Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENGANTAR FARMAKOLOGI DAN PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN OBAT

Dosen:

El Rahmayati, S.Kp., M.Kes

Disusun Oleh :

Tri Yana Apriyanti (1814401133)

Tingkat/kelas : 1/Reguler 3

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN D3 KEPERAWATAN
TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,taufik dan hidayah-Nya,
sehingga Saya dapat menyelesaikan tugas individu Makalah Farmakologi yang diberikan kepada Saya,
yang berjudul”Pengantar Farmakologi dan Peran Perawat Dalam Pemberian Obat”.

Makalah ini juga saya harapkan dapat bermanfaat bagi orang yang berkesempatan
membacanya. Makalah ini saya susun dengan sebaik mungkin dengan menggunakan beberapa sumber
referensi baik di internet maupun di buku.

Meski telah di susun secara maksimal, namun penulis sebagai manusuia menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca sekalian.

Bandar Lampung, 24 Januari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL .....................................................................................................................................................

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………………………..ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………………………iii

BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................................................................

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 1
1.3. Tujuan .................................................................................................................................................. 2

BAB II. PEMBAHASAN.................................................................................................................................

2.1. Farmakokinetik................................................................................................................................ 3
2.1.1. Absorbsi ........................................................................................................................................ 3

2.1.2. Distribusi .................................................................................................................................. 4

2.1.3. Metabolisme/Biotransformasi................................................................................................. .4

2.1.4. Eksresi/Eliminasi ...................................................................................................................... 5

2.2. Farmakodinamik ................................................................................................................................. 5

2.2.1. Efek Teraupetik .................................................................................................................... 6

2.2.2. Efek Samping........................................................................................................................ 6

2.2.3. Efek Toksik ........................................................................................................................... 6

2.2.4. Reaksi Idiosentrik ................................................................................................................. 7

2.2.5. Reaksi Alergi......................................................................................................................... 7

2.3. Penggolongan Obat......................................................................................................................... 8

2.3.1. Jenis Obat............................................................................................................................. 8

iii
2.3.2. Mekanisme Kerja Obat ........................................................................................................ 9

2.3.3. Tempat atau Lokasi Pemakaian ........................................................................................... 10

2.3.4. Cara Pemakaian ................................................................................................................... 10

2.3.5. Efek yang Ditimbulkan ......................................................................................................... 11

2.3.6. Daya Kerja ............................................................................................................................ 11

2.3.7. Asal Obat .............................................................................................................................. 12

2.4. Bentuk Kemasan Atau Sediaan Obat .............................................................................................. 12

BAB III. PENUTUP ................................................................................................................................... 16

KESIMPULAN .......................................................................................................................................... 16

SARAN .................................................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 17

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmakologi berasal dari kata “pharmacon” (obat) dan logos (ilmu pengetahuan), sehingga
secara harapiah farmakologi berarti ilmu pengetahuan tentang obat. Namun secara umum farmakologi
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada sistem biologi. Disamping itu,
juga mempelajari asal-usul ( sumber) obat, sifat fisika kimia, cara pembuatan, efek biokimiawi dan
fisiologi yang ditimbulkan,nasib obat dalam tubuh, dan kegunaan obat dalam terapi.

Definisi obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi jaringan biologi, dan menurut WHO,
obat adalah zat yang dapat ,mempengaruhi aktivitas fisik dan psikis. Sedangkan menurut Kebijakan Obat
Nasional (KONAS) obat adalah bahan atau sediaan yang digunakan untuk mempengaruhi atau meyelidiki
sistem fisioogi tau kondisi patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan dari rasa sakit, dan penyakit, untuk meningkatkan kesehatan, dan kontrasepsi.

Perawat berperan penting dalam memberikan obat-obatan sebagai hasi kolaborasi dengan
dokter kepada pasien. Mereka bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman. Untuk itu,
perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan jika
tidak lengkap atau tidak jelas atau dosid yang diberikan di luar batas yang direkomendasikan.

Agar dapat menyusun perencanaan keperawatan atau intervensi yang tepat berkaitan dengan
pemberian obat, perawat hendaknya harus mempelajari tentang obat-obatan, meliputi konsep dasar
farmakokinetik, farmakodinamik,penggolongan obat,dan bentuk kemasan obat. Selanjutnya, peran
kolaboratif perawat dalam pelaksanaan prinsip farmakologi merupakan hal penting yang harus dikuasai.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud farmakologi?
2. Apa yang dimaksud farmakokinetik dan farmakodinamik?
3. Jelaskan tentang penggolongan obat?
4. Bagaimana bentuk kemasan obat?
1.3 TUJUAN
1. Agar mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud dengan farmakologi,
farmakokinetik, dan farmakodinamik.
2. Mahasiswa mampu memahami segala jenis-jenis reaksi obat berdasarkan
penggolongannya.
3. Mahasiswa mampu memahami bagaimana bentuk kemasan obat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. FARMAKOKINETIK

Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat. Empat proses yang
termasuk di dalamnya adalah: absorpsi, distribusi, metabolisme( biotransformasi), dan
ekskresi(eliminasi).

2.1.1.Absorpsi

Absorpsi adalah proses masuknya obat dari tempat obat ke dalam sirkulasi sistemik (pembuluh
darah). Kelarutan absorpsi obat tergantung dari kecepatan obat melarut pada tempat absorpsi,
derajat ionisasi, pH tempat absorpsi, dan sirkulasi darah di tempat obat mealarut.

a. Kelarutan
Untuk dapat diabsorpsi, obat harus dapat melarut atau dalam bentuk yang sudah terlarut.
Sehingga kecepatan melarut dari suatu obat akan sangat menentukan kecepatan absorpsi.
Untuk itu, sediaan obat padat sebaiknya diminum dengan cairan yang cukup untuk membantu
mempercepat kelarutan obat.
b. pH
PH adalah derajat keasaman atau kebasaan jika zat berada dalam bentuk larutan. Obat yang
terlarut dapat berupa ion atau non ion. Bentuk non ion relatif lebih mudah larut dalam lemak
sehingga lebih mudah menembus membran, karena sebagian besar membran sel tersusun dari
lemak.
Kecepatan obat menembus membran dipengaruhi oleh Ph obat dalam larutan dan pH dari
lingkungan obat berada. Obat yang bersifat asam lemah akan mudah menembus membran sel
pada suasana asam.
c. Tempat Absorpsi
Obat dapat diabsorpsi pada berbagai tempat, misalnya di kulit, membran mukosa, lambung, dan
usus halus. Namun demikian, untuk obat oral absorpsi banyak berlangsung di usus halus karena
paling luas permukaannya. Begitu pula obat yang diberikan malalui inhalasi diabsorpsi sangat
cepat karena epithelium paru-paru juga sangat luas.

3
d. Sirkulasi darah
Obat pada umumnya diberikan pada daerah yang kaya akan sirkulasi darah (vaskularisasi).
Misalnya pemberian melalui sublingual akan lebih cepat diabsorpsi jika dibandingkan dengan
pemberian melalui sub kutan. Karena sirkulasi darah di sub kutan lebih sedikit(jelek) dibanding
di sublingual. Selain itu aliran darah secara keseluruhan juga berpengaruh pada absorpsi obat.
Sebagai contoh, obat yang diberikan pada pasien yang syok, absorpsinya akan melambat atau
tidak konstan. Oleh karena itu, pemberian melalui injeksi IV lebih dipilih untuk pasien yang syok
atau dalam situasi emergensi.

2.1.2. Distribusi
Distribusi adalah penyebaran obat dari pembuluh darah ke jaringan atau tempat kerjanya.
Kecepatan distribusi dipengaruhi oleh permeabilitas membran kapiler terhadap molekul obat.
Karena membran kapiler kebanyakan terdiri dari lemak, obat yang mudah larut dalam lemak
juga akan mudah terdistribusi. Faktor lain yang mempengaruhi distribusi adalah kardiovaskuler,
ikatan dengan protein plasma, dan adanya hambatan fisiologi tertentu,seperti abses dan kanker.
Out put jantung sangat berpengaruh terhadap kecepatan distribusi. Variasi kecepatan dan
jumlah darah disuatu lokasi juga berpengaruh pada distribusi obat. Organ yang mendapat suplai
darah lebih banyak atau cepat( jantung, ginjal, hati) akan menerima obat dalam jumlah yang
lebih banyak dan cepat jika dibandingkan organ yang lambat dan sedikit suplai darahnya.
Bahkan distribusi obat akan sulit ke daerah yang perfusi darahnya sangat kurang seperti pada
tulang, dan jaringan yang sedang konstraksi atau pada abses.
Karena obat yang dapat menembus membran adalah obat dalam bentuk bebas(tidak
terikat protein plasma) maka kuat atau lemahnya ikatan obat dengan protein plasma akan
mempengaruhi distribusi. Resevoir obat pada dalam tubuh ada 2 yaitu obat yang terikat pada
protein plasma dan yang terikat pada jaringan.

2.1.3. Metabolisme atau Biotransformasi


Metabolisme atau biotransfortasi ialah reaksi perubahan zat kimia dalam jarinagn
biologi yang di katalisis oleh enzim menjadi metabolitnya. Jumlah obat dalam tubuh dapat
berkurang karena proses metabolisme dan ekskresi. Hati meruapakan organ utama tempat
metabolisme obat. Ginjal tidak akan efektif mengekskresi obat yang bersifat lipofil karena
meraka akan mengalami reabsorpsi di tubulus setelah melalui filtrasi glomelurus. Oleh karena

4
itu obat yang lipofil harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi senyawa yg lebih polar supaya
reabsorpsinya berkurang sehingga mudah diekskresi.

2.1.4. Ekskresi/Eliminasi
Ginjal adalah organ utama yang berperan dalam ekskresi obat atau metabolitnya.
Tempat ekskresi obat lainnya adalah instestinal ( melalui feses), paru-paru, kulit, keringat, air
liur, dan air susu. Kecepatan metabolisme dan ekskresi dapat dilihat dari nilai waktu paruhnya( t
½). T ½ adalah waktu yang diperlukan sehingga kadar obat dalam darah atau jumlah obat dalam
tubuh tinggal separuhnya.
Obat yang t ½ nya panjang umumnya frekuensi pemakaiannya relatif jarang, karena
durasi obat relatif panjang . Perlambatan eliminasi obat dapat disebabkan gangguan hepar atau
ginjal sehingga memperpanjang waktu paruhnya. Oleh karena itu, pada kebanyakan obat
dosisnya akan di kurangi kalau pasien mengalami ngangguan hepar dan ginjal. Proses ekskresi
obat dalam ginajl meliputi.
a. Filtrasi Glomelurus
Obat yang tidak terikat protein (bentuk bebas) akan mengalami filtrasi glomelurus masuk ke
tubulus.
b. Reabsorpsi Tubulus
Setelah obat sampai tubulus kebanyakan akan mengalami reabsorpsi ke sirkulasi sistemik
kembali, terutama untuk zat yang masih non polar atau bentuk non ion.
c. Sekresi Tubulus
Obat yang tidak mengalami filtrasi glomelurus dapat masuk ke tubulus melalui sekresi di
tubulus proksimal.

2.2. Farmakodinamik

Farmakodinamika mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia selular dan
mekanisme kerja obat. Respons obat dapat menyebabkan efek fisiologis primer atau
sekunder atau kedua-duanya. Efek primer adalah efek yang diinginkan dan efek sekunder
bias diinginkan atau tidak diinginkan. Salah satu contoh dari obat dengan efek primer dan
sekunder adalah difenhidramin (Benadryl), suatu antihistamin. Efek primer dari

5
difenhidramin adalah untuk mengatasi gejala-gejala alergi, dan efek sekundernya adalah
penekanan susunan saraf pusat yang menyebabkan rasa kantuk. Efek sekunder ini tidak
diinginkan jika pemakai obat sedang mengendarai mobil atau beraktivitas lain, tetapi pada
saat tidur, efek ini menjadi diinginkan karena menimbulkan sensasi ringan.

2.2.1. Efek Terapeutik


Efek terapeutik merupakan respons fisiologis obat yang di harapkan atau yang di
perkirakan timbul. Setiap obat yang di programkan memiliki efek terapeutik yang
diinginkan. Contoh, perawat memberi kodein fosfat untuk menciptakan efek analgesik dan
memberi teofilin untuk mendilatasi bronkiolus pernapasan yang menyempit. Pengobatan
tunggal dapat menghasilkan banyak efek yang terapeutik. Contoh, aspirin berfungsi sebagai
analgesic, antipiretik, dan antiinflamasi, dan menurunkan agregasi (gumpalan) trombosit.
2.2.2. Efek Samping
Sebuah obat diperkirakan akan menimbulkan efek sekunder yang tidak diingkan. Efek
samping ini mungin tidak berbahaya atau bahkan menimbulkan cedera. Contoh,
penggunaan kodein fosfat dapat membuat seorang klien mengalami konstipasi, dan
penggunaan teofilin dapat membuat klien sakit kepala dan pusing. Efek samping ini dapat
dianggap tidak berbahaya. Namun, digoksin dapat mengakibatkan disaritmia jantung, yang
dapat menyebabkan kematian. Apabila efek samping cukup serius hingga menghilangkan
efek terapeutik obat, dokter dapat menghentikan pemberian obat. Akibat efek samping
tersebut, klien sering kali berhenti meminum obatnya tanpa mengkonsultasikannya ke
tenaga kesehatan.
2.2.3. Efek Toksik
Umumnya, efek toksik terjadi setelah klien meminum obat berdosis tinggi dalam jangka
waktu lama, setelah lama menggunakan obat yang ditujukan untuk aplikasi eksternal, atau
setelah suatu obat berakumulasi di dalam darah akibat kerusakan metabolisme atau
ekskresi. Satu dosis obat dapat menimbulkan efek toksik pada beberapa klien. Jumlah obat
yang berlebihan di dalam tubuh dapat menimbulkan efek yang mematikan, bergantung
pada kerja obat. Contoh, morfin, sebuah analgesik narkotik, meredam nyeri dengan
menekan susunan saraf pusat. Bagaimanpun, kadar toksik morfin menyebabkan depresi
pernapasan yang berat dan kematian.

6
2.2.4. Reaksi Idiosinkratik
Obat dapat menyebabkan timbulnya efek yang tidak diperkirakan, misalnya reaksi
idiosinkratik, yang meliputi klien bereaksi berlebihan, tidak bereaksi, atau bereaksi tidak
normal terhadap obat. Contoh, seorang anak yang menerima antihistamin (contohnya,
Benadryl) menjadi sangat gelisah atau sangat gembira, bukan mengantuk. Adalah tridak
mungkin memperkirakan klien mana yang akan mengalami respons idiosinkratik.
2.2.5. Reaksi Alergi
Reaksi alergi adalah respons lain yang tidak dapat diperkirakan terhadap obat. Dari
seluruh reaksi obat, 5% sampai 10% merupakan reaksi alergi. Kekebalan tubuh seseorang
dapat tersensitisasi terhadap dosis awal obat. Apabila obat diberikan secara berulang
kepada klien, ia akan mengalami respons alergi terhadap obat, zat pengawet obat, atau
metabolitnya. Dalam hal ini obat atau zat kimia bekerja sebagai antigen, memicu pelepasan
antibodi.
Alergi obat dapat bersifar ringan atau berat. Gejala alergi bervariasi, bergantung pada
indivudu , dan obat. Contoh, antibiotik dapat menimbulkan banyak reaksi alergi. Klien yang
memiliki riwayat alergi terhadap obat tertentu harus menghindari penggunaan berulang
obat tersebut.

7
2.3. PENGGOLONGAN OBAT

2.3.1. Berdasarkan Jenis Obat

a. Obat Bebas
Obat golongan ini termasuk obat yang relatif paling aman, dapat diperoleh tanpa resep
dokter, selain di apotik juga dapat diperoleh di warung-warung. Obat bebas dalam
kemasannya ditandai dengan lingkaran berwarna hijau. Contohnya adalah parasetamol,
vitamin C, asetosal(aspirin), antasida daftar obat esensial(DOEN), dan obat batuk
hitam(OBH).
b. Obat Bebas Terbatas
Obat golongan ini juga relatif aman selama pemakaiannya mengikuti aturan pakai yang
ada. Pada Jaman Belanda obat ini digolongkan sebagai obat W(waarschuwing) yang
artinya peringatan. Penandaan obat golongan ini adalah adanya lingkaran berwarna biru
dan 6 tanda peringatan berwarna hitam, dengan panjang 5cm dan lebar 2cm.
Sebagaimana obat bebas, obat ini juga dapat diperoleh tanpa resep dokter di apotik,
toko obat atau di warung-warung. Contohnya obat flu kombinasi(tablet),
klortrimaleas(CTM), dan mebendazol.
c. Obat Keras
Obat ini pada masa penjajahan belanda disebut golongan G(gevaarlijk)yang artinya
berbahaya. Disebut obat keras karena jika pemakai tidak memperhatikan
dosis, aturan pakai, dan peringatan yang diberikan, dapat menimbulkan efek yang
berbahaya. Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter di apotik. Dalam
kemasannya ditandai dengan lingkaran merah dengan huruf K ditengahnya. Contoh obat
ini adalah semua antibiotic( amoksilin,sefadroksil, isoniazid, rifampisin) asam
mefenamat, semua obat dalam bentuk injeksi, dan semua obat baru.
d. Psikotropika
Psikotropika atau dulu lebih dikenal dengan nama obat keras tertentu, sebenarnya
termasuk golongan obat keras, tetapi bedanya dapat mempengaruhi aktivitas psikis.
Psikotropoka dibagi menjadi:
 Golongan I, sampai sekarang kegunaannya hanya ditujukan untuk ilmu
pengetahuan, dilarang diproduksi, dan digunakan untuk pengobatan. Contohnya

8
metilen dioksi metamfetamin, Lisergid acid diathylamine (LSD), dan
metamfetamin.
 Golongan II, III, dan IV dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah
didaftrakan. Namun, kenyataannya saat ini hanya sebagian dari golongan IV saja
yang terdaftar dan digunakan, seperti diazepam, fenobarbital, lorasepam, dan
klordiazepoksis.
e. Narkotika
Narkotika merupakan kelompok obat yang paling berbahaya karena dapat menimbulkan
addiksi (ketergantungan) dan toleransi. Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep
dokter. Karena berbahaya, dalam peredaran, produksi, dan pemakaiannya narkotika
diawasi secara ketat. Pengawasan dilakukan antara lain, setiap institusi yang
menggunakan atau menjual narkotika seperti apotik dan rumah sakit harus melaporkan
ke Depkes atau BPOM tentang pembelian, pengunaan, dan penjualan. Disamping itu,
produk, impor, dan distribusinya hanya dilaksanakan oleh 1 Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yaitu Kimia Farma. Dalam kemasannya narkotika ditandai dengan lingkaran
berwarna merah dengan dasar putih yang didalamnya ada gambar palang medali
berwarna merah . Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
 Golongan I, narkotika yang digunakan untuk kepentingan penelitian,
ilmu pengetahuan, dan dilarang diproduksi atau digunakan untuk
pengobatan. Contohnya heroin dan kokain.
 Golongan II, dan III, narkotika yang dapat digunakan untuk pengobatan
asalkan sudah memiliki ijin edar ( nomor regitrasi). Termasuk golongan
ini adalah morfin,petidin,kodein, doveri, dan kodipron.

