tetapi obat yang terikat dengan protein plasma tidak
aktif secara farmakologis dan tidak dapat berdifusi sehingga banyak berada di sirkulasi sistemik
dan distribusinya terbatas.
Besarnya distribusi obat di dalam tubuh diberi istilah volume distribusi (Vd). Volume
distribusi obat adalah volume di mana obat tersebut terlarut di dalam tubuh Parameter
farmakokinetika Vd ini mengaitkan hubungan antara jumlah obat dalam plasma dengan
konsentrasi obat dalam plasma; di dalam praktek Vd dipakai untuk menentukan dosis muat- an
3
(DI). Suatu cara untuk menghitung Vd obat adalah dengan mengukur konsentrasi obat dalam
plasma langsung setelah pemberian (t=0) setelah pemberian obat secara intravena.
Dilihat dari persamaan di atas, dengan dosis yang sama apabila Vd besar maka konsentrasi
obat dalam plasma menjadi kecil, sebaliknya apabila Vd kecil maka konsentrasi obat dalarn
plasma menjadi besar.
Ikatan obat-protein secara umum adalah reversibel, dapat merupakan ikatan ionik
(kationik, anionik), ikatan hidrogen, gaya van der Waals, ikatan lipofilik, tetapi dapat juga
merupakan ikatan ireversibel (ikatan kovalen). Ikatan obat-protein yang ireversibel ini tidak
dikehendaki karena dapat menyebabkan toksisitas bahkan kasus karsinogenik. Pengetahu- an
karakteristik ikatan obat-protein perlu dipahami karena mempunyai konsekuensi pada perubahan
konsentrasi obat bebas yang akhirnya dapat berdampak pada efek terapi obat; konsentrasi obat
bebas meningkat dapat menyebabkan timbulnya toksisitas pada pasien. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi besarnya ikatan obat-protein adalah kuantitas dan kualitas protein; kuantitas dan
sifat fisiko-kimia obat; interaksi obat; afinitas obat-protein, pH lingkungan, status penyakit.
Parameter dasar dari ikatan cbat-protein tersebut adalah besarnya asosiasi/afinitas antara obat-
protein (Ka) dan jumlah tempat ikatan obat per mole- kul protein (n) yang akan terlihat pada
besarnya fraksi obat bebas dan fraksi obat terikat.
Penerapan ikatan obat-protein di klinis sangat penting terutama untuk obat-obat yang fraksi
obat terikat protein besar (di atas 70% ) dan rentang konsentrasi terapinya sempit. Sebagai
contoh fenitoin terikat dengan protein plasma 95%, adanya pelepasan obat bebas 5%
menyebabkan konsentrasi obat bebas naik 100%, hal ini dapat menyebabkan toksisitas. Teta- pi
pada obat kloramfenikol yang terikat dengan protein plasma 50%, adanya pelepasan obat bebas
5%, konsentrasi obat bebas hanya naik 10%. Adanya perubahan besarnya ikatan obat-protein
tersebut mengakibatkan perubahan
4
volume distribusi obat dan selanjutnya berakibat pada perubahan konsentrasi obat dalam
plasma; apabila volume distribusi obat meningkat maka konsentrasi obat dalam plasma menjadi
kecil dan sebaliknya. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Vd = Vp + Vt (fp/ft)
Vp = volume plasma; Vt=volume jaringan: fp-fraksi obat bebas dalam plasma; ft fraksi obat
bebas dalam jaringan
Ikatan obat-protein secara umum adalah non spesifik artinya satu tempat ikatan obat pada
protein dapat diduduki oleh lebih dari satu obat, dan mempunyai kinetika non linier.
Fenitoin dan asam valproat mempunyai ikatan yang besar dengan protein plasma pada
tempat ikatan yang sarna. Pemberian bersama obat tersebut akan menyebabkan pendesakan
fenitoin dari albumin karena afinitas (Ka) asam valproat lebih besar dari pada fenitoin. sehingga
fraksi obat bebas fenitoin meningkat. Dilihat dari persamaan di atas dengan me- ningkatnya
fraksi obat bebas tersebut maka volume distribusi feritoin meningkat yang dapat menyebabkan
penurunan konsentrasi fenitoin total di dalam plasma.
Contoh lainnya dalam praktek adalah penggunaan bersama kuinidin dan digoksin. Digoksin
terikat dengan protein plasma dalam jumlah yang tidak berarti (sekitar 25% ), sedangkan
kuinidin terikat 70-90% pada protein plasma dan a- 1- asam glikoprotein. Digoksin secara
normal mempunyai volume distribusi yang besar 4-7 liter/kg yang meng- gambarkan distribusi
ke jaringan yang sangat ekstensif. Digoksin secara nyata dikaitkar. dengan jaringan otot jantung
yaitu digambarkan perbandingan antara konsentrasi digoksin dalam jaringan otot jantung dengan
plasına 70: 1. Apabila obat ini digunakan bersama- sama dengan kuinidin, maka konsentrasi
digoksin dalam jaringan akan berkurang, karena afinitas (Ka) kuinidin dengan protein lebih besar
dari pada digoksin dan dikaitkan dengan persamaan di atas maka akan terjadi penurunan Vd
digoksin.
B. Ikatan protein
1. Pengertian
5
Protein (protos yang berarti "paling utama") adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai
bobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang
dihubungkan satu sama lain
dengan ikatan peptida. Pengikatan obat pada protein yang terdapat dalam tubuh dapat
mempengaruhi kerja dalam beberapa cara. Protein dapat:
b. Menonaktifkan obat dengan tidak memberikan kemungkinan konsentrasi obat bebas yang
cukup untuk berkembang pada tepat reseptor.
b. Perubahan konfigurasi dalam protein, yang mampu mengikat agen yang dijalankan
bersama
2. Ketimbangan ikatan
Interaksi antara suatu gugus atau reseptor bebas P dalam protein dan molekul obat D ditulis:
P+D ↔ PD (1)
[PD ]
K= (2)
[ P ] [ D]
3. Dialisis kesetimbangan
6
Prosedur kesetimbangan disempurnakan oleh Klotz untuk mempelajari kompleksasi antara
ion logam atau molekul kecil dan makromolekul yang tidak dapat lewat melalui membran
semipermeabel.
Menurut metode dialisis kesetimbangan, serum albumin (atau protein lain yang sedang
diamati), ditempatkan dalam tabung selulosa Visking atau membrane dialisis yang sejenis.
Tabung diikat kuat dan digantung dalam bejana yang mengandung obat dalam berbagai
konsentrasi. Kekuatan ion dankadang-kadang konsentrasi ion hidrogen diatur pada harga
tertentu, lalu larutan control dan larutan blanko disiapkan untuk memperhitungkan adsorpsi obat
dan protein pada membran.
Jika ikatan terjadi, konsentrasi obat dalam kantung yang berisi protein lebih besar pada
kesetimbangan daripada konsentrasi obat dalam bejana di luar Kantung. Sampel dikeluarkan dan
dianalisis untuk mendapatkan konsentrasi obat bebas dan obat terkompleks.
Dengan menggunakan metode ini, Klotz dan kawan-kawan menyelidiki ikatan metal oranye
dan asosulfatiazol oleh serum albumin bovin. Klotz dan Lo Ming belakangan mengamati bahwa
molekul organik kecil, yang biasanya tidak diikat oleh protein, membentuk kompleks yang kuat
oleh protein jika terdapat ion logam yang cocok. Logam mungkin bertindak sebagai penengah
atau jembatan antara molekul organik kecil dan protein. Peneliti ini juga menemukan bahwa etil
ester dari glisin, yang diperkirakan memberikan tarik- menarik tambahan yang diperlukan,
dengan cepat mengkompleks tembaga.
4. Dialisis Dinamik
Meyer dan Guttman mengembangkan metode kinetik untuk menentukan konsentrasi obat
yang terikat dalam larutan protein. Metode telah digunakan pada tahun-tahun terakhir karena
relatif cepat, ekonomis dalam jumlah protein yang dibutuhkan, dan dengan cepat digunakan
untuk meneliti penghambatan kompetitif dari ikatan protein.
Metode ini didasarkan pada laju hilangnya obat dari sel dialisis yang sebanding dengan
konsentrasi obat yang terikat. Peralatannya terdiri dari satu gelas piala berjaket 400 ml
(temperatur terkontrol), ke dalam mana 200 ml larutan dapar ditempatkan. Suatu kantung dialisis
selofan yang berisi selofan yang berisi 7 ml obat atau larutan obat protein, digantung dalam
7
larutan dapar. Kedua larutan diaduk secara kontinu. Sampel larutan di luar kantungdialysis
dikeluarkan secara periodik dan dianalisis secara spektrofotometri, dan sejumlah ekuivalen
larutan dapar dikembalikan ke dalam larutan luar. Proses dialisis mengikuti hukum kecepatan:
−d (Dt )
=k (Df )
dt
Dt merupakan konsentrasi obat total. Df adalah konsentrasi obat bebas atau tidak terikat
dalam kantung dialysis, -d(Dt)/dt adalah laju hilangnya obat dari kantung, dan k adalah tetapan
laju orde pertama yang menggambarkan proses difusi. Faktor K dapat juga dianggap sebagai
tetapan laju permeabilitas nyata untuk hilangnya obat dari kantung. Konsentrasi obat yang tidak
terikat, Dr. dalam kantung pada konsentrasi obat total, Dt, dihitung dengan menggunakan
persamaan (18) dengan mengetahui laju k dan laju -d(D) / dt pada konsentrasi obat utama Dt.
Konstanta lajuk diperoleh dari kemiringan plot semilogaritmik Dt terhadap waktu bila percobaan
dilakukan tanpa adanya protein.
