Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SISTEM PENYAMPAIAN OBAT

SISTEM PENYAMPAIAN OBAT TERTUNDA,


SISTEM PENYAMPAIAN OBAT TERKONTROL

DISUSUN OLEH:
1. Rosnelly Sriwahyuni Sitompul (1901011357)
2. Euis Yashinta Yuhana (1901011262)
3. Hikmahtul Padila (1901011266)
4. Maharani Utami Hasibuan (1901011271)
5. Muzni Hidayat (1901011277)

KELOMPOK : 1 (Satu)
KELAS : 6G
DOSEN PENGAMPU : Apt. Mandike Ginting, S.SI., M.Si

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga
kelompok kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah SISTEM PENYAMPAIAN
OBAT TERTUNDA, SISTEM PENYAMPAIAN OBAT TERKONTROL yang diajukan
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem Pengantaran Obat. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kritik dan saran dari semua pihak sangat saya
harapkan demi kesempurnaan dari makalah ini. Semoga makalah sederhana ini dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata saya sampaikan terima kasih dosen pembimbing mata kuliah dan kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam pembuatan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai usaha kita semua.

Medan, 27 Maret 2022


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem Penghantaran obat telah dikembangkan untuk tujuan meningkatkan kerja
obat dengan cara antara lain, peningkatan farmakokinetika (absorbsi, distribusi,
metabolisme dan eksresi), perubahan farmakodinamika (mekanisme kerja, respon
farmakologi, mempertahankan kerja dan penargetan obat).
Tujuan utama dalam sistem penghantaran obat adalah melepaskan bahan aktif
sampai ke sistem peredaran darah dan ke tempat kerja obat sehingga menghasilkan efek
farmakologi yang optimal (Liu, 2008) (Villar, et al, 2012). Dalam sistem penghantaran
obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan
suatu bentuk sediaan bertujuan mengoptimalkan penyampaian obat sehingga dapat
mencapai efek terapi dalam lingkungan in vivo dimana pelepasan obat berlangsung.
Sistem penghantaran obat yang baik memerlukan pertimbangan terkait dengan cara
pemberian, indikasi, sifat fisika kimia bahan aktif dan sistem sediaan yang akan
dikembangkan (Kumar, 2002).
Sistem pelepasan terkontrol bertujuan untuk mengatur waktu, jumlah, dan kecepatan
pelepasan obat sehingga menurunkan frekuensi pemberian dosis obat, menjaga stabilitas
selama penghantaran, meningkatkan availabilitas obat pada jaringan target, dan mengurangi
efek samping obat. Pelepasan obat dapat diatur melalui penjerapan obat dalam sistem
matriks atau penyalutan menggunakan bahan polimer. Polimer yang digunakan harus
memiliki minimal satu dari sifat berikut diantaranya adalah termosensitif, pH-sensitif,
dan/atau enzim-triggered. Akibat dari rangsangan tersebut, sistem polimer akan
mengembang atau terkikis secara perlahan pada permukaannya sehingga pelepasan obat
secara terkontrol dapat dihasilkan. Berbagai jenis polimer baik yang natural ataupun sintetik
dapat digunakan namun harus memiliki sifat biodegradabel, biokompatibel, dan non-
imunogenik agar tidak bersifat toksik pada tubuh. Dalam makalah ini dibahas sintetik yang
telah dikembangkan dalam sistem pelepasan obat secara terkontrol, serta penerapannya
dalam bidang kefarmasian di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem penyampaian obat tertunda?
2. Apa yang dimaksud dengan sistem penyampaian obat terkontrol?
3. Apa saja metode pelepasan obat terkontrol?
4. Bagaimana mekanisme Mekanisme Sistem Penghantaran Obat Terkontrol (Controlled
Release)

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari sistem penyampaian obat tertunda
2. Untuk mengetahui pengertian dari sistem penyampaian obat terkontrol
3. Mengetahui apa saja metode pada pelepasan obat terkontrol
4. Mengetahui Mekanisme Sistem Penghantaran Obat Terkontrol (Controlled Release)
BAB II
PENDAHULUAN

