Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FASE METABOLISME DAN EKSKRESI OBAT

Disusun Oleh :
KELOMPOK 3

1. Bimby Biolino 2100010


2. Desty Fitriani 2100012
3. Khairunnisa Intan Rahmadani 2100023
4. Mardhia 2100027
5. Mutia Yose Alfiani 2100031
6. Nur Adinda 2100035
7. Nurul Hikmah 2100037
8. Winda Sari 2100050

Nama Dosen Pengampu


Apt Novia Sinata, M.Si

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKAN BARU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “Proses
Metabolisme dan Ekskresi Obat di dalam Tubuh” tepat pada waktunya. Tanpa berkat dan rahmat-
Nya mustahil makalah ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini kami juga ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada dosen Farmakologi Dasar, Buk Novia Sinata,Msi.,Apt yang telah
memberikan bimbingan dan juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran
pembuatan tugas makalah ini. Makalah ini disusun secara sistematis dalam memaparkan proses
metabolisme dan ekskresi obat. Tentu, isi makalah ini sudah kami kaji dari sumber-sumber yang
terpercaya. Makalah ini dibuat dengan tujuan agar nantinya bermanfaat bagi mahasiswa program
studi Farmasi pada khususnya untuk lebih mudah memahami mata kuliah Farmakologi Dasar dan
bagi pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
terdapat kekurangan. Untuk itu, besar harapan penulis kepada pembaca untuk dapat memberikan
saran dan kritik yang membangun mengenai makalah ini. Akhir kata, penulis berharap makalah ini
dapat berguna sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan bisa bermanfaat bagi pembaca

Pekanbaru, 28 febuari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN.............................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................2
BAB II............................................................................................................................................................... 3
TINJAUAN TEORITIS...................................................................................................................................3
2.1 Metabolisme Obat.......................................................................................................3
A. Tujuan metabolisme obat dan faktor yang mempengaruhi metabolisme.............3
B. Fase-fase metabolisme.................................................................................................4
2.2 Produg obat dan contohnya........................................................................................5
2.3 Eksresi Obat.................................................................................................................7
2.4 Jalur ekskresi obat dan kriterianya.........................................................................10
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Proses Eksresi Obat.................................................11
BAB III................................................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu obat yang diminum peroral akan melalui tiga fase, yaitu farmasetik,
farmakokinetik danfarmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,
obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus membran biologi.Jika obat
diberikan melalui rute subkutan, intramuskuler atau intravena maka tidak terjadi fase
farmasetik. Fase kedua yaitu farmakokinetik yang meliputi 4 fase, yaitu absorbsi,
distribusi, metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi. Dalam fase farmakodinamik,
atau fase ketiga, terjadi respons biologis atau fisiologis. (Siti,2016)
Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari penyerapan (absorbsi) obat,
penyebaran (distribusi) obat, mekanisme kerja (metabolisme) obat, dan pengeluaran
(ekskresi) obat. Dengan kata lain, Farmakokinetik adalah mempelajari pengaruh tubuh
terhadap suatu obat. (Nita Noviani,dkk, 2017).
Keseluruhan proses atau kejadian yang dialami molekul obat mulai saat masuknya
obat ke dalam tubuh sampai keluarnya obat tersebut dari dalam tubuh, disebut proses
farmakokinetik.Jadi melalui berbagai tempat pemberian obat, misalnya pemberian obat
melalui alat cerna atau diminum (peroral), otot-otot rangka (intramuskuler), kulit
(topikal), paru-paru (inhalasi), molekul obat masuk ke dalam cairan intra vaskuler setelah
melalui beberapa dinding (barrier) dan disebarkan ke seluruh tubuh serta mengalami
beberapa proses.
Pada umumnya obat baru dikeluarkan (ekskresi) dari dalam tubuh setelah mengalami
biotransformasi di hepar. Ekskresi obat dapat melalui beberapa tempat, antara lain ginjal
(urin) dan kulit (keringat). Untuk lebih jelasnya mari kita pelajari dengan seksama tentang
“Farmakokinetik”. Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau
efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 (empat) proses, yaitu proses
absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau
biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif sebagai proses eliminasi obat
(Gunawan, 2009).
1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu metabolisme dan eksresi obat ?


2. Tujuan obat dimetabolisme dan di eksresikan? apa saja fase-fase metabolisme , serta
faktor yang dapat meningkatkan dan memperlambat metabolisme obat di dalam tubuh
2 Apa itu produg? apa saja contohnya?
3 Kemana saja jalur eksresi obat dan apa saja kriterianya?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi dan tujuan dari metabolisme obat dan eksresi obat
2. Mengetahui fase-fase metabolisme serta faktor yang dapat meningkatkan dan
memperlambat metabolisme obat di dalam tubuh
3. Mengetahui apa itu produg? dan contohnya.
4. Mengetahui kemana saja jalur eksresi obat dan apa saja kriterianya

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS
2.1 Metabolisme Obat
Metabolisme atau biotransformasi obat adalah proses tubuh mengubah komposisi obat
sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh. Obat dapat
dimetabolisme melalui beberapa cara yaitu menjadi metabolit inaktif kemudian
diekskresikan; dan menjadi metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dan bisa
dimetabolisme lanjutan.

Hati merupakan tempat utama untuk metabolisme.Kebanyakan obat diinaktifkan oleh


enzim-enzim hati dan kemudian diubah menjadi metabolit inaktif atau zat yang larut
dalam air untuk diekskresikan.Tetapi, beberapa obat ditransformasikan menjadi metabolit
aktif, menyebabkan peningkatan respons farmakologik, penyakit-penyakit hati, seperti
sirosis dan hepatitis, mempengaruhi metabolisme obat. Waktu paruh, dilambangkan
dengan t ½, dari suatu obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat
untuk dieliminasi, metabolisme dan eliminasi mempengaruhi waktu paruh obat,
contohnya, pada kelainan fungsi hati atau ginjal, waktu paruh obat menjadi lebih panjang
dan lebih sedikit obat dimetabolisasi dan dieliminasi. Jika suatu obat diberikan terus-
menerus, maka dapat terjadi penumpukan obat. Suatu obat akan melalui beberapa kali
waktu paruh sebelum lebih dari 90% obat itu dieliminasi. (Nuryati,2017).

Beberapa obat diberikan dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah dimetabolisme
baru menjadi aktif (prodrugs). Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di
membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang
lain (ekstrahepatik) adalah: dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, juga di
lumen kolon (oleh flora usus).

A. Tujuan metabolisme obat dan faktor yang mempengaruhi metabolisme


Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak)
menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan
perubahan ini obat aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian dapat berubah
menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik.
Menurut Nita noviani Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme adalah
sebagai berikut.
3
a. Kondisi Khusus. Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme,
antara lain penyakit hepar seperti sirosis.
b. Pengaruh Gen. Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang
dapat memetabolisme obat dengan cepat, sementara yang lain lambat.
c. Pengaruh Lingkungan. Lingkungan juga dapat mempengaruhi
metabolisme, contohnya: rokok, keadaan stress, penyakit lama, operasi,
dan cedera.
d. Usia. Perubahan umur dapat mempengaruhi metabolisme, yaitu usia
bayi versus dewasa versus orang tua. (Nita Noviani,dkk, 2017).

B. Fase-fase metabolisme

Terdapat 2 fase metabolisme obat, yakni fase I dan II. Pada reaksi-reaksi ini,
senyawa yang kurang polar akan dimodifikasi menjadi senyawa metabolit yang lebih
polar. Proses ini dapat menyebabkan aktivasi atau inaktivasi senyawa obat.

Reaksi fase I, disebut juga reaksi nonsintetik, terjadi melalui reaksi-reaksi


oksidasi, reduksi, hidrolisis, siklikasi, dan desiklikasi. Reaksi oksidasi terjadi bila ada
penambahan atom oksigen atau penghilangan hidrogen secara enzimatik. Biasanya reaksi
oksidasi ini melibatkan sitokrom P450 monooksigenase (CYP), NADPH, dan oksigen.
Obat-obat yang dimetabolisme menggunakan metode ini antara lain golongan fenotiazin,
parasetamol, dan steroid.

Reaksi oksidasi akan mengubah ikatan C-H menjadi C-OH, hal ini
mengakibatkan beberapa senyawa yang tidak aktif (pro drug) secara farmakologi
menjadi senyawa yang aktif. Juga, senyawa yang lebih toksik/beracun dapat terbentuk
melalui reaksi oksidasi ini. Reaksi fase II, disebut pula reaksi konjugasi, biasanya
merupakan reaksi detoksikasi dan melibatkan gugus fungsional polar metabolit fase I,
yakni gugus karboksil (-COOH), hidroksil (-OH), dan amino (NH2), yang terjadi melalui
reaksi metilasi, asetilasi, sulfasi, dan glukoronidasi.

Reaksi fase II akan meningkatkan berat molekul senyawa obat, dan


menghasilkan produk yang tidak aktif. Hal ini merupakan kebalikan dari reaksi
metabolisme obat pada fase I.

4
Metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain faktor fisiologis
(usia, genetika, nutrisi, jenis kelamin), serta penghambatan dan juga induksi enzim yang
terlibat dalam proses metabolisme obat. Selain itu, faktor patologis (penyakit pada hati
atau ginjal) juga berperan dalam menentukan laju metabolisme obat.

2.2 Produg obat dan contohnya

Yang dimaksud dengan pro-drug adalah senyawa yang secara biologi tidak
aktif, akan tetapi dalam organisme diubah secara enzimatik menjadi bentuk yang aktif.
Perkembangan pro-drug baru dilakukan jika sifat-sifat teknologi, farmakokinetika,
farmakodinamika atau toksikologi dari bahan berkhasiat perlu diperbaiki. Jadi sintesis
pro-drug diperlukan pada bahan berkhasiat dengan rasa tak enak, kelarutan dalam air
tidak cukup pada pemakaian parenteral yang dibutuhkan, kurang dapat terabsorpsi,
pengaruh lintas pertama besar, lama kerja singkat, distribusi kedalam organ sasaran tak
cukup, keselektifan kerja rendah atau toksisitas tinggi.
Pro-drug adalah obat yang diberikan dalam bentuk inaktif yang kemudian
dikonversi menjadi bentuk aktif obat melalui proses metabolisme. Pro-drug dirancang
untuk mengubah sifat fisika – kimia obat. Dengan melindungi gugus asam bebas pada
suatu molekul AINS maka saluran pencernaan dapat terlindungi dari iritasi lokal. Salah
satu cara pembuatan pro- drug adalah dengan pembentukan ester.
Prodrug merupakan zat farmakologis (obat) yang diberikan dalam bentuk (atau
secara signifikan kurang aktif) tidak aktif. Setelah diberikan, prodrug yang
dimetabolisme secara invivo menjadi metabolit aktif, proses yang disebut bioactivation.
Alasan di balik penggunaan prodrug yang umumnya untuk penyerapan,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME) optimasi. Prodrug biasanya dirancang
untuk meningkatkan bioavailabilitas oral, dengan penyerapan yang buruk dari
saluran pencernaan biasanya menjadi faktor pembatas.
Sejarah Pro-drug
Sejarah obat prodrug berawal pada tahun 1989 yaitu obat
metenamine (atau Hexamine). Obat Methenamine (Hexamine) melepaskan
Antibakterial formaldehid 6 Eq bersamaan ion ammonium 4 Eq dalam urin asam yang
aktif dan menjadi contoh yang baik dari prodrug selektif. Pada saat yang bersamaan
ditemukan Asprin (Asam asetilsalisilat) yang kurang mengiritasi dibandingkan agen
antiinflamasi Sodium Salisilat. Akan tetapi masih diperdebatkan apakah aspirin prodrug
atau bukan.Tetapi Aspirin cepat dihidrolisis di dinding usus dan hati menjadi asam
salisilat, yang menunjukkan memiliki aksi seperti prodrug.
Pengembangan pro-drug kebanyakkan dilakukan dengan mereaksikan gugus
fungsi yang terdapat pada bahan berkhasiat (misalnya gugus OH atau gugus amino)
dengan senyawa yang cocok (misalnya asam karboksilat), yang kemudian dalam
organisme diuraikan lagi.
5
Selain itu, penggunaan strategi prodrug meningkatkan selektivitas obat
untuk target yang diinginkan. Contoh ini dapat dilihat dalam banyak
pengobatan kemoterapi, dimana pengurangan dampak buruk selalu penting. Obat yang
digunakan untuk menargetkan sel-sel kanker melalui penggunaan redoks-aktivasi,
memanfaatkan jumlah besar enzim reduktase dalam sel hipoksia untuk bioaktivasi
obat ke dalam bentuk sitotoksiknya, pada dasarnya mengaktifkannya.
Dalam rancangan obat rasional, pengetahuan tentang sifat kimia untuk
meningkatkan penyerapan dan jalur metabolik utama dalam tubuh, digunakan untuk
memodifikasi struktur entitas kimia baru untuk peningkatan bioavailabilitas.
Sebaliknya, penciptaan prodrug kadang-kadang tidak disengaja, misalnya dengan
penemuan obat kebetulan, dimana obat ini kemudian hanya diidentifikasi sebagai
prodrug setelah studi metabolisme obat yang luas.
Klasifikasi Pro-drug
Prodrug dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis utama, berdasarkan situs
selular mereka dari bioactivasi ke dalam bentuk obat akhir aktif, dengan dua tipe :
a. Bioactivated intrasel misalnya, analog nukleosida anti-virus, penurun lipid.
b. Bioactivated ekstrasel, terutama dalam cairan pencernaan atau sirkulasi
sistemik (misalnya, etoposid fosfat, valgansiklovir, fosamprenavir, antibodi,
gen atau virus diarahkan prodrugs enzim [ADEP / GDEP / VDEP] untuk
kemoterapi atau immunotherapy).
Kedua jenis dapat dikategorikan lebih lanjut menjadi Subtipe, yaitu :
a.) Tipe IA, Agen antimikroba dan kemoterapi,misalnya 5-flurouracil.
b.) Tipe IB, Agen enzim metabolisme, terutama dalam sel hati, untuk bioaktivasi yang
prodrugs intrasel terhadap obat aktif
c.) Tipe II A, Prodrug yang bioactivated extracelluarly, baik di lingkungan GI, cairan
dalam sirkulasi sistemik, dan / atau kompartemen cairan ekstraselular lainnya
d.) Tipe IIB, Prodrug yang bioactivated extracelluarly, baik di lingkungan GI cairan
dalam dekat jaringan target terapi / sel.
e.) Tipe IIC, Prodrug yang bioactivated extracelluarly, baik di lingkungan GI cairan
umum enzim seperti esterases dan fosfatase atau enzim target yang diarahkan

3. Contoh-contoh
Pro-drug Bentuk berkhasiat Tujuan pengembangan pro-
Drug
Kloramfenikol-palmitat Kloramfenikol Meniadakan rasa pahit

Eritromisin-etilsuksinat Eritromisin Memperbaiki rasa tidak enak

Metilfrednisolon- Metilprednisolon Meningkatkan kelarutan dalam


hemiksusinat Air
Pivampisilin Ampisilin Meningkatkan kuosien
Absorpsi

6
L-Dopa Dopamin Meningkatkan sawar darah
Otak
Flufenazin-dekanoat Flufenazin Memperpanjang kerja

Dietilstilbestrol-difosfat Dietilsbestrol Memperbaiki keselektifan


Kerja
Azatrioprin Mekoptopurin Menurunkan daya racun

Secara sederhana, dapat disimpulkan bahwa prodrug adalah obat yang diberikan
dalam bentuk aktif atau kurang aktif sepenuhnya, dan kemudian diubah menjadi
bentukaktifnya (atau menjadi lebih aktif) melalui proses metabolisme normal tubuh

2.3 Eksresi Obat


Ekskresi adalah pengeluaran obat dari dalam tubuh dalam bentuk metabolit hasil
biotransformasi atau dalam bentuk utuh. Obat dan metabolit yang polar diekskresikan lebih
cepat dari pada obat larut lemak, kecuali ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ
ekskresi yang terpenting. Dimana ekskresi terdiri dari tiga proses yaitu filtrasi di
glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi aktif di tubuli proksimal dan
distal. Metabolit obat yang terbentuk di hati diekskresikan ke dalam usus oleh empedu
kemudian dibuang menjadi feses. Namun, lebih sering diserap kembali di dalam saluran
cerna dan akhirnya diekskresikan melalui ginjal, dikenal dengan nama siklus
enterohepatik(Setiawati, 1995).

Pada umumnya obat baru dikeluarkan (ekskresi) dari dalam tubuh setelah mengalami
biotransformasi di hepar. Ekskresi obat dapat melalui beberapa tempat, antara lain ginjal
(urin) dan kulit (keringat). Untuk lebih jelasnya mari kita pelajari dengan seksama tentang
“Farmakokinetik”. Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau
efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 (empat) proses, yaitu proses
absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau
biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif sebagai proses eliminasi obat
(Gunawan, 2009).
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal
dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk
aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3
(tiga) proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus, dan reabsorpsi pasif di

7
sepanjang tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah
dewasa menurun 1% per tahun. Organ ke dua yang berperan penting, setelah ginjal, untuk
ekskresi obat adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Ekskresi
melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum (Gunawan, 2009). Pada
umumnya obat baru dikeluarkan (ekskresi) dari dalam tubuh setelah mengalami
biotransformasi di hepar. Ekskresi obat dapat melalui beberapa tempat, antara lain ginjal
(urin) dan kulit (keringat).

Ekskresi bertujuan untuk mendetoksifikasi obat, karena telah diketahui bahwa obat
dianggap racun/ zat asing oleh tubuh. Organ terpenting untuk ekskresi obat yaitu ginjal
(dengan urin). Obat diekskresikan melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk
metabolitnya. Selain ginjal ekskresi obat juga terjadi melalui empedu ke dalam usus
(dengan feses) dan paru-paru (dengan udara ekspirasi).

Ekskresi obat dan metabolitnya menyebabkan konsentrasi bahan berkasiat dalam


tubuh menjadi menurun. Ekskresi dapat terjadi tergantung pada sifat fisikokimia seperti
bobot molekul, nilai pKa, kelarutan dan tekanan uap.

Proses eksresi melalui ginjal yang melibatkan tiga proses yaitu


1. Filtrasi glomerulus,
2. Sekresi aktif di tubulus proksimal,
3. Reabsorbsi pasif di sepanjang tubulus.
Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat yaitu plasma minus protein (semua obat
bebas akan keluar dalam ultrafiltrasi sedangkan yang terikat protein tetap tinggal dalam
darah.
Sekresi aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter
membran P-glikoprotein (P-gp) dan MRP (multidrug-resistance protein) yang terdapat di
membran sel epitel dengan selektifitas berbeda yaitu MRP untuk anion organik dan
konyugasi (misalnya penisillin, probenesid, glukuronat, sulfat dan konyugasi glutation), serta
P-gp untuk kation organik dan zat netral (misalnya kuinidin, digoksin). Dengan demikian
terjadi kompetisi antara asam-asam organik maupun antara basa-basa organik untuk disekresi.
Reabsorbsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk nanion obat yang larut
lemak. Oleh karena derajat ionisasi bergantung pada pH larutan, maka hal ini dimanfaatkan
untuk mempercepat ekskresi ginjal pada keracunan suatu obat asam atau basa..

8
Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal. Lain hal
nya dengan pengurangan fungsi hati yang tidak dapat dihitung, pengurangan fungsi ginjal
dapat dihitung berdasarkan pengurangan klirens kreatinin. Dengan demikian, pengurangan
dosis obat pada gangguan fungsi ginjal dapat dihitung.

Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu kedalam usus dan keluar
bersama fases. Transporter membran P-gp dan MRP terdapat di membran kanalikulus sel
hati dan mensekresi katif obat-obat dan metabolit kedalam empedu dengan selektifitas
berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan konyugat (glukuronat dan konyugat lain),
dan P-gp untuk kation organik, steroid, kolesteroldan garam empedu P-gp dan MRP jua
terdapat di membran sel usus, maka sekresi langsung obat dan metaboit dari darah ke
lumen usus juga terjadi.

Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anestetik umum. Ekskresi dalam
ASI, salifa, keringat, dan air mata secara kuantitatif tidak penting. Ekskresi ini bergantung
terutama pada difusi pasif dari bentuk nonion yang larut lemak melalui el epitel kelenjar dan
pada pH. Ekskresi dalam ASI meskipun sedikit, penting artinya karena dapat menimbulkan
efek samping pada bayi yang menyusu pada ibunya. ASI lebih asam daripada plasma, maka
lebih banyak obat-obat basa dan lebih sedikit obat-obat asam terdapat dalam ASI daripada
dalam plasma. Eskresi dalam saliva: kadar obat dalam saliva sama dengan kadar obat bebas
dalam plasma, maka salifa dapat digunakanuntuk mengukur kadar obat jika sukar untuk
memperoleh darah.

9
2.4 Jalur ekskresi obat dan kriterianya
1. Ekskresi Obat melalui Ginjal
Ginjal adalah organ terpenting dalam ekskresi obat. Obat diekskresi melalui
ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Meskipun ginjal
melakukan banyak fungsi penting, namun fungsi ginjal dalam ekskresi obat
yaitu : Membersihkan darah, Pengaturan dan pemeliharaan keseimbangan cairan
dan kimia yaitu dengan menyesuaikan komposisi urin untuk mencerminkan
kebutuhan tubuh dengan menghilangkan atau menambahkan air dan bahan kimia
ke darah dan Memproduksi urine yaitu dengan cara mengekskresi obat dan
metabolitnya. Berikut adalah Gambar dari struktur ginjal.
2. Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu kedalam usus dan
keluar bersama fases. Mekanisme yang digunakan yaitu difusi pasif dan transpor
aktif. Difusi pasif molekul-molekul tergantung pada ukurannya, sifat fisiko-kimia
serta perbedaan konsentrasi. Sedangkan mekanisme transpor aktif menggunakan
transporter membran P-gp dan MRP yang terdapat di membran kanalikulus sel
hati dan mensekresi aktif obat-obat dan metabolit kedalam empedu dengan
selektifitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan konyugat (glukuronat
dan konyugat lain), dan P-gp untuk kation organik, steroid, kolesterol dan garam
empedu. Karena empedu adalah larutan berair, sangat cocok untuk melarutkan
obat hidrofilik. Selain itu, kehadiran asam empedu membentuk micelle
memungkinkan beberapa obat terlarut lipase terlarut dalam empedu. P-gp dan
MRP juga terdapat di membran sel usus, maka sekresi langsung obat dan
metabolit dari darah ke lumen usus juga terjadi.
3. Paru-Paru adalah organ utama ekskresi untuk zat gas dan volatil, dan merupakan
rute ekskresi yang signifikan untuk obat volatil seperti anestesi dan etanol.
Sebagian besar organ yang mengeluarkan obat menghilangkan senyawa polar
lebih mudah daripada senyawa lipofilik. Pengecualian terhadap paru-paru, di
mana volatilitas obat atau metabolit lebih penting daripada polaritasnya. Contoh
obat yang dapat dikeluarkan melalui paru-paru adalah sulfanilamida dan
sulfapyridine.
4. Ekskresi dalam ASI, saliva, keringat secara kuantitatif tidak penting. Pada
ekskresi obat melalui kelenjar susu. Mekanisme transport utama adalah difusi
pasif, dengan demikian lebih banyak obat terlarut lipid dan kurang protein terikat
lebih baik. ASI memiliki pH yang lebih rendah (kira-kira 6,8) dibandingkan
dengan darah (7,4). Sehingga obat yang bersifat basa lemah cenderung lebih
terkonsentrasi pada ASI daripada di plasma. Contoh ilustratif adalah eritromisin
yang menunjukkan konsentrasi sekitar delapan kali lebih tinggi pada ASI
daripada darah. Contoh lainnya termasuk heroin, metadon, tetrasiklin dan
diazepam.
Keringat adalah cairan yang diproduksi terutama oleh kelenjar yang
terdistribusi secara luas di permukaan kulit yang hangat. Tujuan utama produksi
keringat adalah pengaturan panas. Akibatnya, jumlah keringat yang dihasilkan sangat
bergantung pada kondisi lingkungan. Ekskresi obat oleh kelenjar keringat dapat
terjadi namun tidak signifikan secara kuantitatif karena volume keringat yang

10
dihasilkan kecil. Beberapa obat seperti amfetamin, kokain, morfin, dan etanol dapat di
eliminasi melalui kelenjar keringat.

Organ yang mengekskresi Kriteria obat dan contohnya


Ginjal Larut dalam air, mempunyai BM <300.
seperti penisilin, tetrasiklin, digoksin, dan
salisilat
Empedu dan usus Gugus polar yang kuat, BM >500, dan
metabolit. seperti penisilin, rifampisin,
eritromisin, kolestrol steroid, dan
indometasin
Paru-paru Obat yang diberikan melalui saluran
pernafasan misalnya alcohol, paraldehid,
anastetika (klorofom,halotan, siklopropan)
Kulit Dikeluarkan bersama keringat misalnya
paraldehida, dan bromida
Air susu ibu Contohnya : asetosal, alcohol, barbiturate,
nikotin, penisilin, INH, ergotamine,
antitiroid, antikoagulasi, caffeine, morpin
dan glutetimid.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Proses Eksresi Obat


1. Sifat fisikokimia
Sifat fisikokimia terdiri dari berat molekul, pKa, dan kelarutan
a. Berat molekul Zat aktif dengan berat molekul kecil cenderung untuk larut.
Ekskresi membutuhkan zat aktif dengan sifatnya yang larut dalam air (hidrofil),
mudah terionisasi, dan sulit untuk menembus membran plasma.
b. pKa Rumus pKa dengan PH ada kaitannya, dimana dalam rumus pH-pKa=
bagianterionisasi nonterionisasi , sehingga jika ingin meningkatkan PH maka zat
aktif harus banyak yang diekskresikan sehingga yang terionisasi pun menjadi
banyak.
c. Kelarutan Dalam ekskresi, kita membutuhkan zat aktif yang hidrofil, sehingga
metabolisme zatnya akan cepat dan memudahkan untuk terekskresikan serta laju
perekskresiannya akan lebih cepat.
2. PH Urin
Urin yang bersifat basa akan banyak mengekskresikan zat aktif yang bersifat
asam lemah dan sebaliknya pH urin yang asam akan banyak mengekskresikan zat
aktif yang bersifat basa lemah.

11
Pengaruh PH Urin terhadap proses ekskresi adalah jika PH urin tidak
mengekskresikan zat aktif yang sesuai maka akan terjadi reabsorspi karena
terbentuk senyawa yang tidak terionisasi yang cendereung larut dalam lemak
(Lipofilik). Sebaliknya, jika urin mengekskresikan zat aktif yang sesuai maka
senyawa yang terbentuk akan terionisasi sehingga akan lebih mudah larut dalam
air dan akan diekskresi dalam urin lebih cepat.
3. Kondisi patologis
Kondisi patologis artinya ada kelainan/ penyakit. Jika hal tersebut terjadi pada
organ ekskresi akan mempengaruhi efektifitas atau laju ekskresi zat tersebut.
4. Usia
Usia mempengaruhi proses ekskresi. Usia lansia dengan usia muda akan
berbeda laju ekresinya. Usia Lansia maka laju ekskresi dan kemampuan untuk
mengekskresikan obatnya lebih rendah daripada usia lebih muda. Jika ekskresi
lambat, maka akan banyak obat yang menumpuk sehingga dapat menyebabkan
efek samping.

12
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Metabolisme atau biotransformasi obat adalah proses tubuh mengubah komposisi obat
sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh. Obat dapat dimetabolisme
melalui beberapa cara yaitu menjadi metabolit inaktif kemudian diekskresikan; dan menjadi
metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dan bisa dimetabolisme lanjutan.
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar
(larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu.

Terdapat 2 fase metabolisme obat, yakni fase I dan II. Reaksi fase I, disebut juga
reaksi nonsintetik, terjadi melalui reaksi-reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, siklikasi, dan
desiklikasi. Reaksi oksidasi terjadi bila ada penambahan atom oksigen atau penghilangan
hidrogen secara enzimatik. Obat-obat yang dimetabolisme menggunakan metode ini antara
lain golongan fenotiazin, parasetamol, dan steroid. Reaksi fase II akan meningkatkan berat
molekul senyawa obat, dan menghasilkan produk yang tidak aktif. Hal ini merupakan
kebalikan dari reaksi metabolisme obat pada fase I.

Metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain faktor fisiologis (usia,
genetika, nutrisi, jenis kelamin), serta penghambatan dan juga induksi enzim yang terlibat
dalam proses metabolisme obat. Selain itu, faktor patologis (penyakit pada hati atau ginjal)
juga berperan dalam menentukan laju metabolisme obat.

Ekskresi obat adalah proses pengeluaran zat-zat sisa oleh hasil metabolisme obat yang
suah tidak digunakan oleh tubuh. Ekskresi Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai
organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat
atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi
melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan
resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan
rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.

Mekanisme ekskresi obat dan tempat terjadinya ekskresi obat kerja obat banyak,
diantaranya : meksnisme eksresi ginjal, Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas
anestetik umum.

13
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

https://pdfcoffee.com/prodrug-5-pdf-free.html

Noviani nita, Vitri nurilawati.2017. Farmakologi. Bahan Ajar keperawatan gigi.

Nuryati.2017.Farmakologi. Bahan ajar rekam medis dan informasi kesehatan.Kemenkes


RI edisi 2017.

Setiawati, A. 1995. Interaksi obat.Dalam: Ganiswara, S.G. (Ed.).Farmakologi dan


Terapi. Edisi 4.Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Siti Lestari.2016.Farmakologi dalam keperawatan.Kemenkes RI:Jakarta selatan.

14

Anda mungkin juga menyukai