5. Interaksi Hidrofobik
Ikatan hidrofobik, yang pertama diajukan oleh Kauzmann, tentunya bukan pembentukan
ikatan semata-mata, tetapi bahkan kecenderungan molekul hidrofobik dari molekul untuk
menghindari air karena ikatan ini tidak mudah ditempatkan dalam struktur ikatan hidrogen dari
air. Zat yang sangat hidrofobik seperti protein, menghindari molekul air dalam larutan air sejauh
mungkin dengan berasosiasi dalam struktur seperti misel dimana bagian nonpolar menghadap ke
bagian dalam dari misel, ujung yang polar menghadap ke molekul air. Tarik menarik dari zat
hidrofobik, dihasilkan dari penerimaannya yang tidak dikehendaki dalam air, dikenal sebagai
interaksi hidrofobik. Ini melibatkan gaya Van Der Waals, ikatan hidrogen dari molekul air dalam
struktur tiga dimensi, dan interaksi lain. Interaksi terjadi secara termodinamik karena kenaikan
gangguan atau entropi molekul air yang menyertai asosiasi molekul nonpolar, yang menekan air
keluar. Protein globular diperkirakan membangun struktur seperti bola dalam air karena
pengaruh hidrofobik.
Nagwekar dan Kostenbauder meneliti pengaruh hidrofobik dalam ikatan obat dengan
menggunakan model protein suatu kopolimer dari vinilpiridin dan vinilpirolidon. Lien
menyelidiki peran ikatan hidrofobik dalam penghambatan enzim oleh berbagai obat.
8
Penghambatan karbonik anhidrase olch sulfonamide ternyata berhubungan koefisien partisi obat
dalam campuran oktanol-air, dan sifat elektroniknya seperti yang diukur tetapan sigma Hammet.
Kristian meneliti pengaruh pelarut organik dalam menurunkan pembentukan kompleks antara
molekul organik kecil dalam larutan air. Mereka menyebut interaksi zat organik member andil
yang bermakna karena ikatan hidrofobik dan pengaruh unik dari struktur air. Mereka
mengusulkan bahwa beberapa mekanisme nonklasik "donor akseptor" dapat dikerjakan untuk
meminjamkan kestabilan pada kompleks yang terbentuk.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Distribusi merupakan perpindahan obat dari sirkulasi sistemik menuju ke suatu tempat di
dalam tubuh (cairan dan jaringan). Tempat distribusi adalah cairan pada berbagai jaringan yaitu
protein plasma, hati, ginjal, tulang, lemak, barrier darah otak, barter plasenta.
Protein (protos yang berarti "paling utama") adalah senyawa organik kompleks yang
mempunyai bobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino
yang dihubungkan satu sama lain.
Dengan ikatan peptida. Pengikatan obat pada protein yang terdapat dalam tubuh dapat
mempengaruhi kerja dalam beberapa cara. Protein dapat:
b. Menonaktifkan obat dengan tidak memberikan kemungkinan konsentrasi obat bebas yang
cukup untuk berkembang pada tepat reseptor.
10
DAFTAR PUSTAKA
Gibaldi M, Perrier D 1982 Pharmacocinetic Ed II Revised and expanded. Marcel Deker inc,
New York and Basel
11
Soal dan jawaban
Pilihan ganda
A. Intraseluler
B. konvektif
C pinosrtosis
D. difusi pasif.
a. 1
b. 2
c. 3
d. 4
A. protein plasma
B hati
C. Serebrospinal
5. Ketika 2 obat di berikan dan berkompetisi untuk berikatan dengan protein non spesifik maka
a. Salah satu obat akan dilepaskan dari ikatan dengan protein
12
b. Obat yang berikatan bisa memberikan efek terapetik
6. Berikut adalah efek dari ikatan obat dengan protein secara nonspesifik, kecuali
7. Absorpsi obat dilambung dapat terjadi secara filtrasi atau difusi dan tidak semua zat aktif atau
obat dapat diabsorpsi dilambung. Senyawa yang tidak diabsorpsi dilambung yaitu:
c. Senyawa alkaloida
8. Tiga parameter dalam uji bioavabilitas adalah: AUC, tp max, Cp max. data cp max dapat
digunakan untuk:
a. Reaksi oksidasi
b. Reaksi reduksi
c. Reaksi hidrolisis
10. Perbedaan ketersediaan hayati suatu produk sediaan obat yang mempunyai khasiat
13
terapeutik sama kecuali disebabkan oleh:
14
Essay
Jawab : 1. karakteristik jaringan (aliran darah, koefisien partisi, kelarutannya dalam lemak
3. ikatan obat-protein
3. Sebutkan Apa saja yang menyebabkan interaksi suatu obat dengan protein-protein ?
Jawab : a. Pemindahan hormon - hormon tubuh atau agen yang dijalankan bersama
Jawab : Protein (protos yang berarti "paling utama") adalah senyawa organik kompleks yang
mempunyai bobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino
yang dihubungkan satu sama lain.
5. Pengikatan obat pada protein yang terdapat dalam tubuh mempengaruhi kerja dalam
beberapa cara sebutkan
Jawaban : 1. Mempengaruhi distribusi obat ke seluruh tubuh
2. Menonaktifkan obat dan tidak memberikan kemungkinan konsentrasi obat
bebas yang cukup untuk berkembang pada tempat reseptor
3. Menunda eksresi suatu obat
15