Anda di halaman 1dari 82

Farmakodinamik

Oleh:
Sherli Mariance Sari,S.Kep,Ners,M.Kes
Farmakodinamik
 Mempelajari kegiatan obat terhadap organisma hidup,
terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologis
serta efek terapeutik yang ditimbulkannya (efek yang
diberikan oleh obat terhadap tubuh).
Farmakodinamik lebih fokus membahas dan
mempelajari seputar efek obat-obatan itu sendiri di
dalam tubuh baik dari segi fisiologi maupun biokimia
berbagai organ tubuh serta mekanisme kerja obat-
obatan itu sendiri di dalam tubuh manusia.
Farmakodinamik juga sering disebut dengan aksi atau
efek obat. Efek Obat merupakan reaksi Fisiologis atau
biokimia tubuh karena obat, misalnya suhu turun,
tekanan darah turun, kadar gula darah turun.
Reseptor Obat

Reseptor adalah makromolekul ((biopolimer)khas


atau bagiannya dalam organisme yakni tempat aktif
obat terikat.
Komponen yang paling penting dalam reseptor obat
adalah protein. struktur kimia suatu obat
berhubungan erat dengan affinitasnya terhadap
reseptor dan aktivitas intrinsiknya, sehingga
perubahan kecil dalam molekul obat dapat
menimbulkan perubahan yang besar
interaksi obat - reseptor

persyaratan untuk obat - reseptor adalah


pembentukan kompleks obat reseptor. apakah
kompleks ini terbentuk dan seberapa besar
terbentuknya tergantung pada affinitas obat terhadap
reseptor. kemampuan obat untuk menimbulkan suatu
rangsang dan membentuk kompleks dengan reseptor
disebut aktivitas intrinsik. Agonis adalah obat yang
memilki baik afinitas dan aktivitas intrinsik. Pada
teori reseptor obat sering dikemukakan bahwa efek
obat hanya dapat terjadi bila terjadi interaksi molekul
obat dengan reseptornya. Lebih mudahnya
dirumuskan seperti ini.
Obat (O) + Reseptor (R) --> Kompleks obat reseptor
(OR) ---> Efek
Efek Teraupetik
Tidak semua obat bersifat betul-betul menyembuhkan
penyakit, beberapa obat memang dibuat hanya untuk
meniadakan atau meringankan gejala suatu penyakit.
Berikut ini adalah tiga jenis terapi obat:
Terapi Kausal, obat yang berfungsi untuk
memusnahkan penyebab penyakit, obat inilah yang
digunakan untuk menyembuhkan penderita dari
penyakit. contoh obat dengan terapi kausal adalah
antibiotik, anti malaria dan lain-lain.
Terapi simptomatis, obat ini berguna untuk
meringankan gejala dari suatu penyakit. contoh obat
jenis ini adalah analgesik, antipiritik, anti emetik dan
sebagainya.
Terapi subtitusi, obat yang digunakan untuk
Faktor yang mempengaruhi khasiat obat
 Faktor-faktor yang menentukan cara transport obat lintas
membran yaitu :
Sifat fisiko-kimia obat : bentuk dan ukuran molekul,
kelarutan dalam air, kelarutan dalam lemak, derajat
ionisasi
Bioavailabilitas : adalah ( ketersediaan hayati )
Jumlah obat ( dalam persen terhadap dosis ) yang
mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh / aktif.
Ketersediaan hayati digunakan untuk memberi gambaran
mengenai keadaan dan kecepatan obat diabsorpsi dari
bentuk sediaan.
Ketersediaan hayati suatu obat dapat diukur pada pasien
( secara in vivo ) dengan menentukan kadar obat dalam
plasma darah dengan interval setiap jam sampai diperoleh
kadar puncak dan kadar obat minimum yang masih
berefek
Lanjutan,,,,,
Obat yang menghasilkan kadar obat sama antara
kadar dalam darah dan dalam jaringan, disebut
mempunyai bioekivalensi . Bila tidak sama, disebut
mempunyai bioinekivalensi. Bila bioinekivalensinya
lebih dari 10 % menimbulkan inekivalensi terapi,
terutama obat-obat yang indeks terapinya sempit
( dosis terapi hampir sama dengan dosis toksik )
Tidak semua jumlah obat yang diabsorpsi dari tempat
pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Banyak
faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas obat,
terutama bila diberikan per oral, kemungkinan obat
dirusak oleh reaksi asam lambung atau oleh enzim-
enzim dari saluran gastrointestinal
Cara pemberian obat
Cara pemberian obat per oral :