A. Sistem Penyampaian Obat Tertunda

Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan
obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya
lebih lama dan memperpanjang aksi obat. Pada sistem pelepasan yang tertunda
(delayed realese), obat dilepaskan setelah masa jeda yaitu setelah beberapa waktu
akibat dari sensitivitas dari sistem terhadap kondisi fisiologis jaringan atau organ
target. Pelepasan yang tertunda dari sistem ini dicapai dengan menerapkan lapisan
khusus di permukaan granul, tablet, atau kapsul, seperti pelapis enterik, atau dengan
sistem penghalang seperti penggunaan kapsul gelatin keras dan lunak. Tujuannya
adalah untuk mengurangi efek samping terkait dengan keberadaan obat dalam
lambung atau untuk melindungi obat dari degradasi lingkungan Gl.
Secara umum tujuan dari bentuk sediaan lepas lambat adalah untuk
mempertahankan obat pada kadar terapetik darah atau jaringan untuk periode yang
diperpanjang (Jantzen and Robinson, 1996). Untuk beberapa keadaan penyakit,
bentuk sediaan obat yang ideal adalah mampu memberikan konsentrasi obat pada
tempat aksi dicapai secara cepat dan kemudian secara konstan dipertahankan selama
waktu pengobatan yang diinginkan. Pemberian obat dalam dosis yang cukup dan
frekuensi yang benar dalam bentuk sediaan konvensional peroral akan menghasilkan
konsentrasi obat terapetik steady state di plasma secara cepat dan dipertahankan
dengan pemberian berulang. Namun terdapat sejumlah keterbatasan dari bentuk
sediaan konvensional peroral. Keterbatasan itu antara lain:

1. Konsentrasi obat dalam plasma dan di tempat aksi mengalami fluktuasi sehingga
tidak mungkin mempertahankan konsetrasi terapetik secara konstan selama waktu
pengobatan, fluktuasi konsentrasi obat dapat menimbulkan overdosis atau
underdosis.

2. Obat dengan t1/2 pendek membutuhkan frekuensi pemberian lebih sering untuk
mempertahankan konsentrasi obat dalam range terapi.

3. Frekuensi pemberian obat yang lebih sering dapat menyebabkan pasien lupa
sehingga seringkali menyebabkan kegagalan terapi (Collett and Moreton, 2002).
Terdapat beberapa istilah untuk menjelaskan bentuk sediaan lepas lambat (terkendali), yaitu:
a. Delayed release menunjukkan bahwa obat tidak segera dilepaskan setelah
diberikan tetapi setelah beberapa waktu kemudian, contoh: tablet lapis enterik,
kapsul pulsatile-release.
b. Repeat action menunjukkan bahwa suatu dosis individual dilepaskan dengan
segera setelah diberikan dan dosis kedua atau ketiga kemudian dilepaskan pada
interval tertentu.
c. Prolonged release menunjukkan bahwa obat tersedia selama periode absorpsi
yang lebih panjang dibandingkan bentuk sediaan konvensional. Namun akibatnya
onset obat tertunda karena kecepatan pelepasan obat dari bentuk sediaan lebih
lambat.
d. Sustained release menunjukkan pelepasan awal dari obat yang cukup untuk
memberikan dosis terapetik setelah pemberian dan kemudian memberikan suatu
pelepasan bertahap dalam satu periode bertahap.
e. Bentuk sediaan Extended release melepaskan obat dengan lambat sehingga
konsentrasi obat dalam plasma dipertahankan pada kadar terapetik selama suatu
periode yang lama (biasanya antara 8 dan 12 jam).
f. Bentuk sediaan Controlled release melepaskan obat pada kecepatan yang konstan
dan memberikan konsentrasi obat dalam plasma yang tetap pada setiap waktu.
g. Bentuk sediaan Modified release didefinisikan oleh USP sebagai bentuk sediaan
yang karakter waktu dan tempat pelepasan obatnya dipilih untuk mendapatkan
tujuan terapetik yang tidak diperoleh dengan sediaan konvensional.

Tujuan dari sediaan lepas lambat adalah melepaskan obat secara cepat untuk dosis
awalnya kemudian diikuti oleh pelepasan lambat dari dosis berikutnya. Keuntungan
bentuk sediaan lepas lambat dibandingkan bentuk sediaan konvensional lainnya
adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah
2. Mengurangi frekuensi obat
3. Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien
4. Mengurangi efek samping yang merugikan
5. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan
B. Sistem Penyampaian Obat Terkontrol
Sistem penghantaran obat terkontrol adalah sistem penghantaran obat dengan
kecepatan yang telah ditentukan sebelumnya, baik secara lokal maupun
sistemik, untuk jangka waktu tertentu. Suatu sistem penghantaran obat yang
ideal memiliki dua hal mendasar yang wajib dimiliki. Pertama, sistem tersebut
mampu menjadi dosis tunggal selama pengobatan, baik selama berhari-hari
atau berminggu-minggu seperti pada infeksi, ataupun seumur hidup pasien
seperti pada hipertensi atau diabetes. Kedua, sistem tersebut harus mampu
membawa zat aktif langsung ke site of action, sehingga meminimalkan atau
menghilangkan efek samping. Untuk mencapai dua hal ini, perlu adanya
sistem penghantaran langsung ke reseptor, sel, atau area spesifik dalam tubuh.
Pada sistem ini, diperlukan perubahan yang berbeda-beda tergantung pada
kondisi penyakit ataupun jenis obat yang digunakan.
Tujuan pelepasan obat terkontrol untuk mengatur waktu, jumlah,
dan kecepatan pelepasan obat sehingga menurunkan frekuensi pemberian
dosis obat, menjaga stabilitas selama penghantaran, meningkatkan
availabilitas obat pada jaringan target, dan mengurangi efek samping obat,
serta tujuan dari pelepasan yang terkontrol adalah untuk mencapai terapi yang
efektif dengan mengurangi ataupun menghilangkan efek samping serta risiko
overdosis. Pelepasan obat dapat diatur dengan menentukan matriks bahan
polimer yang sesuai dengan sediaan yang dikehendaki. Polimer yang
digunakan harus memiliki sifat seperti, pH sensitif, termo sensitif, dan
enzim triggered. Dari peran polimer tersebut dapat mengontrol pelepasan
yang dihasilkan obat sesuai target. Sistem pelepasan terkendali
sebagaimana obat dilepaskan setelah masa jeda yaitu setelah beberapa
waktu akibat dari sensitivitas dari sistem terhadap kondisi fisiologis
jaringan atau organ target.

C. Metode Pelepasan Obat Terkontrol


1. Disolusi terkontrol
Sistem dengan pelepasan disolusi terkontrol dapat diperoleh dengan
memasukkan obat ke dalam bahan polimer tidak larut dan menyalut
partikel atau granul obat dengan polimer dengan ketebalan berbeda,
sehingga memperlambat kecepatan disolusi dan difusi obat di dalam
medium saluran cerna. Tahap disolusi yang menentukan adalah melewati
lapisan difusi. Kecepatan pelepasan obat (dm/dt) adalah:
dm/dt = ADS/h
dimana (S) adalah kelarutan obat, (A) adalah luas permukaan yang kontak
dengan medium, (h) adalah tebal lapisan difusi, dan (D) adalah koefisien
difusi. Bentuk sediaan dengan disolusi terkontrol umumnya dibuat dengan
cara penyalutan berbagai bentuk sediaan antara yang berfungsi sebagai
penyangga zat aktif seperti tablet, granul, serbuk, mikrogranul, dan lain-
lain. Kebanyakan sediaan dibuat dalam berbagai fraksi zat aktif bersalut,
sehingga zat aktif dapat dilepaskan dalam rentang waktu yang teratur dan
pasti.

2. Difusi terkontrol
Sistem dengan pelepasan difusi terkontrol dibuat dengan
enkapsulasi partikel obat dalam membran polimer atau dengan
mendispersikan obat ke dalam matriks polimer. Berbeda dengan sistem
disolusi terkontrol, pada sistem difusi terkontrol obat dibuat tersedia
sebagai suatu hasil pemisahan melalui polimer. Kecepatan pelepasan obat
(dm/dt) adalah:
dm/dt = ADK . (ΔC)/ L
Dimana (A) adalah luas permukaan, (D) adalah koefisien difusi, (ΔC) adalah
perbedaan konsentrasi, (K) adalah koefisien partisi antara inti obat dan
membran, serta (L) adalah panjang difusi.

