Anda di halaman 1dari 21

MATERI KULIAH FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

Prinsip-Prinsip Terapeutika, Keamanan,


dan Efikasi Pengobatan.

Surya Amal
Program Studi Farmasi FIK Universitas Darussalam Gontor - Indonesia
Faktor--Faktor yang Mempengaruhi Respon Penderita
Faktor
Terhadap Obat

Obat yang diberikan


Kepatuhan Penderita
Ketepatan Pengobatan

Dosis yang diminum

FAKTOR FARMAKOKINETIK FAKTOR FARMAKODINAMIK

 Absorpsi  Interaksi Obat


Kondisi fisiologik
 Distribusi  Mekanisme homeostatis
Kondisi Patologis
 Ekskresi  Keadaan fungsi -
Toleransi
 Biotransformasi jaringan
Interaksi dengan Obat
Faktor Genetik

Penderita

RESPONS PENDERITA TERHADAP OBAT


Kondisi Fisiologik

Dalam kondisi fisiologik, beberapa kasus


perlu diperhatikan antara lain :

1. Anak
2. Neonatus dan Bayi Prematur
3. Usia Lanjut
4. Kehamilan dan Laktasi
Kondisi Fisiologik : 1. Anak

Permasalahan pada dosis  usia, berat badan (BB), luas permukaan


tubuh atau kombinasi faktor –faktor tersebut
Pada perhitungan dosis usia anak dibagi kelompok, antara lain : 1 bln
(neonatus), 1 thn (bayi), anak 1-5 thn, dan anak 6-12 thn. Berat
badan untuk menghitung dosis dalam mg/kg.

Dosis yang didasarkan pada luas permukaan tubuh (Body Surface


Area : BSA) lebih tepat untuk menghitung dosis dibanding dengan %
dosis dewasa.
Contoh :  seringkali dalam praktek …
Anak Berat Badan % Dosis Dewasa
Neonatus 3,5 kg 12,5 % DD
2 bln 4,5 kg 15 % DD
4 bln 6,5 kg 20 % DD
1 thn 10 kg 25 % DD
3 thn 15 kg 33,3 % DD dst…
Catatan : Estimasi dosis dengan Luas Permukaan Tubuh
(Dosage Calculations Based on Body Surface Area = BSA)

Luas Permukaan Tubuh (BSA = Body Surface Area) dapat dihitung


dengan rumus Du bois and Du Bois.

Setelah Luas Permukaan Tubuh (BSA) dihitung, maka Dosis Perkiraan Koversi
dapat dihitung dengan menggunakan rumus CROWFORD-TERRY-ROURKE
berikut :

* Dalam Kumpulan Kuliah Farmakologi UI (1968) menggunakan pembagi 1,75


Kondisi Fisiologik : 2. Neonatus dan Bayi Prematur

Terdapat perbedaan respons oleh karena belum sempurnanya fungsi-


fungsi farmakokinetik.
1. Biotransformasi hati masih kurang.
2. Ekskresi ginjal hanya 60 –70 % dari dewasa.
3. Ikatan plasma protein rendah
4. Sawar darah otak dan kulit belum sempurna

Terdapat juga peningkatan sensivitas reseptor beberapa jenis obat 


respons meningkat dan efek toksik lebih besar.

Prinsip penggunaan obat pada neonatus dan prematur.


1. Hindari obat-obat berikut : sulfonamid, aspirin, hexaklorofen, morfin,
barbiturat.
2. Pada obat-obat lain, gunakan dosis lebih rendah  dapat dimonitor
respon klinik dan kalau perlu monitor kadar plasma.
Kondisi Fisiologik : 3. Pada Usia Lanjut

Perubahan respon usia lanjut karena :


1. Penurunan fungsi ginjal, penurunan filtrasi ginjal ± 30 % pada
usia 65 tahun. Penurunan metabolisme, penurunan albumin
plasma  plasma  kadar obat bebas meningkat.
Berkurangnya berat badan dan cairan tubuh  distribusi obat
berubah  kadar obat bebas meningkat dan lebih lama
bertahan di darah + jaringan, waktu paruh dapat meningkat
sampai 50 %.
2. Perubahan faktor farmakodinamik : Penurunan sensivitas
reseptor (< obat-obat sentral). Penurunan mekanisme
homeostatik.
3. Adanya macam-macam penyakit  macam-macam obat 
interaksi
4. Penggunaan macam-macam obat meningkatkan interaksi obat.
Kondisi Fisiologik : 3. Pada Usia Lanjut
Lanjutan …

Prinsip penggunaan obat pada usia lanjut :


1. Berikan obat hanya yang betul-betul dibutuhkan.
2. Pilih obat yang diberi rasio manfaat/risiko yang paling
menguntungkan.
3. Mulai pengobatan dengan dosis ½ dari dosis biasa.
4. Sesuaikan dosis dengan respons klinik dan bila perlu monitor
kadar obat.
5. Berikan regimen dosis yang sederhana dan obat yang mudah
ditelan.
6. Periksa obatnya sewaktu-waktu dan hentikan yang tak perlu.

