Anda di halaman 1dari 6

Nama : Erni Nurhasanah

NIM : 20230303104

FARMAKOKINETIKA

1. Pengertian
Farmakokinetika yaitu mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan
metabolitnya di dalam darah dan jaringan sebagai fungsi dan waktu. Dimulai dari
perjalanan pemberiaan obat, bagaimana absorpsi nya dari usus, transport dalam darah dan
distribusinya ke tempat kerjanya, perombakannaya, dan akhirnya ekskresinya oleh ginjal.
2. Fase
a. Absorpsi
Proses senyawa obat dipindahkan dari tempat absorpsinya ke dalam sirkulasi
sistemik. Proses ini tergantung pada karakteristik tempat absorpsi, aliran darah di
tempat absorpsi, sifat resiki-kimia obat dan karakteristik produk. Berbagai bentuk
obat sediaan obat dengan cara pemberiannya, menentukan tempat absorpsi obat.
b. Distribusi
Setelah proses absorpsi obat, tahapan farmakokinetika mencapai sirkulasi sistemik.
Obat didistribusikan melalui aliran darah ke berbagai bagian tubuh. Pada awal
distribusi, obat dibawa melalui aliran darah ke jaringan atau organ yang memiliki
perfusi darah yang tinggi, seperti jantung, paru-paru, ginjal, dan hati. Ini
menghasilkan keseimbangan cepat dengan sirkulasi sistemik dan dikenal sebagai
kompartemen sentral. Obat kemudian diserap ke jaringan lemak, tulang, otot, kulit,
dan jaringan ikat yang kurang perfusi. Pada tahap ini, obat-obatan yang tidak larut
dalam lemak atau tidak sesuai dengan jaringan-jaringan di atas tidak didistribusikan.
Obat-obatan ini termasuk dalam golongan ini karena mereka memiliki sifat polar dan
banyak didistribusikan secara sistemik. Obat-obatan ini kemudian dikelompokkan
dalam kelompok yang menggunakan model kompartemen satu. Namun, obat yang
larut dalam lemak dan cocok dengan jaringan atau organ tertentu akan diserap ke
dalamnya, menghasilkan keseimbangan dalam sirkulasi sistemik (Putri Widaningrum &
Prisca Triana Rizqi Santoso, 2022).
c. Metabolisme
Biotransformasi adalah semua reaksi kimia yang terjadi secara enzimatik pada zat
endogen dan eksogen. Tujuan utama metabolisme obat adalah untuk mengubah zat
dari aktif menjadi tidak aktif dan mengurangi polar menjadi polar sehingga dapat
diekskresi dengan mudah melalui urine. Hati adalah pusat metabolisme, tetapi juga
dapat terjadi di kulit, jaringan, paru-paru, saluran cerna, dan ginjal. Membran plasma,
direktikulum endoplasmik, sitosol, mitokondria, envelope nuclear, dan tubulus
endoplasmik bertanggung jawab atas proses metabolisme ini.
d. Ekskresi
Eliminasi terakhir dari obat atau metabolitnya melalui sirkulasi sistemik melalui
ginjal bersama urine, melalui empedu dan air liur ke dalam usus bersama tinja,
melalui keringat, melalui kulit dan air susu ibu. Obat yang kurang larut dalam air sulit
dieksresi. Ini karena obat dimetabolisme lebih cepat sebelum berubah menjadi polar.
Ginjal bertanggung jawab untuk mengeluarkan obat dan metabolitnya. Ada tiga cara
eksresi ginjal: filtrasi glomerulus, sekresi tubuler aktif, dan reabsorpsi
tubuler(UNIVERSITAS SURABAYA, 2003).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi


a. Absorpsi
 Laju disolusi. Sebelum suatu obat dapat diabsorbsi, obat tersebut harus dilarutkan
terlebih dahulu. karenanya, laju disolusi membantu menentukan laju penyerapan.
Obat dalam formulasi yang memungkinkan disolusi cepat mempunyai onset yang
lebih cepat dibandingkan obat yang diformulasikan untuk disolusi lambat.
 Luas permukaan. Luas permukaan yang tersedia untuk penyerapan merupakan
penentu utama laju penyerapan. semakin besar luas permukaan maka penyerapan
akan semakin cepat. Oleh karena itu, obat yang diberikan secara oral biasanya
diserap dari usus kecil dibandingkan dari lambung. (ingat bahwa usus halus,
karena lapisan mikrovilinya, mempunyai luas permukaan yang sangat besar,
sedangkan luas permukaan lambung relatif kecil)
 Aliran darah. Obat diserap paling cepat dari tempat yang aliran darahnya tinggi.
Mengapa? karena darah yang mengandung obat yang baru diserap akan
digantikan dengan cepat oleh darah bebas obat, sehingga mempertahankan
gradien yang besar antara konsentrasi obat di luar darah dan konsentrasi obat di
dalam darah. semakin besar gradien konsentrasi, semakin cepat penyerapannya.
 Kelarutan lipid. Sebagai aturan, obat yang sangat larut dalam lemak diserap lebih
cepat dibandingkan obat yang kelarutannya dalam lemak rendah. Mengapa?
karena obat yang larut dalam lemak dapat dengan mudah melintasi membran yang
memisahkannya dari darah, sedangkan obat dengan kelarutan dalam lemak rendah
tidak dapat melewatinya.
 Partisi pH. Partisi pH dapat mempengaruhi penyerapan obat. Penyerapan akan
meningkat ketika perbedaan antara pH plasma dan pH di tempat pemberian
sehingga molekul obat akan memiliki kecenderungan lebih besar untuk terionisasi
dalam plasma(JACQUELINE ROSENJACK BURCHUM & LAURA D. ROSENTHAL, 2014).

b. Distribusi
 Karakteristik jaringan (aliran darah, koefisien partisi, kelarutnnya dalam lemak)
 Status penyakit yang dapat mempengaruhi distribusi obat
 Ikatan obat protein maksudnya didalam tubuh obat terdapat dalam dua bentuk
yaitu obat dalam bentuk bebas dan obat dalam bentuk terikat dengan makro
molekul atau protein. Pada umumnya obat terikat dengan protein plasma atau
jaringan protein
yang sebagian besar berikatan dengan obat adalah albumin, globulin, a -1-asam
glikoprotein,lipoprotein
c. Metabolisme
Faktor yang mempengaruhi adalah genetic, lingkungan fisiologi, karakteristik obat,
interaksi obat, status penyakit, keadaan penderita, usia, dan kebiasaan pasien(perokok
atau peminum). Adanya perubahan dan faktor-faktor tersebut akan terlihat pada
perubahan Vmaks (laju reaksi maksimum enzim-obat), KM (tetapan Michaelis
Mentens) selanjutnya akan mengubah harga klirens hepatic, km (tetapan laju
metabolisme obat), klirens total dan t setengah eliminasi obat.

d. Eksresi
 First-pass metabolism hepar (metabolisme lintas pertama hepar)
 Bentuk sediaan obat
 Jalur pemberian obat
 Interaksi obat
 Keadaan saluran pencernaan
 Ketidakstabilan kimiawi
4. Contoh obat Ranitidine
Ranitidine adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh kelebihan produksi asam lambung seperti maag. Mekanisme
farmakokinetika yang mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.
Pemberian obat ini melalui oral, 50% ranitidine diserap. menghasilkan konsentrasi serum
puncak dalam 2 ± 3 jam setelah pemberian dosis, dan eliminasi terjadi dalam 2,5 ± 3 jam
dengan waktu paruh. Jumlah kecil ranitidine dimetabolisme oleh flavin mono-oksigenase.
Obat ini dieliminasi oleh ginjal, dan sekitar 70% dosis yang tersedia secara sistemik
ditemukan dalam urin sebagai obat yang tidak berubah. Meskipun bismut hanya diserap
dengan cepat dan bioavailabilitasnya berkisar antara 0,16% dan 0,28%, konsentrasi
puncak bismut biasanya muncul dalam waktu 30 menit, atau antara 15 dan 105 menit,
setelah dosis diberikan. Bismut banyak terdapat di ginjal dan tinggal di sana untuk waktu
yang lama. Farmakokinetik bervariasi dalam eliminasi darah.
FARMAKODINAMIKA

1. Pengertian
Farmakodinamika yaitu mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup terutama
cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapi yang ditimbulkannya.
Farmakodinamika mencakup semua efek yang dilakukan oleh obat terhadap tubuh.
Respon obat dapat menimbulkan efek fisiologis primer atau sekunder.
2. Faktor – Faktor
a. Mula, Puncak, dan Lama Kerja
Obat bekerja mulai saat memasuki plasma dan berakhir saat mencapai konsentrasi
efektif minimum (MEC). Jika kadar obat dalam plasma atau serum menurun di bawah
ambang MEC, maka dosis obat yang memadai tidak tercapai. Namun, terlalu banyak
obat dapat menyebabkan toksisitas). Obat mencapai puncak konsentrasinya dalam
darah atau plasma. Lama kerja adalah berapa lama obat berfungsi. Obat-obatan
tertentu memiliki efek farmakologis dalam beberapa menit, tetapi yang lain dapat
bertahan beberapa jam atau hari. Mulai kerja, puncak kerja, dan lama kerja obat
dinilai oleh kurva respons-waktu.
b. Indeks Terapeutik dan Batasan Terapeutik
Keamanan obat adalah prioritas utama. Dengan menggunakan rasio yang mengukur
dosis terapeutik efektif (ED50) pada 50% hewan dan dosis letal (LD50) pada 50%
hewan, indeks terapeutik (TI) menghitung batas keamanan obat. Perhitungannya akan
diuraikan di bagian ini. Bahaya toksisitas obat meningkat jika rasionya lebih dekat
dengan 1. Tidak ada batas keamanan untuk obat dengan indeks terapeutik rendah.
Karena sempitnya jarak keamanan antara dosis efektif dan dosis letal, dosis obat
mungkin perlu disesuaikan dan kadar obat dalam plasma (serum) harus dipantau.
Obat- obatan dengan indeks terapeutik tinggi memiliki batas keamanan yang lebar
dan tidak memiliki efek toksik yang signifikan.
c. Dosis Pembebanan
Dosis awal yang besar, disebut dosis pembebanan, diberikan untuk mencapai MEC
yang cepat dalam plasma jika ingin efek obat segera. Setelah dosis awal yang besar,
dosis berikutnya diberikan sesuai dengan resep setiap hari. Dosis pembebanan
diperlukan untuk penggunaan digitalis, digoksin. Istilah "digitalisasi" mengacu pada
peningkatan kadar MEC untuk digoksin dalam plasma dalam waktu yang singkat(Siti
Zamilatul azkiyah, 2019).

3. Interaksi Obat dan Reseptor


Untuk memiliki efek, obat harus berinteraksi dengan reseptor atau target aksinya. Obat
dan reseptor dapat berinteraksi satu sama lain untuk membentuk kompleks obat-reseptor
yang memicu respon biologis, baik antagonis maupun agonis. Teori interaksi obat-
reseptor dapat membantu menjelaskan bagaimana respon biologis terjadi.
Teori kecepatan, Obat hanya berfungsi ketika berinteraksi dengan reseptor, menurut
Croxatto dan Huidobro (1956). Paton (1961) menjelaskan teori ini dengan mengatakan
bahwa efek biologis setara dengan kecepatan ikatan obat-reseptor daripada jumlah
reseptor
yang diduduki oleh obat. Dalam teori ini, jenis kerja obat ditentukan oleh kecepatan
penggabungan (asosisasi) dan peruraian (disosiasi) komplek obat-reseptor, bukan oleh
pembentukan komplek obat-reseptor yang stabil. Jika kecepatan asosiasi (sifat mengikat
reseptor) dan disosiasinya besar, senyawa dianggap agonis. Jika kecepatan asosiasi dan
disosiasinya kecil, senyawa dianggap antagonis. Jika kecepatan asosiasi dan disosiasinya
tidak maksimal, senyawa dianggap agonis parsial. Agonis (Mengaktivasi reseptor dan
menghasilkan respon berikutnya). Antagonis (Berikatan dengan reseptor namun tidak
menyebabkan aktivasi. Antagonis mengurangi kemungkinan agonis atau transmitter
untuk berikatan dengan reseptor. Akibatnya, mereka dilemahkan atau dilepaskan dari
sistem reseptor.)
4. Contoh Obat
Metformin dan Captopril : Jika metformin diberikan secara bersamaan dengan captopril
dapat mengakibatkan peningkatan potensi terjadinya hipoglikemi dan asidosis laktat.
Captopril bekerja sebagai ACE-I sehingga dapat menyebabkan jumlah gula dalam darah
berkurang terlalu banyak
Daftar Pustaka

JACQUELINE ROSENJACK BURCHUM, & LAURA D. ROSENTHAL. (2014). Lehne’s


Pharmacology for Nursing Care (JACQUELINE ROSENJACK BURCHUM & LAURA
D. ROSENTHAL, Eds.; 9th ed.).

Putri Widaningrum, & Prisca Triana Rizqi Santoso. (2022). Modul Farmakologi 1-15.
Siti Zamilatul azkiyah. (2019). FARMAKOLOGI Siti Zamilatul Azkiyah.
UNIVERSITAS SURABAYA. (2003). FARMAKOKINETIKA KLINIS_buku_NaniParfati.

Anda mungkin juga menyukai