DISUSUN OLEH :
( 22144010030 )
UNIVERSITAS BONDOWOSO
TAHUN 2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
PEMBAHASAN
1. Farmakokinetika
A. Definisi Farmakokinetik
Absorpsi
Absorpsi adalah proses masuknya obat dari tempat obat kedalam sirkulasi
sistemik(pembuluh darah). Kecepatan absorbsi obat tergantung pada :
-Kelarutan, Obat harus dapat melarut atau obat sudah dalam bentuk terlarut.
Sehinggadari kecepatan melarut mempengaruhi kecepatan absori.-pH, obat
yang bersifat asam lemah akan mudah menembus membran sel
padasuasana asam. Jika pH obat berubah (ditambah buffer) maka absorbsi akan
melambat.-Sirkulasi darah, Pemberian obat melalui sublingual akan lebih
cepat diabsorbsidibanding subkutan, karena umumnya sirkulasi darah di
subkutan lebih sedikit (jelek)dibandingkan di sublingual.
-Tempat absorbsi, Obat dapat diabsorbsi misalnya dikulit, membran mukosa, dan
usus halus. Obat yang oral, absorbsi terjadi di usus halus karena luas
permukaannya. Jika obat inhalasi, diabsorbsi sangat cepat karena epitelium paru-
paru juga sangat luas. (Farmakologi Pendidikan Proses Keperawatan: ebook)
-Absorbsi melalui saluran cerna, pemberian peroral merupakan cara yang paling
lazım karena merupakan cara yang paling mudah ekonomis dan aman Namun
memiliki kerugian yaitu obat dapat merangsang mukosa lambung dan
menimbulkan emasis, misalnya aminoilin Selain itu, obat akan membentuk
kompleks dengan makanan sehinga sukar untuk diabsorpsi dan akan mengalami
biotranspormasi sebelum memasuki ke berbagai organ Umumnya obat dalam
bentuk non polar yang larut daalm lemak cepat diabsorpsi, sedangkan obat yang
bersifat polar tidak larut dalam lemak seperti zat alumunium kuaterner, lambat
diabsorbsi Obat yang tidak larutdalam air tidak diabsorpsi melalui saluran cerna.
-Pemberian obat suntikan (parenteral) yang efeknya timbul cepat, dan teratur
karena obat tidak melewati hepar sebelum mencapai sirkulasi dan dapat
diberikan pada pasien yang tidak sadar dan keadaan darurat. Kelemahannya
adalah dibutuhkan cara absesis tidak dapat dilakukan sendiri, tidak ekonomis, dan
lebih membahayakan dar i pemberian oral Misanya bahaya infeksi serum
hepatitis Cara pemberian parenteral yaitu intramuskuler, Intravena, dan
subkutan.
-Pemberan obat melalui endotel paru-paru. Cara ini hanya dilakukan untuk obat
yang berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap. Keuntungannya absorpsi
terjadi secara cepat, misalnya pada penyakit paru-paru. Kerugiannya metodenya
sulit dilakukan karena membutuhkan alat khusus, dosis sulit diatur, dan obat
bersifat iritatif.
Pemberian topikal pada kulit. Pemberian obat digunakan untuk penyakit kulit,
contoh obatnya berupa salep yaitu antibiotika, kortikoseroid, antihistamin dan
antifungus. (Farmakologi dan terapi edisi 2: 1981)
Faktor bentuk obat: absorpsi dipengaruhi formulasi obat tablet. kapsul, cairan.
sustained release, dll). kombinasi dengan obat lain, interaksi satu obat dengan
obat lain dapat meningkatkan atau memperlambat tergantung jenis obat
Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah
Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat
fisikokimianya.Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya
didalam tubuh.
Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang
perfusinya sangat baik misalnya jantung. hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya,
distribusi
fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik
organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak Distribusi ini baru
mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama Difusi ke ruang interstisial
jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua
molekul obat bebas, kecuali di otak Obat yang mudah larut dalam lemak akan
melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak
larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya
terbatas terutama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat
pada protein plasma hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai
keseimbangan Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas
obat terhadap protein kadar obat, dan kadar proteinnya sendin. Pengikatan obat
oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi
protein.
Biotransformasi/Metabolisme
Ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk
metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit
polar diekskresi lebih cepat danpada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi
melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini
merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di
tubuli proksimal, dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal Ekskresi obat
melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu
diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang Bersihan kreatinin dapat
dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur air mata, air susu, dan rambut,
tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam
pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk
menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk
menemukan logam toksik, misalnya arsen pada kedokteran forensik (farmakologi
pendekatan proses Keperawatan: 1996)
2. FARMAKODINAMIK
A. DEFINISI FARMAKODINAMIK
Reseptor Obat
Protein merupakan reseptor obat yang paling penting Asam nukleat juga dapat
merupakan reseptor obat yang penting, misalnya untuk sitotastik Ikatan obat-
reseptor dapat berupa ikatan ion, hydrogen, hidrofobik, vanderwalls, atau
kovalen. Perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan stereoisomer
dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat farmakologinya.
Interaksi Obat-Reseptor
Ikatan antara obat dengan resptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan lemah
(ikatan ion, hydrogen, hidrofilik, van der Waals), urip ikatan antara subtract
dengan enzim jarang terjadi ikatan kovalen.
Antagonisme Farmakodinamik
Antagonis fisiologik: terjadi pada organ yang sama tetapi pada sistem reseptor
yang berlainan Antagonisme pada reseptor: obat yang menduduki reseptor yang
sama tetapi tidak mampu menimbulkan efek farmakologi secara instrinsik.
Dalam menimbulkan efek, obat tertentu tidak berikatan dengan reseptor. Obat-
obat ini mungkin mengubah sifat cairan tubuh, berinteraksi dengan ion atau
molekul kecil. atau masuk ke komponen sel.
Efek Obat
Efek obat yaitu perubahan fungsi struktur (organ) proses/tingkah laku organisme
hidup akibat kerja obat. Efek obat pada umumnya terlihat sebagai perubahan
intensitas faal organ tertentu atau reaksi biokimianya. Karena efek obat adalah
hal yang dapat diobservasi maka obat digolongkan sesuai dengan efeknya.
Misalnya. analgesik-antipiretik, hipnotik-sedatif, spasmolitik, hipoglikemik, obat
hipertensi dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya
mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan
menimbulkan efek Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat di ekskresi
dari dalam tubuh. Seluruh proses ini di sebut farmakokinetik.