Cara ini paling umum dilakukan karena mudah, aman


dan murah. Namun untuk obat yang diberikan
melalui oral, ada tiga faktor yang mempengaruhi
bioavailabilitas :
1. Faktor obatnya sendiri (larut dalam lipid, air atau
keduanya)
2. Faktor penderita ( keadaan patologik organ-organ
pencernaan dan metabolisme )
3. Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna. ( interksi
dengan makanan )
.
. Cara pemberian obat melalui suntikan :
Keuntungan pemberian obat secara parenteral
dibandingkan per oral, yaitu :
1. Efeknya timbul lebih cepat dan teratur
2. Dapat diberikan pada penderita yang tidak
kooperatif, tidak sadar atau muntah-muntah
3. Sangat berguna dalam keadaan darurat
Kelemahan cara pemberian obat melalui suntikan :
1. Dibutuhkan cara aseptis
2. Menyebabkan rasa nyeri
3. Kemungkinan terjadi penularan penyakit lewat
suntikan
4. Tidak bisa dilakukan sendiri oleh penderita
5. Tidak ekonomis
Pemberian Obat Melalui Paru-paru :
Cara ini disebut cara inhalasi, hanya dilakukan untuk
obat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah
menguap, misalnya anestetik umum dan obat dalam
bentuk aerosol. Absorpsi melalui epitel paru dan
mukosa saluran napas

Keuntungan :
1. Absorpsi terjadi secara cepat karena permukaan
absorpsinya luas
2. Terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati
3. Obat dapat diberikan langsung pada bronchus
( untuk asma bronchial )
Kelemahan :
1. Diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit (
obat semprot untuk asma)
2. Sukar mengukur dosis (karena ukurannya: berapa
kali semprotan sekali pakai)
3. Obatnya sering mengiritasi epitel paru
Pemberian Topikal
Pada kulit : Jumlah obat yang diserap tergantung : - (1)
pada luas permukaan kulit yang terpejan; - (2)
kelarutan obat dalam lemak; -( 3 ) dapat ditingkatkan
absorpsinya dengan membuat suspensi obat dalam
lemak.
Distribusi
Distribusi obat terjadi melalui dua fase berdasarkan
penyebarannya. Yaitu :
1. Distribusi fase pertama : yaitu ke organ-organ yang
perfusinya sangat baik ( jantung, hati, ginjal dan
otak ), terjadi segera setelah penyerapan, selanjutnya
2. Distribusi fase kedua : yaitu ke organ-organ yang
perfusinya tidak begitu baik ( otot, visera, kulit, dan
jaringan lemak ).
Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi
membrane sel dan terdistribusi ke dalam sel, obat
yang tidak larut dalam lemak sulit menembus
membrane sel sehingga distribusinya terbatas
terutama di cairan ekstrasel. Distribusi terbatasi oleh
ikatan obat pada protein plasma. dan hanya obat
bebas yang dapat berdifusi kedalam sel dan mencapai
keseimbangan;
Obat dapat terakumulasi di dalam sel jaringan karena
ditransport secara aktif atau lebih sering karena
berikatan dengan konponen intrasel ( protein,
fosfolipid, atau nukleoprotein )
Distribusi obat ke SSP sulit terjadi, karena obat harus
menembus sawar khusus yaitu sawar darah –otak .
Endotel kapiler otak tidak mempunyai ruang antar sel
maupun vesikel pinositosik, karena itu kemampuan
obat untuk menembus sawar darah-otak hanya
ditentukan oleh dan sebanding dengan kelarutan
bentuk non ion dalam lemak.
Obat yang seluruhnya atau hampir seluruhnya dalam
bentuk ion, misalnya ammonium kuaterner atau
penisilin, dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke
otak dari darah.

Semua obat yang diterima oleh ibu hamil akan masuk


ke sirkulasi janin melalui sawar uri yang memisahkan
darah ibu dan darah janin, yang tidak berbeda dengan
sawar saluran cerna
BIOTRANSFORMASI
Biotransformasi atau metabolisme obat, adalah proses
perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam
tubuh dan dikatalisis oleh enzim.

