Anda di halaman 1dari 34

SI .

IV A

Teknologi Sedian Farmasi


FORMULASI TABLET TERKONTROL DIPIRIDAMOL DENGAN SISTEM
MENGAPUNG

Nama kelompok II :
Eti Anis Herawati (19340006)
Miqroziah (19340008)
Muhammad Haikal (19340007)
Nur Atikah (19340005)
Ferrna Rompis (19340125)

DOSEN PEMBIMBING :
.
SUB PEMBAHASAN
▹ Definisi defenisi tablet terkontrol
▹ Kelemahan formulasi tablet terkontrol
▹ kelebihan formulasi tablet terkontrol
▹ Laju Pelepasan Obat
▹ Perkembangan formulasi tablet terkontrol
2

▹ Penentuan dosis dan syarat formulasi tablet


terkontrol.
Definisi defenisi tablet terkontrol
SUSTAINED RELEASE yaitu
suatu sistem penghantaran
obat dengan pelepasan obat Sistem ini mencoba untuk
yang diperpanjang dan atau mengembangkan suatu terapi
ditunda (delayed and/or dosis tunggal yang difokuskan
prolonged released of drug) pada sistem penghantaran yang
(Deshpande A.A., et al. 1996; dikendalikan atau diperpanjang
USP 2000) (controlled or sustained release 3
drug delivery systems)

Tetapi sistem yang ideal seperti ini tidak bisa didapatkan. Para peneliti
mencoba mengembangkan sistem yang mungkin dapat mendekati
sistem yang ideal ini, dengan mengembangkan sistem penghantaran
obat transdermal dan sistem bioadhesif
Lanjutan
▹ Sediaan terkontrol merupakan bentuk sediaan yang
dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara
perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya lebih
lama dan memperpanjang aksi obat.

▹ Kebanyakan bentuk terkontrol (sustained release) dirancang


4
supaya pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan
pelepasan sejumlah obat segera setelah pemakaiannya,
secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan
secara berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan
sejumlah obat lainnya untuk mempelihara tingkat
pengaruhnya selama periode waktu yang diperpanjang,
biasanya 8 sampai 12 jam (Ansel dkk, 2005).
▹ Sustained release, sustained action, prolonged
action, controlled release, extended release,
depot release adalah istilah untuk
mengidentifikasi sistem penyampaian obat yang
dirancang untuk mencapai efek terapi
berkepanjangan oleh obat yang terus melepaskan
selama jangka waktu setelah pemberian dosis obat
tunggal. Profil pelepasan obat secara in vivo dapat
dilihat seperti Gambar 1 (Kakar, et al.,2014).

5
6
Kelemahan formulasi tablet
terkontrol
Pemberian obat obat terkontrol tidak
memungkinkan terminasi terapi yang
tepat

Bentuk penglepasan terkendali Dokter kurang mempunyai


dirancang untuk populasi normal fleksibilitas dalam menyesuaikan
yakni berdasarkan waktu paruh regimen pemberian dosis
biologis obat rata rata.

Faktor faktor ekonomi juga harus


diperhitungkan karna proses dan peralatan
yang lebih mahal dalam pembuatan
kebanyakan bentuk bentuk sediaan lepas
lambat

7
Keuntungan formulasi tablet
terkontrol

 Produk pelepasan terkendali menawarkan beberapa


keuntungan, antara lain: mempertahankan kadar obat
dalam plasma, memperkecil toksisitas, menurunkan efek
samping akibat fluktuasi kadar obat, frekuensi pemberian
obat sekali sehari dan menjamin terapi optimum (Ninama,
et al., 2015).

 Sediaan konvensional dirancang untuk melepaskan zat


aktif dengan segera sehingga diabsorbsi ke dalam sirkulasi
sistemik dengan cepat dan sempurna. Sebaliknya Sediaan
Pelepasan Terkendali dirancang untuk melepaskan zat
aktif secara lambat dibandingkan dengan sediaan
konvensional (Mandhar, dan Joshi, 2015).
8
Sarat pembuatan dalam
mengembangkan sediaan terkontrol

Disposisi obat dapat diuraikan oleh suatu model terbuka satu


kompartemen

Absorpsi adalah orde pertama dan sempurna

Pengelepasan dari bentuk sediaan,bukan


absorpsi merupakan faktor yang menentukan
laju yakni efek variasi dalam laju absorpsi
dibuat minimum(Teori dan Praktek Farmasi
Industri, UI 2008)
1. Delayed release (DR)
Delayed-release atau pelepasan tertunda menunjukkan
bahwa obat ini tidak dibebaskan segera tetapi dilepaskan
saat tertentu. Delayed release adalah pelepasan yang
berulang dari satu atau lebih dosis berselang obat
digabungakan ke dalam bentuk dosis tunggal. Contoh
Delayed-release termasuk repeat action tablet dan kapsul,
dan tablet salut enterik dimana waktu pelepasan dicapai
melalui lapisan penghalang. Delayed-release dimaksudkan
untuk menahan cairan lambung tetapi hancur dalam cairan
usus.
2. Repeat Action (RA)
Repeat action menunjukkan bahwa dosis individual dilepaskan segera
setelah pemberian dan dosis kedua atau ketiga dilepaskan pada interval
berselang.
3. Extended Release (ER)
Extended release mengacu pada pelepasan lambat dari obat sehingga
konsentrasi plasma dipertahankan pada tingkat terapi untuk jangka
waktu tertentu, biasanya 8 dan 12 jam.
4. Prolonged Release (PR)
Prolonged release menunjukkan bahwa obat disiapkan untuk penyerapan
selama periode yang lebih lama dari bentuk sediaan konvensional.
Hal ini dirancang untuk melepaskan obat secara perlahan dan untuk
menyediakan kelangsungan penyediaan obat selama periode yang diperpanjang.
Sebuah sistem pelepasan dikendalikan khas dirancang untuk memberikan
tingkat obat yang konstan atau hampir konstan dalam plasma dengan
mengurangi fluktuasi melalui lepas lambat selama jangka waktu tertentu.
5. Controlled Release (CR)
• Controlled release melepaskan obat konstan sehingga memberikan
konsentrasi obat dalam plasma tetap setiap waktu. Sistem pemberian
dari obat disampaikan dengan laju yang telah ditentukan untuk
jangka panjang.
• Istilah controlled release, prolonged release, sustained atau slow
release dan long-acting telah digunakan secara sinonim dengan
extended release (Bhowmik, et al., 2012).
6. Sustained Release (SR)
Sustained release menunjukkan pelepasan terhambat,
berkepanjangan atau pelepasan lambat untuk jangka waktu lama.
Sistem pelepasan berkelanjutan hanya memperpanjang terapi obat
untuk jangka waktu lama (Bhowmik, et al., 2012).
7. Pulsatile release
Pulsatile release melibatkan pelepasan sejumlah terbatas obat pada
interval waktu yang berbeda yang diprogram ke dalam produk obat
(Singhvi dan Singh, 2011).
8. Timed release
Timed release digunakan untuk mendapatkan pelepasan dengan jeda
waktu sekitar 4-5 jam. Sediaan dilapisi selulosa asetat ftalat untuk
memberikan perlindungan asam lambung. Lapisan menyebabkan
keterlambatan pelepasan obat, menunda pelepasan obat di usus halus.
Waktu pelepasan obat dikendalikan sehingga dapat terhambat hingga
5 jam menargetkan obat untuk usus besar.
Laju Pelepasan Obat
Profil pelepasan obat diperoleh dari
uji disolusi, beberapa model yang
digunakan untuk mempelajari
mekanisme pelepasan obat
adalah model berikut:
1. Model Orde Nol
• Orde Nol merupakan model yang ideal pelepasan obat dalam
rangka mencapai aksi farmakologis berkepanjangan. Obat
didisolusi dari bentuk sediaan dan melepaskan obat secara
perlahan diwakili oleh persamaan berikut (Bhowmik, et al.,
2012):
Qt = Qo + Ko t
• Dimana Qt merupakan jumlah obat dalam waktu t, Qo sebagai
jumlah awal obat dalam larutan dan Ko adalah konstanta
pelepasan orde nol
• Sediaan memiliki pelepasan orde nol akan melepaskan zat aktif
dengan kecepatan konstan. Peningkatan konsentrasi obat berbanding
lurus dengan waktu (Aiache, 1993). Data pelepasan obat yang
diperoleh secara in vitro diplot sebagai jumlah kumulatif obat terlepas
terhadap waktu dan dihasilkan grafik linear jika kondisi yang
ditetapkan terpenuhi seperti Gambar 2 (Lokhandwal, et al., 2013)
• Model orde nol dapat digunakan untuk menggambarkan disolusi obat
dari beberapa jenis modifikasi bentuk pelepasan sediaan obat, seperti
beberapa sistem transdermal, matriks tablet dengan obat yang
kelarutan rendah, sistem osmotik, dll (Ramteke, dkk., 2014).
Gambar 2. Pelepasan Model Orde Nol Fomulasi Obat Sustained Release.
2. Model Orde Satu
• Wagner mengasumsikan bahwa luas permukaan terpapar dari tablet
menurun secara eksponensial dengan waktu selama proses disolusi yang
menunjukkan bahwa pelepasan obat dari sebagian besar tablet lepas
lambat dapat dijelaskan oleh kinetika orde Satu. Persamaan yang
menggambarkan kinetika orde satu adalah (Ramteke, dkk., 2014):
log Qt = logQ0 + (K1/2.303).t
• Dimana, Q adalah fraksi obat yang dilepaskan pada waktu t dan k1 adalah
konstanta pelepasan obat orde pertama. Plot logaritma fraksi obat
terhadap waktu akan linear jika pelepasan mememnuhi kinetika pelepasan
orde satu seperti Gambar 3 (Shaikh, et al., 2015).
Gambar 3. Pelepasan Model Orde Satu Fomulasi Obat Sustained Release
3. Model Higuchi
• Kinetika pelepasan obat yang diselidiki oleh T. Higuchi sering disebut
orde Higuchi. Orde Higuchi. Model Higuchi mendefinisikan
ketergantungan linear dari fraksi aktif yang dilepaskan per unit (Q) dari
akar kuadrat waktu.
Q = K2t½
• Dimana, K2 adalah konstanta laju pelepasan. Plot fraksi obat yang
dilepaskan terhadap akar kuadrat waktu akan linear jika pelepasan
mengikuti persamaan Higuchi, seperti Gambar 4. Persamaan ini
menjelaskan pelepasan obat sebagai proses difusi berdasarkan hukum
Fick (Shaikh, et al., 2015).
Gambar 4. Pelepasan Model Higuchi Fomulasi Obat Sustained Release
4. Model Hixson-Crowell
• Hixson-Crowell (1931) memahami bahwa luas permukaan partikel
sebanding dengan akar kubik volume yang berasal dari persamaan yang
dijelaskan dengan cara berikut:
Qo1/3 - Qt1/3 = Ks t
• Dimana Qo adalah jumlah awal obat dalam bentuk sediaan farmasi. Qt
adalah jumlah sisa obat bentuk sediaan farmasi pada waktu t. Ks adalah
konstanta menggabungkan hubungan volume permukaan. Plot akar
pangkat tiga fraksi obat yang tersisa terhadap waktu akan linear jika
pelepasan mengikuti persamaan Hixson-Crowell, seperti Gambar 5,.
(Shaikh, et al., 2015).
Gambar 5. Pelepasan Model Hixson-Crowell Fomulasi Obat Sustained Release
5. Model Korsemeyer-Peppas
• Korsemeyer et al. (1983) menurunkan hubungan yang menggambarkan pelepasan
obat dari sistem polimer dengan persamaan sebagai berikut (Ramakrishna, et al.,
2012):
Qt/Qo = Ktn
• Dimana Qt/Qo adalah fraksi obat yang dilepaskan pada waktu t, K adalah konstan
kinetik yang dilengkapi karakteristik struktural dan geometris sistem
penyampaian. n adalah eksponen difusi yang menunjukkan mekanisme
transportasi obat melalui polimer. Eksponen pelepasan n ≤ 0,5 untuk Fickian
difusi dilepaskan dari slab (matriks non swellable); 0,5 < n < 1.0 untuk pelepasan
non-Fickian (anomali), ini berarti bahwa pelepasan obat diikuti kedua difusi dan
dikendalikan mekanisme erosi dan n = 1 untuk pelepasan orde nol.
• Untuk mempelajari kinetika pelepasan, data yang diperoleh dari penelitian in vitro
pelepasan obat yang diplot sebagai log persentase kumulatif pelepasan obat
terhadap log waktu seperti Gambar 6.
Log Persen Kumulatif Pelepasan
Obat

Gambar 6. Pelepasan Model Korsemeyer-Peppas Fomulasi Obat Sustained Release


Formulasi tablet
terkontrol

Pendekatan pada formulasi pada sistem penyampaian


obat berdasarkan kontrol pengelepasan dari availabilitas
obat, dipertimbangkan dengan tekanan pada bentuk
sediaan peroral. Penglepasan secara lambat,aksi secara
lambat,aksi yang diperlambat,penglepasan yang
dikontrol, aksi diperpanjang,penglepasan yang diukur
waktunya,depo,dan bentuk sediaan repositori adalah
batasan-batasan yang digunakan untuk mengidentifikasi
sistem penyampaian obat yang didesain untuk mencapai
suatu efek terapetis yang diperpanjang, dengan
penglepasan obat secara kontinyu dalam periode waktu
yang lebih lama setelah pemberian suatu dosis tunggal

28
Penentuan dosis dan syarat pelepasan tablet dipiridamol.

Jumlah obat yang dibutuhkan dalam tubuh disesuaikan dengan parameter


farmakokinetik obat seperti konsentrasi terapeutik yang harus dicapai, eliminasi obat,
serta durasi kerja yang diinginkan

Diripidamol menghasilkan efek terapi pada konsentrasi plasma (Ct) 0,5-1,9 μg/mL dengan
klirens total dipiridamol (Cl) sebesar 2,3-3,5 mL/menit per kgbb.1 Kebutuhan jumlah obat
dalam tubuh berdasarkan parameter farmakokinetiknya dapat dihitung berdasarkan
persamaan berikut:
Do = Ct . td . Cl

Dosis sediaan tablet terkontrol dipiridamol dengan durasi kerja 8 jam yang beredar di
pasaran adalah 50 mg. Oleh karena itu, dosis yang akan dibuat untuk sediaan tablet lepas
lambat dipiridamol adalah 50 mg. Syarat pelepasan dipiridamol dari tablet disesuaikan
dengan konsentrasi terapetik dipiridamol dan dihitungberdasarkan rumus pada persamaan .

29
Hasil perhitungan
disajikan pada Tabel
Waktu Jumlah % dipiridamol
Pelepasan dipiridamol yang yang
(jam ke-) terdisolusi (mg) terdisolusi

4 19,32–29,40 38,64 –58,80


8 38,64–58,8 77,28–117,60

Waktu Persentase Dipiridamol yang


terdisolusi (%)
Pelepasan pada jam ke-4 40-60
Pelepasan pada jam ke-8 >80

30
Sambungan..
Dipiridamol sukar larut dalam air. Untuk Pembuatan tablet dilakukan dengan cara granulasi
mempercepat pembasahan dipiridamol basah untuk menjamin kehomogenan komponen
diperlukan eksipien yang bersifat hidrofilik didalamnya serta mengaktivasi pengikat. Sebagai
(HPMC) yang akan mempercepat kontak cairan penggranulasi digunakan aquades karena
dengan medium sehingga meningkatkan menghasilkan granul dengan aliran dan
kecepatan pelarutan. Walaupun dapat kompresibilitas yang lebih baik dibanding dengan
mempercepat pembasahan, HPMC pada menggunakan etanol (data tidak ditampilkan). Hal ini
konsentrasi tinggi dapat menahan pelepasan mungkin dikarenakan kelarutan HPMC dalam air
dipiridamol dari sediaan tablet sekaligus juga lebih baik dibandingkan di dalam etanol sehingga
berfungsi sebagai matriks tablet mengapung. proses pengikatan HPMC terjadi lebih baik.

31
Kesimpulan

 Pembuatan tablet terkontrol dipiridamol ini adalah sistem matriks


hidrofilik.Hal ini untuk memperoleh tablet mengapung dengan lag
time yang singkat karena matriks cepat terhidrasi dan kondisi ini
hanya dapat dipenuhi oleh sistem matriks hidrofilik
 Pelepasan tablet yang lebih besar namun tetap mempertahankan tablet 3
mengapung, diperlukan bahanyang mampu menciptakan pori-pori 2
agar zat aktif dapat berdifusi keluar dari tablet. Bahan yang
dapatmemenuhi kriteria tersebut adalah penghancur
 Penghancur yang dipilih adalah Ac-di-sol denganpertimbangan Ac-di-
sol adalah turunan selulosa yang berbobot jenis ringan sehingga
penambahan Ac-di-sol pada tablet tidak memberi perubahan berarti
pada bobot jenis obat.
DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J.M. (1993). Farmasetika 2. Biofarmasi. Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 154-177, 195-210 dan 338-339.
Bhowmik, D., Gopinath and Kumar,K.P.S., (2012). Controlled Release Drug Delivery Systems. The Pharma Innovation Journal. 1(10): 24-32
Dixit, N., Maurya, S.D and Sagar, B.P.S., (2013). Controlled Release Drug Delivery Systems. Indian Journal of Research in Pharmacy and Biotechnology. 1(3):
305-310
Suprianto, Analisis Kinetika Pelepasan Teofilin dari Garnul Matriks Kitosan. Jurnal Ilmiah Manuntung. 2016. 2(1): 70-80
Kakar, S., Singh, R and Semwal, A., (2014). Drug Release Characteristics of Dosage Forms: A Review. Int. J. Recent Adv Pharm Res. 4(1): 6-17
Suprianto, Optimasi Formula Matriks Kitosan dengan Metilselulosa pada Pelepasan Terkendali Sediaan Granul Teofilin. Jurnal Ilmiah Manuntung. 2015. 1(2): 114-
120.
Lokhandwala, H., Deshpande, A., and Deshpande, S. (2013). Kinetic Modeling and Dissolution Profil Comparison: An Overview. Int. J. Pharm. Bio. Sci. 4(1): 728 –
737
Suprianto, Formulasi dan Penentuan Orde Pelepasan Teofilin Sediaan Granul Campuran Kitosan dengan Metilselulosa. Akademia. 2013. 17(2) 2013: 58-62.
Mandhar, P and Joshi, G. (2015) Development of Sustained Release Drug Delivery System: A Review. Asian Pac. J. Health Sci., 2(1): 179-185
Ninama.U., Pal, J.T., Chaudhary, S., Bhimani, B., and Dalsaniya, D. (2015). Lipid Matrix Tablet as Sustaind Drug Delivery System: A Review. IJPRBS, 4(2): 98-114
Patnaik, N.A., Nagarjuna1, T and Thulasiramaraju, T.V. (2013) Sustained Release Drug Delivery System: A Modern Formulation Appoach. International Journal of
Research in Pharmaceutical and Nano Sciences. 2(5): 586- 601
Ramakrishna, S., Mihira, V., Vyshnavi, K.R and Ranjith, V. (2012) Design and Evaluation of Drug Release Kinetics of Meloxicam Sustained Release Matrix Tablet.
Int J Curr Pharm Res, (1): 90-99
Ramteke K.H., Dighe P.A., Kharat A. R and Patil, S.V. (2014). Mathematical Models of Drug Dissolution: A Review. Sch. Acad. J. Pharm., 3(5): 388-396
Shaikh, H.K., Kshirsagar, R. V. and Patil, S. G. (2015). Mathematical Model for Drug Release Characterization: A Review. World Journal of Pharmaceutical
Research. 4(4): 324-338.
Singhvi, G and Singh, M., (2011).Review: In-Vitro Drug Release Characterization Models. IJPSR. 2(1): 77-84
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai