Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang


Dalam arti luas, farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel
hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Senyawa ini biasanya disebut obat
dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan risiko penggunaan
obat.
Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu mengenai
cara membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan obat. Farmakologi
terutama terfokus pada dua sub, yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik.
Tanpa pengetahuan farmakologi yang baik, seorang farmasis dapat menjadi suatu
masalah untuk bagi pasien karena tidak ada obat yang aman secara murni. Hanya
dengan penggunaan yang cermat, obat akan bermanfaat tanpa efek samping tidak
diinginkan yang tidak mengganggu.
Farmakokinetika adalah segala proses yang  dilakukan tubuh terhadap obat berupa
absorpsi, distribusi,  metabolisme ( biotransformasi ), dan ekskresi.Tubuh kita dapat
dianggap sebagai ruangan besar, yang terdiri dari beberapa kompartemen yang terpisah
oleh membran-membran sel. Sedangkan proses absorpsi, distribusi dan ekskresi obat
dari dalam tubuh pada hakekatnya berlangsung dengan mekanisme yang sama, karena
proses ini tergantung pada lintasan obat melalui lintasan tersebut.
Membran sel terdiri dari suatu lapisan lipoprotein ( lemak dan protein ) yang
mengandung banyak pori-pori kecil, terisi dengan air. Membran dapat ditembus dengan
mudah oleh zat-zat tertentu, dan sukar dilalui zat-zat yang lain, maka disebut semi
permeabel. Zat-zat lipofil ( suka lemak ) yang mudah laryt dalam  lemak dan tanpa
muatan listrik umumnya lebih lancar melintasinya dibandingkan dengan zat-zat hidrofil
dengan muatan (ion).
Penelitian efek samping obat-obatan dan atau teknologi baru terhadap beberapa
penyakit berhubungan dengan perjalanan obat di dalam tubuh serta perlakuan tubuh
terhadapnya.
Obat adalah benda yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan
gejala, atau memodifikasi proseskimiadalam tubuh. Di dalam tubuh obat mengalami
berbagai macam proses hingga akhirnya obat dikeluarkan lagi dari tubuh.
Prosestersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme(biotransformasi), dan
eliminasi. Dalam proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikansecara bersamaan

1
dapat menimbulkan suatu interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksidengan zat
makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan obat. I n t e r a k s i y a n g t e r j a d i d i
dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interaksi
farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik adalah
interaksi antar obat (yang diberikan berasamaan) yang bekerja pada reseptor yang sama
sehingga menimbulkanefek sinergis atau antagonis. Interaksi farmakokinetik adalah
interaksi antar 2 atau lebih obatyang diberikan bersamaan dan saling mempengaruhi
dalam proses ADME (absorpsi, distribusi,metabolisme, dan eliminasi) sehingga dapat
meningkatkan atau menurunkan salah satu kadar obat dalam darah. T u b u h k i t a
punyabanyak enzim yang dapat berinteraksi dengan berbagai molek
ul,termasuk obat, yang berpotensi menjadi racun atau nutrien. Nam
u n ,   s e t i a p   i n d i v i d u   j u g a memiliki gen berbeda dan produk proteinnya
menentukan kemampuan individu merespons obat.Obat yang masuk dalam tubuh -
entah lewat cara oral, irup, suntik, atau serap lewat pori- pori kulit - akan melalui
beberapa tahap sebelum mencapai sasaran. Setelah diserap, proteinmenjemput dan
mengantarkan obat ke dalam suatu sel, misal sel hati. Di sini mereka
mengalamimodifikasi oleh sejumlah enzim metabolik (pembongkar-penyusun); bisa
diaktifkan atau diurai.Pada manusia bentuk enzim itu berlainan akibat perbedaan dari
genetic. Bisa jadi seseorang punya enzim sangat aktif sedangkan milik orang lain malah
tidak terlalu aktif
B.   Rumusan Masalah

1. Dapat mengetahui definisi dari proses distribusi.

2. Dapat mengetahui Faktor – faktor yang mempengaruhi proses distribusi.

3. Dapat mengetahui mekanisme dari proses distribusi.

C. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari proses distribusi.

2. Mahasiswa dapat mengetahui Faktor – faktor yang mempengaruhi proses distribusi.

3. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme dari proses distribusi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Distribusi obat adalah proses-proses yang berhubungan dengan transfer senyawa
obat dari satu lokasi ke lokasi lain di dalam tubuh. Distribusi merupakan perjalanan obat
ke seluruhtubuh. Setelah senyawa obat memasuki sistem sirkulasi melalui absorpsi atau
injeksi, senyawa tersebut akan didistribusikan ke seluruh tubuh.
Setelah melalui proses absorpsi, obat akan di distribusikan keseluruh tubuh
melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga
ditentukan oleh sifat fisikakimianya. Obat yang mudah larut dalam lemak akan
melintasi membran sel, terdistribusi kedalam sel, sedangkan obat yang tidak larut dalam
lemak akan sulit menembus membran sel, sehingga distribusinya terbatas, terutama
dicairan ekstra sel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya
obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan.
Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat
( Kemampuan obat untuk mengikat reseptor) terhadap protein, kadar obat, dan kadar
proteinnya sedikit.
B. Faktor – faktor Mempengaruhi Distribusi
Proses distribusi ini dipengaruhi oleh :

1. Pengikatan protein plasma

2. Kelarutan obat dalam lipid (yaitu, apakah obat tersebut larut dalam jaringan lemak)

3. Sifat-keterikatan obat

4. Aliran darah ke dalam organ dan keadaan sirkulasi

5. Kondisi penyakit

Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh adalah:


1. Perfusi darah melalui jaringan
Obat dibawa ke seluruh jaringan tubuh oleh aliran darah sehingga semakincepat
obat mencapai jaringan, semakin cepat pula obat terdistribusi ke dalam jaringan. Kadar
obat dalam jaringan akan meningkat sampai akhirnya terjadi keadaan yang disebut
keadaan mantap (steady state). Kecepatan distribusi obat masuk ke jaringan sama
dengan kecepatan distribusi obat keluar dari jaringan tersebut. Pada keadaan ini,

3
perbandingan kadar obat dalam jaringan dengan kadar obat dalam darah
menjadi konstan dan keadaan ini disebut keseimbangan distribusi. Oleh karena itu,
pada jaringan tubuh yang mendapat suplai darah relatif paling banyak dibandingkan
ukurannya akan menyebabkan terjadinya keseimbangan distribusi yang paling cepat
(Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,
2008).
Tabel 1. Besarnya aliran darah ke berbagai jaringan tubuh pada seseorang dengan
berat badan 70 kg (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, 2008).
jaringan/organ tubuh Aliran darah (perfussion rate) (mL/menit/mL
jaringan)
Paru-paru 10 (mewakili seluruh curah jantung)
Ginjal 4
Hati 0,8
Jantung 0,6
Otak 0,5
Lemak 0,03
Otot (istirahat) 0,025
Tulang 0,02
Distribusi obat dibedakan atas dua fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh,
yaitu:
a. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang
perfusinya sangat baik, seperti jantung, hati, ginjal dan otak (waktu distribusi
kurang dari 2 menit).
b. Distribusi fase kedua jauh lebih luas lagi, yaitu mencakup jaringan yang perfusinya
tidak sebaik organ pada fase pertama, misalnya pada otot, visera, kulit dan jaringan
lemak (waktu distribusi 2-4 jam) (Shargel et al.,2012).
Perfusi darah melalui jaringan dan organ bervariasi sangat luas. Perfusi yang tinggi
adalah yang terjadi pada daerah paru-paru, hati, ginjal, jantung, otak dan daerah yang
perfusinya rendah adalah lemak dan tulang. Sedangkan perfusi pada otot dan kulit
merupakan perfusi sedang. Perubahan dalam aliran kecepatan darah pada penderita sakit
jantung akan mengubah perfusi organ seperti hati, ginjal dan berpengaruh terhadap
kecepatan eliminasi obat (Shargel et al., 2012).
2. Ikatan obat pada protein plasma
Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas
yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Ikatan protein pada obat akan
mempengaruhi intensitas kerja, lama kerja, dan eliminasi obat. Bahan obat yang terikat
pada protein plasma tidak dapat berdifusi dan pada umumnya tidak mengalami

