Anda di halaman 1dari 17

NASIBOBAT DALAM TUBUH

Tugas makalah

Nama : Sri Noorhidayatika

KelaS :X

No. Absen :20

SMKS INTAN BARAHUSADA


DAFTAR ISI

KATA PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1

1.1 Latar belakang...............................................................................1

1.2 Tujuan............................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................2

2.1 Perjalanan Obat Dalam Tubuh (ADME )………………….……..2

2.2 fase-fase perjalanan obat dalam tubuh  .........................................3

2.2.2 Fasa Biofarmasi atau Farmasetika…………………….………..3


2.2.1 Fasa Farmakokinetika…………………………………………..5

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebelum obat yang diberikan pada pasien tiba pada tujuanya didalam tubuh,yait
u tempat kerjanya atau targetsite,obat harus mengalami banyak proses. Dalam g
aris besarnya,proses-proses ini dapat dibagi dalam tiga tingkatan yaitu fase farma
setik,fase farmokinetika dan fase farmokodinamika.

Efek obat tidak tergantung dari factor farmakologi saja,tetapi juga dari ben
tuk pemberian dan terutama dari formulasinya. Dimana fator formulasi yang dap
at mengubah efek obat dalam tubuh yaitu benuk fisis zat aktif,keadaan kimiawi,z
at pembantu,dan proses teknik yang digunakan untuk membuat sediaan.

Mengingat proses perjalanan obat didalam tubuh ini merupakan proses pe


nting yang menentukan berhail atau tidaknya obat itu memberikan suatu efek ba
gi tubuh maka didalam makalah ini kami akan membahas tentang perjalanan oba
t didalam tubuh secara lebih dalam lagi.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah ingin lebih memahami proes
dan nasib obat yang terjadi di dalam tubuh. Karena seperti yang telah kita ketahu
i bahwa keberhasilan obat mencapai target akan menimbulkan efek yang diharap
kan. Selain itu juga maksud dengan pembuatan makalah ini bertujuan untuk me
mahami proses obat yang bisa memberikan efek yang tak diinginkan dan bagaim
ana obat bisa bersifat racun didalam tubuh.

2
3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perjalanan Obat Dalam Tubuh (ADME)

Obat yang diberikan pada pasien, akan banyak mengalami proses sebelum
tiba pada tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar proses-proses ini da
pat dibagi menjadi tiga tingkat atau fase, yaitu fase biofarmasetik atau farmasi, fas
e farmakokinetik, dan fase farmakodinamik. Untuk menghasilkan efek farmakolo
gi atau efek terapi, obat harus mencapai tempat aksinya dalam kosentrasi yang cuk
up untuk menimbulkan respon. Tercapainya kosentrasi obat tergantung dari jumla
h obat yang diberikan, tergantung pada keadaan dan kecepatan obat diabsorbsi dar
i tempat pemberian dan distribusinya oleh aliran darah ke bagian lain dari badan.
Efek karakteristik dari obat akan hilang, apabila obat telah Bergerak ke luar dari b
adan dan konsekuens i dari letak aksinya baik dalam bentuk yang tidak berubah a
tau setelah mengalami metabolisme obat dan terjadi metabolit yang dikeluarkan
melalui proses ekskresi. Oleh karena itu sangat penting diketahui bagaimana cara
badan telah menangani obat dengan proses absorbs, distribusi, metabolism dan ek
skresi, bila kita menentukan suatu dosis, rute, bentuk obat yang diberikan bila dik
ehendaki efek terapi yang diinginkan dengan efek toksik yang minimal

4
2.2 fase-fase perjalanan obat dalam tubuh

Skema:

5
2.2.2 Fasa Biofarmasi atau Farmasetika
adalah fase yang meliputi waktu mulai penggunaan obat melalui mulut sa
mpai pelepasan zat aktifnya kedalam cairan tubuh. Fase ini berhubungan dengan k
etersediaan farmasi dari zat aktifnya dimana obat siap diabsorbsi.

Dalam biofarmasi ini kita akan mengenal beberapa istilah yang berhubungan deng
an aspek-aspek yang kita pelajari :

A. Ketersediaan farmasi (Farmaceutical Availability)

Adalah ukuran waktu yang diperlukan oleh obat untuk melepaskan diri dari bentu
k sediaannya dan siap untuk proses resorpsi. Kecepatan melarut obat tergantung d
ari berbagai bentuk sediaan dengan urutan sebagai berikut:

Larutan – suspensi – emulsi – serbuk – kapsul – tablet – enterik coated – long


acting.

B. Ketersediaan hayati (Biological Availability)


Adalah prosentase obat yang diresorpsi tubuh dari suatu dosis yang dib
erikan dan tersedia untuk melakukan efek terapeutiknya.
C. Kesetaraan terapeutik (Therapeutical Equivalent)
Adalah syarat yang harus dipenuhi oleh suatu obat paten yang meliputi
kecepatan melarut dan jumlah kadar zat berkhasiat yang harus dicapai di dala
m darah. Kesetaraan terapeutik dapat terjadi pada pabrik yang berbeda atau pa
da batch yang berbeda dari produksi suatu pabrik.
D. Bioassay dan standardisasi
Bioassay adalah cara menentukan aktivitas obat dengan menggunakan
binatang percobaan seperti kelinci, tikus, kodok dan lain-lain.

Standarisasi ialah kekuatan obat yang dinyatakan dalam Satuan Internasio


nal atau IU (International Unit) yang bersamaan dengan standart-standart internasi
onal biologi dikeluarkan oleh WHO. Ukuran-ukuran standart ini disimpan di Lond

6
on dan Copenhagen. Tetapi setelah metode Fisiko-Kimia dikembangkan, bioassay
mulai ditinggalkan, begitu pula dengan penggunaan satuan biologi dan selanjutny
a kadar dinyatakan dalam gram atau miligram. Obat yang kini masih distandarisas
i secara biologi adalah insulin (menggunakan kelinci), ACTH (menggunakan tiku
s), antibiotik polimiksin dan basitrasin, vitamin A dan D, faktor pembeku darah, p
reparat-preparat antigen dan antibody, digitalis dan pirogen.

2.2.1 Fasa Farmakokinetika

adalah fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentu
kan, setelah obat dilepas dari bentuk sediaan. Obat harus di absorbsi ke dalam dar
ah, yang akan segera di distribusikan melalui tiap-tiap jaringan dalam tubuh. Dal
am darah obat dapat mengikat protein darah dan mengalami metabolisme, teruta
ma dalam melintasi hepar (hati). Meskipun obat akan didistribusikan melalui bada
n, tetapi hanya sedikit yang tersedia untuk diikat pada struktur yang telah ditentuk
an.

7
Skema farmakonetik

A. Absorbsi

Absorbsi adalah transfer suatu obat dari tempat pemberian ke dalam aliran
darah. Kecepatan dan efesiensi absorbsi tergantung pada cara pemberian. Untuk in
travena, absorbs sempurna yaitu dosis total obat seluruhnya mencapai sirkulasi sis
temik. Proses absorbsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada umumny
a obat yang tidak diabsobsi tidak menimbulkan efek, kecuali antasida dan obat ya
ng bekerja local. Proses absorbs terjadi diberbagai tempat pemberian obat, seperti
saluran cerna, otot, rangka, paru-paru, kulit dan sebagainya. Transfer obat dari sal
uran cerna tergantung pada sifat-sifat kimianya, obat-obat bisa diabsorbsi dari salu
ran cernasecara difusi pasif atau transport aktif.

Absorbsi dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :

1. Kelarutan obat

Agar dapat diabsorbsi, obat harus dalam larutan. Obat yang diberikan dala
m larutan akan lebih cepat diabsorbsi daripada yang harus larut dulu dalam cairan
tubuh sebelum diabsorbsi. Obat yang sukar sekali larut akan sukar diabsorbsi pada
saluran gastrointestinal.

8
2. Kemampuan difusi melalui sel membrane Semakin mudah terjadi difusi dan m
akin cepat melintasi sel membrane, makin cepat obat diaborbsi.
3. Kosentrasi obat Semakin tinggi kosentrasi obat dalam larutan, makin cepat diab
sorbsi.
4. 4. Sirkulasi pada letak absorbsi Jika tempat absorbsi mempunyai banyak pembu
luh darah, maka absorbs obat akan lebih cepat dan lebih banyak. Misalnya pada in
jekasi anestesi local ditambah adrenalin yang dapat menyebabkan vasokonstriksi,
dimaksudkan agar absorbs obat diperlambat dan efeknya lama.
5. Luas permukaan kontak obat Obat lebih cepat diabsorbsi olehi bagian tubuh ya
ng mempunyai luas permukaan yang besar, misalnya endetarium paru-paru, mok
usa usus, dan usus halus.
6. Bentuk sediaan cair Kecepatan absorbs obat tergantung pada kecepatan pelepas
an obat dari bahan pembawanya. Urutan kecepatan obat dari bentik peroral sebaga
i berikut : larutan dalam air – serbuk - kapsul - tablet bersalut gula - tablet bersalut
enteric.

Beberapa hal sebagai contoh dimana bentuk obat mempengaruhi absorbs :

- Absorbs obat dapat diperpanjang dengan penggunaan bentuk obat long-acti


ng.

- Kecepatan absorbs injeksi dapat diturunkan dengan menggunakan suspens


e atau emulsi, untuk obat yang sukar larut.

- Absorbs obat dapat dipercepat dengan memperkecil ukuran partikel.

- Jumlah dan sifat bahn pengikat serta bahan penghacur, tekanan tablet akan
mempenggaruhi absorbs obat dalam bentuk tablet,

7. Rute cara pemberian obat

Rute cara pemakaian obat bermacam-macam antara lain :

9
- Melalui mulut (oral)

- Melalui sublingual (dibawah lidah) atau buccal (antara gusi dan pipi)

- Melalui rectal

- Melalui parental

- Melalui endotel paru-paru

- Melalui kulit (efek local), topical

- Melalui urogenital (efek local)

- Melalui vaginal (efek local)

B. Distribusi

Obat setelah diabsorbsi akan tersebar melalui sirkulasi darah keseluruh bad
an. Dalam peredarannya, kebanyakan obat-obat di distribusikan melalui membran
e badan dengan cara yang relative lebih muda dan lebih cepat dibanding dengan el
iminasi atau pengeluaran obat.

Distribusi adalah proses suatu obat yang secara reversible meninggalkan aliran dar
ah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan/atau ke sel-sel jaringan. Pengir
iman obat dari plasma ke interstinum terutama tergantung pada aliran darah, perm
eabilitas kapiler, derajat ikatan ion obat tersebut dengan protein plasma atau jaring
an dan hidrofobisitas dari obat tersebut.

Perfusi darah melalui jaringan dan organ bervariasi sangat luas. Perfusi yang tingg
i adalah pada daerah paru-paru, hati, ginjal, jantung, otak dan daerah yang perfusi
nya rendah adalah lemak dan tulang. Sedangkan perfusi pada otot dan kulit adalah
sedang. Perubahan dalam aliran kecepatan darah (sakit jantung) akan mengubah p
erfusi organ seperti hati, ginjal dan berpengaruh terhadap kecepatan eliminasi obat.

10
Penetrasi obat tergantung pada luasnya kadar gradient, bentuk yang dapat berdifus
i bebas, factor seperti pH gradient dan ikatan pada konstituen intraseluler akan me
mpengaruhi akumulasi dalam jaringan.

Obat yang larut dalam lipid dapat mencapai kosentrasi yang tinggi dalam jaringan
lemak. Obat akan disimpan oleh larutan fisis dalam lemak netral. Jumlah lemak ad
alah 15% dari berat badan dan merupakan tempat penyimpanan untuk obat. Lema
k juga mempunyai peranan dalam membatasi efek senyawa yang kelarutannya da
lam lemak adalah tinggi dengan bekerja sebagai akseptor obat selama fase redistri
busi.

Pemasukan ke dalam jaringan dapat juga terjadi dengan proses transport aktif. Me
tadon, propanolol dan amfetamin diangkut ke dalam jaringan paru-paru oleh prose
s aktif. Hal ini merupakan mekanisme yang penting untuk pemasukan obat tersebu
t yang besar dalam paru-paru.

Factor yang penting dalam distribusi obat adalah ikatannya dengan protein plasma
yang merupakan makromolekul. Banyak obat terikat dengan protein di dalam plas
ma darah dan jaringan lain. Umumnya ikatannya merupakan proses reversible dan
akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat.

Protein yang terdapat dalam plasma dan mengadakan ikatan dengan obat adalah al
bumin. Bentuk persamaan obat dengan protein dapat dituliskan sebagai berikut :

Obat + protein plasma kompleks obat-protein plasama

Ikatan senyawa kompleks obat tersebut akan berdisosiasi, hingga bentuk obat ters
ebut dapat diekskresikan.

C. Metabolisme

11
Metabolisme sering disebut biotransformasi dan merupakan suatu istilah y
ang menggambarkan metabolism obat. Kebanyakan obat akan mengalami biotrans
formasi terlebih dahulu agar dapat dikeluarkan dari badan. Pada dasarnya tiap oba
t merupakan zat asing yang tidak diinginkan oleh badan dan badan berusaha mero
mbak zat tersebut menjadi metabolit yang bersifat hidrofil agar lebih lancar dieksk
ersikan melalui ginjal, jadi reaksi biotransformasi yang merupakan peristiwa deto
ksifikasi.

Reaksi biotransformasi dapat berupa oksidasi, hidrolisa dan konjugasi. Biotransfor


masi berlangsung terutama di hati, di saluran pencernaan, tetapi beberapa obat me
ngalami biotransformasi di ginjal, plasma dan mukosa intestinal, meskipun secara
kuantitatif letak tersebut dipandang tidak penting,

Perubahan yang terjadi disebabkan oleh reaksi enzim dan digolongkan menjadi 2 f
ase, yaitu fase pertama merupakan reaksi perubahan yang asintetik dan fase kedua
merupakan reaksi konjugasi.

Dalam metabolisme senyawa asli mengalami perubahan kimiawi dan dianggap se


bagai mekanisme eliminasi obat, meskipun masalah ekskresi metabolit tetap ada.
Kebanyakan metabolit mempunyai sifat partisi yang nyata berbeda dibanding den
gan senyawa aslinya terutama sifat lipofilnya menurun. Senyawa baru tersebut mu
dah diekskresikan karena tidak segera diabsorbsi dari cairan tubuli ginjal. Metabol
ism dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologi dari obat dengan bermacam-mac
am cara. Kebanyakan aktivitas farmakologi dapat menurun atau hilang setelah me
ngalami metabolism. Hal tersebut dapat digunakan untuk menentukan lama maup
un intensitas aksi obat. Pada beberapa obat yang disebut produk tidak aktif secara
biologi, tetapi metabolisme obat itu dapat mengaktifkan obatnya dalam hal ini dim
aksudkan agar tujuan terapi dapat tercapai.

D. Ekskresi

12
Organ yang paling penting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresikan d
alam struktur tidak berubah atau sebagai metabolit. Jalan lain yang utama adalah e
liminasi obat melalui system empedu masuk ke dalam usus kecil, obat atau metab
olitnya dapat mengalami reabsorbsi (siklus enterohepatik) dan eliminasi dalam fes
es (kotoran manusia). Jalur ekskresi yang jumlah obat sedikit adalah melalui air lu
dah dan air susu merupakan suatu rute yang menimbulkan masalah bagi bayi yang
disusui. Zat yang menguap seperti gas anestesi berjalan melalui epitel paru-paru.

Ginjal merupakan organ ekskresi yang penting . ekskresi merupakan resultante dar
i 3 proses antara lain :

a. Filtrasi di glumerolus

Glumerolus merupakan jaringan kapiler dapat melewatkan semua zat yang


lebih kecil dari albumin melalui cela antara sel endotelnya sehingga semua obat y
ang tidak terikat protein plasma mengalami filtrasi disana.

b. Sekresi aktif di tubuli proksimal

Banyak obat diangkut melaui tubuli proksimal secara aktif ke dalam urine
yang ada di tubuli dan disebut sekresi tubuli aktif. Sekresi obat dapat ditunjukan b
ila kecepatan pembuangan urine melebihi kecepatan filtrasi glomeruli.

c. Reabsorbsi pasif di tubuli proksimal dan distal

Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorbsi pasif untuk bentuk non io
n. Oleh karena itu untuk obat berupa elektrolit lemah, proses reabsorbsi ini bergan
tung pada pH lumen tubuli yang menentukan derajat ionisasi. Bila urine lebih bas
a, asam lemah terionisasi lebih banyak sehingga reabsorbsinya berkurang, akibatn
ya ekskresinya meningkat. Sebaliknya bila urine lebih asam, ekskresi asam lemah
berkurang. Keadaan yang berlawanan terjadi dalam ekskresi basa lemah.

Banyak metabolit obat yang berbentuk di hati di ekskresi ke dalam usus melalui e
mpedu, kemudian dibuang melalui feses, tetapi lebih sering diserap kembali di sal
uran cerna dan akhirnya diekskresi melalui ginjal.

13
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu dan rambut, teta
pi dalam jumlah yang relative kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhira
n efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kad
ar obat tertentu.

2.2.1 Fasa Farmakodinamika


adalah fase dimana obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor dan siap me
mberikan efek. Fase farmakodinamik sendiri yang dipelajari adalah efek obat dala
m tubuh atau mempelajari pengaruh obat terhadap fisiologis tubuh. Kebanyakan o
bat pada tubuh bekerja melalui salah satu dari proses interaksi obat dengan resepto
r, interaksi obat dengan enzim, dan kerja obat non spesifik.Interaksi obat dengan r
eseptor terjadi ketika obat berinteraksi dengan bagian dari sel, ribosom, atau temp
at lain yang sering disebut sebagai reseptor. Reseptor sendiri bisa berupa protein,
asam nukleat, enzim, karbohidrat, atau lemak. Semakin banyak reseptor yang didu
duki atau bereaksi, maka efeknya akan meningkat. Interaksi obat dengan enzim da
pat terjadi jika obat atau zat kimia berinteraksi dengan enzim pada tubuh. Obat ini
bisa dengan cara mengikat (membatasi produksi) atau memperbanyak produksi da
ri enzim itu sendiri. Contohnya obat kolinergik. Obat kolinergik bekerja dengan c
ara mengikat enzim asetilkolin esterase. Enzim ini sendiri bekerja dengan cara me
ndegradasi asetilkolin menjadi asetil dan kolin. Jadi ketika asetilkolin esterase dih
ambat, maka asetilkolin tidak akan dipecah menjadi asetil dan kolin.Yang ketiga a
dalah kerja non spesifik. Maksud dari kerja non spesifik adalah obat tersebut beke
rja dengan cara tanpa mengikat reseptor. Contoh dari obat-obatan ini adalah Na-bi
karbonat yang merubah cairan pH tubuh, alkohol yang mendenaturasi protein, dan
norit yang mengikat toksin, zat racun, atau bakteri.

Obat yang berikatan dengan reseptor disebut agonis. Kalau ada obat yang tidak se
penuhnya mengikat reseptor dinamakan dengan agonis parsial, karena yang diikat
hanya sebagian (parsial). Selain menimbulkan efek farmakologis, ketika reseptor
diduduki suatu senyawa kimia juga bisa tidak menimbulkan efek farmakologis. za
t tersebut diberinama antagonis. Jika nantinya obat antagonis dan agonis diberikan
secara bersamaan dan obat antagonis memiliki ikatan yang lebi kuat maka dapat
menghalangi efek agonis. Antagonis sendiri ada yang kompetitif dan antagonis no

14
n-kompetitif. Disebut antagonis kompetitif ketika obat itu berikatan di tempat yan
g sama dengan obat agonis.

15
16

Anda mungkin juga menyukai