Anda di halaman 1dari 92

FARMAKOLOGI DASAR

Pendahuluan

 Pengertian dan definisi

Farmakologi : pharmacon = obat, logos =


ilmu pengetahuan >>> scr harfiah; ilmu
yang mempelajari tentang obat
Apa perlunya mempelajari farmakokinetik???

 Tujuan terapeutik itu apa??


 Pendekatan rasional apa yg perlu dilakukan
untuk mencapai tujuan??

- farmakokinetik???= dosis-konsentrasi obat


- farmakodinamik???= konsentrasi-efek obat
Bentuk interaksi tubuh-obat:

1. farmakodinamik: pengaruh obat terhadap tubuh

2. farmakokinetik: pengaruh tubuh terhadap obat


Hubungan antara farmakokinetik dan farmakodinamik

Dosis obat yg
diberikan

absorpsi
distribusi farmakokinetik
Konsentrasi obat obat dalam
dalam sistem sistemik jaringan distribusi

el
im
in
as
i
Konsentrasi obat
Pada tempat kerja ekskresi obat

Efek farmakologi
farmakodinamik
Respon klinik

toksisitas efikasi
Proses2x farmakokinetik:
 Absorpsi
 Distribusi
 metabolisme
 eliminasi

menentukan

-berapa cepatnya obat bekerja


-Berapa konsentrasinya
-untuk berapa lama obat
berada pd organ target
Farmakokinetika
Definisi:

 Suatu proses yang dilakukan tubuh


terhadap obat, meliputi: absorpsi,
distribusi, metabolisme dan eksresi.

 Atau dalam arti sempit: farmakokinetika


khususnya mempelajari perubahan2x
konsentrasi dari obat dan metabolitnya di
dalam darah dan jaringan sebagai fungsi
dari waktu.
Proses2x yg dialami obat dalam tubuh manusia
Prinsip-prinsip farmakokinetik

Suatu obat hrs sampai ke tempat kerja yg

diinginkan setelah masuk ke dalam tubuh

dengan jalur yang terbaik.


Pemakaian

 Suatu obat dapat diberikan:


- pada permukaan tubuh, yakni pada
kulit atau mukosa
- disuntikkan dengan bantuan alat
perforasi (alat suntik) ke dalam bagian
dalam tubuh.
 Tempat pemberian, cara pemberian dan bentuk
sediaan obat bergantung kpd:

- sifat fisika dan kimia bahan obat

- munculnya kerja dan lama kerja yang


diinginkan

- tempat obat seharusnya bekerja

Apabila diinginkan kerja yg cepat, maka harus dipilih


cara pemberian yg tepat yaitu dengan meniadakan
absorpsi: penyuntikan intravasal, inhalasi
 Sebaliknya, jika diinginkan kerja yang tertunda,
umumnya yg mungkin adalah bentuk
pemberian yang melalui absorpsi

 Suatu pemakaian topikal pada atau dalam


daerah tubuh tertentu diindikasikan bila kerja
obat terbatas pada tempat pemberian, sdg
organisme scr keseluruhan tidak dipengaruhi.

 Apabila ditujukan untuk kerja sistemik bahan


obat hrs disuntikkan langsung ke aliran darah
maupun digunakan dlm bentuk yg dapat
diabsorpsi
 Keadaan pasien atau usia pasien juga
menentukan pemilihan cara pemberian
Absorpsi obat
Absorpsi suatu obat yaitu: pengambilan obat dr permukaan
tubuh atau dari tempat2x tertentu dalam organ ke dalam
aliran darah atau kedalam sistem pembuluh limfe.

Ada 2 faktor yang mempengaruhi kecepatan absorpsi obat:


1. Faktor terkait obat:
yaitu faktor2x yang mempengaruhi absorpsi meliputi:
- keadaan ionisasi
- berat molekul
- kelarutan
- formulasi
- dosis

So, obat yang kecil, tak terionosasi, larut dalam lemak


menembus membran plasma adalh yg plg mudah diabsorpsi.
2. Faktor terkait pasien
- yg mempengaruhi absorpsi obat tergantung
kepada cara pemberiannya. Contoh, adanya
makanan dalam saluran pencernaan, keasaman
lambung, aliran darah ke saluran pencernaan.
- integritas membran
- aliran darah organ yg mengabsorpsi
- nilai pH darah yg mengabsorpsi
Sistem transport obat
1. Secara lokal
2. Secara sistemik

Molekul zat kimia dapat melintasi membran semi


permiabel berdasarkan adanya perbedaan
konsentrasi, a.l.melintasi dinding pembuluh ke
ruang antar jaringan. Pada proses ini beberapa
mekanisme transpor memegang peranan penting,
yaitu secara pasif atau aktif.
a. Transport pasif: tidak menggunakan energi
ex. Perjalanan suatu molekul obat melintasi
dinding pembuluh ke ruang antar jaringan
yg dapat terjadi menurut 2 cara:
- filtrasi: melalui pori-pori kecil kecil dari
membran, ex. Dinding kapiler. Yg difiltrasi
adalah air,zat aktif hidrofil yg molekulnya
lebih kecil dari pori spt alkohol dan urea
(BM<200)
- difusi: zat melarut dalam lapisan lemak dari
membran sel. Dengan sendirinya zat lipofil
lebih lancafr penerusannnya drpd zat hidrofil
yg tak dapat larut lemak, spt ion an organik.
Pengecualian adalh ion natrium dan ion
klorida, yang mudah melintasi membran.
Difusi merupakan cara transpor yang paling
aktif.
c. Transpor aktif: memerlukan energi. Pengangkutan
dilakukan dengan mengikat zat hidrofil (makromolekul
atau ion) pd suatu protein pengangkut spesifik yg
umumnya berada di membran sel (carrier). Setelah
membran dilintasi, obat dilepaskan kembali. Kebanyakn
zat alamiah diabsorpsi melalui proses aktif ini seperti;
glukosa, asam amino, asam lemak dan zat gizi lainnya.
Berbeda dgn difusi, cepatnya penerusan pd transpor
aktif tidak bergantung pd konsentrasi obat.
Kecepatan absorpsi

 Absorpsi dari usus ke dalam sirkulasi


berlangsung cepat bila obat diberikan dalam
bentuk terlarut (obat cairan, sirup atau obat
tetes). Obat padat (tablet, kapsul atau
serbuk), lebih lambat karena harus dipecah
dulu dan zat aktifnya perlu dilarutkan dalam
cairan lambung-usus. Disini, kecepatan larut
partikel (dissolution rate) berperan penting.
Semakin kecil, makin cpt larut dan makin cpt
diabsorpsi.
 Maka, dengan sendirinya, pemberian secara
inta vena (I.V.) menghasilkan efek yang
tercepat, krn obat lgs masuk ke dalam
sirkulasi. Efek lebih lambat diperoleh dg intra
muskular (i.m.) dan efek lebih lambat lagi dg
subcutan (s.c.), karena obat harus melintasi
banyak membran sel sebelum tiba dalam
peredaran darah.
Lambung-usus

Obat yg diberikan secara oral, akan diabsorpsi di lambung-


usus. Obat harus melintasi membran sel dari mukosa
dinding organ – organ ini. Kebanyakan obat bersifat
asam atau basa organik lemah yg dalam larutan
mengalami dissosiasi menjadi ion. Besarnya ionisasi dr
setiap zat berbeda bergantung dr konstanta disosiasinya
(ka) dan derajat asam (pH) lingkungan sekitarnya.

Molekul yg tak terdisosiasi serta utuh (bersifat lipofil), akan


lebih mudah diabsorpsi drpd ion hidrofil. Lebih sedikit
obat terdisosiasi, semakin lancar penyerapannya.
Cara pemberian obat:
a. Efek sistemik (di seluruh tubuh)
 Oral ; - paling cocok untuk obat yang diberikan sendiri
- obat harus tahan terhadap lingkungan asam dlm
lambung dan harus menembus lapisan usus
sebelum memasuki aliran darah.
 Sublingual;
- obat ditarok dibawah lidah (bila perlu dikunyah halus
dulu).
- absorpsinya baik melalui selaput lendir setempat
kedalam vena lidah yg sgt banyak di lokasi ini.
- obat langsung masuk ke peredaran darah tanpa
melalui hati
- cara ini dipakai bila efek yg pesat dan lengkap
diinginkan misal: pd serangan angina, asma atau
migrain
- obat mudah diberikan sendir

- krn tidak melalui lambung, sifat kelabilan dlm asam


dan permeabilitas usus tdk perlu dikhawatirkan

- hanya obat yg bersifat lipofil saja yg dapat diberikan


dgn cara ini

- kurang praktis digunakan terus menerus krn dpt


merangsang mukosa mulut.
 Rektal
- adalah pemberian obat melalui rektum (dubur)
- cocok untuk obat yg merangsang atau
diuraikan oleh asam lambung
- biasanya sediaan dalam bentuk supposittoria
- untuk pasien yang tidak sadar/ muntah2x/
yang terlampau sakit untuk menelan, ada
kalanya untuk efek lokal yang cepat, misalnya
laksan, wasir.
- banyak obat tdk diabsorpsi lengkap di
rektum, misal tetrasiklin, kloramfenikol dan
sulfonamida (hanya 20%), maka
sebaiknya diberikan dosis yg melebihi
dosis oral dan digubakan pd rektum
kosong.
- kekurangannya: dapat menimbulkan
peradangan bila digunakan terus
menerus.
Injeksi

• pemberian scr parenteral (berarti; diluar usus)


biasanya dipilih bila diinginkan cepat, kuat
• untuk obat yg merangsang atau dirusak getah
lambung atau tdk diabsorpsi usus
• untuk pasien yg tidak sadar atau tidak mau
bekerja sama.
• kekurangannya: mahal, nyeri dan sukar
digunakan sendiri, bahaya terkena infeksi kuman
(hrs steril), dan bahaya merusak pembuluh atau
syaraf jika tidak tepat dlm memilih tempat suntikan
 Subcutan (hipodermal);
obat disuntikkan dibawah kulit dan menembus
dinding kapiler u memasuki aliran darah. Cocok
untuk obat yg melarut baik dalam air atau minyak.
Efeknya tidak secepat i.v atau i.m. Mudah dilakukan
sendiri contoh; insulin pada pasien diabetes.
 Intramuskular (IM):
yaitu injeksi di dalam otot, obat yg terlarut
bekerja dalam waktu 10-30 menit, obat masuk
melalui dinding kapiler, kecepatan absorpsinya
bergantung pada formulasi obat; preparat yang larut
dalam minyak diabsorpsi dg lambat, sdgkan
preparat yg larut dalam air diabsorpsi dengan cepat.
 Intravena (IV):
obat disuntikkan langsung ke dalam darah,
menghasilkan efek yg tercepat: dalam waktu 18
detik yaitu waktu satu peredaran darah, obat
sudah tersebar ke seluruh jaringan, tetapi lama
kerja obat biasanya singkat, berguna pd situasi
darurat. Tidak untuk obat yang tdk larut dlm air
atau yg menimbulkan endapan dgn protein atau
butiran darah.
 Intra arteri; injeksi ke pembuluh nadi; untuk
membanjiri suatu organ misalnya hati.
 Intralumbal; antar ruas tulang belakang.
 Intraperitoneal; ke dalam ruang selaput perut
 Intrapleural; selaput paru-paru
 Intracardial: jantung
 Intra-artikuler (ke celah sendi)
 Implantasi subkutan
memasukkan obat yang berbentuk pellet
steril (tablet silindris kecil) ke bawah kulit,
dengan tujuan efek sistemis lama, contoh
obat antihamil.
b. Efek lokal

 Inhalasi (intra pulmonal)


yaitu obat yg disemprotkan ke dalam mulut dg alat aerosol,
semprotan obat dihirup dg udara dan absorpsi tjd melalui
mukosa mulut, tenggorok dan saluran nafas. Tanpa melalui hati
obat dgn cepat memasuki peredaran darah dan menghasilkan
efeknya spt penggunaan anastesi umum (etr, halotan), obat
asma, secara umum absorpsinya cepat.
Beberapa obat yang dipasarkan dalam alat2x yg dpt
memberikan dosis terukur, cocok untuk pemberian sendiri.
 Topikal:
pada penyakit kulit, obat yg digunakan berupa salep, krem atau
lotion
berguna untuk pemberian obat lokal, plg banyak diberikan pd
preparat dermatologi dan oftalmologi
 Transdermal:
koyo yang berisi obat ditempelkan ke kulit. Obat keluar dr koyo,
melalui kulit dan masuk melalui jaringan kapiler, cara ini nyaman
untuk pemberian sendiri
 Intravaginal
untuk mengobati gangguan vagina secara
lokal tersedia salep, tablet atau sejenis
suppositoria vaginal (ovula), yg harus
dimasukkan ke dalam vagina dan melarut
disitu.
Obat bisa juga digunakan sbg cairan bilasan.
Penggunaan lain adlah untuk mencegah
kehamilan dimana zat spermicid, dimasukkan
dalam bentuk tablet/krem.
Rute pemberian, ketersediaan hayati dan sifat2x umum

Rute Ketersediaan hayati Sifat-sifat

intravena 100 (dengan Kebanyakan dgn kerja cepat


ketentuan)

intramuskular ≤ 100 Rasa nyeri (vol. besar)

subkutan ≤ 100 Rasa nyeri (vol. < im)

oral <100 Kebanyakan sesuai, efek first-pass


berarti
rektal <100 Efek first-pass < dibandingkan oral

inhalasi <100 Mula kerja sgt cepat

transdermal ≤ 100 Absorpsi sgt lambat, digunakan untuk


tidak adanya efek first-pass,
memperlama kerja obat
Ketersediaan hayati (bioavailabilitas)

Definisi:
sebagai fraksi dari obat yang tidak berubah yang
mencapai sirkulasi sistemik setelah diberikan melalui
cara pemberian tertentu.
Dosis i.v. suatu obat: ketersediaan hayatinya = 1
Untuk obat yang diberikan secara per oral: ketersediaan
hayatinya bisa kurang dari 100% karena disebabkan 2
hal:
1. absorpsinya yg tidak lengkap
2. eliminasi first-pass
a. Tingkat absorpsi:
setelah pemberian scr oral, suatu obat bisa diabsorpsi
secara tidak lengkap, ex: hanya 70% dosis digoksin yg
mencapai sirkulasi sistemik, disebabkan krn:
- kurangnya absorpsi mll usus, dan sebagian digoksin
mengalami metabolisme oleh bakteri di usus.

Obat yang terlalu hidrofilik (ex. Atenolol) atau terlalu


lipofilik (ex. Asiklovir) juga mempunyai ketersediaan
hayati yg rendah krn absorpsinya tidak lengkap.

terlalu hidrofilik; obat sukar menembus membran yg


bersifat lipid, jika terlalu lipofilik obat tersebut kurang
melarut menembus lapisan air di sekitar sel.
b. Eliminasi first pass

Absorpsi melalui dinding usus

Hati (metabolisme)

Sistem sistemik

note: hati adalah alat yg bertanggung jawab atas metabolisme obat sebelum
sampai ke sistem sistemik, selain itu hati juga dapat mengeluarkan obat
ke dalam empedu. Hal ini akan dp tmengurangi ketersediaan hayati obat
Lambung
 Obat spt asetosal dan barbital, yang bersifat
asam lemah, hanya sedikt sekali teruarai
menjadi ion dalam lingkungan asam kuat di
lambung, sehingga absorpsinya baik sekali di
dalam organ ini.
 Sebaliknya, basa lemah terionisasi baik pada
pH lambung dan hanya sedikit diabsorpsi,
seperti; alkaloida dan amfetamin.
Usus halus

 Dalam usus halus berlaku kebalikannya,


yaitu basa lemah yang diserap paling mudah,
misalnya alkaloida. Beberapa obat yang
bersifat asam atau basa kuat dgn derajat
ionisasi tinggi dgn sendirinya diabsorpsi dgn
sangat lambat. Zat lipofil yang mudah larut
dalam cairan usus lebih cepat diabsorpsi.
Usus besar
 Usus besar mengandung terlalu sedikit air untuk
melarutkan obat yang belum terlarut di dalam usus
halus. Selain itu organ ini tidsk memiliki jonjot
mukosa (villi), yg memperbesar absorpsi usus halus
10-15 kali lebih luas, sedangkan mekanisme
transpor aktif pun tidak ada. Difusi obat dari usus
yang telah mengental juga sangat dipersulit. Inilah
penyebab mengapa obat yang diserap secara aktif
tidak layak diberikan secara rektal dan mengapa
suppositoria sebaiknya digunakan ketika rektum
kosong.
Biotransformasi / metabolisme
 Pada dasarnya, obat adalh benda asing bagi
tubuh yang tidak diinginkan, karena obat bisa
saja merusak sel dan menganggu fungsinya.
O.k.i, tubuh akan berupaya merombak zat
asing ini, menjadi metabolit yang tidak aktif
lagi, dan sekaligus bersifat lebih hidrofil agar
memudahkan proses eksresinya.
 Obat yang telah diserap oleh usus ke dalam
sirkulasi, akan diangkut melalui sistem
pembuluh porta (vena portae), yang
merupakan suplai darah utama dari daerah
lambung-usus ke hati. Dengan pemberian
sublingual, transkutan, parenteral atau rektal,
sistem porta ini dan hati dapat dihindari
 Dalam hati, dan sebelumnya juga di saluran lambung-
usus, seluruh atau sebagian obat mengalami perubahan
kimiawi secara enzimatis dan pada umumnya, hasil
perubahannnya (metabolit) menjadi tidak atau kurang
aktif lagi. Proses ini juga disebut proses detoksifikasi
atau bioinaktivasi (first pass effect). Ada juga obat yang
khasiat farmakologinya justru diperkuat (bio-aktivasi).
Oleh karena itu, reaksi metabolisme di hati dan
beberapa organ lain, lebih tepat disebut: biotransformasi.
 Contoh obat yang menjadi lebih aktif oleh
biotransformasi:
- kortison dan prednison: kortisol dan
prednisolon
- fenasetin dan klorahidrat: parasetamol dan
trikloretanol.
 Metabolit dgn aktivitas yang sama
- klorpromazin, efedrin dan banyak senyawa
benzodiazepin
Reaksi transformasi
Yaitu perombakan didalam hati terutama
dilakukan oleh enzim-enzim mikrosomal.

Enzim mikrosomal adalah salah satu elemen


dari protoplasma sel dengan bentuk granul
halus, terdapat di dalam mikrosom sel hati.
Ada 2 reaksi dalam proses metabolisme obat, yaitu:

1. Reaksi perombakan
-oksidasi : alkohol, aldehid, asam dan zat hidrat arang
dioksidasi menjadi CO2 dan air. Sistem enzim oksidatif
terpenting di dalam hati adlah cytochrom P 450, yang
bertanggung jawab thd banyaknya reaksi perombakan
oksidatif.
- reduksi: mis. Kloralhidrat direduksi menjadi trikloretanol,
vit C menjadi dehidroaskorbat .
- hidrolisa: molekul obat mengikat suatu molekul air dan
pecah menjadi dua
bagian mis. Penyabunan ester oleh esterase, gula oleh
karbohidrase, dan asam karboamida oleh amidase
Sitokrom P450
 adalah monooksigenase, yang setelah
mengaktifkan oksigen molekuker (O2),
memindahkan 1 atom oksigen ke substrat,
dan 1 atom lagi direduksi menjadi air

 dinamakan demikian krn menyerap cahaya


maksimal pada panjang gelombang 450 nm.

 Enzim ini dapat diinduksi oleh zat2x asing


tertentu (induktor enzim), shg akan terbentuk
lebih bannyak oleh zat2x asing ini.
2. Reaksi penggabungan (konyugasi):
molekul obat bergabung dengan suatu molekul yang
terdapat didalam tubuh, sambil mengeluarkan air, misal:
- asetilasi: asam cuka mengikat gugus amino yg tak
dapat dioksidasi
- sulfatasi: asam sulfat mengikat gugus OH fenolik
menjadi ester.
-glukuronidasi: asam glukuronat membentuk
glukuronida dgn cara mengikat gugus OH.
- metilasi; molekul obat bergabung dengan gugus CH3,
misal nikotinamid dan adrenalin menjadi derivat
metilnya
Faktor yang mempengaruhi kecepatan
biotransformasi obat:

1. Konsentrasi
Kecepatan biotransformasi akan bertambah
bila konsentrasi obat meningkat.
Hal ini berlaku sampai titik dimana
konsentrasi menjadi demikian tinggi hingga
seluruh molekul enzim yg melakukan
pengubahan ditempati terus menerus oleh
molekul obat, shg tercapai kecepatan
biotransformasi yang konstan.
2. Fungsi hati
pada gangguan fungsi hati, metabolisme dapat
berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, shg efek
obat akan lebih lemah atau lebih kuat.

3. Usia
pada bayi yang baru dilahirkan, semua enzim hati
belum terbentuk lengkap, sehingga reaksi
metabolismenya lebih lambat. Untuk menghindarkan
overdose, obat perlu diturunkan dosisnya.
Sebaliknya ada obat2xan yang metabolismenya pd
anak2x berlangsung llebih cepat, spt obat
antiepilepsi fenitoin, fenobarbital, karbamazepin
4. Manula
mengalami kemunduran pada banyak proses
fisiologisa a.l.: fungsi ginjal, enzim2x hati
berkurang, yg dpt menyebabkan
terhambatnya biotransformasi, yg sering
berefek keracunan

5. Faktor genetis: ada orang yg tidak memiliki


faktor genetis tertentu, mis. Enzim untuk
asetilasi sulfadiazin, akibatnya perombakan
obat ini menjadi lambat.
6. Penggunaan obat lain
banyak obat yang bersifat lipofil dapat
menstimulir pembentukan dan aktivasi enzim
hati. Hal ini disebut induksi enzim, dan yang
menghambat enzim disebut inhibitor enzim
Distribusi obat
Obat yang sudah melalui hati, bersamaan dg
metabolitnya, akan disebarkan secara merata
ke seluruh jaringan tubuh, khususnya melalui
peredaran darah.

Lewat kapiler dan cairan ekstra sel (yg


mengelilingi jaringan), obat diangkut ke
tempat kerjanya di dalam sel (cairan intra
sel), yaitu organ atau jaringan yg sakit.
Faktor2x yg mempengaruhi distribusi obat:

a. Permeabilitas membran
untuk masuk ke suatu organ, obat harus menembus semua
membran yang memisahkan organ itu dari tempat pemberian obat

Membran sel:
 t.d suatu lapisan lipoprotein (lemak dan protein) yang
mengandung lapisan lipoprotein, yg mengandung banyak pori
kecil dan berisi air.

 mebran dapat dilintasi dengan mudah oleh zat-zat tertentu ttp


sukar dilalui oleh zat2x lainnya, sehingga disebut semipermiabel
(semi= setengah,permiable= dapat ditembus).

 zat lipofil (=suka lemak); mudah larut dalam lemak dan tidak
bermuatan listrik, lebih mudah melintasi membran sel
dibandingkan dengan zat2x hidrofil yg bermuatan listrik..
b. Pengikatan protein plasma
sebagian obat didalam darah, diikat secara reversibel pada
protein plasma. Zat yg bersifat asam, terikat terutama pada
albumin. Ikatan obat dgn protein plasma, spt albumin,
mengurangi jumlah obat yg bebas dalm darah. Molekul obat
bebas, mencapai keseimbangan diantara darah dan jaringan,
jadi, penurunan obat dalam serum, menunjukkan penurunan
obat yg dapat masuk ke organ

c. Depot penyimpanan
obat-obatan lipofilik seperti tiopental yang bersifat sedatif
berakumulasi dalam lemak. Obat-obat ini dibebaskan secara
perlahan dari penyimpanan lemak. Jadi orang yg gemuk dapat
disedasi lebih lama drpd orang yg kurus yg diberikan dosis
tiopental yg sama. Obat pengikat kalsium, seperti antibiotik
tetrasiklin, berakumulasi dalam tulang dan gigi.
Volume distribusi

Yaitu: volume yang dibutuhkan untuk memuat dosis yang


diberikan jika dosis itu didistribusikan dengan merata
pada konsentrasi yang diukur dg plasma.

Contoh: Suatu obat dengan Vd=3 liter, didistribusikan hanya dalam


plasma,
Karena volume plasma = 3 liter.

Sedangkan obat dengan Vd= 16 liter, akan didistribusikan dalam


cairan extraseluler krn cairan extra seluler = 3 liter plasma,
ditambah 10-13 liter cairan
interstitial.

Obat dg Vd > 46 liter mungkin dibuang ke dalam depot karena


tubuh hanya mengandung 40-46 liter cairan.
 Distribusi obat ke berbagai kompartemen cairan
dan jaringan terhambat oleh pengikatan protein,
karena molekul besar seperti kompleks protein
sukar sekali melintasi membran.

 Sebaliknya, obat bebas yang tak terikat dan aktif


mudah melalui membran. Semakin besar PP
(presentasi pengikatan), semakin rendah kadar
obat bebas. Jika PP>80%, menyebabkan
pengurangan distribusi menjadi lebih nyata.
Eksresi

 Eksresi suatu obat dan metabolitnya:


menyebabkan penurunan konsentrasi
bahan berkhasiat dalam tubuh.
 Eksresi dapat terjadi bergantung pada:
sifat fisikokimia: bobot molekul, harga
pKa, kelarutan, tekanan uap.
 Eksresi dapat berlangsung melalui:
- kulit: bersamaan dgn keringat, mis;
paraldehid, bromida
- asi: obat & metabolitnya dpt
dieksresikan mll asi dan dpt
membahayakan pd bayi (keracunan),
misal; obat tidur, nikotin, penicilin,
kloramfenikol, INH, ergotamin
- ginjal (dengan urin)
- empedu dan usus (feses)
- paru-paru (dengan udara ekspirasi)
Eliminasi melalui ginjal
 Ginjal merupakan organ eksresi terpenting.
 Kebanyakan obat dikeluarkan melalui air seni, dan
lazimnya tiap obat dieksresi berupa metabolitnya,
dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli.
 Zat2x dalam keadaan ion yg mudah larut di air seni,
dieksresi dgn mudah.
 Zat lipofil dan yg tak terionisasi, lebih lambat
eksresinya, maka untuk meningkatkan sifat
hidrofilnya, maka pada biotransformasi
dimasukkan gugus –OH dan atau –COOH ke dalam
molekulnya.
 Kecepatan dan besarnya eksresi melaui
ginjal ditentukan oleh:
- filtrasi glomerulus
- reabsorpsi tubulus
- sekresi tubulus
Filtrasi glomerulus

 Untuk filtrasi glomerulus, sifat kelarutan


obat tidak berpengaruh, senyawa yang
larut dalam lemak, difltrasi sama baiknya
dengan senyawa yang larut dalam air.
Hanyan obat bebas yang mengalami
filtrasi.
 Obat dan metabolitnya yg terlarut dalam
plasma melintasi dinding glomeruli secara
pasif dengan ultrafiltrat. Selama filtrat ini
dipekatkan dalam tubuli, zat-zat lipofil
berdifusi kembali secara pasif melalui
membran selnya ke dalam darah, dan
dengan demikian menghindari eksresi.

 Zat hidrofil hampir tidak didifusi kembali dan


langsung dikeluarkan lewat urin.
 Laju filtrasi glomerulus meningkat pada:
- kenaikan tekanan darah dalam kapiler
glomerulus
- pada peningkatan luas permukaan
filtrasi pada kondisi glomerulus yang
tenang.
- pada pengurangan protein plasma
akibat berkurangnya ikatan protein
dengan bahan obat
Reabsorpsi tubulus
 Reabsorpsi tubulus, untuk kebanyakan bahan obat akan
direabsorpsi melalui proses difusi pasif, dan bergantung
pada:

- sifat kelarutan obat

senyawa yg larut dalam lemak dan diabsorpsi usus dg


baik, juga mudah menembus epitel tubulus dan
direabsorpsi dgn baik, sebaliknya, senyawa hidrofil yang
yang hampir tidak dapat diabsorpsi oleh usus, sukar
berdifusi melalui tubulus.
- harga pKa
- harga pH urin

basa lemah dieksresi kuat pada penurunan


harga pH urin, asam lemah dieksresi kuat
pada peningkatan harga pH urin (perubahan
menjadi bentuk garam yang larut. O.k.i. pada
intoksikasi dengan bahan basa mis. Alkaloid,
eliminasi racun dapat dipercepat dengan
pengasaman urin dan pada intoksikasi dgn
bahan asam, misalnya asam barbiturat,
eliminasi dapat dipercepat dengan
pembasaan urin.
 Sekresi tubulus
Tubuli dapat mensekresikan secara aktif zat2x
tertentu misalnya ion asam organik spt penisilin, vit.
C, asam salisilat. Sekresi berlangsung dengan
bantuan enzim pengangkut.

 Disamping asam, basa organik dapat juga disekresi


secara aktif dari sel tubulus dengan bantuan enzim
pengankut ini. Kadang2x terjadi persaingan antara
beberapa ion untuk enzim ini. Misal: probenesid
menyaingi penisislin untuk enzim pengankutnya,
hingga eksresi antibiotiknya diperlambat dan efek
kerjanya lebih panjang.

 Asam/basa dan enzim pengangkut bekerja sendiri2x,


dan tdk bergantung satu sama lain.
Eksresi melalui empedu dan
usus
 Yang dieksresi melaui empedu, terutama
senyawa2x yang mempunyai bobot molekul
> 500 dan juga senyawa yang diperoleh
melalui metabolisme. Sedangkan senyawa
dgn BM <500, dieksresikan baik dalam urin.
 Penetrasi ke dalam kapiler empedu dr suatu
sel hati terjadi baik melalui difusi ataupun
transpor aktif.
 Dalam usus, konjugat yang dieksresi melalui
empedu, sebagian akan diuraikan lagi dan
sebagian besar akan direabsorpsi seperti
halnya bahan2x yg larut dalam lemak yg
dieksresi dg empedu. Dg cara ini bahan2x ini
berhasil kembali kembali ke dalam hati
melaui vena porta. Baru setelah
pembentukan metabolit yang larut dalam air
yg dapat melewati ginjal, senyawa ini
benar2x dieksresi.
 Eksresi obat yg benar2x melalui usus jarang
terjadi (masuknya dari darah ke dalam lumen
usus), tapi hal ini dapat ditunjukkan pada
hewan percobaan untuk basa amonium
kuarterner, asam lemah serta glikosida
jantung. Hanya beberapa logam berat yang
dieliminasi dgn cara ini.

 Walaupun demikian, jika kadang 2x dalam


feses dapat ditunjukkan jumlah bahan obat
yg besar, maka ini hampir selalu disebabkan
oleh absorpsi yang kurang sempurna atau
eksresi yang melalui empedu tanpa
reabsorpsi.
Eksresi melalui paru-paru
 Yang dieksresukan melalui paru2x adalh yg
berupa gas (senyawa2x yang menguap),
misalnya; alkohol, paraldehida dan
anestetika (kloroform, halotan, siklopropan).
 Prosesnya: difusi murni
 Eksresi dapat ditingkatkan melalui kenaikan
volume pernafasan serta volume jantung per
satuan waktu dan dengan demikian terjadi
kenaikan pasokan darah ke paru2x.
Konsentrasi plasma
 Untuk dapat menilai suatu obat scr klinis,
dalam menetapkan dosis dan skema
penakarannya yang tepat, perlu adanya
sejumlah data farmakokinetik. Khususnya
mengenai kadar obat ditempat tujuan
(target site) dan dalam darah, serta
perubahan kadar ini dalam waktu tertentu.
 Pada umunya, besarnya efek obat
tergantung pada konsentrasinya di target site
itu dan ini berhubungan erat pula dengan
konsentrasi plasma.

 Pada obat yang absorpsinya baik, kadar


obat di plasma meningkat bila dosisnya
diperbesar.
Plasma half-life
 Kadar plasma obat dan lama efeknya
tergantung kepada kecepatan metabolisme
dan eksresi. Kedua faktor ini menentukan
kecepatan eliminasi obat yang dinyatakan
dengan masa paruh (plasma t1/2, plasma
half life), yaitu; waktu ketika konsentrasi
plasma turun menjadi separuh dari nilai
asalnya.
 Setiap obat memiliki masa paruh yang
berlainan, mis: penisilin-G 0,5 jam, ampisilin
1 jam, insulin 40 menit.

 Faktor yg menentukan t1/2:


- Fungsi organ eliminasi: pada orang yg rusak
hati atau ginjalnya, t1/2 dapat meningkat
sampai 20 kali atau lebih. Misal pada
penyakit ginjal tertentu, t1/2 penisislin bisa
naik dari o,5 sampai lbh krg 10 jam dan t1/2
streptomisin dr 2,5 sampai 60 jam lebih.
- Cara pemberian: nilai t1/2 penisilin setelah
injeksi i.v.adalah 2-3 menit, sedangkan pada
pemberian oral nilainya 1-2 jam.
Dosis dan skema penakaran

 Plasma half-life mrpk ukuran untuk lamanya


efek obat, maka t1/2 bersama grafik kadar-
waktu penting sekali sebagai dasar untuk
menetukan dosis dan frekwensi pemberian
obat yang rasional, dgn kata lain: berapa kali
sehari sekian mg.
 Dosis yang terlalu tinggi atau terlalu frekuen
dapat menimbulkan efek toksik, sedangkan
dosis terlampau rendah atau terlalu jarang
tidak menghasilkan efek, bahkan pada
kemoterapeutik dapat menimbulkan
resistensi kuman.
 Obat dengan half-life panjang, lebih dari 24
jam, pada umumnya cukup diberikan dosis
(pemeliharaan) satu kali sehari, tidak perlu
sampai 2-3 kali sehari, misalnya digoksin.

 Sebaliknya, obat yang dimetabolisir cepat


dan t1/2 nya pendek, perlu diberikan sampai
3-6 kali sehari agar kadar plasmanya tetap
tinggi.
MIC dan MEC
 Pada umumnya, penakaran ditujukan pd efek
terapeutis yang cepat dan untuk
mencapainya seringkali dengan dosis yg
tinggi (loading dose), agar kadar plasma
meningkat ke konsentrasi aktif dengan pesat.
Misal; terapi dengan sulfonamida dimulai
dengan loading dose, disusul dengan dosis
separuhnya, setiap 6 jam.
 Dgn demikian akan terpelihara kadar darah yg untuk
beberapa waktu terletak diatas kadar penghambat
minimum untuk kuman tertentu (MIC= minimun
inhibitory concentration)

 MIC: yaitu kadar obat dimana kuman tidak tumbuh


atau berkembang biak lagi.

 Bagi obat lain (bukan kemoterapeutik) digunakan


MEC (minimum effective concentration): yaitu kadar
plasma dimana obat baru memberikan efek
terapeutik yang diinginkan.
 Untuk penisilin yg berkhasiat bakterisid
(mematikan) thd kuman yg sdg tumbuh,
diperlukan kadar yg tinggi sekali yg tidak
perlu kontinu, dpt diselingi dgn kadar yg lebih
rendah.
 Sebaliknya, obat yg berkhasiat bakteriostatik,
spt sulfonamida dan tetrasiklin, perlu
dipelihara kadar plasma yg berada tetap
diatas MIC, agar kuman tdk diberi
kesempatan berkembang lagi.
 Obat yang memang perlu dipakai terus
menerus pd penyakit kronis, hendaknya t1/2
nya panjang, agar penakaran tdk terlalu
sering, spt; antiepileptikum, antihipertensi
dan antidiabetik oral.
Proses farmakokinetik yg dialami obat selama perjalanannya
di dalam tubuh :

Ikatan Ikatan c. ekstra c. Intra


mukosa sel sel
protein organ lemak
al l/
k t ua
re ing
bl
Su

limfa
. ccs
i.m
i.v Sirkulasi
obat darah
Tempat
kerja
or
al

lambung
metabolit
ginjal

usus hati air seni


siklus enterohepatik
melalui empedu
tinja
Dasar-dasar perhitungan farmakokinetik

The two basic parameters are clearance, the


measure of the ability of the body to eliminate the
drug; and volume of distribution, the measure of
the apparent space in the body available to contain the
drug. These parameters are illustrated
schematically in Figure 3–2, where the volume of the
compartments into which the drugs diffuse
represents the volume of distribution and the size of
the outflow "drain" in Figures 3–2 B and D
represents the clearance.
Slide 22 Slide showing a clinical example with kanamycin, showing
theoretical curve after multiple dose and a better curve after dose
adjustment. Kanamycin is a useful drug but it can cause some serious side
effects. By controlling the blood concentration of this drug it is possible to
use it effectively. In the case of patients with impaired renal, or kidney,
function it is possible to determine the kidney function ahead of time and
adjust the kanamycin dosing schedule accordingly.
Models of drug distribution and elimination. The
effect of adding drug to the blood by rapid
intravenous injection is represented by expelling
a known amount of the agent into a beaker. The
time course of the amount of drug in the beaker
is shown in the graphs at the right. In the first
example (A), there is no movement of drug out
of the beaker, so the graph shows only a steep
rise to maximum followed by a plateau. In the
second example (B), a route of elimination is
present, and the graph shows a slow decay after
a sharp rise to a maximum.
Because the level of material in
the beaker falls, the "pressure" driving the elimination process
also falls, and the slope of the curve decreases. This is an
exponential decay curve. In the third model (C), drug placed
in the first compartment ("blood") equilibrates rapidly with the
second compartment ("extravascular volume") and the
amount of drug in "blood" declines exponentially to a new
steady state. The fourth model (D) illustrates a more realistic
combination of elimination mechanism and extravascular
equilibration. The resulting graph shows an early distribution
phase followed by the slower elimination phase.
Slide of body before and after a rapid I.V. bolus injection, considering the body to
behave as a single compartment. In order to simplify the mathematics it is often
possible to assume that a drug given by rapid intravenous injection, a bolus, is rapidly
mixed. This slide represents the uniformly mixed drug very shortly after administration.
Slide of an intravenous bolus injection with a two compartment model. Often a one
compartment model is not sufficient to represent the pharmacokinetics of a drug. A
two compartment model often has wider application. Here we consider the body is a
central compartment with rapid mixing and a peripheral compartment with slower
distribution. The central compartment is uniformly mixed very shortly after drug
administration, whereas it takes some time for the peripheral compartment to reach a
pseudo equilibrium.

Anda mungkin juga menyukai