Pada proses biotransformasi :


(1) molekul obat diubah menjadi lebih polar sehingga
mudah diekskresi melalui ginjal
(2) pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga
proses biotransformasi sangat berperan dalam
mengakhiri kerja obat
(3) ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif
atau lebih toksik
(4) ada obat yang merupakan calon obat ( pro drug )
yang baru aktif setelah mengalami biotransformasi
oleh enzim tertentu menjadi metabolt aktif yang
selanjutnya akan mengalami biotransformasi lebih
lanjut atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir
Reaksi-reaksi biotransformasi yang terjadi dapat
dibedakan atas :
(1) reaksi fase I dan ; (2) reaksi fase II
Reaksi fase I ialah : oksidasi, reduksi dan hidrolisis,
yang mengubah obat menjadi metabolit lebih polar
yang bersifat inaktif, kurang atau lebih aktif dari
bentuk aslinya.
Reaksi fase II ( disebut reaksi sintetik ) : merupakan
konjugasi obat atau metabolit hasil reaksi fase I
dengan substrat endogen misalnya asam glukuronat,
sulfat asetat atau asam amino. Hasil konjugasi ini
bersifat lebih polar dan lebih mudah terionisasi
sehingga lebih mudah diekskresi.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat
dapat dibedakan berdasarkan letaknya didalam sel,
yaitu : (1) enzim mikrosom ( dalam reticulum
endoplasma ) yang mengkatalisis reaksi konjugasi
glukuronat, sebagian besar reaksi oksidasi obat, reaksi
reduksi dan hidrolisis; (2) enzim nonmikrosom , yang
mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya ( dengan
asetat, sulfat, asam fosfat, gugus metal, glutation atau
asam amino ), dan beberapa reaksi oksidasi, reduksi
dan hidrolisis.
Sebagian besar biotransformasi obat, asam-asam
lemak, hormon-hormon steroid dikatalisis oleh enzim
mikrosom hati. Untuk itu obat harus larut dalam
lemak agar dapat melintasi membrane sel masuk
kedalam reticulum endoplasma dan berikatan dengan
enzim mikrosom hati.

Aktivitas enzim mikrosom maupun nonmikroson


ditentukan oleh faktor genetik, sehingga kecepatan
metabolisme obat antar individu bervariasi.
Metabolisme obat di hati terganggu bila terjadi
kerusakaan parenkhim hati misalnya oleh adanya zat
hepatotoksik atau sirosis hepatis. Dalam hal ini, dosis
obat yang eliminasinya terutama melalui metabolisme
di hati harus disesuaikan atau dosisnya dikurangi.
Misalnya :Gangguan kardiovaskuler dan latihan fisik
berat akan mengurangi metabolisme obat tertentu di
hati.