4
biotransformasi dan eliminasi. Sebenarnya hanya zat aktif yang tidak terikat dengan
protein plasma yang dapat berdifusi dan memberikan efek farmakologis, sedangkan
kompleks zat aktif dengan protein tidak dapat melintasi membran, namun kompleks ini
hanya bersifat sementara. Apabila molekul zat aktif yang bebas telah dimetabolisme
atau ditiadakan maka, kompleks ini akan melepaskan bentuk zat bebasnya (Shargelet
al., 2012).
Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap
protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan
berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein. Walaupun ikatan
antara zat aktif dan protein plasma tidak terlalu kuat, namun tidak disangsikan lagi
bahwa fenomena tersebut berperan pada distribusi zat aktif dalam jaringan, karena
konsentrasi zat aktif dalam cairan interstitial ekstraselular dapat lebih rendah dari
konsentrasi dalam plasma (Kee,1996)
Albumin adalah protein plasma yang paling banyak (40 g/L). Albumin tersebut
memungkinkan terjadinya ikatan pada sebagian besar senyawa obat, terutama dalam
bentuk anion (asam asetil salisilat, sulfonamide, dan anti-vitamin K ). Bentuk kation
juga mempunyai afinitas yang tidak dapat diabaikan. Peran globulin tidak terlalu nyata
dan hanya berpengaruh pada senyawa tertentu seperti steroida dan tiroksin. Protein lain
yang dapat berinteraksi dengan obat yaitu α1
-Asam glikoprotein (orosomukoid),yaitu suatu globulin (BM > 44.000 Da). Protein
ini memiliki konsentrasi plasa yang rendah (0.4 -1 %),dan mengiakt obat-obat basa
kationik seperti propanolol, imipramin, dan lidokain.
Globilin (α-, β-, δ- globulin) bertanggungjawab untuk transport dalam plasma dari
bahan-bahan endogen seperti kortikosteroid, globulin ini mempunyai kapasitas yang
rendah tapi afinitas tinggi terhadap bahan endogen tersebut. Eritrosit juga dapat
berikatan dengan obat (Terdiri dari kurang lebih 45% volume darah). Protein ini dapat
berikatan baik dengan senyawa endogen dan eksogen, seperti Fenitroin, Fenobarbital,
dan Amobarbital (Kee, 1996; Shargelet al., 2012).

Tabel 2.
Beberapa obat yang mempunyai afinitas yang kuat terhadap protein plasma
(Lechatet al., 1981)
Nama Obat Afinitas (%)
Fenibutazon 98
Sulfonamida 96
Digitoksin 95

5
Etil biskumasetat 90
Tiopental 75
Salisilat 64
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan protein plasma dengan molekul
obat adalah:
a. Interaksi dengan obat lain Ikatan plasmatik bersifat tidak spesifik sehingga dapat
berikatan dengan beberapa molekul obat. Hal tersebut dapat menimbulkan
terjadinya persaingan antar molekul obat untuk berikatan dengan plasma. Molekul
yang mempunyai ikatan protein lebih stabil akan menyingkirkan molekul obat lain
dari sisi aktif plasma sehingga meningkatkan jumlah bentuk bebasnya. Contohnya
Kuinidin dan beberapa obat lainnya yang termasuk antidisritmia verapamil dan
amiodaron menggantikan digoksin sehingga mengurangi ekskresi ginjal, dan
akibatnya menyebabkan disritmia parah akibat toksisitas Digoksin. Selain itu, ada
juga persaingan Fenilbutazon dengan Dikumarol, di mana afinitas plasmatik
Fenilbutazon lebih tinggi dibandingkan Dikumarol. Hal ini menyebabkan
meningkatnya jumlah bentuk bebas Dikumarol dan menyebabkan pendarahan
(aktivitas Dikumarol sebagai anti-koagulan) (Shargel et al., 2012).
b. Obat, Sifat-sifat fisikokimia obat juga mempengaruhi tercapainya keseimbangan
distribusi pada jaringan tertentu. Jika suatu jaringan dapat menampung atau
mengikat lebih banyak obat, dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai
keseimbangan distribusi. Ambilan obat oleh suatu jaringan ditentukan oleh faktor
yang disebut koefisien partisi (Kp), yaitu:
Konsentrasi obat dalam jaringan
Kp = (diukur pada saat keseimbangan distribusi)
Konsentrasi obat dalam darah
Berdasarkan rumus tersebut, semakin besar nilai Kp, maka semakin panjang
waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan distribusi. Jadi, sifat
fisikokimia obat yang menyebabkan makin banyaknya ambilan suatu obat oleh
suatu jaringan adalah sifat lipofilik yang tinggit (sangat mudah larut dalam lemak).
Membran-membran yang memisahkan jaringan atau organ dari darah bersifat lipoid
sehingga hanya obat-obat yang lipofilik saja yang dapat menembus membran
dengan mudah. Molekul-molekul obat yang terionisasi tidak mudah melewati
membran tersebut.
Contohnya Asam salisilat (suatu asam lemah dengan pKa = 3,0) terionisasi
lebih dari 99% pada plasma (pH = 7,4) dan oleh karena itu, Asam salisilat masuk ke
cairan serebro-spinalis secara lambat sekali. Kebanyakan membran diperkirakan
berpori-pori yang dapat dilalui oleh molekul polar yang kecil saja dan tidak dapat

6
dilalui oleh molekul besar. Sebaliknya, otot memiliki pori-pori yang relatif besar.
Contohnya Gentamisin akan diabsorpsi dengan baik bila disuntikkan secara
intramuskular tetapi tidak akan diabsorpsi bila diberikan per oral (Staf Pengajar
Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008)
c. Protein
Fraksi obat terikat dapat berubah dengan adanya perubahan konsentrasi
protein plasma pasien. Apabila pasien memiliki konsentrasi protein plasma yang
rendah maka untuk setiap pemberian dosis obat, konsentrasi obat bioaktif bebas
kemungkinan lebih tinggi dari yang diharapkan (Kee, 1996; Shargel et al., 2012).
Mekanisme Keadaan sakit
Penurunan sintesis protein Penyakit liver
Peningkatan katabolisme protein Trauma, pembedahan
Distribusi albumin dalam ruang
Terbakar
esktravaskuler
Eliminasi protein yang besar Penyakit renal
Tabel 3.
Faktor-faktor yang menurunkan konsentrasi protein plasma (Shargel et al., 2012).

3. Permeabilitas Kapiler
Membran sel berbeda dalam karakteristik permeabilitas, bergantung pada
jaringannya. Sebagai contoh, membran kapiler dalam hati dan ginjal lebih permeable
untuk pergerakan obat transmembran dari pada kapiler dalam otak. Kapiler sinusoid hati
sangat permeable dan memungkinkan lewatnya molekul dengan ukurang besar. Dalam
otak dan spinal cord, sel endotel kapiler dikelilingi oleh suatu lapisan sel-sel glial, yang
mempunyai hubungan interseluler yang rapat. Lapisan tambahan dari sel sekitar
membran kapiler secara efektif berindak untuk memperlambat laju difusi obat ke dalam
otak dengan bertindak sebagai suatu sawar lemak yang lebih tebal. Sawar lemak ini
disebut sawar darah-otak (blood-brain barrier), memperlambat difusi dan penetrasi ke
dalam otak dan spinal cord dari obat yang polar. Pada kondisi patofisiologis tertentu,
permeabilitas membrane sel dapat berubah. Sebagai contoh, luka bakar akan mengubah
permeabilitas kulit dan memungkinkan obat-obat dan molekul besar untuk menembus
masuk atau ke luar. Pada meningitis, yang melibatkan inflamasi membran spinal cord
atau otak, ambilan otak ke dalam otak akan meningkat (Katzung, 2011; Shargel et
al.,2012). Distribusi total obat dalam tubuh dapat diperkirakan dengan cara mengaitkan
jumlah obat dalam tubuh dengan jumlah obat dalam darah atau dengan kadar obat
dalam darah. Parameter yang mengaitkan jumlah obat dalam tubuh dengan kadar obat
dalam darah disebut volume distribuse (VD), dengan rumus:
7
Jumlah obat dalamtubuh
VD =
kadar obat dalam darah
Volume distribusi adalah suatu parameter yang penting dalam farmakokinetik.
Salah satu kegunaannya adalah untuk menentukan dosis obat yang diperlukan untuk
memperoleh kadar obat dalam darah yang dikehendaki. Obat-obat dengan nilai VD
yang kecil akan menghasilkan kadar dalam darah yang lebih tinggi, sedangkan obat
dengan nilai VD yang besar akan menghasilkan kadar dalam darah yang rendah (Staf
Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008).
Di dalam praktiknya, terlihat bahwa obat-obat yang terdistribusi secara meluas
dalam tubuh akan mempunyai nilai VD yang besar, sebaliknya obat-obat yang kurang
terdistribusi ke seluruh tubuh akan menunjukkan nilai nilai VD yang kecil, yang
menujukkan adanya ikatan yang sangat kuat antara obat tersebut dengan protein plasma.
Nilai VD< 5 L menunjukkan bahwa obat dipertahankan dalam kompartemen vaskular.
Nilai VD< 15 L menunjukkan bahwa obat terbatas pada cairan ekstraselular. Sementara
volume distribusi yang besar (Nilai VD> 15 L) menunjukkan distribusi di seluruh cairan
tubuh total atau konsntrasi pada jaringan tertentu. Volume distribusi dapat digunakan
untuk menghitung bersihan (clearance) obat (Neal, 2005; Staf Pengajar Departemen
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008). Bersihan (clearance)
adalah konsep yang penting dalam farmakokinetik. Bersihan (Cl p) merupakan volume
darah atau plasma yang dibersihkan dari obat dalam satuan waktu dan dirumuskan
dengan:
Cl p = VD x Kel

Konstanta kecepatan eliminasi (Kel) adalah fraksi obat yang ada pada suatu waktu
yang akan tereliminasi dalam satuan waktu, yang dapat dihitung dengan rumus:
0,69
Kel =
t
Bersihan juga menunjukkan kemampuan hati dan ginjal untuk membuang atau
membersihkan obat (Neal, 2005)
Penjelasan dari faktor- faktor yang mempengaruhi proses distribusi, yaitu :

1. Protein plasma

Obat terikat dalam protein plasma dalam taraf yang bervariasi.Ikatan protein
pada obat akan mempengaruhi intensitas kerja, lamakerja dan eliminasi bahan obat
sebagai berikut: bagian obat yangterikat pada protein plasma tidak dapat berdifusi

8
dan pada umumnyatidak mengalami biotransformasi dan eliminasi. Jadi hanya obat
–obatbentuk bebas saja yang akan mencapai tempat kerja dan berkhasiat.

2. Kelarutan Lipid

Kelarutan lipid merupakan taraf larutnya obat di dalam jaringanlemak tubuh.


Tubuh secara kimiawi tersusun dari sejumlahkompartemen cairan dan jaringan
lemak. Sebagian besar obat didistribusikan ke seluruh kompartemen cairan dalam
tubuh, dan kemudian akanditeruskan ke dalam jaringan lemak dalam taraf yang
besar/kecil. Taraf penyebaran obat ke seluruh tubuh disebut volume distribusi.

3. Karakteristik Pengikatan

Beberapa obat memiliki karakteristik pengikatan yangtidak lazim. Contoh:


tetrasiklin terikat dengan tulang dan gigi.Obat anti-malaria klorokuin dapat terikat
dengan retina orangdewasa/janin.

4. Aliran Darah ke Dalam Jaringan

Sebagian jaringan tubuh menerima pasokan darah yanglebih baik daripada


lainnya; contoh: aliran darah ke dalam otak jauh lebih tinggi daripada aliran darah
ke tulang. Kondisi sirkulasi darah ini menentukan distribusi obat. Sirkulasi darah
diutamakan pada jantung, otak, dan paru-paru. Karenavolume sirkulasi terbatas,
obat akan terdapat padakonsentrasi tinggi di dalam jaringan yang bisa
dijangkaunya.

5. Kondisi Penyakit yang Diderita Pasien

Contohnya, gagal ginjal dan kegagalan fungsi hati akanmengganggu kemampuan


tubuh dalam mengeliminasisebagian besar obat. Obat juga akan menumpuk dalam
tubuhjika pasien mengalami dehidrasi. Jika terjadi penumpukanobat, efek sampingnya
akan semakin berat. Keadaan lain yangdapat mempengaruhi distribusi obat meliputi:
gagal jantung,syok, penyakit tiroid, penyakit GI.
Karena proses distribusi obat sangat mempengaruhi transfer senyawa obat ke
lokasi-lokasi pengobatan yang diharapkan, berbagai cara ditempuh dalam pembuatan
obat dan jenis sediaannya untuk meningkatkan efektivitas ditribusi obat.
Ada beberapa hal yang diperhatikan saat merancang sediaan obat yang ada
hubungannya dengan distribusi obat. Misalnya pada penggunaan obat untuk ibu hamil.
Apabila melalui uji klinis terlihat bahwa senyawa obat dapat melintasi plasenta dan
senyawa tersebut berbahaya bagi janin, maka obat tidak boleh dikonsumsi oleh ibu
hamil. Membran otak juga adalah salah satu jaringan yang dihindari pada proses

9
ditribusi obat. Sedikit perubahan struktur pada senyawa obat dapat memodifikasi pola
distribusi sehingga obat tidak ditransfer melalui membran otak.

C. Mekanisme Distribusi

Obat setelah diabsorbsi akan tersebar melalui sirkulasi darah keseluruh badan.
Dalam peredarannya, kebanyakan obat-obat di distribusikan melalui membrane badan
dengan cara yang relative lebih mudah dan lebih cepat dibanding dengan eliminasi atau
pengeluaran obat.
Distribusi adalah proses suatu obat yang secara reversible meninggalkan aliran
darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan/atau ke sel-sel jaringan.
Pengiriman obat dariplasma ke interstinum terutama tergantung pada aliran darah,
permeabilitas kapiler, derajat ikatan ion obat tersebut dengan protein plasma atau
jaringan dan hidrofobisitas dari obat tersebut.
Distribusi meliputi transport (pengangkutan) molekul obat di dalam tubuh. Setiap
kali obat disuntikan atau diabsorbsi ke dalam aliran darah, obat di bawa oleh darah dan
cairan jaringan ke tempat aksi obat (aksi farmakologi), tempat metabolisme, dan tempat
ekskresi. Kebanykan obat masuk dan meninggal aliran darah di tingkat kapiler, melewati
celah antara sel yang membentuk dinding kapiler.Distribusi bergantung besarnya
kecukupan sirkulasi darah. Obat di distribusikan cepat kepada organ yang menerima
suplai darah dalam jumlah banyak seperti jantung, hati dan ginjal. Distribusi ke organ
dalam lainnya seperti lemak otot, dan kulit biasanya lebih lambat. Sebuah faktor penting
dalam distribusi obat adalah ikatan protein. Banyak obat membentuk ikatan komplek
dengan plasma.
Protein utama adalah albumin yang bertindak sebagai pembawa obat. Molekul
obat yang berikatan dengan protein plasma adalah farmakologi inaktif karena ukuran
kompleknya (ikatan albumin+obat) yang besar, mencegah obat meninggalkan aliran
darah melalui lubang kecil di dinding kapiler dan mencapai tempat aksi, metabolisme,
dan ekskresi. Hanya bagian obat yang bebas atau tidak terikat yang dapat beraksi di
dalam tubuh sel. Sebagai obat yang bebas obat beraksi di dalam sel, terjadi penurunan
tingkat plasma obat karena beberapa ikatan obat terlepas.
Ikatan protein membolehkan bagian dari dosis obat  untuk disimpan dan
dilepaskan jika dibutuhkan.Beberapa obat juga disimpan di jaringan otot, lemak, dan
jaringan tubuh lainnya. dan dilepaskan sedikit-demi sedikit ketika tingkat plasma obat
menurun. Mekanisme penyimpanan ini memelihara tingkat obat rendah didalam darah
dan mengurangi resiko keracunan. Obat yang diikat kuat oleh plasma protein atau
disimpan dalam jumlah besar di jaringan tubuh memiliki aksi obat yang panjang.

