Disusun Oleh :
NIM : 18.0361.F
PEKAJANGAN PEKALONGAN
2019
DAFTAR ISI
A. KESIMPULAN ......................................................................................................... 22
B. SARAN ..................................................................................................................... 22
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebelum obat yang diberikan pada pasien tiba pada tujuanya didalam
tubuh,yaitu tempat kerjanya atau targetsite,obat harus mengalami banyak
proses. Dalam garis besarnya,proses-proses ini dapat dibagi dalam tiga
tingkatan yaitu fase farmasetik,fase farmokinetika dan fase farmokodinamika.
Efek obat tidak tergantung dari factor farmakologi saja,tetapi juga dari
bentuk pemberian dan terutama dari formulasinya. Dimana fator formulasi
yang dapat mengubah efek obat dalam tubuh yaitu benuk fisis zat
aktif,keadaan kimiawi,zat pembantu,dan proses teknik yang digunakan untuk
membuat sediaan.
Mengingat proses perjalanan obat didalam tubuh ini merupakan proses
penting yang menentukan berhail atau tidaknya obat itu memberikan suatu
efek bagi tubuh maka didalam makalah ini kami akan membahas tentang
perjalanan obat didalam tubuh secara lebih dalam lagi.
B. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah ingin lebih memahami
proes dan nasib obat yang terjadi di dalam tubuh. Karena seperti yang telah
kita ketahui bahwa keberhasilan obat mencapai target akan menimbulkan efek
yang diharapkan. Selain itu juga maksud dengan pembuatan makalah ini
bertujuan untuk memahami proses obat yang bisa memberikan efek yang tak
diinginkan dan bagaimana obat bisa bersifat racun didalam tubuh.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana proses perjalanan obat dalam tubuh?
2. Apa saja cara-cara dari pemberian obat di dalam tubuh?
3. Bagaimana interaksi obat dalam tubuh melalui fase farmakodinamika
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
B. Fase-fase perjalanan obat dalam tubuh
Skema:
3
b. Ketersediaan hayati (Biological Availability)
Adalah prosentase obat yang diresorpsi tubuh dari suatu
dosis yang diberikan dan tersedia untuk melakukan efek
terapeutiknya.
c. Kesetaraan terapeutik (Therapeutical Equivalent)
4
2. Fasa Farmakokinetika
Adalah fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang
ditentukan, setelah obat dilepas dari bentuk sediaan. Obat harus di
absorbsi ke dalam darah, yang akan segera di distribusikan melalui tiap-
tiap jaringan dalam tubuh. Dalam darah obat dapat mengikat protein darah
dan mengalami metabolisme, terutama dalam melintasi hepar (hati).
Meskipun obat akan didistribusikan melalui badan, tetapi hanya sedikit
yang tersedia untuk diikat pada struktur yang telah ditentukan.
Skema farmakonetik
5
a. Absorbsi
1) Kelarutan obat
Agar dapat diabsorbsi, obat harus dalam larutan. Obat
yang diberikan dalam larutan akan lebih cepat diabsorbsi
daripada yang harus larut dulu dalam cairan tubuh sebelum
diabsorbsi. Obat yang sukar sekali larut akan sukar
diabsorbsi pada saluran gastrointestinal.
2) Kemampuan difusi melalui sel membrane
Semakin mudah terjadi difusi dan makin cepat
melintasi sel membrane, makin cepat obat diaborbsi.
3) Kosentrasi obat
Semakin tinggi kosentrasi obat dalam larutan,
makin cepat diabsorbsi.
4) Sirkulasi pada letak absorbsi
Jika tempat absorbsi mempunyai banyak pembuluh
darah, maka absorbs obat akan lebih cepat dan lebih
6
banyak. Misalnya pada injekasi anestesi local ditambah
adrenalin yang dapat menyebabkan vasokonstriksi,
dimaksudkan agar absorbs obat diperlambat dan efeknya
lama.
5) Luas permukaan kontak obat
Obat lebih cepat diabsorbsi olehi bagian tubuh yang
mempunyai luas permukaan yang besar, misalnya
endetarium paru-paru, mokusa usus, dan usus halus.
6) Bentuk sediaan cair
Kecepatan absorbs obat tergantung pada kecepatan
pelepasan obat dari bahan pembawanya. Urutan kecepatan
obat dari bentik peroral sebagai berikut : larutan dalam air –
serbuk - kapsul - tablet bersalut gula - tablet bersalut
enteric.
Beberapa hal sebagai contoh dimana bentuk obat
mempengaruhi absorbs :
a) Absorbs obat dapat diperpanjang dengan
penggunaan bentuk obat long-acting.
b) Kecepatan absorbs injeksi dapat diturunkan dengan
menggunakan suspense atau emulsi, untuk obat
yang sukar larut.
c) Absorbs obat dapat dipercepat dengan memperkecil
ukuran partikel.
d) Jumlah dan sifat bahn pengikat serta bahan
penghacur, tekanan tablet akan mempenggaruhi
absorbs obat dalam bentuk tablet.
7
7) Rute cara pemberian obat
Rute cara pemakaian obat bermacam-macam antara
lain:
a) Melalui mulut (oral)
b) Melalui sublingual (dibawah lidah) atau buccal
(antara gusi dan pipi)
c) Melalui rectal
d) Melalui parental
e) Melalui endotel paru-paru
f) Melalui kulit (efek local), topical
g) Melalui urogenital (efek local)
h) Melalui vaginal (efek local)
b. Distribusi
8
Perfusi darah melalui jaringan dan organ bervariasi sangat
luas. Perfusi yang tinggi adalah pada daerah paru-paru, hati,
ginjal, jantung, otak dan daerah yang perfusinya rendah adalah
lemak dan tulang. Sedangkan perfusi pada otot dan kulit adalah
sedang. Perubahan dalam aliran kecepatan darah (sakit jantung)
akan mengubah perfusi organ seperti hati, ginjal dan
berpengaruh terhadap kecepatan eliminasi obat.
4) Transfer aktif
9
5) Sawar
c. Metabolisme
10
jadi reaksi biotransformasi yang merupakan peristiwa
detoksifikasi.
11
d. Ekskresi
1) Filtrasi di glumerolus
12
Bila urine lebih basa, asam lemah terionisasi lebih banyak
sehingga reabsorbsinya berkurang, akibatnya ekskresinya
meningkat. Sebaliknya bila urine lebih asam, ekskresi asam
lemah berkurang. Keadaan yang berlawanan terjadi dalam
ekskresi basa lemah.
Banyak metabolit obat yang berbentuk di hati di ekskresi ke
dalam usus melalui empedu, kemudian dibuang melalui
feses, tetapi lebih sering diserap kembali di saluran cerna
dan akhirnya diekskresi melalui ginjal.
3. Fasa Farmakodinamika
adalah fase dimana obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor dan
siap memberikan efek. Fase farmakodinamik sendiri yang dipelajari
adalah efek obat dalam tubuh atau mempelajari pengaruh obat terhadap
fisiologis tubuh. Kebanyakan obat pada tubuh bekerja melalui salah
satu dari proses interaksi obat dengan reseptor, interaksi obat dengan
enzim, dan kerja obat non spesifik.Interaksi obat dengan reseptor
terjadi ketika obat berinteraksi dengan bagian dari sel, ribosom, atau
tempat lain yang sering disebut sebagai reseptor. Reseptor sendiri bisa
berupa protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat, atau lemak. Semakin
banyak reseptor yang diduduki atau bereaksi, maka efeknya akan
meningkat. Interaksi obat dengan enzim dapat terjadi jika obat atau zat
kimia berinteraksi dengan enzim pada tubuh. Obat ini bisa dengan cara
mengikat (membatasi produksi) atau memperbanyak produksi dari
enzim itu sendiri. Contohnya obat kolinergik. Obat kolinergik bekerja
dengan cara mengikat enzim asetilkolin esterase. Enzim ini sendiri
13
bekerja dengan cara mendegradasi asetilkolin menjadi asetil dan kolin.
Jadi ketika asetilkolin esterase dihambat, maka asetilkolin tidak akan
dipecah menjadi asetil dan kolin.Yang ketiga adalah kerja non spesifik.
Maksud dari kerja non spesifik adalah obat tersebut bekerja dengan
cara tanpa mengikat reseptor. Contoh dari obat-obatan ini adalah Na-
bikarbonat yang merubah cairan pH tubuh, alkohol yang
mendenaturasi protein, dan norit yang mengikat toksin, zat racun, atau
bakteri.
1 Efek Sistemis
a. Oral
Pemberiannya melalui mulut.
Mudah dan aman pemakaiannya , lazim dan praktis
14
Tidak dapat diterapkan untuk obat yang bersifat merangsang
(emetin, aminofillin) atau yang diuraikan oleh getah lambung
(benzil penisilin, insulin,dan oksitosin)
Dapat terjadi inaktivasi oleh hati sebelum diedarkan ke tempat
kerjanya
Digunakan untuk mencapai efek lokal dalam usus misalnya
untuk obat cacing, dan obat diagnostik untuk pemotretan
lambung-usus.
Pemberian antibiotik untuk sterilisasi lambung-usus pada
infeksi atau sebelum operasi.
b. Oromukosal
Sub Lingual :
Obat ditaruh dibawah lidah
Terjadi resorpsi oleh selaput lendir ke vena-vena lidah yang
sangat banyak.
Obat langsung masuk peredaran darah tanpa melalui hati
(tidak di-inaktifkan).
Efek yang diinginkan tercapai lebih cepat.
Efektif untuk serangan jantung, asthma.
Kurang praktis untuk digunakan terus menerus karena dapat
merangsang selaput lendir mulut.
Bentuk tablet kecil contoh Isosorbid tablet.
Bucal:
Obat diletakkan diantara pipi dan gusi.
15
c. Injeksi
16
Subkutan /hipodermal (s.c).
17
Intra muscular (i.m).
18
Bahaya trombosis terjadi bila infus dilakukan terlalu sering
pada satu tempat.
19
6) Intra lumbal
Penyuntikan dilakukan kedalam ruas tulang belakang
(sumsum tulang belakang) misalnya anestetika umum.
7) Intra peritonial.
Penyuntikan kedalam ruang selaput ( rongga ) perut.
8) Intra cardial
Penyuntikan kedalam jantung.
9) Intra pleural
Penyuntikan kedalam rongga pleura.
10) Intra articuler
Penyuntikan kedalam celah-celah sendi.
d. Implantasi
e. Rektal
Pemberian obat melalui rektal atau dubur. Cara ini memiliki efek
sistemik lebih cepat dan lebih besar dibandingkan peroral dan baik
sekali digunakan untuk obat yang mudah dirusak oleh asam lambung
Contoh :
Suppositoria dan clysma sering digunakan untuk efek lokal mis wasir
20
f. Transdermal.
21
BAB III
A. KESIMPULAN
Obat yang diberikan pada pasien, akan banyak mengalami proses sebelum
tiba pada tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar proses-proses
ini dapat dibagi menjadi tiga tingkat atau fase, yaitu fase biofarmasetik atau
farmasi, fase farmakokinetik, dan fase farmakodinamik. Proses perjalanan
obat dalam tubuh diawali dari absorpsi, distribusi, metabolism, dan
ekskresi.dan ada beberapa macam rute pemberian obat dalam tubuh
B. SARAN
Dalam proses perjalalan obat dalam tubuh akan berjalan sesuai dengan
prosesnya, dan akan menuju ke reseptor tempat kerja, dan seharusnya obat jika
diminum harus langsung menuju ke tempat kerja, jika tidak maka akan terjadi
keterlambatan dari kerja obat tersebut, dan akhirnya obat bereaksi menjadi lama.
22
DAFTAR PUSTAKA
23