Besarnya dosis dapat diperkirakan dari Body Surface Area (BSA),


indeks terapi obat dan cara eliminasi obat.
Kondisi Fisiologik : 4. Pada Kehamilan dan Menyusui

Pada umumnya obat-obat yang dikonsumsi ibu hamil dapat melintasi


plasenta dan memberi pemaparan pada embrio/janin dan dapat
menyebabkan teratogenik. Faktor yang mempengaruhi transfer obat via
plasenta antara lain : sifat obat, kecepatan jumlah obat via plasenta,
lama pemaparan, distribusi obat dalam janin, tahap pertumbuhan.

Farmakokinetik :
a. Kelarutan lipid obat
Obat yang melintasi plasenta tergantung pada kelakuan lipid  yang lipofilik
gampang berdifusi  melintasi plasenta ke janin. Hati-hati menggunakan
obat-obat lipofilik menjelang seksio sesaria.
b. Ukuran molekul obat
Obat dengan DM 250-500 mudah lewat plasenta, yang > 1000 sulit lewat
plasenta. Warfarin sebagai antikoagulan tak boleh diberikan pada ibu hamil tri
mester 1 kehamilan  teratogenik.
c. Ikatan obat dengan protein plasma
Derajat ikatan obat dengan protein plasma dapat mempengaruhi laju transfer.
d. Metabolieme obat  plasenta dan janin.
Kondisi Fisiologik : 4. Pada Kehamilan dan Menyusui

Lanjutan …

Farmakodinamik :

1. Kerja obat maternal  efek obat pada jaringan reproduksi


wanita hamil dipengaruhi oleh endokrin.
2. Efek terapi obat pada janin  Pemberian obat pada ibu
hamil yang mempengaruhi janin (pada kelahiran prematur).
3. Kerja toksik obat pada janin  penggunaan opioid kronik
pada ibu hamil  ketergantungan pada janin  gejala
putus obat.
4. Kerja teratogenik obat  hindari obat teratogenik >> pada
trimester 1 kehamilan.
Pada Kondisi Patologik

Kondisi patologik dibatasi pada penyakit-penyakit organ utama


yang melaksanakan fungsi farmakokinetik.

1. Pada penyakit saluran cerna

Gangguan saluran cerna dapat mempengaruhi absorpsi obat.


Prinsip umum penggunaan obat pada gangguan saluran
cerna.

Prinsip umum :
1. Hindarkan obat-obat iritan (Contoh : Aspirin, Ains), pada
keadaan statis/hipomotilitas.
2. Hindarkan sediaan salut enterik/lepas lambat pada
hiper/hipomolitas saluran cerna.
3. Untuk obat-obat lain, dosis harus disesuaikan dengan
respons klinik, kalau perlu ukur kadar obat dalam plasma.
Pada Kondisi Patologik
Lanjutan …

2. Pada penyakit kardiovaskular

Penyakit ini mengurangi distribusi obat dan aliran darah ke hepar


dan ginjal, sehingga kadar obat dalam darah meningkat  efek
berlebihan dan efek toksik.

Prinsip umum :
1. Turunkan dosis awal dan dosis penunjang.
2. Sesuaikan dosis dengan respons klinik dan bila perlu periksa
kadar obat dalam plasma.
Pada Kondisi Patologik
Lanjutan …

3. Pada penyakit hati

Penyakit ini mempengaruhi metabolisme obat di hati dan sintesis


protein plasma sehingga meningkatkan kadar obat, >> kadar obat
dalam jaringan  respon yang berlebihan/efek toksik memungkinkan
terjadi  >> pada penyakit hati yang parah.

Prinsip Umum Penggunaan Obat :


1. Gunakan obat yang eliminasinya >> via ginjal.
2. Hindarkan obat-obat yang menekan SSP (susunan saraf pusat) 
morfin, diuretik tiazid, diuretik kuat, obstipan, antikoagulan oral,
kontrasepsi oral dan obat-obat hepatotoksik.
3. Gunakan dosis lebih rendah dari normal, terutama obat-obat
yang eliminasinya via metabolisme hepar mulai dengan dosis
kecil, lihat respon klinik, bila perlu ukur kadar obat dalam plasma
dan uji fungsi hati.
Pada Kondisi Patologik
Lanjutan …

4. Pada penyakit ginjal

Penyakit ini mempengaruhi ekskresi obat aktif dan metabolitnya 


meningkatkan kadar obat dalam darah dan jaringan  efeknya
berlebihan dan efek toksik meningkat.
Penyakit ini dapat mempengaruhi ikatan protein plasma 
meningkatkan kadar obat bebas dalam darah  meningkatkan
sensivitas atau respons jaringan terhadap beberapa obat.