10
Distribusi obat ke dalam Sistem Saraf Pusat ( central nervous system) dibatasi
karena terdapat sawar darah otak (blood–brain barrier), yang terdiri dari pembuluh
darah kapiler dengan dinding tebal, membatasi pergerakan molekul obat masuk ke
dalam jaringan otak. Sawar (penghalang) ini juga bertindak sebagai membran selektif
permeabel yang menjaga Sistem Saraf Pusat (SSP). Namun hal ini juga menyebabkan
terapi obat  untuk gangguan sisitem saraf sangat sulit diberikan karena harus melewati
sel dari dinding kapiler dan lebih jarang antara sel. Sebagai hasilnya, hanya obat yang
larut dalam lemak atau memiliki sistem transportasi yang dapat melewati sawar-darah
otak dan mencapai kosentrasi terapeutik di dalam jaringan otak.
Distribusi obat selama kehamilan dan menyususi juga unik. Selama kehamilan,
sebagian besar obat melewati plasenta dan dapat mempengaruhi bayi. Selama laktasi,
banyak obat masuk ke dalam air susu  dan dapat mempengaruhi bayi.
Obat disampaikan ke reseptor melalui sistem sirkulasi dan mencapai target
reseptor yang dipengaruhi oleh aliran darah dan konsentrasi jumlah darah di reseptor
tersebut. Konsentrasi obat di suatu sel dipengaruhi oleh kemampuan obat berpenetrasi
ke dalam kapiler endotelium (tergantung ikatan obat dengan protein plasma) dan difusi
melalui membran sel. Distribusi obat di darah, organ dan sel tergantung dosis dan rute
pemberian, lipid solubilin obat, kemampuan berikatan dari protein plasma dan jumlah
aliran darah ke organ dan sel.
Senyawa yang terdapat pada sebuah sediaan obat, selain zat aktif yang digunakan
untuk pengobatan, juga ada senyawa-senyawa yang membantu proses  distribusi zat
aktif. Oleh sebab itu tidak dianjurkan kepada pasien atau tenaga medis merubah bentuk
sediaan tanpa berkonsultasi dengan apoteker. Misalnya merubah tablet menjadi puyer,
apabila dalam bentuk puyer ketersediaan hayati obat tersebut menjadi berkurang.
    

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang diperoleh maka dapat disimpulkan :

1. Distribusi obat adalah proses-proses yang berhubungan dengan transfer senyawa


obat dari satu lokasi ke lokasi lain di dalam tubuh.

2. Setelah melalui proses absorpsi, obat akan di distribusikan keseluruh tubuh melalui
sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan
oleh sifat fisikakimianya.

3. Proses distribusi ini dipengaruhi oleh :

a. Pengikatan protein plasma

b. Kelarutan obat dalam lipid (yaitu, apakah obat tersebut larut dalam jaringan
lemak)

c. Sifat-keterikatan obat

d. Aliran darah ke dalam organ dan keadaan sirkulasi

e. Kondisi penyakit

4. Mekanisme distribusi meliputi transport (pengangkutan) molekul obat di dalam


tubuh. Setiap kali obat disuntikan atau diabsorbsi ke dalam aliran darah, obat di
bawa oleh darah dan cairan jaringan ke tempat aksi obat (aksi farmakologi), tempat
metabolisme, dan tempat ekskresi. Kebanykan obat masuk dan meninggal aliran
darah di tingkat kapiler, melewati celah antara sel yang membentuk dinding
kapiler.Distribusi bergantung besarnya kecukupan sirkulasi darah. Obat di
distribusikan cepat kepada organ yang menerima suplai darah dalam jumlah banyak
seperti jantung, hati dan ginjal. Distribusi ke organ dalam lainnya seperti lemak
otot, dan kulit biasanya lebih lambat. Sebuah faktor penting dalam distribusi obat
adalah ikatan protein. Banyak obat membentuk ikatan komplek dengan plasma.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Farmakologi. BPK Penabur. Jakarta.


http://jimipositron.blogspot.com/2012/09/distribusi-obat-bagaimana-tubuh.html
http://www.slideshare.net/4nakmans4/farmakokinetika-11654174
http://izetie.wordpress.com/2012/03/23/bagaimana-obat-bekerja.html
http://retnasuria-w.blogspot.com/2013/09/distribusi-obat-melalui-sawar-otak-dan.html
http://krissandy-gatez.blogspot.com/2012/06/interaksi-obat-dengan-reseptor.html

13

Anda mungkin juga menyukai