Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH BIOMEDIK 4

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Biomedik 4 semester genap


Tahun akademik 2020/2021 dengan dosen pengampu
Ns. Herdiman M.Kep

Oleh:
Kelompok 1

1. Dilla Syahrani 221033


2. Gugun Guntara 220099
3. Herliana Risanti 220100
4. Juliani Ismawati 220102
5. Rifki Mohamad Fauzi 220118
6. Rifma M. Faturrohman 220119
7. Salsa Nafarila Mahmud 220121
8. Shofhiyya Amalia Rahma 220124
9. Silman Juwana Wijaya 220125
10. Thessa Bellia Azmi 220128

KELAS 1C
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKEP PPNI JAWA BARAT
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai Farmakologi ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pada
Biomedik 4 di STIKEP PPNI JAWA BARAT. Selain itu, kami penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Farmakologi.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu selaku
Dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni kami. Kami juga mengucapkan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.
Bandung, 28 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah............................................................................................ 3
3. Tujuan Penulisan ............................................................................................. 3
4. Metode Penulisan ............................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 4
2.1. ANTIINFLAMASI ....................................................................................... 4
2.2. ANTIBAKTERI.......................................................................................... 11
2.3. ANTIVIRUS................................................................................................ 15
2.4. ANTIJAMUR.............................................................................................. 20
2.5. ANTIPARASIT .......................................................................................... 26
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 35
3.1 KESIMPULAN ........................................................................................... 35
3.2 SARAN ........................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari obat-obatan dan pengaruhnya pada
makhluk hidup. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, Farmakos yang berarti
obat, dan Logos yang berarti ilmu.
Untuk bisa mempelajari ilmu ini secara rinci, seseorang dapat mengambil
kuliah di jurusan farmasi. Selain itu, tak sedikit Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) yang memiliki peminatan khusus dalam keilmuan farmasi.
Selama ini, farmakologi mungkin identik dengan profesi apoteker. Padahal,
cakupan keilmuan farmasi ini lebih luas dari profesi tersebut. Berikut ini
penjelasannya.
Cabang ilmu farmakologi
Dilansir dari bahan ajar farmakologi terbitan Kementerian Kesehatan RI, ilmu
farmakologi bisa dibagi menjadi beberapa cabang. Masing-masingnya memiliki
fokus sudut pandang yang berbeda dalam melihat hubungan penggunaan obat
pada makhluk hidup.
Seiring dengan perkembangan yang ada, berikut ini cabang yang ada dalam ilmu
farmakologi.
1. Farmakognosi
Farmakognosi adalah cabang ilmu farmasi yang mempelajari obat yang berasal
dari tanaman, mineral, dan hewan.
Contoh hasil penelitian yang dihasilkan dari cabang ilmu ini antara lain:
Penggunaan ginko biloba sebagai penguat daya ingat
Bawang putih sebagai antikolesterol
Tingtur hyperici sebagai antidepresi
Ekstrak fever few sebagai pencegah migrain
2. Biofarmasi
Ilmu biofarmasi mempelajari bentuk-bentuk obat yang paling efektif diserap
tubuh sehingga bisa menimbulkan efek menyembuhkan.

1
Tidak semua penyakit bisa disembuhkan dengan puyer atau obat tablet. Sebagian
ada yang hanya bisa sembuh oleh salep, obat tetes, atau bahkan obat sirup.
Beberapa jenis obat juga hanya bisa disimpan dalam bentuk kapsul agar bisa
terserap dengan baik oleh tubuh. Sementara itu, jenis obat lainnya tidak akan
efektif apabila diberikan dalam bentuk oles.
Jadi cabang ilmu ini membahas soal bentuk obat dan jenis bahan aktif yang paling
efektif untuk menyembuhkan suatu penyakit.
Ilmu biofarmasi juga akan membahas lebih jauh soal ketersediaan obat di dalam
tubuh setelah dikonsumsi, serta efeknya bagi kesehatan.
3. Farmakokinetika
Sementara itu, farmakokinetika mempelajari reaksi tubuh dalam menerima obat-
obatan. Reaksi yang dimaksud adalah soal:
Cara tubuh menyerap obat (absorpsi)
Cara tubuh mengedarkan obat tersebut ke organ yang memerlukan (distribusi)
Cara tubuh mengolah obat yang masuk (metabolisme)
Cara tubuh mengeluarkan sisa-sisa bahan obat yang telah di olah (ekskresi)
4. Farmakodinamika
Cabang ilmu farmakologi yang satu ini mempelajari tentang cara kerja obat
terhadap organisme hidup. Orang yang mendalami farmakodinamika juga akan
mempelajari lebih jauh soal reaksi fisiologis obat di tubuh manusia dan efek
terapinya.
5. Toksikologi
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek racun dari obat terhadap tubuh.
Cabang ilmu ini sebenarnya berhubungan erat dengan farmakodinamika, karena
efek terapi obat tidak bisa dipisahkan dari efek racunnya.
6. Farmakoterapi
Farmakoterapi adalah cabang ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk
menyembuhkan suatu penyakit ataupun gejala-gejala yang ditimbulkan.
Sementara itu, jika obat berasal dari tanaman, maka terapi yang dilakukan disebut
sebagai fitoterapi.
7. Farmakogenetik atau farmakogenomik

2
Farmakogenetik adalah ilmu yang mempelajari efek obat pada satu gen spesifik di
tubuh. Sementara itu farmakogenomik melihat efek obat tidak hanya pada satu
gen, tapi pada kumpulan gen yang disebut genom.
8. Farmakovigilans
Cabang ilmu farmakologi yang terakhir adalah farmakovigilans. Farmakovigilans
adalah proses untuk memantau dan mencari efek samping dari obat-obatan yang
telah dipasarkan.
Melihat banyaknya cabang ilmu dari farmakologi, tidak heran saat ini semakin
banyak orang yang berminat untuk mempelajarinya lebih jauh.
Dimakalah ini kami akan membahas mengenai Antiinfalamasi, Antibakteri,
Antivirus, Antijamur serta Antiparasit yang merhubingan dengan farmakologi
dari kegunaannya, penyebab dan indicator kriteria obat yang biasa dipakai. Untuk
penyusunan makalah ini kami menggunakan metode studi literatur, dimana semua
infomasi yang kami dapat dengan cara membaca dari berbagai sumber dari buku
dan internet.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diperoleh beberapa rumusan masalah
yaitu antara lain:
2.1. Apa yang dimaksud dengan Antiinflamasi?
2.2. Apa yang dimaksud dengan Antibakteri?
2.3. Apa yang dimaksud dengan Antiviirus?
2.4. Apa yang dimaksud dengan Antijamur?
2.5. Apa yang dimaksud dengan Antiparasit?
3. Tujuan Penulisan
Maksud dan tujuan yang hendak dicapai dari pembuatan makalah ini adalah
untuk memperkenalkan tentang farmakologi Antiinflamasi, Antibakteri,
Antivirus, Antijamur dan Antiparasit.
4. Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam melakukan penulisan makalah ini yaitu
studi literatur, dimana semua infomasi yang kami dapat dengan cara membaca
dari berbagai sumber dari buku dan internet.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. ANTIINFLAMASI
Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat yang memiliki
aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau inflamasi dapat
disebabkan oleh berbagai rangsangan yang mencakup luka-luka fisik, infeksi, panas
dan interaksi antigen-antibodi (Houglum, 2005). Berdasarkan mekanisme kerja obat-
obat antiinflamasi terbagi dalam dua golongan, yaitu obat antiinflamasi golongan
steroid dan obat antiinflamasi non steroid. yang termasuk banyak obat seperti aspirin
Mekanisme kerja obat antiinflamasi golongan steroid dan non-steroid terutama
bekerja menghambat pelepasan prostaglandin ke jaringan yang mengalami cedera
(Gunawan, 2007). Obat-obat antiinflamasi yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
adalah non steroid anti inflammatory drug’s (NSAID). Obat-obat golongan NSAID
biasanya menyebabkan efek samping berupa iritasi lambung (Kee & Hayes, 1996).
Inflamasi terjadi ketika jaringan tubuh mengalami cedera, terinfeksi bakteri,
terkena racun, atau panas. Sel-sel yang rusak melepaskan zat kimia yang disebut
histamin, prostaglandin, dan bradikinin. Fungsinya yaitu agar pembuluh darah
melebar, sehingga lebih banyak darah dan sel darah putih mengalir ke area tersebut.
Hasilnya, area yang mengalami inflamasi nampak membengkak dan hangat. Proses
ini juga bertujuan untuk mengisolasi zat asing agar tidak menginfeksi jaringan tubuh
lain.
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau nonsteroidal anti-inflammatory
drugs (NSAIDs) adalah kelompok obat yang digunakan untuk mengurangi
peradangan, sehingga meredakan nyeri dan menurunkan demam. NSAIDs sering
dikonsumsi untuk mengatasi sakit kepala, nyeri menstruasi, keseleo, atau nyeri sendi.
NSAIDs tersedia dalam bentuk kapsul, tablet, krim, gel, suppositoria (obat yang
langsung dimasukkan ke dalam anus), dan suntik. Dalam mengatasi nyeri, NSAIDs
atau OAINS bekerja dengan cara menghambat hormon pemicu peradangan, yaitu
hormon prostaglandin. Dengan berkurangnya peradangan, rasa nyeri juga akan
berkurang dan demam akan turun. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengatasi
nyeri setelah amputasi atau phantom limb syndrome.

4
ASPIRIN
KRITERIA PENJELASAN
Indikasi obat mencegah penggumpalan darah. untuk
mengurangi rasa sakit dan menurunkan demam.
Dosis obat Dosis aspirin atau acetosal berbeda-beda,
tergantung pada penyakit yang dialami dan usia
penderita. Berikut adalah pembagian dosisnya:
• Untuk mengatasi serangan jantung
Dewasa: 160-325 mg beberapa menit
setelah gejala.
• Untuk mengatasi stroke
Dewasa: 160-325 mg selama 48 jam
setelah terkena stroke, diikuti dengan 81-
100 mg per hari.
• Untuk mencegah serangan jantung dan
stroke
Dewasa: 81-325 mg/hari.
• Untuk pemasangan ring jantung (stent)
Dewasa: 162-325 mg sebelum prosedur
pemasangan ring, diikuti dengan 81-325
mg/hari setelah prosedur dilakukan
• Untuk mengatasi demam dan nyeri
Dewasa: 325-650 mg setiap 4 jam sekali
atau 975 mg setiap 6 jam sekali, atau 500-
1000 mg setiap 4-6 jam. Maksimal 4
g/hari selama 10 hari.
Farmakokinetika Absorbsi
Aspirin sediaan tablet bisa diserap dengan sangat
cepat di lambung dan duodenum. Tablet
extended release diserap lebih lambat dan
tergantung adanya makanan serta pH gaster.
Bioavailabilitas aspirin adalah 50-75%.

Distribusi
Volume distribusi aspirin adalah 170 ml/kgBB.
Aspirin juga banyak terdistribusi pada jaringan.

Pada konsentrasi rendah, sekitar 90% aspirin


terikat albumin. Semakin tinggi konsentrasi
aspirin, proporsi yang berikatan dengan protein
semakin rendah, begitu pula pada kasus
insufisiensi renal dan pada kehamilan.

5
Pada kasus overdosis aspirin, hanya 30% yang
berikatan dengan albumin

Metabolisme
Metabolisme aspirin berlangsung hampir segera
setelah konsumsi. Aspirin utamanya dihidrolisis
menjadi salisilat oleh enzim esterase yang
terdapat di mukosa saluran cerna, eritrosit, cairan
sinovial, dan plasma darah. Hasil hidrolisis
kemudian berikatan dengan glycine, menjadi
salicyluric acid.

Eliminasi
Waktu paruh aspirin adalah 15-20 menit,
sedangkan waktu paruh salisilat akan lebih lama
sesuai dengan dosis pemberian. Pada dosis 300-
650 mg waktu paruh berkisar 3 jam, sedangkan
pada dosis 1 gram waktu paruh adalah 5 jam dan
2 gram waktu paruh 9 jam.

Eliminasi aspirin utamanya melalui urin, 75%


dalam bentuk salicyluric acid dan 10% dalam
bentuk asam salisliat.
Mekanisme kerja inhibisi enzim siklooksigenase 1 dan 2 (COX-1
(Farmakodinamika) dan COX-2) secara ireversibel, sehingga
menurunkan produksi prostaglandin dan
derivatnya, yaitu thromboxan A2. Efek yang
diperoleh adalah efek antipiretik, antiinflamasi,
dan antiplatelet.
Cara Pemberian dikonsumsi sesudah makan
Efek Samping yang umum terjadi akibat konsumsi aspirin
antara lain adalah perut mulas, sakit maag, dan
mudah mengalami perdarahan, seperti mimisan,
lebam, dan perdarahan yang sulit berhenti apabila
terluka.
Interaksi Obat Kortikosteroid, phenybutazone. ramipril.
Ibuprofen, ketorolac.
Kontraindikasi Gangguan perdarahan, seperti hemofilia.
Gangguan hati dan ginjal yang berat. Anak-anak
berusia 16 tahun ke bawah dan sedang dalam
proses pemulihan dari infeksi virus. Riwayat
alergi, seperti serangan asma atau alergi parah
setelah penggunaan aspirin
Bentuk Sediaan Tablet

6
IBUPROFEN
KRITERIA PENJELASAN
Indikasi Obat untuk meredakan nyeri,
Dosis Obat Demam pada anak
Usia 6 bulan hingga 12 tahun: 10
mg/kg/dosis secara oral setiap 6-8 jam
sesuai kebutuhan.

Nyeri pada anak


Usia 6 bulan hingga 12 tahun: 4-10
mg/kg secara oral setiap 6-8 jam sesuai
kebutuhan. Dosis maksimal harian yang
dianjurkan, yaitu 40 mg/kg.

Rheumatoid arthritis pada anak


Usia 6 bulan hingga 12 tahun

Normal: 30-40 mg/kg/hari dalam 3-4


dosis terbagi. Mulai dari dosis terendah
dan titrasi. Pasien dengan penyakit lebih
ringan dapat diobati dengan dosis 20
mg/kg/hari.

Fibrosis kistik pada anak


• Dosis ibuprofen untuk anak
dengan fibrosis kistik. Oral:
kronis/menahun (lebih dari 4
tahun) 2 kali sehari disesuaikan
untuk mempertahankan
konsentrasi serum 50-100
mcg/mL berkaitan dengan
perlambatan perkembangan
penyakit pada pasien anak
dengan penyakit paru ringan.
• Dosis ibuprofen untuk anak
dengan Patent Ductus
Arteriosus. Ibuprofen lysine:
usia kehamilan ≤32 minggu, BB
lahir: 500-1500 g, dosis awal: 10
mg/kg, diikuti dengan 2 dosis 5
mg/kg setelah 24 dan 48 jam
Farmakokinetika Absorpsi

7
Ibuprofen cepat diabsorpsi, setelah
konsumsi per oral. Bioavailabilitas obat
adalah 80%. Ibuprofen lysine, atau
garam ibuprofen lebih cepat diabsorpsi
dibandingkan jenis asam ibuprofen.
Konsentrasi puncak ibuprofen lysine,
atau garam ibuprofen adalah sekitar 45
menit, sedangkan asam ibuprofen adalah
sekitar 90 menit. Konsentrasi puncak
ibuprofen dalam serum umumnya
berlangsung sekitar 1‒2 jam. [11-14]

Bioavailabilitas obat hampir tidak


dipengaruhi oleh makanan. Juga tidak
terdapat interferensi absorpsi ibuprofen,
apabila diberikan bersamaan dengan
antasida, baik yang mengandung
aluminium hidroksida, maupun
magnesium hidroksida.

Metabolisme

Ibuprofen secara cepat dimetabolisme di


dalam hati, menghasilkan metabolit-
metabolit seperti asam propionik fenil
hidroksimetil propil, dan asam
propionik fenil karboksipropil. [3,12]

Distribusi

Ibuprofen didistribusikan ke seluruh


jaringan tubuh, terutama terkonsentrasi
dalam cairan sinovial. Keberadaan obat
ibuprofen dalam cairan sinovial adalah
lebih lama daripada dalam plasma. Obat
ini terikat pada protein sekitar 90‒99%,
terutama dengan albumin.

Eliminasi

Waktu paruh obat dalam serum adalah


sekitar 1,8 hingga 2 jam. Ekskresi
ibuprofen lengkap dalam 24 jam, setelah
dosis terakhir. Sekitar 45%‒79% dari
dosis obat yang diabsorpsi per oral,

8
ditemukan dalam urine, dalam bentuk
metabolit, sedangkan bentuk ibuprofen
bebas atau terkonjugasi, masing-masing
adalah sekitar 1% dan 14%.
Mekanisme Kerja Secara umum kerja ibuprofen sebagai
(Farmakodinamika) antiinflamasi, analgesik dan antipiretik
adalah dengan cara inhibisi pada jalur
produksi prostanoids, seperti
prostaglandin E2 (PGE2) dan
prostaglandin I2 (PGI2), yang
bertanggungjawab dalam mencetuskan
rasa nyeri, inflamasi dan demam.
Ibuprofen menghambat aktivitas enzim
siklooksigenase I dan II, sehingga
terjadi reduksi pembentukan prekursor
prostaglandin dan tromboksan.
Selanjutnya, akan terjadi penurunan dari
sintesis prostaglandin, oleh enzim
sintase prostaglandin.

Secara spesifik, mekanisme kerja


ibuprofen sebagai antiinflamasi adalah
melalui modus aksi yang multipel:

Mencegah akumulasi dan adhesi


leukosit seperti neutrofil,
polimorfonuklear, dan monosit
makrofag pada jaringan yang
mengalami inflamasi
Menghambat produksi dan aksi
leukosit-leukosit yang bersifat
inflamogen seperti leukotrien B4, nitrit
oksida, interleukin-1
Reduksi jalur aferen dan eferen mediasi
rasa nyeri
Cara Pemberian Konsumsilah tablet atau kapsul
ibuprofen bersama makanan untuk
mengurangi risiko sakit maag.
Ibuprofen suntik hanya boleh diberikan
oleh dokter atau oleh tenaga medis.
Efek Samping sakit perut, maag, diare, sembelit
kembung
pusing, sakit kepala, gugup
gatal atau ruam kulit
telinga berdenging

9
Interaksi Obat • aspirin atau NSAID lainnya
(naproxen, celecoxib, diclofenac,
meloxicam)
• obat jantung dan tekanan darah
(benazepril, enalapril, lisinopril,
quinapril)
• lithium (Eskalith, Lithobid)
• diuretik seperti furosemide
(Lasix)
• methotrexate (Rheumatrex,
Trexall)
• steroid (prednison)
• pengencer darah seperti warfarin
(Coumadin, Jantoven)
Kontraindikasi Riwayat reaksi hipersensitivitas, riwayat
asthma, gangguan ginjal, Kehamilan
trimester akhir dll
Bentuk Sediaan Tablet, kapsul, sirup, suntik.

10
2.2. ANTIBAKTERI
Antibakteri merupakan zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan
mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan.
Mekanisme kerja dari senyawa antibakteri diantaranya yaitu menghambat sintesis
dinding sel, menghambat keutuhan permeabilitas dinding sel bakteri, menghambat
kerja enzim, dan menghambat sintesis asam nukleat dan protein (Dwidjoseputro,
1980).
Salah satu zat antibakteri yang banyak dipergunakan adalah antibiotik. Antibiotik
adalah senyawa kimia khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh organisme hidup
termasuk struktur analognya yang dibuat secara sintetik, yang dalam kadar rendah
mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih
mikroorganisme (Siswando dan Soekardjo, 1995). Antibiotik merupakan obat yang
paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Salah satu
penyakit infeksi yang sering mendapat terapi antibiotika adalah diare.
Untuk diare infeksi terapi utamanya menggunakan antibiotik, selain terapi cairan
tubuh. Diare akibat infeksi parah, terapi dengan antibiotik sering dilakukan untuk
mempercepat penyembuhan. Akan tetapi penggunaan antibiotik yang sering dan
tanpa indikasi yang jelas dapat meningkatkan insidensi resistensi bakteri, dimana hal
ini dapat meningkatkan keparahan infeksi dan penanganannya menjadi sulit.
Krisisnya higenitas dan sanitasi juga akan memperparah penanganan infeksi ini (Tjay
dan Rahardja 2007; Bueno, 2012). Bakteri yang resisten terhadap antibiotika
disebabkan oleh plasmid yang mengalami resisten multiple atau terdapatnya gen
dalam kromosom yang membawa sifat resistensi (Bueno, 2012)
Antibiotik terbagi menjadi beberapa jenis, dan masing-masing digunakan untuk
mengatasi kondisi yang berbeda. Jenis-jenis antibiotik yaitu penisilin, sepalosfolin,
aminoglikosida, tetrasiklin, makrolid, quinolone, dan Sulfa atau Sulfonamida.

PENISILIN
Indikasi
adalah untuk mengatasi berbagai infeksi yang disebabkan mikroorganisme yang
sensitif terhadap obat ini. Secara klinis, penisilin V dapat digunakan untuk infeksi
saluran napas atas, demam scarlet, dan erisipelas ringan akibat Streptococcus tanpa
bacteremia.
Dosis obat
Berikut ini adalah dosis penisilin berdasarkan usia pasien dan kondisi yang akan
diatasi Kondisi: Infeksi bakteri

11
Dewasa: 125–500 mg dikonsumsi setiap 6–8 jam.
Anak-anak usia 1 bulan sampai 12 tahun: 25–75 mg/kgBB per hari, dosis dibagi
menjadi 3–4 kali konsumsi. Dosis maksimal 2.000 mg per hari.
Farmakokinetik
Penicillin benzathine diberikan secara intramuskular dan eliminasi terutama
dilakukan melalui ginjal.
Absorpsi
Absorpsi penicillin benzathine berlangsung secara lambat setelah injeksi
intramuskular. Waktu puncak absorpsi pasca injeksi intramuskular pada bayi adalah
12–24 jam, pada anak 24 jam, dan pada dewasa 48 jam.
Pemberian penicillin benzathine sebanyak 300.000 unit pada orang dewasa akan
menghasilkan konsentrasi penicillin G di darah sebesar 0,03–0,05 unit per mL.
Konsentrasi ini akan bertahan selama 4 – 5 hari. Konsentrasi yang sama akan
dijumpai dalam durasi yang lebih lama pada dosis yang lebih tinggi, yaitu sekitar 10
hari setelah pemberian intramuskular sebesar 600.000 unit dan 14 hari setelah
pemberian intramuskular sebesar 1,2 juta unit.
Distribusi
Setelah masuk ke tubuh, sekitar 60% akan berikatan dengan protein albumin.
Penicillin benzathine dapat melewati sawar darah otak saat sedang terjadi inflamasi,
namun jumlah yang masuk sangat sedikit sehingga tidak cocok digunakan untuk
terapi neurosifilis.
Metabolisme
Penicillin benzathine akan dihidrolisis menjadi bentuk aktif, yaitu penicillin G.
Eliminasi
Penicillin benzathine akan diekskresi dalam bentuk aktif di tubular renal. Pada pasien
dengan penurunan fungsi ginjal, eksresi obat akan terhambat sehingga meningkatkan
risiko terjadinya efek samping akibat penumpukkan obat di darah. Penicillin G masih
dapat ditemukan di urin pada minggu ke-12 pasca pemberian penicillin benzathine
1,2 juta unit.
Farmakodinamik
Penicillin benzathine merupakan salah satu obat golongan beta laktam. Obat
golongan ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dinding sel bakteri pada
tahap akhir. Penicillin akan berikatan dengan molekul penicillin-binding proteins

12
(PBP) yang terdapat di dinding sel bakteri. PBP yang terasilasi akan memicu lisis dari
dinding sel bakteri sehingga berujung kepada kematian bakteri.
Cara pemberian
Diberikan sesudah makan
Efek samping
yang terjadi bisa cukup bervariasi, tergantung dari kondisi kesehatan umum dan
respons pasien terhadap obat. Sejumlah efek samping yang mungkin dapat terjadi
mual atau muntah, sakit perut, diare yang disertai demam dan kram perut, menggigil,
nyeri sendi, nyeri tenggorokan, lidah yang menghitam dan berbulu, gatal atau ruam
pada kulit, mengi (bengek), kesulitan bernapas dan menelan, bengkak pada bibir,
lidah, atau tenggorokan.
Interaksi obat
propranolol, chloramphenicol, methotrexate, neonmycin, antikoagulan, dan vaksin
tifoid.
Kontraindikasi
hipersensitivitas obat
Bentuk sediaan
kaplet, sirop kering, dan suntikan

SEFALOSPORIN
Indikasi
untuk mengobati penyakit akibat infeksi bakteri, seperti otitis media, pneumonia,
meningitis, infeksi kulit, infeksi ginjal, infeksi tulang, infeksi tenggorokan, dan
infeksi menular seksual, seperti gonore.
Dosis Obat
Dewasa: secara intra vena atau intra muskular, 0,5-2 gram per hari terbagi dalam 2-
4 dosis. Pada infeksi yang berat atau berdasarkan umur dan keadaan dari
pasien, dosis dapat ditingkatkan menjadi 4 gram per hari.
Anak: ≥ 6 bulan, secara intravena atau intramuskular, 40-80 mg/kg bb per hari terbagi
dalam 2-4 dosis.
Farmakokinetik

13
1) Sefalosporin diserap lebih dari 80% bila di konsumsi melalui oral.
2) Sebagian besar terdistribusi, terutama pada cairan extraseluler
3) Konsentrasi obat pada kulit, jaringan lunak, tulang, paru-paru, ginjal,telinga
tengah, pleura, dan cairan synovial sekitar separuh dari kadar serum.
4) Pada cairan serebro spinal,konsentrasi obat dapat bebeda-beda tergantung
generasi. Secara umum, hanya sebagian kecil dari sefalosporin generasi
pertama dan kedua yang dapat beredar pada CSF, walaupun dalam keadaan
meningitis.
5) Dosis terapeutik melaui CSF dicapai oleh sefalosporin generasi ketiga yang
diberikan secara umum, sefalosporin tidak dimetabolisme penuh.
6) Sebagian besar diekskresikan oleh ginjal melalui filtrasi dari glomerulus, dan
sekresi tubular aktif.
7) Sebagian besar diekskresikan oleh ginjal melalui filtrasi dan glomerulus, dan
ekskresi tubular aktif.
Farmakodinamik
Sefalosporin merupakan antibiotik yang bersifat bakterisidal menghambat sintesis
dindng sel bakteri, yang menyebabkan lisisnya bakteri pathogen. Untuk mencapai
efek tersebut, antibiotik harus melewati dinding sel bakteri dan berikatan dengan
penicillin binding proteins. Berupa enzim (transpeptidase) yang termasuk dalam
reaksi silang polimervpeptidoglikans.saat penicillin binding proteins berikatan
dengan sefalosporin, sintesis dinding bakteri akan terhambat adalah enzim autolysis
aktif.
Cara pemberian
Diberikan sesudah makan
Efek samping
Reaksi alergi, nefrotoksik, gangguan fungsi hepar,dan diare.
Interaksi obat
Antibiotik, aminoglikosida
Kontraindikasi
Hipersentivitas obat
Bentuk sediaan
Tablet, kapsul, dan sirop kering.

14
2.3. ANTIVIRUS
Obat antivirus adalah golongan obat yang digunakan untuk menangani penyakit-
penyakit yang disebabkan infeksi virus. Obat antivirus bekerja dengan cara
mematikan serangan virus, menghambat, serta membatasi reproduksi virus di dalam
tubuh. Penggunaan obat antivirus hanya diberikan berdasarkan saran dari dokter.

Infeksi virus yang ditangani dengan pemberian obat antivirus, antara lain:
Influenza
Hepatitis B atau C
Herpes simplex
Herpes zoster atau cacar ular
Cytomegalovirus
Human immunodeficiency virus (HIV).
Masing-masing obat antivirus dikelompokkan berdasarkan cara kerjanya, yang
berupa:
Interferon: peginterferon alfa-2a, peginterferon alfa-2b
Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI): efavirenz, nevirapine,
rilpivirine, etravirine
Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI): adefovir, entecavir, lamivudine,
stavudine, telbivudine, tenofovir, zidovudine
Penghambat neuraminidase: oseltamivir, zanamivir
Penghambat protease: darunavir, simeprevir, ritonavir, lopinavir-ritonavir, indinavir
Penghambat RNA: ribavirin
Penghambat DNA polimerase: acyclovir, valacyclovir, famciclovir, ganciclovir,
valganciclovir
Direct acting: sofosbuvir, daclatasvir, elbasvir/grazoprevir.
Golongan obat antivirus NNRTI, NRTI, dan penghambat protease juga dikenal
dengan obat antiretroviral (ARV), yaitu obat untuk mengatasi HIV/AIDS.

Peringatan:

15
Wanita hamil, menyusui, atau sedang merencanakan kehamilan disarankan untuk
berkonsultasi kepada dokter sebelum menggunakan obat antivirus.
Informasikan kepada dokter terlebih dahulu jika ingin memberikan obat ini kepada
anak-anak.
Harap berhati-hati dalam menggunakan obat ini jika mengalami gangguan fungsi
ginjal.
Beri tahu dokter jika sedang menggunakan obat-obatan lainnya, termasuk herba atau
suplemen, karena dapat menimbulkan interaksi obat yang tidak diinginkan.
Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis sesudah mengonsumsi obat antivirus, segera
temui dokter atau kunjungi rumah sakit terdekat.
Efek Samping Obat Antivirus
Seperti obat-obat lainnya, obat antivirus juga dapat menyebabkan efek samping,
meskipun tidak semua orang akan mengalami efek samping setelah mengonsumsi
obat, karena respons tubuh terhadap obat bisa berbeda-beda. Beberapa efek samping
yang dapat terjadi setelah mengonsumsi obat antivirus adalah:

Sakit kepala
Mual dan muntah
Sakit perut dan diare
Sulit tidur
Masalah kulit
Perubahan perilaku
Halusinasi.
Jenis-Jenis, Merek Dagang Obat Antivirus
Berikut ini dosis obat antivirus berdasarkan jenis-jenis obatnya. Sebagai informasi,
penggunaan masing-masing jenis obat ini dilarang bagi kelompok usia yang tidak
disebutkan di dalam kolom dosis. Untuk mendapatkan penjelasan secara rinci
mengenai efek samping, peringatan, atau interaksi dari masing-masing obat antivirus,
silahkan lihat pada halaman Obat A-Z.

16
1.Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)
Efavirenz
Merek dagang: Efavirenz, Eviral, Stocrin, Telura, Tenolam-E
2. Nevirapine
Merek dagang Nevirapine: Neviral, Nevirapine, NVP
3. Entecavir
Merek dagang: Atevir, Baraclude
4. Zidovudine
Merek dagang zidovudine: Duviral, Retrovir, Zidovudine, ZDV
5. Acyclovir
Merek dagang Acyclovir: Acifar, Acifar Cream, Matrovir, Matrovir 400, Zovirax
Tablet, Zovirax Tablet, Temiral

OBAT HIV ENFUVIRTIDE


Indikasi obat : enfuvirtide ( inn ) adalah penghambat fusi hiv , yang pertama dari
kelas obat antiretroviral yang digunakan dalam terapi kombinasi untuk pengobatan
infeksi hiv -1
Dosis obat : dosis untuk dewasa
⇔ untuk pengobatan infeksi hiv
→ subkutan
→ 90 mg, 2 kali/hari diberikan dengan kombinasi obat lain pada bagian lengan atas,
perut (abdomen), atau paha
Dosis untuk anak-anak
Untuk pengobatan infeksi hiv
⇔ subkutan
⇔ usia: 6 tahun-16 tahun
→ 2 mg/kg, 2 kali/hari
→ diberikan dengan kombinasi obat lain pada bagian lengan atas, perut (abdomen),
atau paha
→ dosis maksimum: 90 mg
⇔ usia: 17 tahun atau lebih
90 mg, 2 kali/hari

17
→ diberikan dengan kombinasi obat lain pada bagian lengan atas, perut (abdomen),
atau paha
Farmakokinetik:
penyerapan: hampir terserap secara penuh dengan injeksi subkutan. Ketersediaan hayati:
84%. Waktu untuk mencapai konsentrasi plasma: 8 jam.
Distribusi: vulume distribusi: 5,5 ± 1,1 l. Pengikatan protein plasma: 92%.
Metabolisme: mengalami katabolisme di hati dan ginjal oleh peptidase menjadi asam
amino dan proteinase untuk membentuk deaminasi.
Ekskresi: eliminasi paruh waktu: 3,8 jam
Mekanisme kerja : mekanisme aksi
Enfuvirtide bekerja dengan mengganggu mesin molekulerhiv -1 pada tahap akhir fusi
dengan seltarget , cegah sel yang tidak terinfeksi hiv. Sebuah peptidabiomimetik ,
enfuvirtide dirancang untuk komponen mesin fusi hiv -1 dan menggantikannya,
mencegah fusi normal.

Cara pemberian :
Obat enfuvirtide tersedia dalam dosis untuk anak-anak maupun dewasa. Selain itu,
pemberian dosis juga disesuaikan sesuai kegunaanya yaitu untuk mengontrol hiv
dalam tubuh.

Efek samping: gatal-gatal, kemerahan, bengkak pada bagian kulit yang


diinjeksi,gangguan tidur (susah tidur atau tidur terus-terusan),kelelahan,lesu,nyeri
otot,mual,nafsu makan berkurang,berat badan turun,diare,sembelit,gejala flu,hidung
berair disertai nyeri,mata merah, nyeri, dan berair

Interaksi obat : pentafuside t-20 fuzeon


Bentuk sediaan : capsul dan tablet

18
OBAT HEPATITIS B VAKSIN
Indikasi obat : vaksin hepatitis B adalah vaksin yang digunakan untuk mencegah
infeksi hati, akibat virus hepatitis B.vaksin ini bekerja dengan merangsang sistem
kekebalan tubuh agar menghasilkan antibodi yang dapat melawan virus hepatitis B
Dosis obat : untuk anak anak <16 tahun
10 mcg, 3 dosis yang diberikan pada 0,1 dan 6 bulan atau 10mcg, 3 dosis pada0,1,
2bulan diikuti booster pada usia 12 bulan
Untuk dewasa :
Imunisasi primer 20 mcg, 3 dosis pada 0,1 dan 6 bulan
Pada pasien yang dicurigai terkena virus hepatitis B 20 mcg 3 dosis pada 0,1 , 2 bulan
diikuti booster pada usia 12 bulan
Pada pasien imunokompromais
20 mcg ditambahkan 10 mcg setiap 6-12 bulan
Pada pasien gangguan ginjal
40 mcg, 3 dosis pada bulan 1,2,dan 4-6
Efek samping : antara lain adalah hipersensitivitas, sakit kepala, mengantuk, mual,
muntah dan tekanan darah rendah
Farmakodinamika : adalah dengan menginduksi system imun tubuh untuk
memproduksi antibodi terhadap antigen yang berada di permukaan virus(ANTI-HBs)
mekanisme penginduksian sistem imun ini belum diketahui dengan pasti. Titer anti-
HBS diatas 10 IU/L diketahui telah dapat memberikan proteksi terhadap infeksi virus
hepatitis B.
Farkologi : vaksin hepatitis B terdiri dari dua jenis yaitu vaksin yang berupa turunan
plasmid dan vaksin hepatitis B yang beredar luas adalah vaksin rekombinan. Jenis
vaksin rekombinan yang sering digunakan adalah Engerix-B, heplisav-Bdan
recombivax HB
Interaksi obat : kortikosteroid, dan antieoplastik
Kontraindikasi : hipersensitivitas
Cara pemberian : injeksi
Bentuk sedia : obat injeksi

19
2.4. ANTIJAMUR
Antijamur adalah kelompok obat untuk mengatasi infeksi jamur. Obat antijamur
atau antifungi ini tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, mulai dari tablet, krim,
salep, sabun, bedak, hingga sampo. Obat ini digunakan sesuai dengan resep dokter.
Obat antijamur bekerja dengan cara menyerang struktur dan fungsi penting pada
sel jamur. Obat ini akan merusak membran dan dinding sel, sehingga sel jamur akan
pecah dan mati. Sebagian obat antijamur dapat membunuh sel jamur, sedangkan
sebagian lainnya mencegah perkembangan dan pertumbuhan sel.Infeksi jamur dapat
menyerang bagian tubuh mana pun. Walaupun bisa menyerang semua bagian tubuh,
infeksi jamur paling sering terjadi di kulit, rambut, atau kuku. Infeksi jamur
umumnya tidak berbahaya, tetapi bisa menjadi serius jika terjadi pada penderita yang
memiliki daya tahan tubuh yang lemah, misalnya akibat mengonsumsi obat
imunosupresan atau menderita infeksi HIV.
Jenis Antijamur
Ada beberapa jenis obat antijamur yang terbagi berdasarkan struktur kimia dan cara
kerjanya, di antaranya:
Azole
Obat ini merupakan antijamur yang berspektrum luas, artinya dapat membunuh
berbagai jenis jamur. Antijamur golongan azole bekerja dengan cara merusak
membran sel jamur. Jika membran sel jamur rusak, sel tersebut akan mati. Contoh
obat ini adalah:
Clotrimazole
Fluconazole
Itraconazole
Ketoconazole
Tioconazole
Miconazole
Voriconazole
Echinocandin
Obat antijamur ini bekerja dengan cara merusak dinding sel jamur. Jika dinding sel
jamur tidak dapat dibentuk, sel tersebut akan mati. Contoh obat ini adalah:
Anidulafungin
Micafungin

20
Caspofungin
Polyene
Antijamur golongan polyene dikenal juga sebagai obat antimikotik. Obat ini bekerja
dengan cara merusak membran sel jamur, sehingga sel tersebut akan mati. Contoh
obat antijamur polyene adalah:
Nystatin
Amphotericin B
Obat antijamur umumnya dapat ditemukan dalam beberapa bentuk sediaan,
yaitu:
Topikal (oles atau digunakan di kulit), misalnya, krim, losion, semprot, sabun, sampo,
atau bedak
Oral (minum), misalnya, tablet, kapsul, dan sirop
Intravena (melalui pembuluh darah), misalnya suntik dan infus
Intravagina (melalui vagina), yaitu tablet yang dimasukan ke dalam vagina

CASPOFUNGIN
Indikasi obat
Menghentikan pertumbuhan jamur.
Dosis obat
Dosis caspofungin berbeda - beda, tergantung pada penyakit yang di alami dan usia
penderita. Berikut adalah pembagian dosisnya:
DEWASA
Untuk mengobati aspergillosis, dosis caspofngin adalah:
Dosis: 70 mg IV pada hari pertama
Dosis pemeliharaan: 50 mg IV sekali sehari
Durasi terapi harus berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit dasar pasien,
pemulihan dari imunosupresi, dan respon klinis.
Untuk mengobati Candidemia dan infeksi Candida, dosis caspofungin adalah:
Dosis: 70 mg IV pada hari pertama

21
Dosis pemeliharaan: 50 mg IV sekali sehari
Durasi terapi harus ditentukan berdasarkan respon klinis dan mikrobiologis pasien.
Secara umum, terapi antijamur harus terus dilakukan selama setidaknya 14 hari
setelah kultur positif terakhir. Pasien yang presisten terhadap neutropenia dapat
menjalani pengobatan lebih lama terhadap terapi penundaan neutropenia.
Untuk mengobati esophageal candidiasis, dosis caspofungin adalah:
50 mg IV sekali sehari selama 7 sampai 14 hari setelah resolusi gejala
Sebuah dosis 70 mg belum diteliti dengan indikasi ini. Karena risiko kekambuhan
kandidiasis orofaringeal pada pasien dengan infeksi HIV, terapi oral supresi bisa
dipertimbangkan.

ANAK - ANAK
Untuk mengobati Candidemia dan infeksi Candida, dosis caspofungin adalah:
Dosis: 70 mg / m2 IV pada hari pertama
Dosis pemeliharaan: 50 mg / m2 IV sekali sehari
Dosis maksimum dan dosis pemeliharaan harian tidak boleh melebihi 70 mg, terlepas
dari dosis yang dihitung pasien. Jika dosis harian 50 mg / m2 ditoleransi tetapi tidak
memberikan respon klinis yang memadai, dosis harian dapat ditingkatkan sampai 70
mg / m2 setiap hari (tidak lebih dari 70 mg).
Durasi terapi harus ditentukan oleh respon klinis dan mikrobiologis pasien. Secara
umum, terapi antijamur harus dilakukan terus selama setidaknya 14 hari setelah
kultur positif terakhir. Pasien yang presisten terhadap neutropenia dapat menjalani
pengobatan lebih lama terhadap terapi penundaan neutropenia.
Untuk mengobati aspergillosis, dosis caspofngin adalah:
Dosis: 70 mg / m2 IV pada hari pertama
Dosis pemeliharaan: 50 mg / m2 IV sekali sehari
Dosis maksimum dan dosis pemeliharaan harian tidak boleh melebihi 70 mg, terlepas
dari dosis yang dihitung pasien. Jika 50 mg / dosis harian m2 ditoleransi tetapi tidak
memberikan respon klinis yang memadai, dosis harian dapat ditingkatkan sampai 70
mg / m2 setiap hari (tidak lebih dari 70 mg).
Untuk mengobati esophageal candidiasis, dosis caspofngin adalah:
Dosis: 70 mg / m2 IV pada hari 1

22
Dosis pemeliharaan: 50 mg / m2 IV sekali sehari selama 7 sampai 14 hari setelah
resolusi gejala
Dosis maksimum dan dosis pemeliharaan harian tidak boleh melebihi 70 mg, terlepas
dari dosis yang dihitung pasien. Jika 50 mg / dosis harian m2 ditoleransi tetapi tidak
memberikan respon klinis yang memadai, dosis harian dapat ditingkatkan sampai 70
mg / m2 setiap hari (tidak lebih dari 70 mg).
Farmakokinetika
Absorbsi
Caspofungin merupakan derivat semi sintetik dari pneumo-candin B 0, yang
merupakan hasil fermentasi lipopeptid jamur Glarea lozoyensis. Mekanisme Kerja
Caspofungin menghambat sintesis β-1,3-D-glucan yang merupakan komponen
dinding sel jamur. Aktifitas spektrum Caspofungin mempunyai aktifitas spektrum
yang terbatas. Caspofungin efektif terhadap Aspergillus fumigatus, Aspergillus flavus
dan Aspergillus terreus tetapi tidak efektif terhadap dermatofit. Caspofungin
mempunyai aktifitas yang berubah-ubah terhadap Coccidioidesimmitis, Histoplasma
capsulatum dan dematiaceous molds. Caspofungin juga efektif terhadap sebagian
besar Candida species dengan efek fungisidal yang tinggi, tetapi terhadap Candida
parapsilosis dan Candida krusei kurang efektif dan resisten terhadap Cryptococcus
neoformans
Distribusi
Pemberian caspofungin secara parenteral setelah 1 jam dengan dosis 70 mg akan
dicapai konsentrasi serum sebanyak 10 mgL. Kurang dari 10 dosis obat, akan
menetap di dalam darah setelah pemberian 36-48 jam dan lebih dari 96 akan
berikatan dengan protein. Sebagian besar obat akan di distribusikan ke dalam jaringan
± 92 dari dosis dengan konsentrasi yang tertinggi di jumpai pada hepar. Sekitar 1 dari
dosis akan di ekskresi tanpa ada perubahan melalui urin.
Metabolisme
Caspofungin di metabolisme di hepar dan metabolit yang tidak aktif akan dibuang
melalui empedu 35 dan urin 40.
Eliminasi
Waktu paruh di awali sekitar 9-11 jam dan berakhir pada 40- 50 jam. Dosis Pada
pasien aspergillosis dosis yang dianjurkan 70 mg pada hari pertama dan 50 mghari
untuk hari selanjutnya. Setiap dosis harus di infuskan dalam periode 1 jam. Pasien
dengan kerusakan hepar sedang, di rekomendasikan dosis caspofungin diturunkan
menjadi 35 mg dan selanjutnya 70 mg.

23
Farmakodenamik (mekanisme kerja)
Caspofungin merupakan derivat semi sintetik dari pneumo-candin B 0, yang
merupakan hasil fermentasi lipopeptid jamur Glarea lozoyensis.Obat ini bekerja
dengan cara menghambat sintesis enzim β-1,3-D-glukan, yang merupakan komponen
penting dari dinding sel jamur yang tidak ada dalam sel mamalia yang dengan
demikian dapat mengganggu integritas dinding sel jamur.
Efek samping
Efek samping yang sering dijumpai yaitu demam, adanya ruam pada kulit, mual dan
muntah.
Interaksi obat
Siklosporin
Tacrolimus
Kontraindikasi
hipersensitivitas obat
Bentuk sediaan
Serbuk
Larutan infus

ECHINOCANDIN (ANIDULAFUNGIN)
Indikasi Obat
Obat ini dapat digunakan untuk mengatasi infeksi jamur di darah, perut, atau
kerongkongan.
Dosis Obat
Kondisi : kandidiasis esofagus dosis 100 mg, sekali sehari pada hari pertama,
kemudian 50 mg setelahnya. Durasi pengobatan hingga 14 hari dan setidaknya 7 hari
setelah gejala hilang.
Kondisi : kandidiasi invasif, kandidemia, infeksi kandida Dosis 200 mg,
sekali sehari pada hari pertama, kemudian 100 mg setelahnya. Durasi pengobatan
hingga 14 hari.
Farmakodimik

24
Anidulafungin berbeda secara signifikan dari antijamur lain karena
anidulafungin mengalami degradasi kimiawi menjadi bentuk tidak aktif pada suhu
dan pH tubuh . Karena tidak bergantung pada degradasi enzimatik atau ekskresi hati
atau ginjal, obat ini aman digunakan pada pasien dengan derajat gangguan hati atau
ginjal apa pun.
Volume distribusi : 30–50 L.
Anidulafungin terbukti tidak dimetabolisme oleh hati . Obat spesifik ini
mengalami hidrolisis kimiawi yang lambat menjadi peptida cincin terbuka yang tidak
memiliki aktivitas antijamur. Waktu paruh obat adalah 27 jam. Sekitar 30%
diekskresikan dalam tinja (10% sebagai obat tidak berubah). Kurang dari 1%
diekskresikan melalui urin.

Farmakokinetik
Ketersediaan hayati :100% (hanya untuk penggunaan intravena)
Pengikatan protein : Ekstensif (> 99%)
Metabolisme : Metabolisme hati tidak diamati, sistem CYP tidak terlibat
Penghapusan paru : 27 jam; 40–50 jam (terminal)
Pengeluaran : Tinja (~ 30%), urin (<1%)
Cara pemberian
diberikan langsung oleh dokter atau petugas medis di bawah pengawasan dokter.
Obat akan disuntikkan sekali sehari ke dalam pembuluh darah. Obat ini dapat
diberikan selama 45 menit hingga 3 jam.
Efek samping
Diare, Sakit kepala, Mual, Muntah, Sulit tidur, Demam, Ruam, dan Flebitis
Interaksi
ciclosporin, voriconazole, tacrolimus, amphotericin B, atau rifampisin.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas
Bentuk sediaan
Suntik

25
2.5.ANTIPARASIT
Antiparasitik dari kata anti dan parasit. Antiparasitik adalah obat-obat yang
digunakan untuk membunuh penyakit yang disebabkan oleh parasit.
Penggolongan Antiparasita.
Antimalaria Antimalaria adalah obat-obat yang digunakan untuk mencegah dan
mengobati penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel tunggal (protozoa) yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anophelesbetina yang menggigit pada malam hari.
Antiamuba Antiamuba adalah obat-obat yang digunakan untuk mengobati penyakit
yang disebabkan oleh mikroorganisme bersel tunggal (protozoa) yaitu Entamoeba
histolyticayang dikenal dengan disentri amuba.
Anticacing (Antihelmintik Antihelmitica atau obat-obat anticacing adalah obat-obat
yang dapat memusnahkancacing parasit yang ada dalam tubuh manusia dan hewan.
Antijamur/AntifungiAntifungi adalah obat-obat yang digunakan untuk
menghilangkan infeksi yang disebabkan oleh jamur.
infeksi parasit adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit, misalnya cacing atau
kutu. Infeksi parasit terjadi ketika parasit masuk ke dalam tubuh melalui makanan
atau minuman yang terkontaminasi, gigitan serangga, atau kontak langsung dan tidak
langsung dengan penderita infeksi parasit. Parasit adalah mikroorganisme yang hidup
dan menggantungkan hidup dari organisme lain. Sebagian parasit tidak berbahaya,
sedangkan sebagian lain dapat hidup dan berkembang di dalam tubuh manusia
kemudian menyebabkan infeksi.
Penyebab Infeksi Parasit
Infeksi parasit terjadi ketika parasit masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut
atau kulit. Di dalam tubuh, parasit akan berkembang dan menginfeksi organ tubuh
tertentu.
Terdapat tiga jenis parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia, yaitu:
Protozoa
Protozoa merupakan jenis parasit yang umumnya hanya bisa dilihat melalui
mikroskop. Protozoa yang dapat menginfeksi manusia dapat dibagi ke dalam 4 jenis,
yaitu:
• Amoeba, yang menyebabkan penyakit amebiasis
• Siliofora, yang menjadi penyebab balantidiasis
• Flagellata, yang mengakibatkan penyakit giardiasis

26
• Sporozoa, yang menjadi penyebab kriptosporidiosis, malaria, dan
toksoplasmosis
Cacing
Cacing adalah parasit yang umumnya dapat dilihat dengan mata telanjang. Sama
seperti protozoa, cacing dapat hidup di dalam atau di luar tubuh manusia.
Ada tiga jenis cacing yang bisa menjadi parasit di dalam tubuh manusia, yaitu:
• Acanthocephala atau cacing kepala duri
• Platyhelminths atau cacing pipih, termasuk di antaranya cacing isap
(trematoda) dan cacing pita penyebab taeniasis
• Nematoda, seperti cacing gelang yang menyebabkan
penyakit ascariasis, cacing kremi, dan cacing tambang
Cacing dewasa umumnya hidup di saluran pencernaan, darah, sistem getah bening,
atau jaringan di bawah kulit. Namun, cacing tidak dapat memperbanyak diri di dalam
tubuh manusia. Selain bentuk cacing dewasa, bentuk larva dari cacing juga dapat
menginfeksi berbagai jaringan tubuh.
Ektoparasit
Ektoparasit adalah jenis parasit yang hidup di kulit manusia dan mendapat makanan
dengan mengisap darah manusia. Beberapa contoh ektoparasit adalah:
• Pediculus humanus capitus, yaitu kutu rambut yang menyebabkan kulit
kepala terasa gatal
• Pthirus pubis, yaitu kutu kemaluan yang membuat kulit kemaluan terasa gatal,
mengalami iritasi, dan terkadang menimbulkan demam
• Sarcoptes scabiei, yaitu tungau penyebab penyakit skabies atau kudis

Penularan Infeksi Parasit


Parasit dapat hidup di dalam atau di luar tubuh manusia dan hewan. Mikroorganisme
ini bisa ditemukan di tanah, air, tinja, serta benda yang terkontaminasi tinja.
Oleh karena itu, penderita infeksi parasit yang tidak mencuci tangannya dengan
bersih setelah buang air besar (BAB) dapat menularkan parasit ke orang lain melalui
kontak langsung atau benda apa pun yang disentuhnya.
Infeksi parasit juga dapat terjadi melalui cara lain, seperti:
• Konsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi parasit

27
• Kontak dengan hewan yang terinfeksi parasit atau penderita infeksi parasit,
baik langsung maupun tidak langsung, misalnya lewat sisir atau topi
• Gigitan nyamuk atau serangga lain yang terinfeksi parasit
• Hubungan seks secara oral (melalui mulut) dan anal (melalui dubur)
Pada kasus yang jarang terjadi, parasit juga dapat menular melalui transfusi darah,
transplantasi organ, dan dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya.

OBAT PYRIMETHAMINE
.
Indikasi Obat :
Sebagai antiparasit dan antimalaria pada profilaksis malaria, terapi malaria
falciparum tanpa komplikasi, dan tata laksana toxoplasmosis. Dosis pirimetamin
dibedakan berdasarkan usia.
Dosis Obat :
Dosis Dewasa:
Profilaksis Malaria
Oral/Diminum:
→ 25 mg dosis tunggal setiap seminggu.
Malaria Akut
Oral/Diminum:
→ Dikombinasikan dengan sulfonamide: 75 mg pyrimethamine dengan 1.5 g
sulfadoxine.
Toksoplasmosis
Oral/Diminum:
→ 50-75 mg pyrimethamine dengan 1-4g sulfadiazine setiap hari
→ Diminum selama 1-3 minggu, apabila pasien memiliki toleransi yang lambat,
maka dilanjutkan setengah dosis selama 4-5 minggu.
Dosis Anak-anak:
Profilaksis Malaria

28
Oral/Diminum:
→ < 4 tahun: 6.25 mg dosis tunggal setiap seminggu
→ 4-10 tahun: 12.5 mg dosis tunggal setiap seminggu
Malaria akut
Oral/Diminum:
→ 5-11 bulan 12.5mg pyrimethamine dengan 250mg sulfadoxine, sebagai dosis
tunggal
→ 1-6 tahun 25mg pyrimethamine dengan 500mg sulfadoxine, sebagai dosis tunggal
→ 7-13 tahun 50mg pyrimethamine dengan 1g sulfadoxine, sebagai dosis tunggal
Toksoplasmosis
Oral/Diminum:
→ 1mg/kg pyrimethamine dengan 0.5mg/kg sulfadiazine setiap hari selama 2-4 hari
→ Untuk 4 minggu kedepan dosis sulfadiazine disesuaikan yang disarankan oleh
dokter

Farmakokinetik
Penyerapan:
Hampir sepenuhnya menyerap
Distribusi:
80-90% didistribusikan pada protein plasma. Melintasi plasenta dan masuk ke dalam
ASI
Metabolisme:
Dimetabolisme di hati
Ekskresi:
Diekskresikan melalui ginjal(Urin 16-32%). Waktu paruh sekitar 4 hari

29
Farmakodinamika
Pirimetamin adalah senyawa antiparasit yang digunakan sebagai salah satu
obat pada terapi malaria falciparum inkomplikata yang resisten terhadap klorokuin.
Pirimetamin adalah antagonis asam folat yang bekerja menginhibisi prekursor asam
nukleat yang penting untuk pertumbuhan parasit. Aktivitas ini bersifat sangat selektif
terhadap plasmodium dan Toxoplasma gondi.

Cara pemberian : dikonsumsi setelah makan.

Efek samping :
-Diare
-Kehilangan nafsu makan
-Mual
-Muntah

Interaksi obat :
→Lorazepam dapat menyebabkan hepatotosisitas
→Peningkatan resiko penekanan sumsum tulang apabila digunakan bersamaan
dengan obat yang memiliki sifat imunosupresif (seperti proguanil, sulfonamida,
zidovudine, dan obat sitostatik)
→Peningkatan resiko pansitopenia dan anemia megaloblastic apabila digunakan
bersamaan dengan obat seperti kotrimoksazol dan sulfonamida.

Kontraindikasi :
→ Hipersensitif.
→ Anemia megaloblastik.
→ Resistensi obat malaria.
→ Ibu hamil dan menyusui.

Bentuk sedia : Tablet

30
OBAT CHLOROQUINE
Indikasi obat :
Sebagai terapi malaria, juga untuk amebiasis ekstraintestinal, serta sebagai
antiinflamasi pada rheumatoid artritis dan lupus eritematosus sistemik. Chloroquine
juga memiliki efek antiviral sehingga dapat diindikasikan untuk terapi infeksi
beberapa virus, diantaranya coronavirus, flavivirus, dan retrovirus
Dosis obat :
Malaria :
Dewasa: Hari pertama, dosis awal 600 mg, diikuti dengan 300 mg setelah 6–8
jam. Hari ke-2 dan ke-3, dosisnya adalah 300 mg sekali sehari. Anak-anak: Hari
pertama, dosis awal 10 mg/kgBB (maksimal 600 mg), diikuti dengan 5 mg/kgBB
(maksimal dosis 300 mg) setelah 6 jam. Hari ke-2 dan ke-3, 5 mg/kgBB sekali sehari.
Pencegahan malaria :
Dewasa: 300 mg sekali seminggu. Obat ini dikonsumsi sejak 1 minggu sebelum
bepergian ke daerah wabah malaria, selama berada di sana, dan dilanjutkan selama 4
minggu setelah kembali dari daerah tersebut. Anak-anak: 5 mg/kgBB sekali
seminggu. Obat ini dikonsumsi sejak 1 minggu sebelum bepergian ke daerah wabah
malaria, selama berada di sana, dan dilanjutkan selama 4 minggu setelah kembali dari
daerah tersebut.
Amebiasis :
Dewasa: Hari pertama dan kedua, dosis 600 mg/ Dilanjutkan dengan 300
mg/hari yang dikombinasikan dengan emetine atau dehydroemetine selama 2–3
minggu. Anak-anak: 6 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari.
Rheumatoid arthritis :
Dewasa: 150 mg/hari, dosis maksimal 2,5 mg/kgBB/hari. Hentikan pengobatan
jika kondisi tidak membaik setelah 6 bulan. Anak-anak: dosis bisa sampai 3
mg/kgBB/hari. Hentikan pengobatan jika kondisi tidak membaik setelah 6 bulan.
Lupus :
Dewasa: 150 mg/hari, dosis maksimal 2,5 mg/kgBB/ hari. Pengurangan dosis
secara bertahap akan dilakukan oleh dokter, sesuai kondisi pasien dan respon tubuh
pasien terhadap terapi.

31
Efek samping : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram perut, mual atau muntah, diare,
otot terasa lemah dan kulit lebih sensitif dengan paparan sinar matahari
Farmakodinamika :
Sebagai anti parasit, chloroquine bekerja dengan mencegah biokristalisasi heme
menjadi hemozoin, sehingga menyebabkan toksisitas pada parasit akibat akumulasi
heme bebas yang bersifat toksik. Hal ini menyebabkan kerusakan pada membran sel
parasit melalui proses oksidatif.
Akumulasi chloroquine pada limfosit dan makrofag menyebabkan obat ini
memiliki kemampuan antiinflamasi sehingga digunakan dalam terapi beberapa
penyakit seperti rheumatoid arthritis, lupus eritematosus sistemik, dan sarkoidosis
yang ditandai dengan overproduksi tumor necrosis factor α (TNFα) oleh makrofag
alveolar. Chloroquine mengurangi sekresi berbagai sitokin proinflamatori, khususnya
TNFα. Chloroquine juga mengurangi ekspresi permukaan reseptor TNFα pada human
monocytic cell line dan mengurangi pensinyalan TNFα yang dimediasi reseptor.
Mekanisme kerja lain dari chloroquine adalah dengan menghambat aktivitas
lisosom dan autofagi. Chloroquine meningkatkan pH kompartemen endosomal
sehingga mengganggu maturasi lisosom. Gangguan terhadap fungsi lisosom ini dapat
mengganggu fungsi limfosit dan memiliki efek imunomodulator bahkan efek anti-
inflamasi. Lisosom terlibat dalam pemrosesan antigen dan presentasi MHC (major
histocompatibility complex) kelas II sehingga secara tidak langsung membantu
aktivasi imun. Chloroquine juga mengganggu presentasi antigen melalui jalur
lisosomal. Chloroquine dapat mengurangi produksi berbagai tipe sitokin
antiinflamasi, seperti IL-1, IFNα, dan TNF.
Chloroquine juga dapat menghambat replikasi beberapa virus dengan cara
menghambat endosome-mediated viral entry. Beberapa virus memasuki sel targetnya
melalui proses endositosis. Proses ini mengarahkan virus ke kompartemen lisosomal
dimana pH yang rendah pada kompartemen tersebut dibantu oleh beberapa enzim
akan memecah partikel virus dan membebaskan asam nukleat yang bersifat infeksius.
Chloroquine menghambat fase entri tersebut dengan meningkatkan pH endosomal
Farmakokinetik :
Farmakokinetik chloroquine, atau klorokuin, adalah diabsorpsi secara cepat di
saluran cerna, kemudian didistribusikan berikatan dengan protein plasma, dan
dimetabolisme dalam hepar. Bioavailabilitas mencapai 78-89%, waktu paruh
eliminasi sampai 20-60 hari, sehingga obat ini diekskresikan melalui urin dalam
waktu lama.
Absorbsi

32
Setelah diberikan secara oral, bioavailabilitas chloroquine mencapai 78-89%.
Chloroquine secara cepat diabsorpsi dari saluran cerna dan hanya sebagian kecil dari
dosis yang akan ditemukan di feses. Sekitar 55-60% dari obat di plasma akan
berikatan dengan protein plasma.
Distribusi
Chloroquine didistribusikan secara ekstensif, dengan volume distribusi 200-800
L/kg ketika dikalkulasi dari konsentrasi plasma dan 200 L/kg ketika diestimasi dari
data darah lengkap (whole blood). Chloroquine di deposit di jaringan dalam jumlah
yang cukup banyak. Pada hewan, sekitar 200-700 kali konsentrasi plasma bisa
ditemukan di hati, limpa, ginjal, dan paru. Leukosit juga dapat mengkonsentrasikan
obat. Otak dan korda spinalis mengandung hanya 10-30 kali konsentrasi obat di
plasma.
Metabolisme
Chloroquine mengalami degradasi di dalam tubuh. Chloroquine dimetabolisme
oleh enzim sitokrom P450 menjadi dua metabolit aktif, yaitu desetilklorokuin dan
bisdesetilklorokuin. Konsentrasi desetilklorokuin dan bisdesetilklorokuin secara
berturut-turut mencapai 40% dan 10% dari konsentrasi chloroquine. Obat dan
metabolitnya dapat dideteksi di urin berbulan-bulan setelah pemberian dosis tunggal.
Chloroquine dan desetilklorokuin secara kompetitif menghambat reaksi yang
dimediasi oleh CYP2D1/6. Studi in vitro dan data preliminari dari penelitian klinik
menunjukkan bahwa CYP3A dan CYP2D6 merupakan dua isoform utama yang
terlibat dalam metabolisme chloroquine.
Eliminasi
Ekskresi chloroquine sangat lambat, tapi dapat meningkat dengan
meningkatkan keasaman urin. Pada sukarelawan sehat, konsentrasi chloroquine dapat
dideteksi di darah dan urin secara berturut-turut hingga 52 dan 119 hari setelah
pemberian dosis tunggal 300 mg. Setelah pemberian regimen profilaksis 300
mg/minggu selama 10 minggu, chloroquine masih didapatkan di serum setelah 70
hari dan di urin hingga 1 tahun setelah pemberian dosis terakhir. Proses distribusi dan
redistribusi, dari berbagai kompartemen tubuh kembali ke ruang intravaskuler,
merupakan faktor yang lebih dominan dibandingkan eliminasi yang lambat dalam
mempengaruhi konsentrasi chloroquine selama berbulan-bulan setelah pemberian.
Meskipun waktu paruhnya panjang, chloroquine memiliki klirens total yang
tinggi, yaitu sekitar 0,1 L/jam/kg dari data darah lengkap dan 0,7-1 L/jam/kg dari data
plasma. Di urin, setelah pemberian chloroquine dosis tunggal atau multipel, sekitar
50% dari dosis yang diberikan akan ditemukan dalam bentuk chloroquine yang tidak
berubah, dan sekitar 10% ditemukan sebagai desetilklorokuin/metabolit primer.
Setelah pemberian dosis tunggal, sebanyak 50% chloroquine diekskresikan melalui

33
ginjal. Hati dan ginjal berkontribusi terhadap eliminasi chloroquine sehingga
dosisnya harus dimodifikasi pada pasien dengan insufisiensi ginjal atau hepar.
Cara pemberian : Diberikan setelah makan
Bentuk sedia : Cair dan kapsul

34
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan makalah ini dapat disimpulkan bahwa obat – obat antiinflamasi,
antibakteri, antivirus, antijamur dan antiparasit merupakan obat obat yang
membantu berbagai macam penyakit tetapi kita tetap memperhatikan indikasi
kriteria dari obat tersebut jangan sampai memakan tanpa resep dokter karena
terdapat efek samping dari obat –obat tersebut.

3.2 SARAN
Makalah ini masih perlu dilengkapi, didalamnya masih banyak kekurangan
disebabkan keterbatasan yang dimiliki oleh penyusun. Kepada dosen mata kuliah
bersangkutan serta semua pihak yang membaca makalah ini agar memberi
masukan sehingga makalah ini dapat lebih bermanfaat serta mudah dimengerti

35
DAFTAR PUSTAKA

https://www.alomedika.com (diakses tanggal 28 Maret 2021)


https://www.alodokter.com ( diakses tanggal 28 Maret 2021)
https://www.google.com/amp/s/idnmedis.com/pyrimethamine/amp (diakses tanggal
28 maret 2021)
http://repository.wima.ac.id/5079/2/Bab%201.pdf (diakses tanggak 29 Maret 2021)
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/51-antibakteri/511-penisilin/5113-
penisilin-spektrum-luas (Diakses tanggal 29 Maret 2021)
https://gudangilmu.farmasetika.com/farmakologi-obat-anti-virus/ ( diakses tanggal 29
Maret 2021)
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.alodokter.co
m/antijamur&ved=2ahUKEwjNo7L7hdXvAhVmyDgGHfR1AdMQFjAAegQIAxAC
&usg=AOvVaw1W1RC-V7NQKgUNXv_Za8Yo&cshid=1617005261274 ( diakses
tanggal 29 Maret 2021)

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://hellosehat.com/ob
at-
suplemen/caspofungin/%3Famp&ved=2ahUKEwiSs7mfhtXvAhWyyzgGHUipBTM
QFjABegQIAxAG&usg=AOvVaw0IzDqCABNh9vcsrFkvfM9C&ampcf=1 ( diakses
tanggal 29 Maret 2021)

iii

Anda mungkin juga menyukai