Pada bayi, terutama bayi prematur, aktivitas enzim


metabolismenya ( mikrosom maupun nonmikrosom )
masih rendah, fungsi ekskresi dan sawar darah-otak
masih belum sempurna, maka sangat peka terhadap
efek toksik obat.
Ekskresi
Obat dkeluarkan dari tubuh melalui barbagai organ
ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi
atau dalam bentuk asalnya.
Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat dari
pada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi lewat
paru ( tergantung koefisien partisi darah / udara , bila
koefisien partisinya kecil, lebih cepat diekskresi)
Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting ,
ekskresi di ginjal merupakan proses filtrasi
glomerulus. Glomerulus merupakan jaringan kapiler
yang dapat melewatkan semua zat yang lebih kecil
dari albumin melalui celah antarsel endotelnya.
Semua obat yang tidak terikat oleh protein plasma
mengalami fitrasi di glomerulus.
. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan
fungsi ginjal, sehingga dosis perlu diturunkan atau
interval pemberian diperpanjang
Ekskresi melalui empedu : Obat dengan BM lebih
kecil dari 150 dan obat yang telah dimetabolisme
menjadi obat yang lebih polar, dapat diekskresikan
dari hati lewat empedu menuju ke usus dengan
mekanisme transport aktif ( dalam bentuk
terkonjugasi dengan asam glukuronat, asam sufat atau
glisin ). Di usus, obat bentuk konjugat dapat langsung
diekskresi atau mengalami hidrolisis oleh enzim atau
bakteri usus menjadi senyawa yang bersifat nopolar
sehingga dapat diabsorpsi kembali ke plasma darah,
kembali ke hati , dimetabolisisr, dikeluarkan kembali
melalui empedu menuju ke usus, demikian seterusnya
sehingga merupakan siklus yang disebut siklus
enterohepatik. Siklus enterohepatik menyebabkan
kerja obat menjadi lebih panjang.
Ekskresi obat juga bisa melalui keringat, air liur, air
mata, air susu, dan rambut tetapi dalam jumlah relatif
kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran
efek obat. Maka dari itu, air liur digunakan sebagai
pengganti darah untuk menentukan kadar obat
tertentu; rambut juga dapat digunakan untuk
menentukan logam toksik, atau arsen
Semua molekul obat yang masuk dalam tubuh,
kemungkinan besar berikatan dengan konstituen
jaringan atau biopolimer seperti protein, lemak, asan
nukleat, mukopolisakari -da, enzim biotransformasi
dan reseptor. Pengikatan obat oleh biopolimer
dipengaruhi oleh bentuk konformasi molekul obat
dan pengaturan ruang dari gugus-gugus fungsional
senyawa obat. Interaksi obat dapat berupa:(1) Interaksi
tidak khas dan ;(2) Interaksi khas.
1. Interaksi tidak khas adalah interaksi yang hasilnya
tidak menghasilkan efek yang berlangsung lama dan
tidak menyebabkan perubahan struktur molekul obat
maupun biopolimer. Interaksi ini bersifat reversibel
( terpulihkan ) dan tidak menghasilkan respons
biologis. Contohnya : Interaksi obat yang hanya
merubah lingkungan fisika-kimia dari struktur badan
( protein jaringan, asam nukleat, mukopolisakarida,
air dan lemak ), misalnya : anestetik umum merubah
struktur air didalam otak; diuretik osmotik merubah
tekanan osmotik dalam ginjal.
2. Interaksi khas :adalah interaksi yang menyebabkan
perubahan struktur makromolekul reseptor sehingga
timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis normal
yang dapat diamati sebagai respons biologis. Interaksi
dengan reseptor dan interaksi dengan enzim
biotransformasi, merupakan interaksi khas.
KERJA OBAT
Kerja obat dapat digolongkan menjadi dua yaitu : (A)
Kerja obat yang diperantarai reseptor dan : (B) Kerja
obat yang tidak diperantarai reseptor.
KERJA OBAT YANG DIPERANTARAI
OLEH RESEPTOR
Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat
dengan reseptor pada sel suatu organisme. Interaksi
obat dengan reseptornya, mencetuskan perubahan
biokimia dan fisiologi yang merupakan respons
biologis yang khas untuk obat tersebut. Interaksi
antara obat dengan enzim biotransformasi juga
merupakan interaksi yang khas karena mengakibatkan
perubahan struktur makromolekul reseptor sehingga
timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis yang
dapat diamati sebagai respons biologis
Reseptor obat merupakan komponen makromolekul
fungsional, yaitu tempat terikatnya obat untuk
menimbulkan respons. Sekelompok reseptor obat
tertentu juga berperan sebagai reseptor untuk ligand
endogen ( hormon dan neurotransmitor. Komponen
yang paling penting dalam reseptor obat adalah
protein ( misalnya : asetilkolinesterase, Na+ -, K+ -ATP
ase dsb ). Asam nukleat juga dapat merupakan
reseptor obat , contohnya untuk obat sitostatika
( pembunuh sel kanker ).
Ikatan antara obat dengan reseptor, berupa ikatan ion,
ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan van der
Walls atau ikatan kovalen ( jarang ). Umumnya
merupakan campuran berbagai ikatan tersebut diatas.
Ikatan antara obat daengan reseptor, misalnya ikatan
antara substrat dengan enzim, biasanya merupakan
ikatan lemah ( ikatan ion, ikatan hidrogen, ikatan
hidrofobik, ikatan van der Walls ) dan jarang berupa
ikatan kovalen. Hubungannya dengan efek obat dapat
digambarkan sebagai berikut :
Hubungan Struktur dan Aktifitas Biologik :
Struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan
aktifitasnya terhadap reseptor dan aktifitas
intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul
obat (misal : perubahan stereoisomer ) dapat
menimbulkan perubahan besar dalam sifat
farmakologinya. Pengetahuan mengenai hubungan
struktur dan aktifitas bermanfaat dalam strategi
pengembangan obat baru.
KERJA OBAT YANG TIDAK
DIPERANTARAI RESEPTOR
Beberapa obat tertentu dapat menimbulkan efek tanpa
berikatan dengan reseptor. Mekanismenya ada
berbagai cara yaitu :
1. Mengubah atau mempengaruhi sifat cairan tubuh
2. Berinteraksi dengan ion atau molekul kecil
3. Masuk kedalam komponen sel
1. Mekanisme Kerja Obat : Mengubah atau
mempengaruhi sifat cairan tubuh :
a. Pengubahan sifat osmotik, contoh : (1) obat-obat
diuretik osmotik ( manitol ) yang meningkatkan
osmolaritas filtrat glomerulus sehingga terjadi efek
diuretk; (2) obat-obat katartik osmotik atau pencahar
( Mg SO4 ); (3) gliserol untuk mengurangi udema
serebral
b. Pengubahan sifat asam-basa , contoh (1) obat-obat
antasida untuk menetralkan asam lambung; (2)
NH4CL untuk mengasamkan urin; (3) Natrium
bikarbonat untuk membasakan urin; Asam-asam
organik sebagai antiseptik saluran kemih atau sebagai
spermisida topical dalam saluran vagina.
c. Perusakan nonspesifik membran sel ( sebagai
antiseptik dan desinfektan ), contoh : (1) detergen,
merusak integritas membran lipoprotein; (2) halogen,
peroksida dan oksidator lain ( merusak zat organik );
(3) denaturan, merusak integritas dan kapasitas
fungsional membran sel, partikel subseluler dan
protein.
d. Gangguan fungsi membran, contoh : anestesi
umum dengan eter, halotan atau metoksifluran,
bekerja dengan melarut dalam lemak membran sel di
SSP sehingga eksitabilitas menurun
Terminal mengenai efek obat
pesifisitas dan Selektifitas :
Obat yang ideal adalah yang bersifat spesifik dan
selektif.
Obat yang spesifik . bila bekerjanya hanya pada satu
jenis reseptor
Obat yang selektif , bila menghasilkan satu efek pada
dosis rendah dan pada dosis lebih tinggi baru timbul
efek yang lain.
Contoh : Klorpromasin, bukan obat yang spesifik
karena bekerja pada berbagai jebis reseptor.
Atropin adalah bloker spesifik untuk reseptor
muskarinik, tetapi tidak selektif karena reseptor
muskarinik terdapat di berbagai organ
Salbutamol adalah agonis ß-adrenergik yang spesifik
dan relatif selektif karena memblok reseptor ß2 dan
pada dosis terai hanya berefek dibronkhus.
Selain tergantung pada dosis, selektifitas juga
tergantung cara pemberian obat, contoh: Salbutamol (
pada dosis terapi hanya berefek di bronkhus,
memblok reseptor ß-2 ), bila diberikan sebagai obat
semprot langsung ke saluran napas, maka
selektifitasnya akan meningkat.
Sesungguhnya tidak ada obat yang menghasilkan satu
efek saja, dan makin banyak efek obat, makin banyak
efek sampingnya. Dengan demikian, selektifitas
merupakan sifat obat yang penting dalam terapi.
Indeks terapi hanya berlaku untuk satu efek, maka
obat yang mempunyai beberapa efek terapi juga
mempunyai beberapa indeks terapi. Contoh : Aspirin
mempunyai efek analgetik dan antirheumatik. Indeks
terapi atau batas keamanan obat aspirin sebagai
analgetik lebih besar dibandingkan dengan indeks
terapi sebagai antireumatik karena dosis terapi
antireumatik lebih besar dari dosis analgetik.
Harus diingat bahwa gambaran atau pernyataan
bahwa obat cukup aman untuk kebanyakan penderita,
tetapi tidak menjamin keamanan untuk setiap
penderita karena selalu ada kemungkinan timbul
respons yang menyimpang. Contohnya : penisilin
dapat dinyatakan aman untuk sebagian besar
penderita tetapi dapat menyebabkan kematian untuk
penderita yang alergi terhadap obat tersebut.
-
Respons individu terhadap obat sangat bervariasi,
yaitu dapat berupa : (1) Hiperaktif ( dosis rendah
sekali sudah dapat memberikan efek ); (2) Hiporeaktif
( untuk mendapatkan efek, memerlukan dosis yang
tinggi sekali ); (3) Hipersensitif ( orang alergi terhadap
obat tertentu ); (4) Toleransi ( untuk mendapatkan
efek obat yang pernah di konsumsi sebelumnya,
memerlukan dosis yang lebih tinggi ); (5) Resistensi
( efek obat berkurang karena pembentukan genetik );
(6) Idiosikrasi ( efek obat yang aneh , yang merupaka
reaksi alergi obat atau akibat perbedaan genetik )
Aksi obat dapat melalui beberapa cara
. Mengadakan stimulasi atau depresi fungsi spesifik
dari sel
2. Mengadakan campur tangan aktifitas seluler dari sel
asing terhadap sel tuan rumah, misalnya pemberian
antibiotik untuk membunuh sel bakteri; pemberian
obat untuk membunuh sel kanker.( obat-obat
kemoterapi )
3. Merupakan terapi pengganti, misalnya pemberian
suplemen Kalium, pemberian hormon atau vitamin
untuk mencapai dosis fisiologis sehingga diperoleh
aksi.
Penggunaan Obat dapat menghasilkan
lebih dari satu efek, yaitu :
1. Efek terapi ( utama ).
Terapi obat dapat bertujuan untuk : (a) terapi kausal ;
(2) terapi simtomatik dan (3) terapi substitusi

2. Efek samping : adalah efek yang tidak diinginkan,


atau efek obat yang tidak termasuk kegunaan terapi,
misalnya : Efek terapi pemberian morfin adalah
sebagai analgesik, tapi mempunyai efek samping
depresi pernapasan dan konstipasi..
Efek teratogen :
Adalah efek obat yang pada dosis terapetik untuk ibu
hamil, mengakibatkan cacat pada janin, misalnya :
tangan dan kaki seperti kepunyaan anjing laut atau
bentuk-bentuk lain yang tidak normal.
4. Efek toksik :
Adalah aksi tambahan dari obat yang lebih berat dari
efek samping dan merupakan efek yang tidak
diinginkan. Efek ini disebabkan oleh dosis yang
berlebih
. Idiosinkrasi :
Efek obat yang secara kualitatif berlainan sekali
dengan efek terapi normalnya.

6. Fotosensitisasi :
Adalah efek kepekaan yang berlebihan terhadap
cahaya yang timbul akibat penggunaan obat, misalnya
penggunaan obat Bithionol sebagai antiseptika lokal.
Efek obat pengulangan atau penggunaan
obat yang lama
1. Hipersensitif :
Adalah suatu reaksi alergik yang merupakan respons
abnormal terhadap obat dimana pasien sebelumnya
telah kontak dengan obat tersebut hingga berkembang
timbul antibodi.

2. Kumulasi :
Suatu fenomena pengumpulan obat dalam badan
akibat pengulangan penggunaan obat, dimana obat
diekskresi lebih lambat dibanding kecepatan
absorpsinya.
3. Toleransi :
Suatu fenomena berkurangnya respon terhadap dosis
obat yang sama, sehingga untuk memperoleh respon
yang sama , dosis harus diperbesar

4. Takhifilaksis :
Adalah fenomena berkurangnya kecepatan respons
terhadap aksi obat pada pengulangan penggunaan
dosis yang sama (kurang sensitif). Respon semula
tidak terulang meskipun dengan dosis yang lebih
besar.
5. Habituasi :
Suatu gejala ketergantungan psikhologik terhadap
suatu obat. Kriterianya : (a) selalu ingin menggunakan
obat; (b) tanpa atau hanya sedikit kecenderungan
untuk menaikkan dosis; (c). memberikan efek yang
merugikan pada suatu individu.

5. Adiksi :
Adalah suatu gejala ketergantungan psikhologik dan
fisik terhadap obat. Kriteria : (a) ada dorongan untuk
selalu menggunakan obat; (b). ada kecenderungan
untuk menaikkan dosis; (c). timbul ketergantungan
psikhik dan biasanya diikuti ketergantungan fisik.; (d)
merugikan terhadap individu maupun masyarakat.
6. Resistensi terhadap bakteri :
Pada penggunaan antibiotik untuk infeksi oleh
bakteri, dapat terjadi obat tidak mampu bekerja lagi
untuk membunuh atau menghambat perkembangan
bakteri tertentu.
Efek penggunaan obat campuran
Penggunaan obat campuran dapat nenyebabkan efek :
(1) Adisi; (2) Sinergis; (3) Potensiasi; (4) Antagonis dan
(5) Interaksi.

1. Adisi :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama
memberikan efek yang merupakan penjumlahan dari
efek masing-masing obat bila diberikan secara
terpisah

