Anda di halaman 1dari 6

KERACUNAN OBAT ASETAMINOFEN A.

Definisi Intoksikasi atau keracunan


adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan
efek merugikan pada yang menggunakannya. Obat adalah sedian atau paduan-paduan
yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologis atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. (Kebijakan Obat Nasional,
Departemen Kesehatan RI, 2005). Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan
oleh racun. Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu
organ tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut
dapat pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati,
darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan
dalam jangka panjang. Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non
narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem
Syaraf Pusat (SSP) . Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam
bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat
lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas.(Lusiana
Darsono 2002). B. Penggolongan Obat Obat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu:
1) Obat bebas, merupakan obat yang di tandai dengan lingkaran bewarna hijau dengan
tepi bewarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamnin dan mineral,
obat gosok, beberapa nalgetik, antipiretik, dan beberapa antisida. Obat golongan ini
dapat dibeli bebas di Apotik, took obat, took kelontong, dan warung. 2) Obat bebas
terbatas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran warna biru dengan tepi
lingkaran bewarna hitam. Obat-obat yang umumnya amuk ke dalam golongan ini
antara lain obat batuk, obat influenza, obat penghilang rasa sakit dan penurunan panas
pada saat demam (analgetik-antipiretik), beberapa suplemen vitamin dan mineral, dan
obat-obat antiseptika, dan obat tetes mata yang ringan. 3) Obat keras, merupakan obat
yang pada kemasannya ditandai denga lingkaran yag di dalmnya terdapat hurruf K
bewarna merah yag mneyentuh tepi lingkaran yang bewarna hitam. Obat keras
merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter. Obat-obat yang
umumnya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, obat darah
tinggi/hipertensi, obat darah rendah/hipotensi, obat diabetes, hormone, antibiotika,
dan beberapa obat ilkus lambung. Obat golongan ini hanya dapat diperoleh di apotek
dengan resep dokter. 4) Obat narkotika, merupkan zat obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (UURI No.22 Th
1997 tentang narkotika). Obat ini pada kemasannya di tandai dengan lingkaran yang
didalamnya terdapat palang (+) bewarna merah. Obat narkotika bersifat adiksi dan
penggunaannya diawasi dengan ketat, sehingga obat golongan narkotika hanya di
peroleh di apotek denga resep dokter asli (tidak dapat menggunakan kopi resep).
Contoh dari obat narkotika antara lain : opium, coca, ganja/marijuana, morfin, heroin
dan lain sebagianya. Dalam bidang kesehatan, obat-obatan narkotika biasa digunakan
sebagai anastesi/obat bius dan analgetik/obat penghilang rasa sakit. C. Peran Obat
Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam pelaynan
kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan, karena selain merupakan
komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi social. Obat berperan sangat
penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan pencegahan berbagai
penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi.
Seperti yang telah dituliskan pada pengertian obat diatas, maka peran obat secara
umum adalah sebagai berikut : 1) Penetapan diagnose 2) Untuk pencegahan penyakit
3) Menyembuhakn penyakit 4) Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan 5) Mengubah
fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu 6) Peningkatan kesehatan 7) Mengurangi
rasa sakit D. Parameter-parameter farmakologi a. Farmakokinetika Farmakokinetika
merupakan aspek farmakologi yang mencangkup nasib obat dalam tubuh yaitu
absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME). Obat yang masuk
kedalam tubuh memalui berbagai cara pemberian umumnya mengalami absorpsi,
distribusi, dan pengikat untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan
efek.kemudian dengan atau tanpa biotranformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh.
Seluruh proses ini disebut dengan proses farmakokinetika dan berjalan serentak. 1)
Absorpsi dan Bioavailabilitas Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. Absorpsi
yang merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut
kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen
dari jumlah obat yang di berikan. Tetapi secara klinik, yang lebih penting ialah
bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat, dalam persen terhadap dosis,
yang mencapaai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau aktif. Ini terjadi karena
untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang diabsorbsi dari tempat pemberian akan
mencapi sirkulasi sistemik. Sebagaian akan di metabolisme oleh ensin di dinding usus
pada pemberian oral dan atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ
tersebut.metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass
metabolism or elimination) atau eliminasi parasistemik. Obat demikian mempunyai
bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin
hampir sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan dan
kelengkapan absorbsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapi sirkulasi
sistemik. Eliminasi lintas pertama ii dapat dihindari atu dikurangi dengan cara
pemberian parenateral (misalnya Lidokain), sublingual ( misanya nitrogliserin),
rektal, atau memberikannya bersama makanan. 2) Distribusi Setelah diabsorsi, obat
akan didistribusi keseluruh tubuh memalui sirkulasi darah. Selain tergantung dengan
aliran darah, ditribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Ditribusi obat
dibedakan menjadi atas 2 fase berdassrkan penyebabnya didalam tubuh. Distribusi
fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat
baik misalnya jantung, hati, ginjal dan otak. Selanjutnya distribusi fase kedua jauh
lebih luas yaitu mencakup jaringa dan perfusinya tidak baik seperti organ yang diatas
misalnya otot, visera, kulit dan jaringan lemak, distribusi ini baru mencapai
keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi keruang interstisial jaringan
terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat
bebas, kecuali otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi memberan sel
dan terdistribusi kedalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan
sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas terutama dicairan
ekstrasel. Distribusi dibatasi juga oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat
bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan oabat dengan
protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar
protein sendiri. Peningkatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat
karena adanya defisiensi protein.. 3) Biotransformasi atau Metabolisme
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat
yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada prosen ini molekul obat
diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut
dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi memalui ginjal. Selain itu, umumnya
obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri
kerja obat. Tetapi ada obat metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada
obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh ensim
biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan
atau dieksresikan sehingga kerjanya berakhir. Ensim yang berperan dalam
biotransformasi obat akan dibedakan berdasarka letaknya dalam sel, yakni enzim
mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus ( yang pada isolasi in
vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim
metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat disel jaringan
lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma. 4) Ekskresi Obat yang
dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil
biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih
cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi memalui paru. Ginjal
merupakan organ ekskersi yang terpenting. Eksresi disini merupakan resultante dari 3
proses, yakni filtrasi di glomerulus, skresi aktif ditubuh proksimal, dan reabsorbsi
pasif ditubuli proksimal dan distal. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada
gangguan fungsi gingal sehingga dosis perlu diturunkan atau intracal pemberian
diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis
atau interval pemberian obat. b. Farmakodinamika Farmakodinamika mempelajari
efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme
kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti efek obat,
mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum
efek dan respon yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan
dasr terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru. 1) Mekanisme kerja obat
Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu
organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi
dan fisiologi yang merupakan respons khas untuk obat tersebut.reseptor obat
merupakan komponen makromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting.
Pertam, bahwa obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, bahwa
obat tidak menimbulka suatu fungsi baru, tapi hanya memfodulasi fungsi yang sudah
ada.walapun tidak berlaku bagi terapi gen, secara umum konsep ini masih berlaku
sampai sekarang. Setiap komponen makromolekul fungsional dapat berperan sebagai
reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat tentu juga berperan sebagai reseptor
yang ligand endogen (hormon, neurotransmitor). Subtansi yang efeknya menyerupai
aktivitas intrinsik tetapi menghambat secara kompetitif efek suatu agonis ditempat
ikatan agonis (agonist binding site) disebut antagonis. 2) Reseptor obat Strukutur
kimia suatu obat berhubungan dengan afinitasnya terhadap reseptor dan aktivitas
intrinsiknya. Sehingga perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan
stereoisomer, dapat menimbulkan perubahan besar dalam sidat
farmakologinya.pengetahuan mengenai hubungan struktur aktivitas bermanfaat dalam
strategi pengembangan obat baru, sintesis obat yang rasio terapinya lebih baik, atau
sintesis obat yang selektif terhadap jaringan tertentu.dalam keadaan tertentu,molekul
reseptor berinteraksi secara erat dengan proteinseluler lain membentuk sistem
reseptor-efaktor sebelum menimbukan respons. 3) Transmisi sinyal biologis
Penghatar sinyal biologi adalah proses yang menyebabkan sesuatu subtansi
sktrasaluler menimbilkan suatu respon seluler fisilogis yang sepesifik. Sistem
hanataran ini dimulai dengan pendudukan reseptor yang terdapat dimembran sel atau
di dalam setoplasma oleh transmitor. Kebanyakan messenger ini bersifat polar.contoh
transmitor untuk reseptor yang terdapat di membran sel ialah katekolamin, TRH< LH.
Sedangkan untuk reseptor yang terdapat dalam sitoplasma ialah steroid (adrenal dan
gonadal), tiroksin, vit.D. 4) Interaksi obat-reseptor Ikatan antara obat dan reseptor
misalnya ikatan substrat dengan enzim, biasanya merupakan ikatan lemah (ikatan ion,
hidrogen, hodrofobik, van der waals), dan jarang berupa ikatan kovalen. 5)
Antagonisme Farmakodinamika Secara farmakodinamika dapat dibedakan 2 jenis
antagonisme, yaitu antagonisme fisiologik dan antagonisme pada reseptor. Selain itu,
antagonisme pada reseptor dapat bersifat kompetitif atau nonkompetitif.antagonisme
merupakan peristiwa penguranga atau penghapusan efeknya dikurangi atau ditiadakan
disebut agonis. Secara umum obat yang efeknya dipengaruhi oleh obat lain disebut
obat objek, sedangkan obat yang mempengaruhi efek obat lain disebut obat presipitan.
6) Kerja Obat di pengaruhi Reseptor Dalam menimbulkan efek, obat tertentu tidak
berikatan denga reseptor. Obat-obat ini mengubah sifat cairan tubuh, berinteraksi
dengan ion atau molekul kecil, atau masuk kekomponen sel. 7) Efek obat Efek obat
yaitu perubahan fungsi struktur (organ) organisme hidup kerja obat. E. Etiologi
Penyakit overdosis acetaminophen terutama kerusakan hati. Acetaminophen terutama
dimetabolisme oleh hati. Terlalu banyak acetaminophen dapat membanjiri hati. Pada
hati yang sudah rusak karena infeksi, penyalahgunaan alkohol, atau penyakit lainnya,
seseorang mungkin lebih rentan terhadap kerusakan dari overdosis acetaminophen.
Untuk alasan ini, orang dengan penyakit hati kronis atau orang yang mengkonsumsi
alkohol dalam jumlah besar harus berhati-hati saat mengambil acetaminophen dan
harus berkonsultasi dengan dokter mereka sebelum mengambil senyawa
sasetaminofen. Penggunaan jangka panjang dari acetaminophen dalam dosis yang
dianjurkan belum terbukti berbahaya bagi hati, walaupun digabung dengan moderat
(sekitar satu minuman) beralkohol per hari. F. Manifestasi klinis Segera setelah
mengambil overdosis asetaminofen, orang tersebut mungkin tidak memiliki gejala
dari mengambil jumlah yang beracun. Mereka mungkin tetap bebas dari gejala sampai
24 jam setelah mengambil overdosis acetaminophen beracun. Setelah periode awal
ini, gejala berikut yang umum terjadi pada keracunan acetaminophen (Tylenol): a.
Mual b. Muntah c. Tidak enak badan d. Tidak bisa makan atau nafsu makan yang
buruk G. Patofisiologi Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat
dengan akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi
kardiovaskuler mungkin juga terganggu,sebagian karena efek toksik langsung pada
miokard dan pembuluh darah perifer,dan sebagian lagi karena depresi pusat
kardiovaskular diotak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung
lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi
mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak
karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi
akan memperberat syok,asidemia,dan hipoksia. H. Pemeriksaan penunjang Diagnosis
pada keracunan diperoleh melalui analisis laboratorium. Bahan analisis dapat berasal
dari bahan cairan,cairan lambung atau urin. I. Komplikasi a. Kejang b. Koma c. Henti
jantung d. Henti napas e. Syok J. Penatalaksanaan Jika Anda atau seseorang yang
Anda kenal telah atau mungkin telah diambil overdosis asetaminofen, mengambil
tindakan cepat dan melakukan hal berikut : a. Jika orang tersebut tidak sadar atau
tidak bernapas, harus segera menelepon pelayanan medis darurat. b. Jika orang
tersebut terjaga dan bernapas tanpa gejala, menelepon pusat kendali racun local. c.
Jika orang tersebut terjaga dan bernapas dengan beberapa gejala, orang tersebut harus
segera di bawa ke UGD. Informasi berikut sangat membantu bagi tenaga medis dan
ahli pengendalian racun: a. Semua obat yang telah diminum, baik resep dan obat
bukan resep (botol didekat orang tersebut) b. Semua obat yang tersedia di rumah,
resep dan yang tidak diresesepkan c. Waktu orang tersebut minum obat d. Setiap obat
terlarang atau "meminjam" obat orang lain. K. Pengobatan keracunan acetaminophen
Pengobatan di gawat darurat tergantung pada kondisi orang dan setiap obat lain yang
diambil. Jika seseorang diduga diambil overdosis tetapi tidak memiliki gejala, dokter
mungkin mulai perawatan berikut: a. Pengosongan lambung: Dalam sedikit kasus di
mana seseorang datang ke rumah sakit beberapa menit setelah minum overdosis,
dokter mungkin mencoba untuk mengosongkan perut. Hal ini dapat dicapai dengan
menginduksi muntah atau dengan menempatkan sebuah tabung besar melalui mulut
seseorang dan masuk ke perut, memasukkan cairan kedalam perut kemudian
memompa keluar (gastric lavage). b. N-acetylcysteine (NAC): NAC adalah penawar
untuk racun acetaminophen overdosis. Hal ini umumnya diberikan melalui mulut.
Obat memiliki bau busuk, tetapi dapat dicampur dengan jus atau perasa lain untuk
membuat rasanya lebih baik. Jika orang tersebut tidak dapat mengambil NAC melalui
mulut, tabung dapat ditempatkan melalui mulut dan masuk ke perut untuk membantu
administrasinya. Jika pemberian NAC dengan metode ini tidak mungkin, dokter
mungkin memilih untuk memberikan melalui pembuluh darah (IV). NAC umumnya
diberikan pada 20-72 jam. c. Arang aktif: Arang aktif dapat diberikan melalui mulut
untuk mengikat obat yang tersisa di saluran pencernaan Asuhan Keperawatan A.
Pengkajian Pengkajian difokusakan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas
dan sirkulasi yang mengancam jiwa,adanya gangguan asam basa,keadaan status
jantung,status kesadran. Riwayat kesadaran : riwayat keracunan,bahan racun yang
digunakan,berapa lama diketahui setelah keracunan,ada masalah lain sebagi pencetus
keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya. Pertolongan
kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei
primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien,
barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan kegiatan meliputi : 1) Airway
: mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai control servikal. 2)
Breathing : mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar
oksigenasi adekwat. 3) Circulation : mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol
perdarahan. 4) Disability : mengecek status neurologis 5) Exposure : enviromental
control, buka baju penderita, tapi cegah hipotermia. Survei primer bertujuan
mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam nyawa pasien. Survei primer
dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas. Tetapi dalam prakteknya
dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari 10 detik).
Apabila teridentifikasi henti nafas dan henti jantung maka resusitasi harus segera
dilakukan. Apabila menemukan pasien dalam keadaan tidak sadar maka pertama kali
amankan lingkungan pasien atau bila memungkinkan pindahkan pasien ke tempat
yang aman. Selanjutnya posisikan pasien ke dalam posisi netral (terlentang) untuk
memudahkan pertolongan. Penilaian airway dan breathing dapat dilakukan dengan
satu gerakan dalam waktu yang singkat dengan metode LLF (look, listen dan feel). B.
Diagnosa Keperawatan 1.) Ketidakefektifnya pola nafas berhubungan dengan distress
pernapasan 2.) Resiko kekurangan volume cairan 3.) Penurunan kesadaran
berhubungan dengan depresi system saraf pusat 4.) Ansietas berhubungan dengan
tidak efektifnya kopig individu C. Intervensi No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan
criteria hasil NIC ketidakefektifnya pola nafas berhubungan dengan distress
pernapasan Tujuan: Mempertahankan pola napas tetap efektif · a. Observasi tanda-
tanda vital. Rasional:Untuk mengetahui keadaan umum pasien dalam menentukan
tindakan selanjutnya · b. Berikan O2 sesuai anjuran dokter Rasional : Terapi oksigen
meningkatkan suplai oksigen ke jantung · c. Jika pernafasan depresi berikan
oksigen(ventilator) dan lakukan suction. Rasional : Ventilator bisa membantu
memperbaiki depresi jalan napas · d. Berikan kenyamanan dan istirahat pada pasien
dengan memberikan asuhan keperawatan individual Rasional : Kenyamanan fisik
akan memperbaiki kesejahteraan pasien dan mengurangi kecemasan,istirahat
mengurangi komsumsi oksigen miokard Resiko kekurangan volume cairan tubuh.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 kekurangan volume cairan
pasien dapt teratasi dengan Kriteria Hasil: ü Tekanan darah, suhu tubuh dalam batas
normal. ü Tidak ada tanda-tanda dehidrasi a. Pertahankan catatan intake dan output
yang akurat b. Monitor status hidrasi (kelembapan membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik). Jika diperlukan c. Monitor vital sign d. Monitor status
nutrisi e. Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian f.
Kolaborasikan pemberian cairan IV g. Kolaborasi dengan dokter Penurunan
kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan perawatan diharapkan dapat mempertahankan tingkat kesadaran klien
(komposmentis) a. Monitor vital sign tiap 15 menit Rasional : bila ada perubahan
yang bermakna merupakan indikasi penurunan kesadaran b. Catat tingkat kesadaran
pasien Rasional : Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak.
c. Kaji adanya tanda-tanda distress pernapasan,nadi cepat,sianosis dan kolapsnya
pembuluh darah Rasional : Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan
pada otak, ginjal, jantung dan paru. d. Monitor adanya perubahan tingkat kesadaran
Rasioanal : Tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup, meliputi
resusitasi : Airway, breathing, sirkulasi e. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian anti dotum Rasional : Anti dotum (penawar racun) dapat membantu
mengakumulasi penumpukan racun Ansietas berhubungan dengan Tidak efektifnya
koping individu. Setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan pasien dapat
teratasi dengan Kriteria hasil: ü Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan
gejala cemas ü Vital sign dalam keadaan normal a. Gunakan pendekatan yang
menenangkan b. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien c. Jelaskan
semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur d. Temani pasien untuk
memberikan keamanan dan mengurangi takut e. Dengarkan dengan penuh perhatian f.
Identifikasi tingkat kecemasan g. Bantu pasien mengenai situasi yang menimbulkan
kecemasan h. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan D. Implementasi Diagnosa
keperawatan Implementasi ketidakefektifnya pola nafas berhubungan dengan distress
pernapasan a. Mengobservasi tanda-tanda vital. b. Memberikan O2 sesuai anjuran
dokter c. Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen(ventilator) dan lakukan suction. d.
Memberikan kenyamanan dan istirahat pada pasien dengan memberikan asuhan
keperawatan individual Resiko kekurangan volume cairan tubuh. a. Mepertahankan
catatan intake dan output yang akurat b. Memonitor status hidrasi (kelembapan
membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik). Jika diperlukan c.
Memonitor vital sign d. Memonitor status nutrisi e. Memonitor masukan makanan/
cairan dan hitung intake kalori harian f. Mengkolaborasikan pemberian cairan IV g.
Mengkolaborasi dengan dokter Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi
sistem saraf pusat a. perubahan tingkat kesadaran Memonitor vital sign tiap 15 menit
b. Mencatat tingkat kesadaran pasien c. Mengkaji adanya tanda-tanda distress
pernapasan,nadi cepat,sianosis dan kolapsnya pembuluh darah d. Memonitor adanya
e. Mengkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti dotum Ansietas
berhubungan dengan Tidak efektifnya koping individu. a. Mengunakan pendekatan
yang menenangkan b. Menyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien c.
Menjelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur d. Menemani
pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut e. Mendengarkan dengan
penuh perhatian f. Mengidentifikasi tingkat kecemasan g. Membantu pasien mengenai
situasi yang menimbulkan kecemasan b. Memberikan obat untuk mengurangi
kecemasan

Anda mungkin juga menyukai