Prinsip umum penggunaan obat pada penyakit ginjal :


1. Sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasinya melalui
metabolieme hati.
2. Hindarkan penggunaan : tetrasiklin, diuretik merkuri, diuretik
hemat kalium, diuretik tiazid, anti diabetik oral + aspirin.
3. Gunakan dosis lebih rendah, terutama obat-obat yang
eliminasinya via ekskresi ginjal.
Faktor Genetik

Kemampuan memetabolisme obat, dipengaruhi antara lain


oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Individu dibagi
dua kelompok yakni pemetabolisme ekstensif dan
pemetabolisme lemah.

FARMAKOGENETIK :
Adalah cabang ilmu farmakologi klinik yang mempelajari
perubahan respons terhadap obat yang disebabkan oleh
faktor genetik. Bertujuan mengidentifikasi perbedaan,
mengetahui sebab-sebab pada tingkat molekuler 
sehingga dosis dapat disesuaikan, contoh : adanya
penderita dengan asetilator lambat dan asetilator cepat.
Faktor--Faktor Lain
Faktor

1. Interaksi obat-obat  pada pembahasan selanjutnya.


2. Toleransi adalah penurunan efek farmakologi akibat
pemberian obat berulang –ulang.
a. Toleransi farmakokinetik  oleh karena obat
meningkatkan metabolismenya sendiri  barbiturat –
rifampisin.
b. Toleransi farmakodinamik/toleransi seluler. Oleh karena
proses adaptasi sel/reseptor terhadap obat yang terus
berada di lingkungan  sensivitas reseptor berkurang
 Contoh : barbiturat, opiat benzodiasepam,
amfetamin dan nitrat organik.
c. Takifilaksis toleransi farmakodinamik yang terjadi
secara akut, pada pemberian simpatomimetik amin.
Misalnya pada efedrin  depresi neurotransmiter dari
gelembung sinaps.
Faktor--Faktor Lain
Faktor
Lanjutan …

3. Bioavailabilitas

Perbedaan bioavailabilitas antar preparat yang sama


dapat menimbulkan respons terapi yang berbeda untuk
obat dengan batas keamanan yang sempit dan obat untuk
penyakit yang berbahaya (life saving drugs), perbedaan
bioavailabilitas dapat menimbulkan inekivalensi terapi.
Contoh : digoksin, tolbutamid, dikumarol, eritromisin,
amfoterisin B, nitrifurantoin.
Faktor--Faktor Lain
Faktor
Lanjutan …

4. Efek Plasebo

Pada setiap pengobatan, respons yang diperlihatkan


penderita, merupakan resultante dari efek farmakologis
dan efek plasebo (efek yang bukan disebabkan oleh obat)
yang selalu terikut pada selama pengobatan. Efek plasebo
ini dapat berubah-ubah pada tiap dari waktu ke waktu
pada individu yang sama.

Efek ini dapat menguntungkan atau merugikan penderita


tergantung kualitas hubungan antara tenaga kesehatan
(terutama dokter, farmasis, perawat) dengan penderita.
Manifestasinya dapat berupa perubahan emosi, perasaan
subyektif dan gejala objektif yang berada di bawah kontrol
saraf otonom/somatik.
Faktor--Faktor Lain
Faktor
Lanjutan …

5. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respons


penderita terhadap obat antara lain kebiasaan merokok,
minum alkohol dan keadaan sosial budaya (makanan,
pekerjaan, tempat tinggal).
Hidrokarbon polisiklik dari asap rokok  menginduksi
sintesis enzim metabolisme obat-obat tertentu. Contoh,
teofilin  mempercepat biotransformasi obat tersebut
 responnya menurun.
Simpulan

Pengaruh berbagai faktor tersebut pada


respons penderita terhadap obat dan efikasi
pengobatan menyebabkan regimen dosis obat
perlu disesuaikan.

Penyesuaian dosis sesuai perhitungan ataupun


perkiraan (“scientific guess”), sebagai langkah
awal yang masih memerlukan penyesuain
dosis berdasarkan respons klinik dan atau
kadar obat plasma.
SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai