Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara bahasa, Farmakologi berasal dari bahasa Yunani, (pharmakon:obat
; logos:ilmu). Farmakologi ialah ilmu yang mempelajari tentang obat-obatan
serta interaksi obat tersebut di dalam tubuh. Sedangkan obat itu sendiri ialah
zat bioaktif yang mampu mempengaruhi serta menimbulkan efek pada
organisme hidup. Perlu diketahui, perkembangan obat itu sendiri sudah ada
sejak zaman Yunani Kuno dan mengalami perkembangan terus-menerus
hingga saat ini.
Farmakologi sebagai ilmu, berfokus pada 2 sub ilmu, yaitu
Farmakokinetika (ilmu yang mempelajari nasib obat dalam tubuh dengan
proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi) dan Farmakodinamika
(ilmu yang mempelajari tentang pengaruh obat terhadap jaringan tubuh).
Sebagai ilmu obat-obatan, farmakologi tidak lepas dari peran para medis.
Termasuk peran perawat dalam memberikan obat kepada pasien. Maka dari itu
akan fatal akibatnya jika seorang para medis tidak memahami ilmu ini.
1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Apa pengertian dari farmakologi, farmakognosi dan farmasi?


1.2.2 Bagaimana mekanisme fisiologis kerja obat?
1.2.3 Apa saja efek obat?
1.2.4 Apa saja efek samping obat?
1.2.5 Apa yang dimaksud efek teratogen?
1.2.6 Apa yang dimaksud dengan efek toksin?

1
1.3 Tujuan dan Manfaat

a. Memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai Konsep Dasar


Farmakologi.
b. Mendapat pengetahuan baru yang dapat dikembangkan pada profesi
keperawatan mengenai farmakologi.
c. Memenuhi nilai tugas mata kuliah Farmakologi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Farmakologi, Farmakognisi dan Farmasi


A. Pengertian Farmakologi
Farmakologi adalah studi tentang efek obat pada organisme hidup
(Kozier, 1990). Farmakologi berasal dari kata pharmacon yang berarti
obat/racun dan logos yang berarti ilmu/pengetahuan. Secara umum
farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara
kerjanya pada sistem biologi, selain itu juga dipelajari asal-usul obat,
sifat fisika-kimia, cara pembuatan, efek biokimia dan fisiologi yang
ditimbulkan, nasib obat dalam tubuh, dan kegunaan obat dalam terapi
(Nur Falah, 2014).
B. Pengertian Farmakognosi
Farmakognosi adalah ilmu/pengetahuan yang mempelajari tentang
bagian-bagian tanaman, mikroorganisme, mineral dan hewan yang
dapat digunakan sebagai obat alami yang telah melewati berbagai
macam uji seperti uji farmakodinamik, uji toksikologi dan uji
biofarmasetika (Nur Falah, 2014).
Misalnya simplisia, Menurut Departemen Kesehatan RI, Simplisia
adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami
perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya
berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia terbagi menjadi 3
golongan yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia
mineral.
C. Pengertian Farmasi
Farmasi adalah seni mempersiapkan, meracik dan mengeluarkan
obat. Obat disiapkan oleh seorang apoteker, apoteker/ahli farmasi
adalah seseorang yang memiliki izin untuk menyiapkan dan
mengeluarkan obat-obatan dan membuat resep. (Kozier, 1990 )

3
2.2 Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara obat masuk kedalam tubuh,
mencapai tempat kerjanya, dimetabolisme dan keluar dari tubuh. Dokter
dan perawat menggunaakan pengetahuan farmakokinetiknya ketika
memberikan obat, memilih rute pemberian obat, menilai resiko perubahan
kerja obat dan mengobservasi respons klien.
Farmakokinetik merupakan fase farmakologi dimana obat yang masuk
ke dalam tubuh akan mengalami serangkaian peristiwa absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi (ADME) untuk mencapai kerja obat tersebut.
Dapat dikatakan bahwa bahwa farmakokinetika mempelajari tentang
pengaruh tubuh terhadap obat.
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian
umumnya mengalami absorpsi, distribusi, metabolisme dan pengikatan
untuk sampai ditempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan/
tanpa biotransformasi , obat dieksresikan dari dalam tubuh. Seluruh proses
ini disebut dengan proses farmakokinetika dan berjalan serentak seperti
gambar dibawah ini:

4
1. Absorbsi
Absorpsi adalah cara molekul obat dari tempat pemberian masuk
ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat
pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai rektum) kulit,
paru-paru, otot dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian
obat per oral, dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus
karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas disertai vili dan
mikrovili. Absorpsi merupakan proses penyerapan partikel-partikel
obat dari tempat pemberian ke dalam cairan tubuh melalui absorpsi
pasif dan absorpsi aktif atau pinositosis.
a. Metode absorpsi
1) Absorpsi pasif terjadi melalui difusi (pergerakan dari
konsentrasi tinggi ke rendah), sehingga obat tidak
memerlukan energi untuk menembus membran.
2) Aborpsi aktif membutuhkan carier (pembawa) untuk
bergerak melawan perbedaan konsentrasi, contoh: obat
berikatan dengan enzim atau protein untuk menembus
membran.
3) Pinositosis adalah membawa obat menembus membran
dengan menelan.
b. Kecepatan absorpsi
1. Detik sampai menit: SI, IV, inhalasi
2. Lebih lambat: oral, IM, topical kulit, lapisan intestinal, otot
3. Lambat sekali/berjam-jam/berhari-hari: per rectal, sustained
frelease
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat
1) Rute pemberian obat
Setiap rute pemberian obat memiliki pengaruh yang
berbeda pada absorpsi obat, bergantung pada struktur fisik
jaringan.

5
Kulit relatif tidak dapat ditembus zat kimia,
sehingga absorpsi menjadi lambat. Membran mukosa dan
saluran napas mempercepat absorpsi akibat vaskularitas
yang tinggi pada mukosa dan permukaan kapiler alveolar.
Karena obat yang diberikan per oral harus melewati
sistem pencernaan untuk diabsorpsi, kecepatan keseluruhan
melambat. Injeksi intravena menghasilkan absorpsi yang
paling cepat karena dengan rute ini obat dapat dengan cepat
masuk kedalam sirkulasi sistemik.
2) Daya Larut Obat
Obat yang bersifat asam lemah akan mudah
menembus membran sel pada suasana asam (pH lambung),
sedangkan obat-obat yang bersifat basa lemah (contoh:
amfetamin, efedrin) akan mudah menembus membran sel
pada suasana basa (pH usus halus). Obat-obat yang larut
dalam lemak dan tidak bermuatan (non ion) lebih cepat
diabsorpsi daripada obat-obat yang larut dalam air dan
bemuatan (ion).
3) Kondisi di tempat absorpsi
Memengaruhi kemudahan obat masuk kedalam
sirkulasi sistemik. Apabila kulit tergores, obat topikal lebih
mudah diabsorpsi. Obat topikal biasanya diprogramkan
untuk memperoleh efek lokal yang menimbulkan reaksi
serius ketika diabsorpsi melalui lapisan kulit. Adanya
edema pada membran mukosa memperlambat absorpsi obat
karena membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi ke
dalam pembuluh darah. Absorpsi obat parenteral yang
diberikan bergantung pada suplai dalam jaringan. Sebelum
memberikan sebuah obat dalam bentuk injeksi, perawat
harus mengkaji adanya faktor lokal (edema, memar, atau
jaringan parut bekas luka yang dapat menurunkan absorpsi

6
obat). Karena otot memiliki suplai darah yang lebih banyak
daripada jaringan SC, obat yang diberikan per Intra
muskular (melalui otot) diabsorpsi lebih cepat daripada
yang disuntikkan per subkutan. Pada beberapa kasus ,
absorpsi subkutan yang lambat lebih dipilih karena
menghasilkan efek yang dapat bertahan lama. Apabila
perfusi jaringan klien buruk, misalnya pada syok sirkulasi,
rute pemberian obat yang terbaik adalah melalui intravena.
Pemberian obat intravena menghasilkan obat yang paling
cepat dan dapat diandalkan.
Obat oral lebih mudah diabsorpsi, jika diberikan diantara
waktu makan. Saat lambung terisi makanan, isi lambung
perlahan diangkut ke duodenum, sehingga absorpsi
melambat. Beberapa makanan dan antasida membuat obat
berikatan kompleks yang tidak dapat melewati saluran
cerna. Contoh: susu menghambat absorpsi zat besi dan
tetrasiklin. Beberapa obat hancur akibat peningkatan
keasaman isi lambung dan pencernaan protein selama
makanan,. Selubung enterik pada tablet tertentu tidak larut
dalam getah lambung, sehingga obat tidak dapat dicerna di
dalam saluran cerna bagian atas. Selubung juga melindungi
lapisan lambung dari iritasi obat.
4) Rute pemberian obat diprogramkan oleh pemberi perawatan
kesehatan.
Perawat dapat meminta obat diberikan dalam cara atau
bentuk yang berbeda, berdasarkan pengkajian fisik klien.
Contoh: bila klien tidak dapat menelan tablet maka perawat
akan meminta obat dalam bentuk eliksir atau sirup.
Pengetahuan tentang faktor yang dapat mengubah atau
menurunkan absorpsi obat membantu perawat melakukan
pemberian obat yang benar. Makanan didalam saluran

7
cerna dapat memengaruhi pH, motilitas dan pengangkutan
obat kedalam saluran cerna. Kecepatan dan luas absorpsi
juga dapat dipengaruhi oleh makanan. Perawat harus
mengetahui implikasi keperawatan untuk setiap obat yang
diberikan. Contohnya: obat seperti aspirin, zat besi dan
fenitoin natrium (Dilantin) mengiritasi saluran cerna dan
harus diberikan bersama makanan atau segera setelah
makan.sebelum memberikan obat, perawat harus
memerikas buku obat keperawatan, informasi obat atau
berkonsultasi dengan apoteker rumah sakit mengenai
interaksi obat dan nutrien.
2. Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusikan kedalam tubuh ke
jaringan dan organ tubuh dan akhirnya ke tempat kerja obat tersebut.
Laju dan luas distribusi bergantung pada sifat fisik dan kimia obat dan
struktur fisiologis individu yang menggunakannya.
a. Faktor distribusi obat
1) Berat dan komposisi badan
Ada hubungan langsung antara jumlah obat yang diberikan
dan jumlah jaringan tubuh tempat obat didistribusikan.
Kebanyakan obat diberikan berdasarkan berat dan komposisi
tubuh dewasa. Perubahan komposisi tubuh dapat
memengaruhi distribusi obat secara bermakna.
Contoh: hal ini dapat ditemukan di klien lansia, karena
penuaan, jumlah cairan tubuh berkurang, sehingga obat yang
dapat larut dalam air tidak didistribusikan dengan baik dan
konsentrasinya meningkat di dalam darah klien lansia.
Peningkatan presentase lemak tubuh secara umum
ditemukan di klien lansia, membuat kerja obat menjadi lebih
lama karena distribusi obat di dalam tubuh lebih lambat.
Semakin kecil berat badan klien, semakin besar konsentrasi

8
obat didalam jaringan tubuhnya dan efek obat yang
dihasilkan makin kuat. Lansia mengalami penurunan massa
jaringan tubuh dan tinggi badan dan seringkali memerlukan
dosis obat yang lebih rendah daripada klien yang lebih muda.
2) Dinamika sirkulasi
Obat lebih mudah keluar dari ruang interstisial kedalam
ruang intravaskular daripada diantara kompartemen tubuh.
Pembuluh darah dapat ditembus oleh kebanyakan zat yang
dapat larut, kecuali oleh partikel obat yang besar atau yang
berikatan dnegan protein serum. Konsentrasi sebuah obat
pada sebuah tempat tertentu bergantung jumlah pembuluh
darah dalam jaringan, tingkat vasodilatasi/vasokonstriksi
lokal dan kecepatan aliran darah ke sebuah jaringan. Latihan
fisik, udara yang hangat dan badan yang menggigil
mengubah sirkulasi lokal.
Contoh: jika klien melakukan kompres hangat pada
tempat suntikan IM, akan terjadi vasodilatasi yang
meningkatkan distribusi obat. Agens yang larut dalam lemak
dan tidak larut dalam lemak dapat menembus plasenta dan
membuat janin deformitas (kelainan bentuk), depresi
pernapasan dan gejala putus zat. Sehingga wanita perlu
mengetahui bahaya penggunaan obat selama hamil.
3. Metabolisme/biotransformasi
Metabolisme/biotransformas obat adalah proses tubuh merubah
komposisi obat sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang
keluar tubuh.
1. Obat dapat dimetabolisme melalui beberapa cara:
1) Setelah mencapai tempat kerjanya obat di metabolisasi menjadi
bentuk tidak aktif (inaktif), sehingga lebih mudah diekskresi.

9
2) Menjadi metabolisme aktif (prodrugs), memiliki kerja
farmokologi tersendiri dan bisa di metabolisme lanjutan (di
proses).

Kebanyakan biotransfromasi/metabolisme terjadi di dalam hati,


paru-paru, ginjal, darah dan usus juga memetabolisasi obat.

Hati sangat penting karena strukturnya yang khusus mengoksidasi


dan mengubah banyak zat toksik. Hati mengurai banyak zat kimia
berbahaya sebelum didistribusikan ke jaringan. Penurunan fungsi hati
yang terjadi seiring penuaan atau disertai penyakit hati memengaruhi
kecepatan eliminasi obat dari tubuh. Perlambatan metabolisme yang
dihasilkan membuat obat terakumulasi di dalam tubuh. Akibatnya,
klien lebih beresiko mengalami toksisitas obat. Apabila organ yang
berpartisipasi dalam metabolisme obat mengalami perubahaan, klien
beresiko mengalami toksisitas obat.
Jadi, tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang
umumnya aktif menjadi inaktif, tetapi sebagian berubah menjadi lebih
aktif, kurang aktif atau menjadi toksik
4. Ekskresi
Setelah dimetabolisme, obat dieksresikan yang berarti obat di
eliminasi/dibuang keluar dari tubuh oleh ginjal melalui urine, hati,
usus, paru dan kelenjar eksokrin. Struktur kimia sebuah obat
menentukan organ yang mengekskresikannya. Senyawa gas dan
senyawa volatile (zat yang mudah menguap) misalnya, eter, dinitrogen
monoksida dan alkohol keluar melalui paru-paru. Napas dalam dan
batuk membantu klien pascaoperasi mengeliminasi gas anestesi
dengan lebih cepat.
Kelenjar eksokrin mengeksresikan obat larut lemak. Ketika obat
keluar melalui kelenjar keringat, kulit dapat mengalami iritasi. Perawat
membantu klien melakukan praktik higiene yang baik untuk
meningkatkan integritas kulit dan kebersihan kulit. Apabila obat keluar

10
melalui kelnjar mammae, bayi yang di susui dapat mengabsorpsi zat
kimia tersebut. Ibu menyusui harus meneliti keamanan setiap obat.
Resiko pada bayi yang menerima obat dan ibu yang tidak mendapatkan
obat harus dipertimbangkan dengan cermat.
Ginjal adalah organ utama ekskresi obat, beberapa obat tidak
mengalami metabolime yang luas masuk ke dalam urine dalam bentuk
yang relatif sama. Obat lain menjalani biotransformasi dihati sebelum
diekskresi oleh ginjal. Apabila fungsi ginjal menurun, yang merupakan
perubahan umum yang terjadi pada proses penuaan, resiko toksisitas
obat meningkat. Apabila ginjal tidak dapat mengeluarkan obat secara
adekuat, dosis obat perlu dikurangi. Apabila asupan cairan yang
normal dipertahankan, obat akan dieliminasi dengan tepat.

2.3 Farmakodinamik
Mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ
tubuh serta mekanisme kerjanya.
a. Mekanisme Kerja Obat

Efek obat timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel
suatu organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan
perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons khas
untuk obat tersebut.

Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional


yang mencakup 2 konsep penting. Pertama, bahwa obat dapat
menggubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, bahwa obat tidak
menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang
sudah ada.

Setiap komponen makromolekul fungsional dapat berperan sebagai


reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat tertentu juga berperan
sebagi reseptor yang ligand endogen (hormon, neurotransmitor). Obat

11
yang efeknya menyerupai senyawa endogen disebut agonis, obat yang
tidak mempunyai aktifitas intrinsik sehingga menimbulkan efek
dengan menghambat kerja suatu agonis disebut antagonis.

b. Efek Obat

Efek obat yaitu perubahan fungsi struktur (organ) /proses /tingkah


laku organisme hidup akibat kerja obat. Contohnya adalah efek lokal
terlihat terjadi pada pemberian obat analgesic, efeknya akan meliputi
beberapa system, termasuk diantaranya yaitu system saraf (efek
sedatif), paru-paru (depresi pernapasan), gastrointenstinal (konstipasi)
walaupun efek yang diharapkan adalah pereda nyeri.

c. Efek Samping Obat

Efek merugikan obat dengan skala kecil disebut juga efek samping
obat. Banyak efek samping yang tidak berbahaya dan dapat diabaikan,
namun ada pula yang dapat membahayakan terutama ketika ada obat
baru yang diberikan atau ditambahkan dosisnya.

Contoh: Penggunaan kodein fosfat dapat membuat seorang klien


mengalami konstipasi ringan. Efek samping ini dapat dianggap tidak
berbahaya. Namun, digoksin dapat mengakibatka n disaritmia jantun,
yang dapat menyebabkan kematian. Apabila efek samping cukup
serius hingga menghilangkan efek terapeutik obat, dokter dapat
menghentikan pemberian obat. Akibat efek samping tersebut, klien
sering kali meminum obatnya tanpa mengkonsultasikan kepada tenaga
kesehatan.

d. Efek Teratogen
Efek teratogen adalah zat kimia yang menimbulkan malformasi
atau kelainan bentuk pada janin (teratogenesis). Efek teratogen dapat
mempengaruhi janin karena sifatnya yang memberikan efek

12
pembentukan cacat bawaan. Teratogenik dan pengaruhnya terhadap
janin.
e. Efek Toksik

Atau keracunan obat reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau
penumpukan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolism atau
ekskresi. Beberapa obat dapat langsung berefek toksik setelah
diberikan, namun obat lainnya tidak menimbulkan efek toksik apapun
selama berhari-hari lamanya.

Keracunan obat dapat mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ.


Hal yang umum terjadi adalah nefrotoksisitas (ginjal) neurotoksisitas
(otak), hepatotosisitas (hepar). Imunotoksisitas (system imun),
kardiotoksisitas (jantung).

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup,
lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Farmakologi mempunyai
keterekaitan khusus dengan Farmasi, yaitu ilmu mengenai cara membuat,
memformulasi, meyimpan, dan menyediakan obat. Farmakologi terfokus pada
2 subdisiplin, yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik. Farmakokinetik atau
kinetika obat nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat.
Armakokinetik mencakup 4 proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme
(M), dan ekskresi(E). Farmakodinamik ialah subdisipin farmakologi yang
mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya.

B. Saran
Diharapkan untuk pembaca terutama mahasiswa yang mengambil jurusan
di bidang kesehatan dapat mengerti dan memahami tentang jenis obat, dosis
obat, serta efek obat terhadap tubuh pasien itu sendiri sehingga dapat
membantu mahasiswa dalam proses pengobatan pasien dan dengan secara tidak
langsung dapat mengurangi kesalahan dalam proses proses keperawatan
nantinya.

14

Anda mungkin juga menyukai