3. Sistem osmotik terkontrol


Sistem osmotik terkontrol penghantaran obat dari sistem dikontrol
oleh pelarut yang berpenetrasi melewati membran semipermeabel,
kemudian keluar membawa obat melalui lubang tekanan osmosis dan
tekanan hidrostatis pada masing-masing sisi membran semipermeabel
menentukan transport ke dalam sistem. Kecepatan penghantaran obat dari
sistem (dm/dt) tergantung pada tekanan osmosis formulasi (πs) seperti:
dm/dt = A/h . k πs S
Dimana (A) adalah luas membran semipermeabel, (k) permeabilitas membran,
dan (h) adalah tebal membran.

4. Resin penukar ion


Sistem penghantaran obat
menggunakan resin penukar ion secara teoritis imun terhadap kondisi pH
saluran cerna, karena lingkungan ionik diperlukan untuk menempatkan
obat dalam resin. Pada sistem ini, granul resin yang mengandung obat
dicampur dengan polimer seperti PEG 4000 untuk menahan kecepatan
pengembangan di dalam air, kemudian disebut dengan polimer permeabel
terhadap air seperti, etilselulosa yang berfungsi sebagai barier yang
menentukan kecepatan untuk mengontrol pelepasan obat.

D. Mekanisme Sistem Penghantaran Obat Terkontrol (Controlled Release)


Hampir seluruh sediaan pelepasan terkontrol oral (oral controlled
release) termasuk ke dalam sistem matriks atau sistem reservoir (dilapisi
polimer). Sistem matriks adalah suatu sistem di mana zat aktif dilarutkan
ataupun didispersikan pada sebuah matriks yang dapat mengendalikan laju
pelepasan, baik matriks hidrofilik, hidrofobik, ataupun inert.
Sistem reservoir adalah suatu sistem di mana obat yang memiliki “inti”
tertutup oleh suatu lapisan polimer. Pada sistem reservoir ini, terdapat dua tipe
pelepasan. Yang pertama, sistem difusi/erosi sederhana. Pada sistem ini, obat
dilapisi oleh polimer hidrofilik atau tidak larut air. Obat dilepaskan dengan
proses difusi zat aktif melalui lapisan polimer tersebut atau proses erosi dari
lapisan polimer yang melapisi obat. Yang kedua, sistem osmosis. Pada sistem
ini, obat dilapisi oleh membran polimer semi permeabel. Pelepasan yang
terjadi disebabkan oleh tekanan osmosis di dalam tablet.

 Orde Pelepasan
a. Orde Nol
Pada sistem orde nol terjadi pelepasan obat dengan kecepatan konstan. Kecepatan
pelepasan tidak tergantung pada konsentrasi. Sistem pelepasan ini merupakan
sistem pelepasan yang ideal untuk sediaan sustained release.

b. Orde Satu
Kecepatan pelepasan pada sistem ini bergantung pada konsentrasi. Kecepatan pada
waktu tertentu sebanding dengan konsentrasi obat yang tersisa dalam sediaan
pada saat itu.

c. Higuchi
Kinetika pelepasan ini diselidiki oleh T. Higuchi sehingga disebut juga pelepasan
Higuchi. Laju pelepasan obat dari matriks yang tidak larut umumnya akan
mengikuti sistem pelepasan Higuchi. Higuchi menegaskan laju pelepasan obat
dari matriks yang tidak larut ini terutama dipengaruhi oleh porositas dan
kerumitan (turtuositas) matrik. Porositas menggambarkan pori-pori atau saluran
yang dapat dipenetrasi oleh cairan disekitarnya sedangkan turtuositas
memperhitungkan peningkatan jalan difusi karena berkeloknya pori-pori.
Turtuositas cenderung mengurangi jumlah obat yang terlepas pada interval
waktu yang diberikan (Martin et al., 1993).