2.3.2. Berdasarkan Mekanisme Kerja Obat

Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat dibagi menjadi 5 jenis


golongan antara lain:

 Obat yang bekerja pada penyakit, misalnya penyakit akibat bakteri atau
mikroba, contoh antibiotic.

9
 Obat yang bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari penyakit,
contoh vaksin dan serum.
 Obat yang menghilangkan simtomatik atau gejala, meredakan nyeri,
contoh analgesik.
 Obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi-fungsi zat yang
kurang, contoh vitamin dan hormone.
 Pemberian placebo adalah pemberian obat yang tidak mengandung zat
aktif, khususnya pada pasien normal yang menganggap dirinya dalam
keadaan sakit. Contoh aqua pro injeksi dan tablet placebo.

2.3.3 Berdasarkan Tempat Atau Lokasi Pemakaian

Penggolongan obat berdasarkan tempat atau lokasi pemakaian menjadi 2


golongan antara lain:

 Obat Luar
Obat luar ialah obat yang pemakaiannya tidak melalui saluran
pencernaan (mulut). Termasuk obat luar adalah salep,
injeksi,lotion,tetes hidung, tetes telinga, suppositoria, dank rim. Obat
golongan ini jika diserahkan oleh apotik kepada pasien selalu diberikan
dengan etiket berwarna biru.
 Obat Dalam
Ialah semua obat yang penggunaannya melalui mulut, masuk pada
saluran pencernaan, bermuara pada lambung, dan usus halus.
Contohnya obat-obat yang berbentuk tablet, kapsul, dan sirup. Jika
diserahkan oleh apotik kepada pasien selalu diberikan dengan etiket
berwarna putih.

2.3.4.Berdasarkan Cara pemakaian

Penggolongan obat berdasarkan cara pemakaian dibagi menbeberapa bagian,


seperti:

10
 Oral : obat yang dikonsumsi melalui mulut kedalam saluran cerna,
contoh tablet, kapsul, serbuk.
 Perektal : obat yang dipakai melalui rectum, biasanya digunakan pada
pasien yang tidak bias menelan, pingsan, atau menghendaki efek cepat
dan terhindar dari pengaruh pH lambung, FFE di hati, maupun enzim-
enzim di dalam tubuh.
 Sublingual : pemakaian obat dengan meletakkannya dibawah lidah,
masuk ke pembuluh darah, efeknya lebih cepat, contoh obat hipertensi,
tablet hisap, hormon-hormon.
 Parenteral : obat yang disuntikkan melalui kulit ke aliran darah, baik
secara intravena, subkutan, intramuskular, intrakardial.
 Langsung ke organ, contoh intrakardial
 Melalui selaput perut, contoh intra peritoneal.

2.3.5.Berdasarkan Efek Yang Ditimbulkan


Penggolongan obat berdasarkan efek yang ditimbulkan dibagi menjadi 2
golongan:
1) Sistemik : obat atau zat aktif yang masuk kedalam peredaran
darah.
2) Lokal : obat atau zat aktif yang hanya berefek, menyebar,
mempengaruhi bagian tertentu tempat obat tersebut berada,
seperti pada hidung, mata, dan hidung.

2.3.6.Berdasarkan Daya Kerja


Penggolongan obat berdasarkan daya kerja dibagi menjadi 2 golongan:
1) Farmakodinamik : obat-obat yang bekerja mempengaruhi
fisiologis tubuh, contoh hormon dan vitamin.
2) Kemoterapi : obat-obatan yang bekerja secara kimia untuk
membasmi parasit atau bibit penyakit, mempunyai daya kerja
kombinasi.

11
2.3.7. Berdasarkan Sumber Atau Asalnya

Penggolongan obat berdasarkan sumber atau asalnya dibagi menjadi 4 :


1) Tanaman. Obat dapat bersumber dari akar, batang, daun, dan
biji tanaman tertentu atau dari kandunagn tanaman seperti
alkaloid, glikosida, resin, karbohidrat atau protein.
2) Hewan. Dapat berupa hormone atau enzim, misalnya insulin.
3) Mineral. Dapat berupa elemen elemen organik atau bentuk
garamnya, misalnya alumunium hidroksida, magnesium, trisilat,
natrium karbonat, dan garan ingris.
4) Sintesis. Kebanyakan obat yang digunakan sekarang bersumber
dari semisintesis atau sintesis. Kelebihan hasil sintesis
dibandingkan dengan yang alamiah adalah lebih stabil, murni,
dan dapat diperoleh dalam jumlah banyak.

2.4. BENTUK KEMASAN OBAT

Bentuk kemasan obat dibagi menjadi menjadi kemasan padat, semi padat, cair, dan gas.

1. Kemasan Padat
a. Pulvis /Pulveres /Serbuk
Pulvis (serbuk) ialah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan
ditujukan untuk obat dalam atau obat luar. Pulveres adalah serbuk yang dibagi-bagi
dalam bobot yang diperkirakan sama, masing-masing dibungkus dengan pengemas
yang cocok untuk sekali minum.
b. Tablet
Ialah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Zat
tambahan berfungsi sebagai pengisi, pengembang, pengikat, pelicin, dan pembasah
atau fungsi lain yang cocok. Tablet berbentuk bulat pipih dengan berat antara 50 mg
– 2 g, umumnya sekitar 200 – 800 mg. Jenis tablet banyak, misalnya tablet salut,
tablet effervescent, tablet sub lingual, tablet lepas lambat, dan lozenge.
c. Kapsul

12
Kapsul ialah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak
yang dapat larut. Cangkang kapsul terbuat dari gelatin, pati atau bahan lain yang
cocok.
d. Suppositoria
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang
diberikan melalui rektal, vagina atau urethal. Sediaan ini dapat meleleh, melunak
atau melarut pada suhu tubuh. Berdasarkan pemakaiannya bentuk suppositoria ada
yang torpedo atau meruncing dikedua ujungnya (suppositoria anal). Ovula yang
bentuknya bulat atau bulat telur digunakan melalui vagina.
e. Kaplet
Kaplet adalah tablet berbentuk seperti kapsul yang pembuatannya melalui kempa
cetak
f. Pellet
Sediaan tablet kecil, silindris, dan steril yang pemakaiannya ditanam (inflantasi)
kedalam jaringan.
g. Lozenge
Adalah sediaan tablet yang rasanya manis dan baunya enak yang pengunaannya
dihisap dalam mulut.

2. Sediaan Setengah Padat


a. Salep
Salep merupakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar.
b. Krim
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang
atau sama dengan 60% dan dimaksudkan untuk obat luar. Umumnya digunakan di
daerah yang relatif jarang terkena air karena krim mudah tercuci.
c. Pasta
Pasta adalah sediaan berupa masa lembek yang digunakan untuk pemakaian luar.
Biasanya dibuat dengan mencampur serbuk dalam jumlah tidak kurang atu sama
dengan 50% bagian dengan vaselin atau paraffin cair atau dengan bahan dasar yang
tidak berlemak (gliserol, musilago, atau sabun).

13
d. Jeli
Merupakan sediaan suspense setengah padat dari bahan organic atau anorganik,
mengandung air, dan digunakan pada kulit yang peka atau berlendir (mukosa).

3. Sediaan Cair
a. Larutan
Adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut. Kecuali dinyatan lain,
sebagai pelarut digunakan air suling. Larutan bersifat homogeny serba sama.
b. Sirup
Suatu sediaan berupa larutan yang mengandung gula sukrosa. Kecuali dinyatan lain,
kadar gula tidak kurang dari 64% atau tidak lebih dari 66%. Sirup dengan kadar gula
kurang lebih 65% disebut sirup simplek yang digunakan sebagai origen saporis
(pemanis).
c. Eliksir
Sediaan larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap, selain obat juga mengandung
zat tambahan seperti gula, zat pemanis lainnyan, zat warna, zat pewangi, dan zat
pengawet. Eliksir digunakan sebagai obat dalam. Pelarut yang digunakan umumnya
etanol karena dapat meningkatkan kelarutan zat aktifnya.
d. Guttae (obat tetes)
Suatu sediaan cair berupa larutan , elmusi atau suspense digunakan baik untuk obat
luar atau obat dalam, dilengkapi alat penetes berskala (untuk obat dalam). Dan tidak
berskala untuk obat luar.
e. Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril dan bebas pirogen yang berupa larutan, emulsi,
suspense, serbuk yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan. Penggunaan sediaan injeksi di suntikan menggunakan spuit ke dalam
kulit, bawah kulit, otot atau intravena.
f. Enema
Enema adalah suatu larutan yang penggunaannya melalui rectum (anus). Kegunaan
sediaan enema antara lain untuk memudahkan buang air besar, mencegah kejang,
atau mengurangi nyeri lokal.
g. Gargarisma

14
Gargarisma yaitu sediaan berupa larutan relatif pekat dan harus diencerkan
sebelum digunakan (dikumurkan). Gargarisma umumnya digunakan untuk
pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan.
h. Douche
Douche adalah larutan yang digunakan secara langsung pada lubang tubuh ,
bermanfaat sebagai pembersih atau antiseptik.
i. Suspensi
Ialah sediaan cair yang mengandung bahan obat berupa partikel halus yang tidak
larut dan terdispersi dalam cairan pembawa. Dalam kemasan sediaan suspense
disertai etiket bertuliskan kocok dahulu sebelum digunakan, tujuannya suapay
partikel yang mengendap terdispersi merata.
j. Emulsi
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atu larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan dengan emulgator yang sesuai.
Emulsi meupakan campuran zat berminyak dan berair.

4. Sediaan Gas
a. Aerosol
Sediaan yang mengandung satu atau lebih zat berkhasiat dalam wadah yang diberi
tekanan. Digunakan untuk obat luar atau obat dalam. Pemakaiannya disedot melalui
hidung atau mulut atau disemprotkan dalam bentuk kabut ke saluran pernapasan.
b. Gas
Biasanya berupa oksigen, obat anestesi atau zat yang digunakan untuk sterilisasi.

15
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya baik
kimiawi, fisika, kegiatan fisiologi, resorpsi dan nasibnya dalam organismehidup. Cakupan farmakologi
meliputi farmakokinetik dan farmakodinamik.

Farmakokinetik adalah segala proses yang dilakukan tubuh terhadap obat berupa absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi.

Farmakodinamik adalah mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup terutama cara
dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologis, serta efek terapi yang ditimbulkan.

Obat dikelompokkan dalam beberap golongan, antara lain penggolongan berdasarkan jenis, mekanisme
kerja obat, tempat atau lokasi pemakaian, cara pemakaian, efek yang ditimbulkan, daya kerja, dan asal
obat.

SARAN

Demikian makalah yang telah saya susun, semoga dengan makalah ini dapat menambah
pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok bahasan makalah ini bagi para pembacanya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

16
DAFTAR PUSTAKA
Priyanto. 2008. Farmakoogi Dasar untuk Mahasiswa Farmasi dan Keperawatan edisi 2. Jawa Barat.
Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi (Leskonfi).
Btb, fauzi. 2013. Penggolongan obat lengkap di
http://ilmu-keparmasian.blogspot.com/2013/03/penggolongan -obat-lengkap.html (akses pada 23
januari 2019)
Perry, Anne Griffin dan Patricia A Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta; Buku
Kedokteran.
Anugrah & Petter. (1995).Prinsip umum dan Dasar Farmakologi. Gadjah Mada University Press.
Djamaludin. (2017). Pengantar Farmakologi. Jakarta Indonesia: Rajawali Press.

17

Anda mungkin juga menyukai