FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL I
ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI
Disusun oleh :
2012
Percobaan 2
I. TUJUAN
Agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah analisis obat dalam cairan hayati
Pada hakekatnya supaya bisa diserap oleh tubuh obat harus diubah menjadi
metabolit aktifnya. Biasanya obat-obat yang demikian disebut dengan Pro drug (Pra
obat). Prodrug bersifat labil, tidak mempunyai aktivitas farmakologis, tapi dalam
tubuh akan diubah menjadi aktif. Contoh : Bioavailabilitas parasetamol ditingkatkan
oleh ester propacetamol dan sumacetamol. Kemudian dengan atau tanpa
biotransformasi obat dieksresi dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut proses
farmakokinetik dan berjalan serentak di dalam tubuh.
Penetapan kadar obat di dalam badan dapat dianalisis dari cairan hayati lain
seperti urin, saliva atau lainya. Namun, dalam praktik, uji dengan darah paling
banyak dilakukan. Di samping tempat dominan yang dilalui obat seperti yang
dijelaskan di atas, darah juga menjadi tempat yang paling cepat dicapai oleh obat.
Sedangkan urin merupakan cairan hayati yang biasanya digunakan dalam uji fase
farmakokinetik untuk mempelajari disposisi suatu obat dan menentukan kadar suatu
obat untuk obat-obatan yang dieksresikan lewat urin, minimal 10% nya terdapat
dalam urin dalam bentuk utuh yang belum dimetabolisme.
harga uji
Recovery= x 100 %=P %
harga sesungguhnya
Metode yang baik memberikan hasil recovery yang tinggi yaitu 75-90% atau lebih.
Ketelitian berkaian dengan purata. Bila suatu hasil itu teliti (accurate) berarti purata sama
dengan harga sebenarnya, walaupun penyebarannya lebar (luas). Dalam hubungan ini, adalah
lebih baik hasil yang kurang teliti tapi tepat daripada teliti namun kurang tepat.
Ketepatan(precision) menggambarkan hasil yang berulang-ulang tidak mengalami perbedaan
hasil (reprodusibilitas data). Dengan kata lain, ketepatan menunjukkan kedekatan hasil-hasil
pengukuran berulang. Ketepatan pengukuran hendaknya diperoleh melalui pengukuran
ulang(replikasi) dari berbagai konsentrasi obat dan melalui pengukuran ulang kurva
konsentrasi standar yang disiapkan secara terpisah pada hari yang sama. Ketepatan
berhubungan dengan penyebaran harga terhadapa purata kecil meskipun karena kesalahan
sistematik, purata berbeda agak besar dengan harga sebenarnya. Kemudian dilakukan
perhitungan statistik yang sesuai dengan penyebaran data, sperti datndar deviasi atau
koefisien variasi.
simpangan baku
Kesalahan acak ( CV )= x 100 %
purata
4. Cepat
Kecepatan berkaitan dengan banyaknya cuplikan hayati yang harus dianalisis dalam suatu
macam penelitian farmakokinetika.
5. Efisien
Metode tidak terlalu panjang karena dikhawatirkan akan menimbulkan suatu kesalahan
sistematik.
Masukkan pipa kapiler ke dalam kelopak mata kelinci, tunggu hingga darah mengalir
Masukkan sulfametoksasol dengan kadar 25, 50, 100, 200 µg/mL ke dalam 4 tabung
reaksi berisi darah yang berbeda @ 250 µL
Masukkan 250 µL aqquadest ke dalam 1 sampel darah dalam tabung reaksi yang tersisa
sebagai blangko
Ke dalam tiap tabung reaksi tambahkan 2 mL TCA 5%, vortex selama 30 detik
Masukkan sulfametoksasol dengan kadar 40 dan 180 µg/mL ke dalam 6 tabung reaksi
berisi darah yang berbeda @ 250 µL, 3 tabung reaksi untuk tiap konsentrasi
sulfametoksazol
tambahkan ke dalam tiap tabung reaksi 2 mL TCA 5%, vortex selama 30 detik
Hitung kadar sulfametoksazol terukur dengan persamaan kurva baku yang telah
ditentukan
V. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
Kadar Obat
Data Sampel Absorbansi
(µg/ml) Kurva Baku (y=bx+a)
25 0,088 a = 0,1106
50* 1,029 b = 0,007
Data Tikus
100 0,415 r = 0,972
200 1,529 y = 0,007x+0,1106
25* 0,207 a = 0,0399
50 0,19 b = 0,0019
Data Kelinci
100* 0,167 r = 0,973
200 0,414 y = 0,0019x + 0,0399
25 0,119 a = 0,0306
50 0,125 b = 0,0018
Data Urin
100 0,188 r = 0,980
200 0,394 y = 0,0018x + 0,0306
Keterangan : λ = 545 nm
* data direject
Absorbansi
Data Sampel Kadar (µg/ml)
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Data Tikus 40 0,130 0,046 0,038
180 0,193 0,126 0,146
Data Kelinci 40 0,283 0,292 0,511
180 0,525 0,763 1,188
Data Urin 40 0,147 0,255 0,231
180 0,235 0,326 0,490
Perhitungan Larutan Stok
V1.M1 = V2.M2
Keterangan:
a. Kadar 25 g/ml
V1.M1 = V2.M2
V1. 1000 g/ml = 5 ml. 25 g/ml
V1 = 0,125 ml = 125 l
b. Kadar 50 g/ml
V1.M1 = V2.M2
V1. 1000 g/ml = 5 ml. 50 g/ml
V1 = 0,25 ml = 250 l
c. Kadar 100 g/ml
V1.M1 = V2.M2
V1. 1000 g/ml = 5 ml. 100 g/ml
V1 = 0,5 ml = 500 l
d. Kadar 200 g/ml
V1.M1 = V2.M2
V1. 1000 g/ml = 5 ml. 200 g/ml
V1 = 1 ml
e. Kadar 300 g/ml
V1.M1 = V2.M2
V1. 1000 g/ml = 5 ml. 300 g/ml
V1 = 1,5 ml
SD = 0,336
SD = 0,129
NaNO2
+
TCA
N + H2O
+
(garam diazonum dari sulfametoksazol)
2. Penghilangan sisa asam nitrit dengan penambahan asam sulfamat
Pada proses terbentuknya garam diazonium yang dihasilkan dari reaksi antara
amina aromatik primer dengan asam Nitrit (HNO 2) yang berasal dari natrium nitrit,
pada tahap ini terjadi kelebihan asam nitrit yang harus di hilangkan dengan
penambahan asam sulfamat, karena kalau tidak dihilangkan, senyawa yang sudah
berwarna akan dirusak (dioksidasi) oleh asam nitrit sehingga kembali lagi menjadi
tidak berwarna. Reaksi penghilangan sisa asam nitrit sebagai berikut:
HNO2 + HSO3NH2 N2 + H2SO4 + H2O
Dari hasil tersebut hampir tidak ada yang memenuhi syarat. Hanya kadar 40
µg/ml pada darah tikus dan 180 µg/ml pada urine yang mendekati syarat tetapi
keduanya tetap tidak memenuhi syarat. Untuk harga recovery yang lebih besar dari
100 % dapat disebabkan :
senyawa endogen atau metabolit yang ikut terukur. Kemungkinan disebabkan karena
terdapat molekul-molekul pengganggu atau protein dalam darah yang dapat
meningkatkan nilai absorbansi
ketidaktelitian praktikan dalam penambahan analit ataupun larutan pereaksi
perbedaan dalam penentuan operating time sehingga pembacaan absorbansi pada
pembuatan kurva baku dan pembacaan pada percobaan tidak sama selang waktunya.
Sedangkan pada sampel yang memiliki nilai recovery lebih rendah dari nilai
minimum, kemungkinan disebabkan masalah alat atau proses, misal:
Pengambilan supernatan yang tidak tepat
Kondisi diazotasi yang belum sempurna, karena kondisi keasaman ataupun suhu yang
terlalu tinggi.
VII. KESIMPULAN
1. Metode Bratton-Marshal dapat digunakan untuk menganalisis obat-obat yang
memiliki gugus amina aromatik primer dengan pembentukan senyawa coupling
berwarna dari garam diazonium.
2. Metode pengukuran harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya efiesiensi
(perolehan kembali atau recovery), presisi dan akurasi.
3. Berdasarkan teori, metode Bratton-Marshal dapat digunakan untuk menetapkan kadar
sulfametoksazol, karena sulfametoksazol memiliki gugus amina aromatis primer.
4. Pada sampel darah tikus:
Kadar 40 µg/ml, berdasarkan analisis hasil percobaan memiliki kadar rata-rata =
23,939 µg/ml, recovery = 59,847% dan kesalahan acak 0,213%.
Kadar 180 µg/ml, berdasarkan analisis hasil percobaan memiliki kadar rata-rata =
34,947 µg/ml, recovery = 19,415% dan kesalahan acak 0,097%.
5. Pada sampel darah kelinci:
Kadar 40 µg/ml, berdasarkan analisis hasil percobaan memiliki kadar rata-rata =
169,526 µg/ml, recovery = 423,815% dan kesalahan acak 0,076%.
Kadar 180 µg/ml, berdasarkan analisis hasil percobaan memiliki kadar rata-rata =
413,386 µg/ml, recovery = 229,659% dan kesalahan acak 0,081%.
6. Pada sampel urine:
Kadar 40 µg/ml, berdasarkan analisis hasil percobaan memiliki kadar rata-rata =
100,222 µg/ml, recovery = 250,556% dan kesalahan acak 0,057%.
Kadar 180 µg/ml, berdasarkan analisis hasil percobaan memiliki kadar rata-rata =
177,407 µg/ml, recovery = 98,560% dan kesalahan acak 0,073%.
7. Berdasarkan hasil percobaan, metode Bratton-Marshal kurang memenuhi syarat
(kurang spesifik dan selektif) karena kurang memenuhi parameter, yaitu tidak kurang
efisien, akurat dan presisi dalam penetapan kadar sulfametoksazol dalam darah tikus
dan kelinci.
VIII. Daftar Pustaka
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Anonim, 2011, Heparin, http://en.wikipedia.org/wiki/Heparin, diakses pada 20 Oktober
2011, pukul 23:11.
Anonim, 2011, Sulfamethoxazole, http://en.wikipedia.org/wiki/Sulfamethoxazole,
diakses pada 20 Oktober 2011, pukul 22:12.
Mursyidi, Achmad dan Rohman, Abdul , Editor. 2006. Volumetri dan Gravimetri.
Yogyakarta : Yayasan Farmasi Indonesia.
Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Bandung : Penerbit ITB.
Shargel, Leon. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya :
Airlangga University Press.
Siswandono. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga University Press.