 Karakteristik Pelepasan Obat Terkontrol


1. Pelepasan obat dari waktu, jalur dan atau lokasi dipilih untuk mencapai terapi
2. Memberikan kenyamanan yang tidak dapat diberikan oleh sediaan obat
konvensional
3. Melibatkan berbagai disiplin ilmu untuk tujuan menghantarkan obat secara
optimal ke target dan implikasinya menghasilkan terapi yang optimal
4. Menghasilkan durasi yang lebih lama dan tepat sasaran
5. Upaya agar obat langsung menuju target tanpa efek samping atau minimal
efek samping
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sistem penghantaran obat terkontrol adalah suatu sistem di mana profil pelepasan,
meliputi kecepatan pelepasan maupun lokasi pelepasan, ditentukan dalam sistem untuk
mencapai tujuan terapi atau meningkatkan kenyamanan penggunaan obat oleh pasien.
Sistem ini dapat dibuat menggunakan kombinasi zat aktif dan polimer, baik polimer sintetis
ataupun polimer alami, dengan karakteristik yang telah ditentukan. Sistem penghantaran
obat terkontrol dapat menutupi kekurangan dari sistem penghantaran obat konvensional.
Karenanya, sistem penghantaran obat terkontrol dapat menjadi suatu sistem yang efektif dan
efisien.

Pembuatan tablet terkontrol dipiridamol ini adalah sistem matriks hidrofilik. Hal ini
untuk memperoleh tablet mengapung dengan lag time yang singkat karena matriks
cepat terhidrasi dan kondisi ini hanya dapat dipenuhi oleh sistem matriks hidrofilik.

Pelepasan tablet yang lebih besar namun tetap mempertahankan tablet mengapung,
diperlukan bahanyang mampu menciptakan pori-pori agar zat aktif dapat berdifusi
keluar dari tablet. Bahan yang dapat memenuhi kriteria tersebut adalah penghancur.
DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J.M. (1993). Farmasetika 2. Biofarmasi. Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga


University Press. Hal. 154-177, 195-210 dan 338-339.
Bhowmik, D., Gopinath and Kumar,K.P.S., (2012). Controlled Release Drug Delivery
Systems. The Pharma Innovation Journal. 1(10): 24-32
Dixit, N., Maurya, S.D and Sagar, B.P.S., (2013). Controlled Release Drug Delivery
Systems. Indian Journal of Research in Pharmacy and Biotechnology. 1(3): 305-310
Suprianto, Analisis Kinetika Pelepasan Teofilin dari Garnul Matriks Kitosan. Jurnal Ilmiah
Manuntung. 2016. 2(1): 70-80
Kakar, S., Singh, R and Semwal, A., (2014). Drug Release Characteristics of Dosage Forms:
A Review. Int. J. Recent Adv Pharm Res. 4(1): 6-17
Suprianto, Optimasi Formula Matriks Kitosan dengan Metilselulosa pada Pelepasan
Terkendali Sediaan Granul Teofilin. Jurnal Ilmiah Manuntung. 2015. 1(2): 114-120.
Lokhandwala, H., Deshpande, A., and Deshpande, S. (2013). Kinetic Modeling and
Dissolution Profil Comparison: An Overview. Int. J. Pharm. Bio. Sci. 4(1): 728 – 737
Suprianto, Formulasi dan Penentuan Orde Pelepasan Teofilin Sediaan Granul Campuran
Kitosan dengan Metilselulosa. Akademia. 2013. 17(2) 2013: 58-62.
Mandhar, P and Joshi, G. (2015) Development of Sustained Release Drug Delivery System:
A Review. Asian Pac. J. Health Sci., 2(1): 179-185
Ninama.U., Pal, J.T., Chaudhary, S., Bhimani, B., and Dalsaniya, D. (2015). Lipid Matrix
Tablet as Sustaind Drug Delivery System: A Review. IJPRBS, 4(2): 98-114
Patnaik, N.A., Nagarjuna1, T and Thulasiramaraju, T.V. (2013) Sustained Release Drug
Delivery System: A Modern Formulation Appoach. International Journal of Research in
Pharmaceutical and Nano Sciences. 2(5): 586- 601
Ramakrishna, S., Mihira, V., Vyshnavi, K.R and Ranjith, V. (2012) Design and Evaluation
of Drug Release Kinetics of Meloxicam Sustained Release Matrix Tablet. Int J Curr Pharm
Res, (1): 90-99
Ramteke K.H., Dighe P.A., Kharat A. R and Patil, S.V. (2014). Mathematical Models of
Drug Dissolution: A Review. Sch. Acad. J. Pharm., 3(5): 388-396
Shaikh, H.K., Kshirsagar, R. V. and Patil, S. G. (2015). Mathematical Model for Drug
Release Characterization: A Review. World Journal of Pharmaceutical Research. 4(4): 324-
338.

Anda mungkin juga menyukai