2. Sinergis :
Beberapa obat mempunyai aksi yang hampir sama,
bila diberikan bersama-sama ,memberikan efek yang
lebih besar dari efek masing-masing obat yang
3. Potensiasi :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama dengan
aksi-aksi yang tidak sama, memberikan efek yang
lebih besar pada pasien, dari pada efek masing-masing
secara terpisah
4. Antagonis :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama, salah
satu obat mengurangi efek dari obat yang lain
5. Interaksi obat :
Interaksi obat berlangsung dengan beberapa cara,
yaitu : (a) Interaksi kimia ; (b) Kompetisi untuk
mengikat protein ( mendesak obat lain pada protein );
(c) Induksi enzim ( menstimulasi pembentukan
enzim di hati sehingga obat cepat dibiotransformasi
dan dieliminasi ); (d) Inhibisi enzim ( mengganggu
fungsi hepar dan enzim-enzimnya, sehingga
memperkuat kerja obat lain ).
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI AKSI OBAT : yaitu
1. Berat badan
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Kondisi patologik pasien
5. Genetik ( Idiosinkrasi )
6. Cara pemberian obat :
(a) yang memberikan efek sistemik : - oral; sublingual;
bukal;-parenteral;- implantasi subkutan; rektal;
(b) yang memberikan efek lokal :- inhalasi; -topikal
( pada kulit ) : salep, krim , lotion ; - obat-obat pada
mukosa : tetes mata, tetes telinga,
TERIMA KASIH
Farmakokinetika
Oleh:
Sherli Mariance Sari,S.Kep,Ners,M.Kes
Farmakokinetik
Farmakokinetik berasal dari bahasa yunani :” farmako
yang artinya obat dan “Kinesis” yang artinya perjalanan.
Farmakokinetik menjelaskan tentang apa yang terjadi
dengan suatu zat di dalam tubuh. {essensial medikal
farmakologi ,2003}
Pengertian :
Kinetik= pergerakan 
farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat
sepanjang tubuh :
–Absorpsi (diserap kedalam darah )
–Distribusi(disebarkan ke berbagai jaringan tubuh)
–Metabolisme(diubah menjadi bentuk yang dapat
Dibuang dari tubuh )
–Ekskresi (dikeluarkan dari tubuh )
Absorpsi
Absorpsi obat meliputi
Proses obat dari saat
Dimasukkan ke dalam
Tubuh , melalui jalurnya
Hingga masuk ke dalam
Sirkulasi sistemik
Pada level seluler, obat
Diabsorpsi melalui
beberapa metode ,
terutama transport aktif
Dan transport pasif

Metode absorpsi
Transport pasif
Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya
Dengan proses difusi obat dapat berpindah dari
Daerah dengan kadar konsentrasi tinggi kedaerah
dengan Konsentrasi rendah
Terjadi selama molekul-molekul kecil dapat berdifusi
Sepanjang membran dan berhenti bila konsentrasi
Padakedua sisi membran seimbang.
Transport Aktif
Transport aktif membutuhkan energi untuk
menggerakkan obat dari daerah dengan konsentrasi
obat rendah kedaerah dengan konsentrasi obat tinggi
Pinositosis adalah
bentuk transfer aktif
Yang unik dimana sel
m‘enelan ’ partikel
Obat . Biasanya Terjadi
pada obat-obat Larut
lemak ( vit A, D, E, K)
Kecepatan Absorbsi
Apabila pembatas antara obat aktif dan sirkulasi sitemik
Hanya sedikit sel  absorpsi terjadi cepat  obat segera
Mencapai level pengobatan dalam tubuh .
•Detik s/d menit : SL, IV, inhalasai
•Lebih lambat : oral, IM topikal kulit  lapisan intestinal,
Otot , kulit menghambat jalan
• Lambat sekali, nerjam-jam / berhari –hari : per rektal
/ sustained release.
Faktor yang mempengaruhi penyerapan :
•Aliran darah ke tempat absorpsi
• Total luas permukaan yang tersedia sebagai tempat
Absorpsi
Kecepatan Absorbsi
 Diperlambat oleh nyeri dan stres
• Nyeri dan stres mengurangi aliran darah, mengurangi
Pergerakan saluran cerna , retensi gaster
 Makanan tinggi lemak
• Makanan tinggi lemak dan padat akan menghambat
Pengosongan lambung dan memperlambat waktu
Absorpsi obat
 Faktor bentuk obat
•Absorpsi dipengaruhi formulasi obat : tablet, kapsul,
Cairan , sustained release, dll)
 Kombinasi dengan obat lain
• Interaksi satu obat dengan obat lain dapat meningkatkan atau
memperlambat tergantung jenis
Distribusi
Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada
dalam cairan tubuh danjaringan tubuh. Distribusi
obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas
(kekuatanpenggabungan) terhadap jaringan,dan efek
pengikatan dengan protein. Ketika obat didistribusi di
dalam plasma, kebanyakan berikatan denganprotein
(terutama albumin) dalam derajat (persentase) yang
berbeda-beda. Obat-Obatyang lebih besar dari 80%
berikatan dengan protein dikenal sebagai obat-obat
yangberikatan dengan tinggi protein.
Lanjutan……
Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi
denganprotein adalah diazepam (Valium): yaitu 98%
berikatan dengan protein. Aspirin 49% berikatan
dengan protein clan termasuk obat yang berikatan
sedang dengan protein.
Abses, eksudat, kelenjar dan tumor juga mengganggu
distribusi obat.Antibiotika tidak dapat didistribusi
dengan baik pada tempat abses dan eksudat.Selain itu,
beberapa obat dapat menumpuk dalam jaringan
tertentu, seperti lemak,tulang, hati, mata, dan otot.
Biotransformasi

Fase ini dikenal juga dengan metabolisme obat, diman


terjadi proses perubahan struktur kimia obat yang
dapat terjadi didalam tubuh dan dikatalisis olen
enzim.
Ekskresi atau eliminasi

Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal,


rute-rute lain meliputi empedu, feses, paru-paru,
saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas, yang
tidak berikatan, yang larut dalam air, dan obat-obat
yang tidak diubah, difiltrasi oleh ginjal.Obat-obat yang
berikatan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh
ginjal. Sekali obatdilepaskan ikatannya dengan
protein, maka obat menjadi bebas dan akhirnya
akandiekskresikan melalui urin.
pH urin mempengaruhi ekskresi obat. pH urin
bervariasi dari 4,5 sampai 8.Urin yang asam
meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa
lemah. Aspirin,suatu asam lemah, dieksresi dengan
cepat dalam urin yang basa. Jika seseorangmeminum
aspirin dalam dosis berlebih, natrium bikarbonat
dapat diberikan untuk mengubah pH urin menjadi
basa. Juice cranberry dalam jumlah yang banyak
dapatmenurunkan pH urin, sehingga terbentuk urin
yang asam.
Setiap orang mempunyai gambaran farmakokinetik
obat yang berbeda-beda. Dosis yang sama dari suatu
obat bila diberikan pada suatu kelompok orang, dapat
menunjukkan gambaran kada dalam darah yang
berbeda-beda dengan intensitas respon yang berbda-
beda pula
Gambaran skematik peristiwa absorpsi, metabolisme, dan ekskresi dari obat-obat
setelah berbagai rute pemberian dapat dilihat pada gambar dibawah ini
(Ansel, 1989)
efek obat Kuantitatif

data kinetika obat

hubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh dengan


intensitas efek yang ditimbulkannya.

daerah kerja efektif obat (therapeutic window) dapat


ditentukan.
Bioavailabilitas

kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi


sistemik.

Oleh karena itu bioavailabilitas suatu obat mempengaruhi


daya terapetik, aktivitas klinik, dan aktivitas toksik obat.
(Shargel & Yu, 1988 ).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
bioavailabilitas obat:
1. Faktor-faktor fisiologik yang berkaitan dengan absorpsi obat
pH medium
Adanya pori-pori
Banyaknya vili dan mikrovili yang ada di daerah duodenum dan
usus halus
Sifat kapiler membran sel.
Jumlah pembawa
Waktu transit obat dalam saluran cerna
Gerakan peristaltik dari duodenum
Aliran (perfusi) darah dari saluran cerna
Adanya makanan dan obat lain didalam saluran cerna
Adanya penyakit
2. Faktor-faktor farmasetik yang mempengaruhi
bioavailabilitas obat
1) Sifat Fisikokimia Obat
 Ukuran Partikel
 Luas permukaan efektif obat
 Bentuk geometrik
 Kelarutan Obat
 Bentuk kimia obat, yaitu garam, asam atau basa serta bentuk anhidrous
atau hidrous
 Polimorf obat
 Konstanta Disosiasi
 Lipofilisitas
 Stabilitas Obat

2) Faktor Formulasi Yang Mempengaruhi


Bioavailabilitas Obat.
Lanjutan

 Dalam peredaran, kebanyakan obat-obat didistribusikan


melalui cairan tubuh dengan cara yang relatif lebih mudah dan
lebih cepat dibandingkan dengan eliminasi atau pengeluaran.
 Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ sekresi
dalam bentuk metabolik hasil biotransformasi atau dalam
bentuk asalnya (Ganiswara, et al, 1995 ).
 Ada beberapa obat yang berikatan kuat dengan protein
sehingga menunda lewatnya ke jaringan sekitarnya.(Ansel,
1989)
 Konsentrasi obat diukur pada sampel biologis seperti susu,
saliva, plasma, dan urin. Secara umum serum atau plasma
sering digunakan untuk mengukur obat (Shargel, et al, 2005).
 Konsentrasi obat dalam tiap cuplikan plasma digambar pada
koordinat kertas grafik rektangular terhadap waktu
pengambilan cuplikan plasma. (Shargel & Yu, 1988).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai