Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH FARMAKOLOGI

OBAT INHALER, OBAT TRANSDERMAL DAN OBAT SUBLINGUAL

OLEH:
KELOMPOK 5

Haniyah Nabila 1801054


Ira Fazira 1801056
Miftahul Jannah M 1801060
Mutiara Septiani 1801062
Nurul Latifah 1801064
Putri Zahra 1801066

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat nya

kami dapat menyelesaikan makalah Farmakologi yang berjudul Obat Inhaler, Obat

Transdermal, Obat sublingual ini dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas

mata kuliah Farmakologi dan juga untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai Obat

Inhaler, Obat Transdermal, Obat Sublingual. Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku

penulis mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Terutama dari

dosen pengampu dari mata kuliah Farmakologi Nofri Hendri Sandi, M.Farm, Apt. Maka

pada kesempatan ini, kami selaku penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak kesalahan dan

kekurangan. Oleh karena itu, kami selaku penulis menerima kritik dan saran agar

kedepannya bisa lebih baik lagi. Kami harap makalah ini dapat menambah wawasan dan

ilmu pengetahuan bagi pembaca.

Pekanbaru, 18 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 4

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 5

1.3 Tujuan.................................................................................................................................. 5

BAB II FARMAKOKINETIK ......................................................................................................... 6

2.1 Definisi Farmakokinetik ....................................................................................................... 6

2.1.1 Absorpsi ...................................................................................................................... 6

2.1.2 Distribusi ..................................................................................................................... 7

2.1.3 Metabolisme ................................................................................................................ 7

2.1.4 Ekskresi ....................................................................................................................... 8

2.2 Obat Inhalasi ....................................................................................................................... 9

2.2.1 Definisi Inhalasi ........................................................................................................ 10

2.2.2 Contoh Obat Inhalasi dan Mekanisme Farmakokinetik ............................................ 16

2.3 Obat Transdermal ............................................................................................................. 24

2.3.1 Definisi Obat Transdermal......................................................................................... 24

2.3.2 Contoh Obat Transdermal dan Mekanisme Farmakokinetik .................................... 24

2.3 Obat Sublingual ................................................................................................................. 30

2.3.1 Definisi Obat Sublingual ............................................................................................ 30

2.3.2 Contoh Obat Sublingual dan Mekanisme Farmakokinetik ....................................... 32

BAB III KESIMPULAN ................................................................................................................... 43

3.1. Kesimpulan ............................................................................................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 45


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam arti luas, obat ialah setiap zat kimia yang mempengaruhi proses

hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun

untuk tenaga medis, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat

untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu agar

mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit.

Farmakologi mencakup pengetahuan tentang sejarah, sumber, sifat kimia dan fisik,

komposisi, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme kerja, absorpsi, distribusi,

biotransformasi, eksresi dan penggunaan obat. Seiring berkembangnya

pengetahuan, beberapa bidang ilmu tersebut telah berkembang menjadi ilmu

tersendiri.

Cabang farmakologi diantaranya farmakokinetik. Farmakokinetik

merupakan ilmu yang mempelajari kinetika absorpsi, distribusi, metabolisme, dan

eliminasi obat dari dalam tubuh untuk melihat efek perubahan dalam takaran,

rejimen takaran, rute lemberian, dan keadaan fisiologi pada penimbunan dan
disposisi obat atau secara singkat pengaruh tubuh terhadap obat. Pada penulisan

makalah ini akan di bahas tentang aspek farmakologi yaitu farmakokinetik.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan farmakokinetik?

2. Bagaimana mekanisme farmakokinetik dari contoh obat inhalasi?

3. Bagaimana mekanisme farmakokinetik dari contoh obat sublingual?

4. Bagaimana mekanisme farmakokinetik dari contoh obat transdermal?

1.3 Tujuan

Dari beberapa rumusan masalah di atas, maka dapat ditentukan tujuan dari

penulisan makalah ini, seperti berikut:

1. Mampu mengetahui definisi dari farmakokinetik

2. Mampu menjelaskan farmakokinetik dari contoh obat inhalasi

3. Mampu menjelaskan farmakokinetik dari contoh obat sublingual

4. Mampu menjelaskan farmakokinetik dari contoh obat transdermal


BAB II

FARMAKOKINETIK

2.1 Definisi Farmakokinetik

Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh

terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D),

metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk

utuh atau bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat (Gunawan, 2009).

2.1.1 Absorpsi

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam

darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna

(mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara

pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus karena

memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200 meter persegi (panjang 280 cm,

diameter 4 cm, disertai dengan vili dan mikrovili ) (Gunawan, 2009).

Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam

tubuh, melalui jalurnya hingga masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pada level seluler, obat

diabsorpsi melalui beberapa metode, terutama transport aktif dan transport pasif.
2.1.2 Distribusi

Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan

dan cairan tubuh.

Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor:

a. Aliran darah

Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ berdasarkan

jumlah aliran darahnya. Organ dengan aliran darah terbesar adalah Jantung, Hepar,

Ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti kulit, lemak dan otot lebih lambat

b. Permeabilitas kapiler

Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat

c. Ikatan protein

Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat terikat atau

bebas. obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja.

2.1.3 Metabolisme

Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi obat

sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh.

Obat dapat dimetabolisme melalui beberapa cara:

a. Menjadi metabolit inaktif kemudian diekskresikan;

b. Menjadi metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dfan bisa

dimetabolisme lanjutan.
Beberapa obat diberikan dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah dimetabolisme

baru menjadi aktif (prodrugs).

Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum

(mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah : dinding

usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus).

Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak)

menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan

perubahan ini obat aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi

lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme:

1. Kondisi Khusus

2. Pengaruh Gen

3. Pengaruh Lingkungan

4. Usia

2.1.4 Ekskresi

Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Sebagian

besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat dibuang

melalui paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan taraktusintestinal.

Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal

dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh

atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melui ginjal. Ekskresi melalui ginjal
melibatkan 3 proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus. Fungsi ginjal

mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun.

Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar

bersama feses. Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum

(Gunawan, 2009).

Hal-hal lain terkait Farmakokinetik:

a. Waktu Paruh

Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari obat dibuang

dari tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah absorpsi, metabolism dan

ekskresi. Waktu paruh penting diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus

diberikan.

b. Onset, Puncak, dan Durasi

Onset adalah waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya. Sangat

tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat. Puncak, setelah tubuh menyerap

semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam tubuh semakin meningkat, Namun

konsentrasi puncak~ puncak respon. Durasi kerja adalah lama obat menghasilkan suatu

efek terapi.

2.2 Obat Inhalasi


2.2.1 Definisi Inhalasi

Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap

kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru). Terapi

inhalasi adalah system pemberian obat dengan cara menghirup obat dengan bantuan

alat-alat tertentu, misalnya : Metered-Dose Inhalers (MDI), Dry Powder Inhaler

(DPI), nebulizer (Rahajoe, 2008).

Inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati permukaan luas

dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir sama

cepatnya dengan efek yang di hasilkan oleh pemberian obat secara intravena. Cara

pemberian ini di gunakan untuk obat-obat berupa gas (misalnya, beberapa obat

anestetik) atau obat yang dapat di dispersi dalam suatu eorosol. Rute tersebut

terutama efektif dan menyenangkan untuk penderita- penderita dengan keluhan-

keluhan pernafasan (misalnya, Asma atau penyakit paru obstruktif kronis) karena

obat yang di berikan langsung ketempat kerjanya efek samping sistemik minimal

(Yunus, 1995).

1. Jenis-Jenis Inhalasi

a) Metered Dose Inhaler (MDI) tanpa Spacer

Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut,

sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini

mengurangi pengendapan di orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa

tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain
berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat

menguntungkan pada anak. Cara Penggunaan :

1. Lepaskan penutup aerosol

2. Pegang tabung obat di antara ibu jari dan jari telunjuk kemudian kocok

3. Ekspirasi maksimal. Semakin banyak udara yang dihembuskan, semakin dalam

obat dapat dihirup.

4. Letakkan mouthpiece di antara kedua bibir, katupkan kedua bibir kuat-kuat

5. Lakukan inspirasi secara perlahan. Pada awal inspirasi, tekan MDI, lanjutkan

inspirasi selambat dan sedalam mungkin

6. Tahan nafas selama kurang lebih 10 detik agar obat dapat bekerja

7. Keluarkan nafas secara perlahan

8. Kumur setelah pemakaian untuk mengurangi ES stomatitis (Suwondo, 1991)

b) Dry Powder Inhaler (DPI)

Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan hirupan

yang cukup kuat.Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan.Pada anak yang lebih

besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan

koordinasi dibandingkan MDI.Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih tinggi

dibandingkan MDI dan lebih konstan.Sehingga dianjurkan diberikan pada anak di

atas 5 tahun. Cara penggunaan :

1. Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak mungkin

2. Ambillah inhaler, kemudian kocok


3. Peganglah inhaler, sedemikian hingga mulut inhaler terletak dibagian bawah

4. Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan mulut

(jangan meletakkan mulut kita terlalu dekat dengan bagian mulut inhaler)

5. Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam, bersamaan dengan

menekan inhaler (waktu saat menarik nafas dan menekan inhaler adalah waktu yang

penting bagi obat untuk bekerja secara efektif)

6. Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika tidak membawa

jam, sebaiknya hitung dalam hati dari satu hingga sepuluh)

7. Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup lagi seperti

cara diatas, sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh dokter

8. Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk mencegah efek

samping yang mungkin terjadi (Suwondo, 1991).

c) Nebulizer

Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol

secara terus menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan atau

gelombang ultrasonik sehingga dalam prakteknya dikenal 2 jenis alat nebulizer

yaitu ultrasonic nebulizer dan jet nebulizer. Hasil pengobatan dengan nebulizer

lebih banyak bergantung pada jenis nebulizer yang digunakan. Cara penggunaan :

1. Letakkan kompresor udara pada permukaan yang mendukung untuk

beratnya. Lepaskan selang dari kompresor.


2. Sebelum melakukan perawatan ini, cuci tangan terlebih dahulu dengan

subun kemudian keringkan.

3. Hati-hati dalam menghitung pengobatan secara tepat sesuai dengan perintah

dan letakkan dalam tutup nebulizer.

4. Pasang/ gunakan tutup nebulizer dan masker atau sungkup.

5. Hubungkan pipa ke kompresor aerosol dan tutup nebulizer.

6. Nyalakan kompresor untuk memastikan alat tersebut bekerja dengan baik.

7. Duduk dalam posisi tegak baik dalam pangkuan atau kursi.

8. Apabila menggunakan masker, letakkan dalam posisi yang tepat dan

nyaman pada bagian wajah.

9. Apabila menggunakan (mouthpiece) letakkan secara tepat antara gigi dan

lidah.

10. Bernafaslah secara normal lewat mulut. Secara periodic ambil nafas dalam

dan tahan selama 2 sampai 3 detik sebelum melepaskan nafas.

11. Lanjutkan perawatan ini sampai obat habis ( antara 9 sampai 10 menit).

12. Apabila pasien merasa pusing atau gelisah, hentikan perawatan dan istirahat

selama kurang lebih 5 menit (Ikawati, 2007).

2. Tujuan Terapi Inhalasi

a) Mengembalikan dalam kondisi normal pernapasan yang terganggu akibat

adanya lender atau sedang mengalami sesak napas.

b) Terapi inhalasi diberikan pada gangguan atau alergi saluran pernapasan dan

secret/lendir berlebihan pada bayi.


c) Untuk relaksasi saluran pernapasan

d) Menekan proses peradangan serta mengencerkan dan memudahkan pengeluaran

dahak.

e) Mencegah hypoxia (misalnya pada penyelam, penerbang, pendaki gunung,

pekerja tambang)

3. Indikasi Dan Kontraindikasi Inhalasi

A. Indikasi

a) Pasien sesak nafas dan batuk broncho pneumonia

b) Ppom (bronchitis, emfisema)

c) Asma bronchial

d) Rhinitis dan sinusitis

e) Paska tracheostomy

f) Pilek dengan hidung sesak dan berlendir

g) Selaput lendir mengering

h) Iritasi kerongkongan, radang selaput lendir

i) Saluran pernafasan bagian atas

B. Kontraindikasi

a) Pasien yang tidak sadar/confusion tidak kooperatif dengan prosedur ini,

membutuhkan mask/sungkup, tetapi mask efektifnya berkurang secara

spesifik. Medikasi nebulizer kontraindikasi pada keadaan suara napas tidak

ada/berkurang, kecuali jika medikasi nebulizer diberikan melalui

endotracheal tube yang menggunakan tekanan positif.


b) Pasien dengan penurunan tekanan gas juga tidak dapat

menggerakkan/memasukkan medikasi secara adekuat ke dalam saluran

pernapasan.

c) Pemakaian katekolamin pada pasien dengan cardiac irritability harus dengan

perlahan. Ketika di inhalasi katekolamin dapat meningkatkan cardiac rate

dan menimbulkan disritmia. Medikasi nebulizer tidak dapat diberikan terlalu

lama melalui IPPB(intermittent positive pressure breathing), sebab IPPB

mengiritasi dan meningkatkan bronkhospasme.

4. Keuntungan Dan Kerugian Pengobatan Secara Inhalasi

A. Keuntungan

Dibandingkan dengan terapi oral (obat yang diminum), terapi ini lebih

efektif, kerjanya lebih cepat pada organ targetnya, serta membutuhkan dosis

obat yang lebih kecil, sehingga efek sampingnya ke organ lainpun lebih sedikit.

B. Kerugian

Jika penggunaan di bawah pemeriksaan dokter dan obat yang di pakai tidak

cocok dengan keadaan mulut dan sistem pernafasan , hal yang mungkin bisa

terjadi adalah iritasi pada mulut dan gangguan pernafasan.

5. Contoh Obat Inhalasi

Contoh obat-obatan yang digunakan secara inhalasi yaitu :

 Beklometason dipropionat

 Budesonide
 Fenoterol

 Flutikason Propionate

 Ipratropium Bromide

 Nedocromil

 Salbutamol

 Salmeterol Xinafoate, Dll

2.2.2 Contoh Obat Inhalasi dan Mekanisme Farmakokinetik

A. Ipratropium Bromide

Ipratropium bromide merupakan antagonis muskarinik (antikolinergik) yang

digunakan sebagai terapi lini pertama untuk mencegah dan mengontrol gejala dari sesak

napas atau mengi (wheezing) yang disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronis

(PPOK), bronkhitis dan emfisema paru. Obat ini secara struktur mirip dengan atropin tetapi

memiliki tingkat keamanan yang lebih baik dan lebih efektif pada penggunaan terapi

inhalasi. Ipratropium bromide mempunyai nama dagang : Atrovent, Berodual, Berodual

HFA, Combivent, dan Combivent UDV.

a) Indikasi dan Dosis Ipratropium bromide

Ipratropium bromide diindikasikan untuk bronkospasme yang diakibatkan

oleh penyakit paru obstruktif kronik. Dosis obat yang diberikan adalah sebagai berikut:

 Dewasa (di atas 12 tahun) dan lansia, 250–500 mikrogram sebanyak 3-4 kali sehari,

tidak melebihi 2 mg. Pada kondisi bronkospasme akut dapat diberikan 500 mikrogram
 Pada anak usia 6 hingga 12 tahun, diberikan dosis 250 mikrogram dengan total dosis

harian adalah 1 mg

 Pada anak usia 0 hingga 5 tahun, obat ini diberikan hanya pada kasus asma akut.

Dosis yang dapat diberikan adalah 125–250 mikrogram dengan total dosis harian 1

mg. Pemberian kedua sebaiknya dilakukan tidak kurang dari 6 jam setelah pemberian

obat pertama.

b) Kontraindikasi Dan Peringatan

Ipratropium bromide dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat hipersensitif

terhadap ipratropium bromide, penggunaan bersamaan dengan obat golongan atropin

dan turunannya, obstruksi hipertrofikardiomiopati, dan takiaritmia.

c) Farmakologi

Mekanisme kerja ipratropium bromida sebagai bronkodilator lokal tanpa efek

sistemik merupakan aspek farmakologi utama.

 Farmakodinamik

Ipratropium bromide menyebabkan efek bronkodilatasi yang bersifat lokal,

spesifik, dan tidak memberikan efek sistemik. Ipratropium bromide secara

minimal dapat menembus membran mukosa nasal dan gastrointestinal sehingga

menurunkan resiko dari efek antikolinergik sistemik yang dapat ditimbulkan

seperti efek pada sistem saraf, mata, kardiovaskular, hingga gastrointestinal.

 Farmakokinetik

Absorbsi
Sebagian besar dosis ipratropium bromide yang dihirup akan tertelan, dan

sebanyak 30% dari dosis oral yang dikonsumsi akan terserap. Obat ini dapat

masuk ke dalam peredaran darah melalui jalur pembuluh darah dalam saluran

napas di paru atau melalui saluran gastrointestinal.

Onset kerja ipratropium bromide dicapai dalam 15 menit. Sebagaimana obat

beta2-agonis, obat ini akan mencapai efek klinis maksimum pada 1,5 hingga 2 jam

setelah pemberian dan memberikan efek klinis selama 4 hingga 6 jam setelah

pemberian. Efek bronkodilator maksimum dicapai pada dosis 20 ke 40 atau 80

mikrogram. Pemberian lebih dari dosis tersebut tidak menunjukkan peningkatan

respon klinis.

Distribusi

Ikatan ipratropium bromide dengan protein sebesar 0-9%. Volume distribusi

obat ini sebesar 338 L. Ipratropium bromide memiliki kemampuan yang kecil

sekali dalam berikatan dengan albumin plasma atau α1-acid glycoprotein. Studi

autoradiografi pada tikus menunjukan ipratropium bromide tidak dapat menembus

sawar darah otak (blood-brain barrier).

Metabolisme

Ipratropium bromide akan dimetabolisme menjadi 8 metabolit di hati.

Metabolit yang dihasilkan memiliki sedikit hingga sama sekali tidak memberikan

efek antikolinergik pada percobaan in vitro. Secara parsial obat ini akan

dimetabolisme menjadi produk-produk hidrolisis ester yang inaktif, asam tropik

dan tropan.
Eliminasi

Waktu paruh ipratropium dicapai pada 3,2 hingga 3,8 jam setelah pemberian

pada semua rute. Eliminasi ipratropium bromide terutama melalui urine dan feses.

B. Salmeterol dan Fluticasone Propionate

Seretide mengandung dua obat, salmeterol dan fluticasone propionate:

1. Salmeterol adalah bronkodilator jangka panjang. Bronkodilator membantu saluran

udara di paru-paru terbuka. Ini memudahkan udara masuk dan keluar. Efeknya

bertahan setidaknya selama 12 jam.

2. Fluticasone propionate adalah kortikosteroid yang mengurangi pembengkakan dan

iritasi pada paru-paru.

Dosis

Asma

Dewasa dan remaja 12 dan lebih tua

1 inhalasi (50 mcg salmeterol dan 100 mikrogram flutikason propionat) 2 kali / hari,

atau 1 inhalasi (50 mcg salmeterol dan 250 mikrogram flutikason propionat) 2 kali /

hari, atau 1 inhalasi (50 mcg salmeterol dan 500 mikrogram flutikason propionat) 2

kali / hari.

Anak-anak 4 dan lebih tua


Direkomendasikan 1 inhalasi (50 mcg salmeterol dan 100 mikrogram flutikason

propionat) 2 kali / hari. Dosis maksimum maksimum flutikason propionat yg disetujui

dalam seretid dalam diskus untu anak anak 100 mikrogram setiap hari.

Tidak ada informasi tentang penggunaan seretide pada anak dibawah 4 thn.

Peringatan Dan Pencegahan

Bicaralah dengan dokter sebelum menggunakan Seretide jika Anda memiliki:

 Penyakit jantung, termasuk detak jantung yang tidak teratur atau cepat

 Kelenjar tiroid yang terlalu aktif

 Tekanan darah tinggi

 Diabetes mellitus (Seretide dapat meningkatkan gula darah)

 Kalium rendah dalam darah

 Tuberkulosis (TB) sekarang atau di masa lalu, atau infeksi paru-paru lainnya

Beri tahu dokter Anda jika Anda menggunakan obat-obatan berikut, sebelum mulai

menggunakan Seretide:

 β blocker (seperti atenolol, propranolol, dan sotalol). blocker sebagian

besar digunakan untuk darah tinggi tekanan atau kondisi jantung lainnya.

 Obat-obatan untuk mengobati infeksi (seperti ketoconazole, itraconazole dan

erythromycin) termasuk beberapa obat untuk pengobatan HIV (seperti ritonavir,

produk yang mengandung cobicistat). Beberapa obat-obatan ini dapat meningkatkan

jumlah fluticasone propionate atau salmeterol dalam tubuh Anda.Ini dapat


meningkatkan risiko Anda mengalami efek samping dengan Seretide, termasuk

jantung yang tidak teratur berdetak, atau dapat membuat efek samping menjadi

lebih buruk. Dokter Anda mungkin ingin memantau Anda dengan cermat jika Anda

melakukannya mengambil obat-obatan ini.

 Kortikosteroid (melalui mulut atau injeksi). Jika Anda telah minum obat ini

baru-baru ini, ini mungkin meningkatkan risiko obat ini mempengaruhi kelenjar

adrenalin Anda.

 Diuretik, juga dikenal sebagai 'tablet air' yang digunakan untuk mengobati

tekanan darah tinggi.

 Bronkodilator lainnya (seperti salbutamol).

 Obat-obatan xanthine. Ini sering digunakan untuk mengobati asma.

 Kehamilan dan menyusui . Jika Anda sedang hamil atau menyusui, berpikir

Anda mungkin sedang hamil atau berencana untuk memiliki bayi, tanyakan dokter

atau apoteker Anda untuk nasihat sebelum minum obat ini.

 Mengemudi dan menggunakan mesin Seretide sepertinya tidak akan

memengaruhi kemampuan Anda untuk mengemudi atau menggunakan mesin.

 Seretide Accuhaler mengandung laktosaSeretide Accuhaler mengandung

hingga 12,5 miligram laktosa monohidrat dalam setiap dosis. Jumlah laktosa dalam

obat ini biasanya tidak menyebabkan masalah pada orang yang tidak toleran laktosa.

Itu laktosa monohidrat sebelumnya mengandung sejumlah kecil protein susu, yang

dapat menyebabkan alergi reaksi.


Farmakokinetik

Administrasi inhalasi simultan dari salmeterol dan flutikason propionat tidak

mempengaruhi farmakokinetik setiap substansi. Oleh karena itu farmakokinetik

setiap obat dianggap secara terpisah.

Salmeterol

Salmeterol berkerja secara lokal di jaringan paru-paru, jadi konsentrasi plasma

bukan merupakan indikator terapi efek. Selain itu data pada farmakokinetik

salmeterol terbatas, karena bersifat teknis sulit untuk mengukur obat dalam plasma

karena konsentrasi plasma yg rendah (Cmax 200 pg / ml atau kurang) jika terhirup

dalam dosis terapi.

Flutikason propionat

Penyerapan dan distribusi

Setelah terhirup bioavailabilitas absolut flutikason propionat pada orang sehat

adalah 10-30%, Tergantung pada inhaler. Pada pasien dengan asma dan penyakit

paru obstruktif kronik (COPD) kurang terpapar untuk efek sistemik setelah

menghirup flutikason propionat.

Penyerapan sistemik terjadi terutama melalui paru paru dan cepat pada awalnya dan

sesudahnya lebih lambat. Sisa dosis inhalasi mungkin ditelan, tetapi berkontribusi

minimal dapak sistemik karena kelarutan air yg rendah dan metabolisme pra
sistemik jadi bioavaibilitas oral dibawah 1%, peningkatan pengaruh sistemik sangat

mudah sebanding dengan ukuran dosis.

Sebagai dosis diamati peningkatan linear inhalasi dalam konsentrasi flutikason

propionat dalam plasma.

Cleuticasone ditandai oleh clerence tinggi (1150 ml / menit). Volume distribusi yg

besar sekitar 300 L. Dalam waktu paruh terminal kira kira 8 jam. Pengikatan

protein plasma (91%).

Metabolisme dan ekskresi

Flutikason propionat cepat dihapus dari sirkulasi sistemik melalui degradasi menjadi

tidak aktif turunan asam karboksilat oleh enzim sitokom P450 CYP3A.

Ekresi flutikason propionat melalui ginjal dapat diabaikan, kurang dari 5% dalam

urin dalam bentuk metabolit . mayoritas dieksresikan melalui tinja sebagai metabolit

atau tidak berubah.

Efek Samping

Seretide®

Kadang-kadang reaksi hipersensitivitas dilaporkan, termasuk. diwujudkan dalam

bentuk reaksi kulit, angioedema (terutama, pembengkakan wajah dan orofaringeal),


gangguan pernafasan (dyspnoea dan / atau bronkospasme), dan dalam kasus yang

sangat langka reaksi anafilaksis.

Kontraindikasi

- Anak-anak sampai usia 4 tahun;

- Penderita yang hipersensitif terhadap obat.

2.3 Obat Transdermal

2.3.1 Definisi Obat Transdermal

Transdermal merupakan salah satu bentuk sistem penghantaran obat dengan cara

ditempel melalui kulit. Rute penghantaran obat secara transdermal merupakan rute pilihan

alternatif untuk beberapa obat, karena mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat

memberikan efek obat dalam jangka waktu yang lama, pelepasan obat dengan dosis

konstan, cara penggunaan yang mudah, dan dapat mengurangi frekuensi pemberian obat.

Melalui bentuk sediaan transdermal jumlah pelepasan obat yang diinginkan dapat

dikendalikan, durasi penghantaran aktivitas terapeutik dari obat, dan target penghantaran

obat ke jaringan yang dikehendaki. Tujuan dari pemberian obat secara transdermal adalah

obat dapat berpenetrasi ke jaringan kulit dan memberikan efek terapeutik yang diharapkan

2.3.2 Contoh Obat Transdermal dan Mekanisme Farmakokinetik

A. Rivastigmin Hydrogen Tartrate


Exelon Patch merupakan sediaan transdermal (koyo/patch) yang digunakan untuk

meningkatkan daya memori dan fungsi kognitif seseorang khususnya pada usia lanjut

akibat gangguan pada sistem syaraf pusat. Exelon mengandung zat aktif Rivastigmin yang

bekerja dengan menghambat enzim kolinterase dan meningkatkan zat asetilkolin di otak

yang berkhasiat dalam mengatasi kondisi gangguan ingatan seperti demensia (pikun) dan

penyakit Alzheimer.

Indikasi: Pengobatan simptomatis dari demensia alzeimer ringan sampai sedang

Dosis: Rivastigmin 9,5 mg / 24 jam

Penyajian: Tempelkan di dada

Perhatian: Kerusakan hati berat, menyusui

Efek Samping: Lelah, lemas otot, pusing, sakit kepala, tremor

FARMAKOLOGI

Farmakodinamik

Rivastigmin adalah inhibitor tipe asetil butyrilkolinesterase karbamat yang dipercaya dapat

memfasilitasi neurotransmsi kolinergik dengan mengurangi degradasi asetilkolin yang

dilepaskan oleh fungsional neuron kolinergik utuh. Akibatnya rivastigmin memiliki efek

peningkatan kognitif yang dimediasi kolinergik dalam demensia terkait dengan penyakit

Alzheimer.

Farmakokinetik

Penyerapan

Setelah EXELON PATCH di aplikasikan, ada jeda waktu 0,5 hingga 1 jam dalam

penyerapan rivastigmine. Konsentrasi kemudian naik secara perlahan biasanya mencapai


maksimum setelah 8 jam, meskipun nilai maksimum (Cmax) juga dapat terjadi kemudian

(pada 10 hingga 16 jam). Setelah puncak, konsentrasi plasma perlahan-lahan menurun

selama sisa periode aplikasi 24 jam. Pada kondisi mantap, level palung sekitar 60% hingga

80% dari level puncak.

EXELON PATCH 9,5 mg / 24 jam memberikan paparan kira-kira sama dengan yang

diberikan dengan dosis oral 6 mg dua kali sehari (yaitu, 12 mg / hari). Variabilitas antar

subjek dalam paparan lebih rendah (43% hingga 49%) untuk formulasi EXELON PATCH

dibandingkan dengan formulasi oral (73% hingga 103%). Fluktuasi (antara Cmax dan

Cmin) kurang untuk EXELON PATCH daripada formulasi oral rivastigmine.

Distribusi

Rivastigmine memiliki ikatan yang lemah dengan protein plasma (sekitar 40%) pada

rentang terapeutik. Sehingga rivastigmin ini mudah melintasi penghalang darah-otak ,

mencapai konsentrasi puncak CSF dalam 1,4 hingga 2,6 jam. Dan memiliki volume

distribusi yang pada kisaran 1,8 hingga 2,7 L / kg.

Metabolisme

Rivastigmine dimetabolisme secara luas terutama melalui hidrolisis yang dimediasi

cholinesterase menjadi metabolit dekarbamilasi NAP226-90. Secara in vitro , metabolit ini

menunjukkan penghambatan minimal asetilkolinesterase (<10%). Berdasarkan bukti dari

penelitian in vitro dan hewan, isoenzim sitokrom P450 utama terlibat minimal

dalam metabolisme rivastigmine.

Rasio metabolit-ke-orangtua AUC∞ adalah sekitar 0,7 setelah aplikasi EXELON PATCH

dibandingkan 3,5 setelah pemberian oral, menunjukkan bahwa metabolisme lebih sedikit
terjadi pada perawatan kulit dibandingkan dengan oral. Kurang NAP226-90 terbentuk

setelah aplikasi patch, karena kurangnya metabolisme presistemik (hepatic first pass) yang

kontras untuk pemberian oral. Berdasarkan studi in vitro , tidak ada rute metabolisme yang

unik yang terdeteksi di kulit manusia.

Eliminasi

Rivastigmine yang tidak berubah ditemukan dalam jumlah kecil dalam urin. Ekskresi

metabolit ginjal adalah rute eksresi yang penting setelah pemberian patch transdermal.

Setelah pemberian 14C-rivastigmine, eliminasi ginjal cepat dan pada dasarnya selesai (>

90%) dalam 24 jam. Kurang dari 1% dari dosis yang diberikan diekskresikan dalam

tinja. Waktu paruh eliminasi yang tampak dalam plasma adalah sekitar 3 jam setelah

pelepasan tambalan. Klirens ginjal sekitar 2,1 hingga 2,8 L / jam.

B. Missha Speedy

Isi Salicylic acid, Tea tree oil, Grape street extrac.

Farmakologi asam salisilat mencakup efek keratolitik dan keratoplastik, absorbsi,

distribusi, metabolisme, dan eliminasinya.

Farmakodinamik

Asam salisilat dikenal memiliki efek keratolitik dan keratoplastik. Mekanisme kerja asam

salisilat adalah melarutkan zat-zat dalam tautan antar sel sehingga mampu merenggangkan

lekatan korneosit dan melunakkan stratum korneum. Lapisan kulit kemudian akan
mengalami deskuamasi. Efek asam salisilat berbeda tergantung dari konsentrasi yang

digunakan:

 0.5-2% untuk efek keratoplastik, umumnya digunakan pada acne

 3-6% untuk efek keratolitik, umumnya pada kelainan kulit dengan

hiperkeratosis

 5-40% untuk efek keratolitik yang lebih kuat, umumnya digunakan untuk terapi

kalus dan kutil

Farmakokinetik

Aspek farmakokinetik asam salisilat terdiri dari absorbsi, distribusi, metabolisme, dan

eliminasinya.

Absorbsi

Asam salisilat topikal diserap cepat pada kulit yang intak, terutama bila menggunakan

vehikulum berminyak. Penyerapan terjadi sebanyak 9-60%. Jika tertelan, salisilat akan

diserap dengan cepat oleh lambung dan usus.

Distribusi

Pada penyerapan topikal, konsetrasi maksimal umumnya dicapai dalam 5 jam. Vd = 170-

500 mg/kg, tergantung dosis pajanan. 80-90% asam salisilat yang terabsorbsi akan

berikatan dengan protein plasma, termasuk albumin.


Metabolisme

Asam salisilat dimetabolisme di retikulum endoplasma dan mitokondria sel hati.

Eliminasi

Waktu paruh bervariasi sesuai dengan dosis pajanan, mulai dari 20 menit hingga 30 jam.

Waktu paruh ini dipengaruhi oleh kapasitas hepar dalam biotransformasi asam salisilat.

Asam salisilat akan diekskresikan melalui urin, mayoritas dalam bentuk salicyluric

acid dan salicylate glucuronide. Sebagian kecil asam salisilat juga akan diekskresikan

dalam bentuk salicylic fenolic, gentisic acid, dan dalam bentuk yang tidak berubah.

Kontraindikasi

1) Asam salisilat dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitivitas

terhadap salisilat atau komponen obat lain.

2) Asam salisilat dengan konsentrasi di atas 6% juga dikontraindikasikan pada pasien

diabetes, Pasien dengan gangguan sirkulasi perifer,

3) Pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.

4) Penggunaan asam salisilat dapat mengakibatkan terjadinya ulkus, terutama penggunaan

pada tangan atau kaki.

Peringatan

Peringatan terkait penggunaan asam salisilat adalah sebagai berikut:


 Hindari pemakaian pada wajah dan anogenital untuk asam salisilat dengan

konsentrasi di atas 2%

 Potensi terjadinya sindrom Reye untuk penggunaan pada penderita varisela atau

influenza.

 Hindari kontak dengan mata

 Hindari pemakaian secara luas

 Hindari penggunaan pada kulit yang pecah atau teriritasi

 Jangan digunakan pada tahi lalat dan tanda lahir

 Waspada peningkatan risiko terjadinya intoksikasi asam salisilat untuk pemakaian

jangka panjang pada area yang luas pada anak-anak atau pasien dengan gangguan

fungsi hati dan ginjal.

Efek Samping

Efek samping penggunaan asam salisilat berupa iritasi atau reaksi alergi pada kulit.

Efek samping sistemik asam salisilat jarang terjadi. Efek samping umumnya terjadi bila

obat diberikan secara luas atau obat tertelan, terutama pada anak, sehingga menyebabkan

intoksikasi salisilat atau salicylism.

2.3 Obat Sublingual

2.3.1 Definisi Obat Sublingual


Obat sublingual adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh di bawah lidah. Ini

berarti bahwa pil diletakkan di bawah lidah di mana ia akan larut dan diserap ke aliran

darah. Orang tersebut tidak boleh minum atau makan apapun sampai obat itu hilang.

Meskipun cara ini jarang dilakukan, namun perawat harus mampu melakukannya.

Dengan cara ini, aksi kerja obat lebih cepat yaitu setelah hancur di bawah lidah maka obat

segera mengalami absorbsi ke dalam pembuluh darah. Cara ini juga mudah dilakukan dan

pasien tidak mengalami kesakitan. Pasien diberitahu untuk tidak menelan obat karena bila

ditelan, obat menjadi tidak aktif oleh adanya proses kimiawi dengan cairan lambung. Untuk

mencegah obat tidak di telan, maka pasien diberitahu untuk membiarkan obat tetap di

bawah lidah sampai obat menjadi hancur dan terserap. Obat yang sering diberikan dengan

cara ini adalah nitrogliserin yaitu obat vasodilator yang mempunyai efek vasodilatasi

pembuluh darah. Obat ini banyak diberikan pada pada pasien yang mengalami nyeri dada

akibat angina pectoris. Dengan cara sublingual, obat bereaksi dalam satu menit dan pasien

dapat merasakan efeknya dalam waktu tiga menit (Rodman dan Smith, 1979).

Kelebihan dari cara pemberian obat dengan sublingual adalah efek obat akan terasa

lebih cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan

hati dapat dihindari. Obat sublingual dirancang supaya, setelah diletakkan di bawah lidah

dan kemudian larut, mudah diabsorpsi. Obat yang diberikan di bawah lidah tidak boleh

ditelan. Bila ditelan, efek yang diharapkan tidak akan dicapai. Contoh obat yang biasa

diberikan secara sublingual : Gliserin.


Tujuan pemberian obat secara siblingual adalah agar efek yang ditimbulkan bisa

lebih cepat karena pembuluh darah dibawah lidah merupakan pusat dari sakit. Dengan cara

ini, aksi kerja obat lebih cepat yaitu setelah hancur di bawah lidah maka obat akan

mengalami absorbs ke dalam pembuluh darah. Cara ini juga mudah dilakukan dan pasien

tidak mengalami kesakitan. Selain itu, tujuannya untuk memperoleh efek local dan

sistemik, memperoleh aksi kerja obat yang lebih cepat dibandingkan secara oral dan

menghindari kerusakan obat oleh hepar.

2.3.2 Contoh Obat Sublingual dan Mekanisme Farmakokinetik

A. Isosorbid Dinitrat (sublingual)

Isosorbide dinitrate (selanjutnya disebut ISDN) adalah obat vasodilator kerja

menengah golongan Nitrat yang biasa digunakan sebagai terapi lini pertama untuk

angina pektoris dan gagal jantung kiri. ISDN bersifat tidak berbau, stabil dalam

suhu ruang atau bila dilarutkan,, dapat larut secara bebas dalam larutan organik

(misalnya aseton, alkohol, dan eter), serta dapat larut sebagian dalam air biasa. Daya

kerjanya akan terlihat dalam waktu kira-kira 2 menit dan berlangsung selama 2-3

jam.

Indikasi : Untuk pengobatan angina pectoris dan untuk pencegahan terjadinya

serangan angina pada penderita penyakit jantung coroner menahun. Untuk

pengobatan gangguan angina sesudah infark miokardial.


Posologi : Untuk serangan angina pectoris, 1 tablet dilarutkan perlahan-lahan dalam

mulut dibawah lidah. Untuk pengobatan pencegahan, tergantung dari beratnya

penyakit, 1 sampai 2 tablet 3 atau 4 kali sehari.

Efek Samping : Nyeri kepala yang bersifat sementara

Kontraindikasi : Hipotensi, syok kardiogenik. Hipersensitif terhadap isosorbide

dinitrate

Farmakokinetik

Farmakokinetik dari ISDN, meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, dan

eliminasi, sangat dipengaruhi oleh rute pemberian.

Absorpsi

Mudah (dan hampir sepenuhnya) diserap dari saluran pencernaan dan mukosa

mulut, tetapi variasi yang cukup besar dalam bioavailabilitas (10-90%) sekunder

untuk metabolisme lintas pertama yang ekstensif di liver

Onset dan Durasi

> Antianginal Effects

Dosis Form Onset Durasi

Sublingual ISDN Dalam 3 min 2 jam


Chewable ISDN Dalam 3 min 2-2.5 jam

Oral ISDN 1 jam Up to 8 jam

Oral ISMN 1 jam 5-7 jam

Extended-release ISDN 1 jam 8 jam

Extended-release ISMN 1 jam 12 jam

> Hemodinamik Effects

Dosis Sediaan Onset Duration

Sublingual ISDN Dalam 15-30 min 1.5-4 jam

Chewable ISDN 5 min 2-3 jam

Oral ISDN Dalam 20-60 min 4-6 jam

Oral ISMN 10-30 min At least 6 jam

Extended-release ISDN Dalam 2 jam. Up to 12 jam

Extended-release ISMN 20-30 min At least 6 jam

Makanan

Makanan dapat menurunkan secara substansial berarti konsentrasi plasma

puncak, namun jumlah bioavailabilitas tampaknya tidak akan berefek. Pengaruh

makanan pada bioavailabilitas isosorbid dinitrat bila diberikan dalam kombinasi

tetap dengan hidroklorida hydralazine tidak diketahui.

Konsentrasi Plasma

Isosorbid dinitrat - sublingual, puncak: 10-15 menit.


Populasi Khusus

Risiko konsentrasi darah dari isosorbid dinitrat pada pasien dengan cirrhosis

(Sirosis).

Distribusi

VSS (distribusi volume pada keadaan tetap) ISDN adalah 2─4 L/kg

BB/menit. Kerja obat sublingual adalah rapid-acting serta berakhir dalam jangka

waktu pendek.

Luasnya

Distribusi ke jaringan tubuh manusia dan cairan belum sepenuhnya dikarakterisasi.

Tidak diketahui apakah isosorbid dinitrat dan isosorbid mononitrat didistribusikan

ke susu (ASI).

Protein Plasma Binding

Isosorbid dinitrat: Sekitar 28%

Metabolisme

Secara ekstensif di hepar, ISDN dirubah menjadi metabolit yang terkonjugasi.

Hasilnya adalah terdapat dua metabolit aktif secara biologis yaitu 2-isosorbide

mononitrate (2-ISMN) dan 5-isosorbide mononitrate (5-ISMN).

Waktu paruh biologis

Isosorbid dinitrat: Tentang 1 JAM.


Isosorbide dinitrate dalam kombinasi tetap dengan hydralazine hidroklorida: Sekitar

2 hour

Eliminasi

ISDN dikeluarkan dari tubuh melalui dua cara yaitu sekitar 80─99% di urine dan

<1%di feses.

B. Nitrogliserin ( sublingual )

Nitrogliserin atau glyceryl trinitrate (GTN) adalah obat golongan nitrat yang

digunakan untuk mengurangi intensitas serangan angina (nyeri dada), terutama pada

penderita penyakit jantung koroner. Obat ini bekerja dengan cara melebarkan

pembuluh darah, serta meningkatkan pasokan darah dan oksigen ke otot jantung.

Nitrogliserin adalah obat golongan nitrat yang mempunyai efek melebarkan

pembuluh darah. Pembuluh darah yang lebih lebar akan memudahkan dan

melancarkan aliran darah. Kondisi pelebaran darah yang disebut sebagai

vasodilatasi ini juga membuat kerja pompa jantung menjadi lebih baik. Obat

ini digunakan untuk mengobati atau mencegah serangan nyeri dada (angina).

Indikasi

Untuk mengurangi gejala serangan akut atau untuk profilaksis akut angina

pektoris yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner.

Dosis
Nitroglycerin tersedia dalam beberapa sediaan yang berbeda, yaitu:

 Tablet minum : 2.5-6.5 mg, 3 atau 4 kali sehari. Dosis maksimum 26 mg/hari

empat kali sehari.

 Sublingual (diletakan dibawah lidah): 1 tablet 300-600 mcg per konsumsi. Dosis

dapat ditambah setiap 5 menit, maksimum 3 kali konsumsi.

 Suntikan: umumnya 5-15 mcg/menit, dapat ditingkatkan sampai dengan 200

mcg/menit pada penderita angina tidak stabil. Dosis pada penderita hipertensi

dan gagal jantung adalah 5-25 mcg/menit, dapat ditingkatkan secara

bertahap sesuai dengan respons yang dialami.

Efek samping

Hampir sama seperti kebanyakan jenis obat, obat ini juga dapat memiliki

beberapa efek samping saat dikonsumsi, antara lain:

Efek samping yang umum terjadi:

 Kembung

 Pembengkakan wajah, lengan, tangan, atau kaki

 Kesulitan bernapas

 Pingsan, pusing, pening, kepala terasa ringan

 Tubuh terasa hangat atau panas

 Kulit memerah terutama di wajah dan leher


 Sakit kepala

 Penambahan berat badan secara cepat

 Berkeringat

 Sesak napas

 Rasa geli pada tangan dan kaki

 Penambahan atau pengurangan berat badan yang tak wajar.

Efek samping yang jarang terjadi:

 Bibir, kuku, atau telapak tangan berwarna biru

 Urine berwarna gelap

 Demam

 Kulit pucat

 Denyut jantung meningkat

 Sakit tenggorokan

 Rasa lelah atau lemah yang tak wajar.

Efek samping yang kejadiannya tidak diketahui:

 Nyeri lengan, punggung, atau rahang

 Penglihatan buram atau kabur

 Nyeri dada

 Sesak napas atau dada terasa berat


 Pusing

 Batuk

 Kulit pecah-pecah

 Kesulitan menelan

 Pusing, pingsan, kepala terasa ringan ketika beranjak dari posisi berbaring

 Denyut nadi atau jantung tak teratur

 Tubuh terasa hangat

 Gatal-gatal atau ruam

 Produksi keringat meningkat

 Kehilangan panas tubuh

 Mual atau muntah

 Pembengkakan kantong mata, wajah, bibir, atau lidah

 Kulit membengkak dan memerah

 Lemah

Kontraindikasi

Terapi nitrogliserin sublingual dikontraindikasikan pada pasien dengan

infark miokard inferior, anemia berat, dan peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini

karena nitrogliserin menyebabkan vasodilatasi yang dapat memperberat keluhan

atau menyebabkan syok pada keadaan-keadaan tersebut.


Penggunaan nitrogliserin juga dikontraindikasikan pada pasien yang sedang

menggunakan obat inhibitor PDE-5 seperti sildenafil sitrat, tadalafil, dan vardenafil

hidroklorida, karena senyawa-senyawa tersebut terbukti meningkatkan efek

hipotensif dari nitrat organik.

Farmakokinetik

Farmakokinetik nitrogliserin cukup baik pada penggunaan sublingual yang

akan diekskresikan melalui urine.

Absorbsi

Nitrogliserin dengan cepat diabsorpsi setelah penggunaan tablet sublingual.

Puncak konsentrasi plasma rata-rata terjadi pada sekitar 6-7 menit setelah

penggunaan. Konsentrasi plasma maksimum nitrogliserin dan area di bawah kurva

konsentrasi plasma-waktu (AUC) meningkat proporsional dengan peningkatan dosis

dari 0,3-0,6 mg.

Bioavailabilitas absolut nitrogliserin tablet adalah sekitar 40% namun

cenderung bervariasi tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi

obat, seperti hidrasi (kelembaban) sublingual serta metabolisme mukosa.

Distribusi

Volume distribusi nitrogliserin adalah 3,3 liter/kg. Pada konsentrasi plasma

antara 50 hingga 500ng/mL, pengikatan nitrogliserin kepada plasma protein adalah


sekitar 60%, di mana untuk 1,2-dinitrogliserin pengikatan plasma adalah 60% dan

untuk 1,3-dinitrogliserin sebesar 30%.

Metabolisme

Enzim reduktase liver merupakan komponen utama dalam metabolisme

nitrogliserin menjadi gliserol dinitrat dan mononitrat yang pada akhirnya akan

diubah menjadi gliserol dan nitrat organik. Lokasi metabolisme ekstrahepatik

nitrogliserin antara lain, sel darah merah dan dinding vaskular.

Selain nitrogliserin, 2 metabolit yakni 1,2- dan 1,3-dinitrogliserin juga

ditemukan pada plasma. Konsentrasi plasma puncak rata-rata 1,2- dan 1,3-

dinitrogliserin adalah pada 15 menit setelah penggunaan obat. Waktu paruh

eliminasi dari 1,2- dan 1,3-dinitrogliserin adalah 36 dan 32 menit secara berurutan.

Metabolit dari 1,2- dan 1,3-dinitrogliserin dilaporkan menghasilkan sekitar 2% dan

10%, secara berurutan.

Efek farmakologis dari nitrogliserin. konsentrasi plasma yang lebih tinggi

dari metabolit dinitro, bersamaan dengan waktu paruhnya yang sekitar 10 kali lipat

lebih tinggi, mungkin berkontribusi secara signifikan terhadap durasi efek

farmakologis obat tersebut. Metabolit gliserol mononitrat yang dihasilkan oleh

nitrogliserin tidak aktif secara biologis.

Eliminasi
Konsentrasi plasma nitrogliserin menurun dengan cepat, dengan waktu

paruh eliminasi rata-rata selama 2-3 menit (1,5 - 7,5 menit). Pembersihan

(clearance) nitrogliserin jauh melebihi aliran darah hepar yakni 13,6 liter/menit.

Utamanya, obat ini diekskresikan melalui urine.


BAB III

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

1. Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek

tubuh terhadap obat.

2. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D),

metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi

bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat

3. Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap

kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru).

4. Inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati permukaan luas dari

saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir sama cepatnya

dengan efek yang di hasilkan oleh pemberian obat secara intravena.

5. Transdermal merupakan salah satu bentuk sistem penghantaran obat dengan cara

ditempel melalui kulit.

6. Melalui bentuk sediaan transdermal jumlah pelepasan obat yang diinginkan dapat

dikendalikan, durasi penghantaran aktivitas terapeutik dari obat, dan target

penghantaran obat ke jaringan yang dikehendaki.


7. Obat sublingual adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh di bawah lidah. Ini

berarti bahwa pil diletakkan di bawah lidah di mana ia akan larut dan diserap ke

aliran darah.

8. Kelebihan dari cara pemberian obat dengan sublingual adalah efek obat akan

terasa lebih cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di

dinding usus dan hati dapat dihindari.


DAFTAR PUSTAKA

Ikawati, Z. 2007. Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan. Yogyakarta : Pustaka

Adipura.

Rahajoe, N.N., Supriyanto, B., dan Setyanto,D.B. 2008. Respirologi Anak. Jakarta : EGC.

Suwondo, A.1991. Metoda Inhalasi Sebagai Cara Terapi Masa Kini Penyakit Paru

Obstruktif. No. 69. Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran.

Suyatna FD. Antiangina. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdy, Elysabeth, editor.

Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan

TerapeutikFakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008. H.361-66

Yunus, F. 1995. Terapi Inhalasi Asma Bronkial No. 101. Jakarta : Cermin Dunia

Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai