BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Perilaku dari pandangan biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya
adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku
manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan,
berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal
(internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan
perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan
bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik
dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme
tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini
merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia.
Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk
perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan
lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut.
3. Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu terjadi
karena adanya kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut
dapat mengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Oleh sebab itu
stimulus atau obyek perilaku harus sesuai dengan kebutuhan orang
(subyek).
Prinsip teori fungsi yakni:
a. Perilaku merupakan fungsi instrumental (memenuhi kebutuhan subyek).
b. Perilaku merupakan pertahanan diri dalam mengahadapi lingkungan (bila
hujan, panas).
c. Perilaku sebagai penerima obyek dan memberikan arti (respons terhadap
gejala sosial).
d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam
menjawab situasi (marah, senang).
3.1 Kesimpulan
Perilaku dari pandangan biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak
pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik
(keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor
genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup
termasuk perilaku manusia.
Prilaku dibentuk oleh 3 faktor antara lain :
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (enebling factors), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban,
dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (renforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
3.2 Saran
Berbagai sumber telah dikumpul sebanyak-banyaknya demi
terselesaikannya makalah ini. Namun, sebagai manusia biasa yang
membutuhkan bantuan orang lain, penulis mengaharapkan dukungan baik
dalam bentuk kritik dan saran, semoga dengan itu semua dapat membuat
makalah ini semakin baik dan berguna bagi semua orang.
http://kesmas-ode.blogspot.com/2012/11/teori-perubahan-perilaku.html
A. PERUBAHAN PERILAKU INDIVIDUAL
Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah.
Contoh : perubahan perilaku yang disebabkan karena usia seseorang.
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.contoh :
perubahan perilaku seseorang karena tujuan tertentu atau ingin mendapatkan sesuatu yang
bernilai baginya.
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam organisasi, maka
yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan
tersebut, dan ada sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan
tersebut.
Contoh : perubahan teknologi pada suatu lembaga organisasi, misal dari mesin ketik manual ke
mesin komputer, biasanya orang yang usianya tua sulit untuk menerima perubahan pemakaian
teknologi tersebut.
Strategi ini dapat berlangsung cepat akan tetapi belum tentu berlangsung lama karena perubahan
perilaku terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.
2. Pemberian informasi
Dengan memberikan informasi-informasi tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan hal
tertentu.
3. Diskusi partisipasi
Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua di atas yang dalam memberikan informasi-
informasi tentang peraturan baru organisasi tidak bersifat searah saja tetapi dua arah.
Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang
antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining
forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan
tersebut didalam diri seseorang.
Sehingga ada 3 kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni
b. Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya stimulus-stimulus
yang memperlemah kekuatan penahan tersebut.
c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini
jelas juga akan terjadi perubahan perilaku.
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada
kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari
sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat
menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.
Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama
dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada
individu yang terdiri dari :
a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila
stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi
perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada
perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti
stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak
demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
c. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus
tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
3. Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung kepada
kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku
seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut.
Menurut Katz (1960) perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz
berasumsi bahwa :
a. Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan
pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek
demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi memenuhi
kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif.
b. Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahanan diri dalam
menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia
dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar.
c. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam peranannya
dengan tindakannya itu, seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan
tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan keputusan-keputusan sehubungan
dengan objek atau stimulus yang dihadapi. Pengambilan keputusan yang mengakibatkan
tindakan-tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat.
d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi.
Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan dari hati
sanubari. Oleh sebab itu perilaku itu dapat merupakan “layar” dimana segala ungkapan diri orang
dapat dilihat. Misalnya orang yang sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat
dari perilaku atau tindakannya.
Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar
individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh
sebab itu didalam kehidupan manusia, perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara
relatif.
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang
bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa
dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau
keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar.
Misalnya, seorang manajer sedang belajar tentang strategi bisnis. Dia menyadari bahwa dia
sedang berusaha mempelajari tentang Strategi bisnis. Begitu juga, setelah belajar Strategi bisnis
dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh
sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Strategi
bisnis.1.Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
2. Perubahan yang fungsional.Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun
masa mendatang.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan
perubahan. Misalnya, manajer ingin memperoleh pengetahuan baru tentang strategi bisnis, maka
manajer tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku strategi bisnis,
berdiskusi dengan manajer lain tentang strategi bisnis dan sebagainya.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian
yang melekat dalam dirinya. Misalnya, manajer belajar mengoperasikan program akuntansi,
maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer program akuntansi tersebut akan
menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka
pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misal seorang manajer mewmpelajari strategi
bisnis mempunyai tujuan jangka pendeknya untuk tahu tentang apa-apa yang akan dilakukan
dalam dunia bisnis, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk ahli dalam bisnis dan
mungkin untuk opromosi ke jabatan yang lebih tinggi karena telah menguasai bidang tertentu.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi
termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya.
Merubah budaya bukanlah sesuatu hal yang mudah karena sekali budaya tersebut terkristalisasi
ke dalam masing-masing anggota organisasi, maka anggota organisasi cenderung
mempertahankannya tanpa memperhatikan bahwa budaya tersebut functional atau disfunctional
terhadap kehidupan organisasi. Perubahan budaya bisa memakan waktu sampai 10 tahun.
John kotler, seorang pakar kepemimpinan dan manajemen perubahan, percaya bahwa perubahan
organisasi khususnya akan gagal karena manajemen senior melakukan satu atau lebih kesalahan
berikut ini :
a. Kegagalan untuk menetapkan suatu rasa kegentingan mengenai kebutuhan akan perubahan
seperti mencairkan organisasi dengan menciptakan alasan yang memaksa mengapa perubahan
diperlukan.
b. Kegagalan untuk menetapkan suatu koalisi yang cukup kuat untuk memberikan pedoman
yang bertanggungjawab untuk memimpin dan mengelola perubahan. Deskripsinya seperti
menciptakan orang-orang yang lintas fungsi dan lintas kelompok dengan kekuatan yang
mencukupi untuk memimpin kelompok.
h. Kegagalan untuk menjangkarkan perubahan pada budaya organisasi. Hal ini diperlukan
waktu bertahun – tahun untuk tertanam dalam budaya organisasi.
kotler merekomendasikan bahwa organisasi sebaiknya mengikuti delapan langkah yang saling
berurutan untuk mengatasi masalah -masalah yang berasal dari tekanan kekuatan internal
maupun kekuatan eksternal.
b. Menciptakan koalisi yang memberikan pedoman, yakni dengan menciptakan orang -orang
yang lintas fungsi dan lintas kelompok dengan kekuatan yang mencukupi untuk memimpin
perubahan.
c. Mengembangkan suatu visi dan strategi, yakni menciptakan visi dan rencana strategis
untuk memandu proses perubahan.
1. Tekanan dan desakan. Proses mulai ketika manajemen puncak mulai merasa adanya
kebutuhan atau tekanan akan perubahan, biasanya disebabkan berbagai masalah yang berarti,
seperti penurunan pejualan atau penurunan laba secara tajam.
2. Intervensi dan reorientasi. Konsultan atau pengantar perubahan dari luar sering digunakan
untuk merumuskan masalah dan memulai proses dengan membuat para organisasi untuk
memusatkan perhatiannya pada masalah tersebut.
3. Diagnosa dan pengenalan masalah. Informasi dikumpulkan dan dianalisa oleh pengantar
perubahan dan manajemen.
6. Penguatan dan penerimaan. Bila serangkaian kekuatan telah diuji dan sesuai keinginan,
harus diterima secara sukarela. Pelaksanaan kegiatan yang telah diterima harus menjadi sumber
penguatan dan menimbulkan keterikatan terhadap perubahan
Lebih lanjut ditambahkan dalam melakukan audit budaya ada beberapa faktor dimensi perubahan
yang perlu mendapat perhatian, diantaranya (Paul Bate) :
Sebelum melakukan perubahan budaya, pertama-tama harus dilakukan terlebih dahulu diagnosis
terhadap budaya yang akan dirubah. Tujuannya selain mengetahui budaya yang ada juga agar
pelaku perubahan bisa belajar tentang pola pikir organisasi dan orang-orang yang terlibat di
dalamnya sebab budaya bukanlah sebuah obyek tetapi sebuah perspektif.
2. Dimensi ruang dan waktu (asal muasal terbentuknya budaya dan perjalannya sepanjang
waktu)
Kita berusaha melacak kembali bagaimana budaya yang sekarang berkembang dalam sebuah
budaya organisasi. Tujuannya adalah agar dalam perubahan budaya kita tidak membuat
kesalahan yang sama di masa datang.
3. Dimensi proses perubahan (posisi budaya dalam siklus kehidupan budaya)
Bisa dikatakan bahwa budaya terus menerus mengalami perubahan karena sifatnya yang
dinamis. Jadi memahami posisi budaya pada siklus ini sangat penting artinya ketika kita
memutuskan untuk merubah budaya.
Dalam dimensi ini kita berupaya untuk memahami kemungkinan terjadinya cultural lag untuk
menindak lanjuti perlu tidaknya perubahan.
Kita perlu memahami sejauh mana mereka (orang-orang dalam oraganisasi) terlibat dalam
perubahan.
Paul Bate mengatakan bahwa untuk menilai efektivitas perubahan budaya, kita juga perlu
menentukan parameternya, yaitu :
1. Daya ekspresi, yakni kemampuan untuk menyampaikan ide-ide baru. Parameter ini untuk
mengetahui sejauh mana pihak-pihak terkait bisa terpengaruh oleh perubahan.
2. Daya komonalitas, yakni kemampuan untuk membentuk satu set nilai. Parameter ini untuk
mengukur sejauh mana perubahan tersebut bisa membentuk nilai-nilai baru.
3. Daya penetrasi, kemampuan untuk menembus berbagai level organisasi. Parameter ini
untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tersebut menembus berbagai level organisasi.
4. Daya adaptif, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah.
Parameter ini utnuk mengetahui bagaimana proses perubahan tersebut berlangsung.
5. Daya tahan, kemampuan menciptakan perubahan yang hasilnya bisa bertahan lama.
Parameter ini untuk mengetahui sruktur perubahannya.
Perubahan budaya akan mengakibatkan perubahan kebiasaan, tradisi, mindset yang selama ini
menjadi pedoman dalam cara berpikir dan bertindak.tidak jarang usaha perubahan budaya
organisasi ditanggapi dengan resistensi karyawan.
Seperti yang dikatakan oleh Deal dan Kennedy perubahan budaya organisasi bukan hanya
menyebabkan ketakutan karyawan berlebih tetapi juga hal-hal yang sejenis seperti :
Perubahan terhadap sikap karyawan yang tadinya loyal terhadap perusahaan beralih menjadi
sekedar mementingkan diri sendiri.
https://gimbalkurangdarah.wordpress.com/kulyah/perubahan-perilaku-individual-
dan-cara-memprakarsai-perubahan/