I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui Prinsip Farmakokinetika IV Kompartemen Terbuka
2. Mengetahui Cara Simulasi data klinis farmakokinetika IV Kompartemen
Terbuka
3. Mampu Memberikan Rekomendasi terapi terkait farmakokinetika obat yang
diberikan melalui rute IV kompartemen terbuka
II. DASAR TEORI
3. Metabolisme
Metabolisme atau biotransformasi obat adalah proses tubuh mengubah
komposisi obat sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat keluarkan dari
tubuh. Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut
lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau
empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi
sebagian dapat berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik.
Faktor- faktor yang mempengaruhi metabolism antara lain pengaruh gen,
pengaruh lingkungan, kondisi khusus seperti terkena penyakit tertentu, dan usia.
Reaksi metabolisme terjadi dari rekasi fase I dan rekasi fase II. Reaksi fase I
berfungsi untuk mengubah molekul lipofilik menjadi molekul yang lebih polar.
Sedangkan, pada rekasi fase II terjadi reaksi penggabungan (konjugasi) (Tjay
dan Rahardja, 2017).
4. Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi atau pembuangan obat dari tubuh. Sebagian
besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat
dibuang melalui paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan
traktusintestinal. Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat
diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya.
Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat
melalui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 (tiga) proses, yakni filtrasi
glomerulus, sekresi aktif di tubulus, dan reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus.
Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa
menurun 1% per tahun. Organ ke dua yang berperan penting, setelah ginjal,
untuk ekskresi obat adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama
feses. Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum
(Gunawan, 2016).
Rute administrasi yang paling umum dan termurah adalah asupan oral sebagai
tablet, kapsul atau larutan oral. Ketika mengembangkan model farmakokinetik untuk
menggambarkan dan memprediksi distribusi kinetik suatu obat, model tersebut harus
mempertimbangkan rute pemberian dan perilaku kinetik obat dalam tubuh. Model
terbuka kompartemen tunggal menyediakan cara paling sederhana untuk
menggambarkan proses distribusi dan ekskresi obat dalam tubuh. Model tubuh satu
kompartemen dianggap sebagai satu kesatuan, yang memungkinkan obat mencapai
semua bagian dan menyebar disana dengan cepat dan kemudian obat juga dapat
keluar dari tubuh karena merupakan kompartemen terbuka. Selain itu, model terbuka
satu kompartemen tidak menghitungkan tingkat obat jaringan yang sebenarnya,
melainkan mengasumsikan bahwa perubahan kadar obat plasma mencerminkan
perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan (Shargel, 2016).
Tetapan laju reaksi digunakan untuk menyatakan semua proses laju obat
masuk dan keluar dari kompartemen. Untuk menganalisis data yang diperoleh dari
percobaan, model kompartemen dapat dibedakan menjadi sistem satu dan dua
kompartemen terbuka (Shargel dan Yu, 2015).
Model kompartemen dibagi menjadi dua yaitu:
a. Model kompartemen satu terbuka
Model kompartemen satu terbuka mempunyai anggapan bahwa perubahan kadar obat
dalam plasma sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Model ini obat akan
didstribusikan ke semua jaringan di dalam tubuh melalui sistem sirkulasi dan secara
tepat berkeseimbangan di dalam tubuh. Tetapi, model ini tidak menganggap bahwa
konsentrasi obat dalam tiap jaringan adalah sama pada berbagai waktu. Di samping
itu DB juga tidak dapat ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan
konsentrasi obatnya dengan menggunakan darah. Volume distribusi, Vd adalah
volume dalam tubuh dimana obat tersebut larut (Shargel dan Yu, 2015).
Volume
Obat masuk D V obat keluar
Obat keluar
Ada dua cara pemberian obat, yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Ketika
diberikan secara intravena, obat tidak langsung diserap ke dalam sirkulasi sistemik,
sedangkan ketika diberikan secara intravena, obat tersebut biasanya diserap (Zunilda
et al, 2015).