Anda di halaman 1dari 42

Laporan Praktikum

FARMASI FISIKA
STABILITAS OBAT

OLEH

NAMA : NABILA HUSNUNNISA ISMAIL


NIM : 821420070
KELAS : B S1 FARMASI 2020
KELOMPOK : IV (EMPAT)
ASISTEN : SUCI SAFIRA RAMDHANI DUDE

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
Lembar Pengesahan
FARMASI FISIKA
STABILITAS OBAT

OLEH

KELOMPOK IV
KELAS : B S1 FARMASI 2020

1. ABD. GHIAZ PUTRA RAMADHAN AHMAD (821420066)


2. DELVIYANTI R. MOKO (821420038)
3. FHIGRA MARFIAH (821420057)
4. NABILA HUSNUNNISA ISMAIL (821420070)

Gorontalo, Oktober 2021 NILAI


Mengetahui Asisten

SUCI SAFIRA RAMDHANI DUDE


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
laporan ini tepat pada waktunya. Laporan ini membahas tentang “Stabilitas Obat”
Dalam penyusunan laporan ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang membantu dalam hal menyelesaikan laporan ini. Kami sangat
menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari kata sempurna, hal ini karena
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
agar laporan ini bisa dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.Semoga
penulisan laporan praktikum ini dapat bermanfaatterima kasih.
Wassalamu’alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh.

Gorontalo, Oktober 2021

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR. ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Maksud Percobaan ................................................................................... 3
1.3 Tujuan Percobaan..................................................................................... 3
1.4 Manfaat Percobaan................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4
2.1 Dasar Teori............................................................................................... 4
2.2 Uraian Bahan ........................................................................................... 10
BAB III METODE KERJA ................................................................................. 12
3.1 Waktu dan tempat pelaksanaan ................................................................ 12
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 12
3.3 Cara Kerja ................................................................................................ 12
BAB IV HASIL PENGAMATAN ....................................................................... 14
4.1 Tabel Hasil Pengamatan .......................................................................... 14
4.2 Perhitungan Bahan ................................................................................... 12
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 22
BAB VI PENUTUP ............................................................................................... 24
6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 24
6.2 Saran ........................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik
formulasi obat, identifikasi, kombinasi, analisis dan standarisasi/pembakuan obat
serta pengobatan, termasuk pula sifat-sifat obat dan distribusinya serta
penggunaannya yang aman. Farmasi dalam bahasa Yunani disebut farmakon yang
berarti medika atau obat, sedangkan ilmu resep adalah ilmu yang mempelajari
tentang cara penyediaan obat-obatan menjadi bentuk tertentu (meracik) hingga
siap digunakan sebagai obat (Syamsuni, 2006).
Obat adalah sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem secara fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.Pemakaian obat bisa bermacam-macam
(secara oral, rektal, parenteral, dan topikal).
Dalam bidang industri farmasi perkembangan teknologi farmasi sangat
berperan dalam meningkatkan kualitas produksi obat-obatan. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya sediaan obat-obatan yang disesuaikan dengan karakteristik dari
zat aktif obat. Sekarang ini banyak bentuk sediaan obat yang kita jumpai
dipasaran baik dalam bentuk sediaan padat yaitu pil, tablet, kapsul, suppositoria.
Sedangkan dalam bentuk sediaan setengah padat yaitu krim, salep, dalam sediaan
cair yaitu sirup, eliksir, suspensi, emulsi dan lain-lain.
Obat secara umum didefinisikan sebagai suatu zat atau bahan yang
digunakan untuk mengurangi, mencegah, dan mengobati suatu penyakit. Obat itu
sendiri diperoleh dari bahan alam, baik tumbuhan maupun hewan, yang diolah
dengan campuran bahan-bahan kimia. Proses pembuatan dilakukan dengan
sintesis maupun non sintesis. Sediaan obat dalam bidang farmasi terdiri dari
berbagai macam sediaan atau kemasan. Sediaan-sediaan obat ini dapat berupa
sediaan steril, tablet, pil, kapsul, larutan, dan sediaan lain, yang memiliki efek
terapi masing-masing. Dalam bidang farmasi dipelajari tentang cara dan teknik
pembuatan suatu sediaan obat. Sediaan obat yang diproduksi dalam jumlah besar,

1
perlu diperhatikan kestabilan dari bahan dan sediaan obat tersebut. Jika tidak
diperhatikan kestabilan dari sediaan obat tersebut, maka dapat mengalami
kerusakan pada penyimpanan dalam jangka waktu tertentu.
Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dan menyebabkan
kerusakan sediaan obat dalam waktu penyimpanan adalah suhu, oksigen, cahaya
dan faktor-faktor lain. Oleh sebab itu seorang farmasi di tuntut untuk
memproduksi obat-obat yang bermanfaat dan bermutu selama penggunaan oleh
konsumen atau pasien.
Sebagai seorang farmasis, perlu dipelajari dan diketahui tentang pengujian
stabilitas serta hal-hal atau faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu
obat sehingga dalam formulasi dapat diformulasikan suatu obat yang benar-benar
baik terkhusus kestabilannya. Karena obat tidak selamanya stabil, adakalanya obat
akan mengalami kerusakan sebelum dikonsumsi, tergantung dari sediaan
farmasinya seperti sifat kimia obat dan faktor-faktor lingkungan seperti sifat kimia
obat dan faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan lainnya.
Untuk suatu sediaan obat yang dibuat utamanya dalam skala besar, yang
melalui waktu penyimpanan yang panjang, diharapkan suatu ruang waktu daya
tahan selama kurang lebih 5 tahun. Sedian obat sebaiknya berjumlah 3 tahun
dalam kasus yang kurang baik. Obat yang dibuat secara reseptur, sebaiknya
menunjukkan suatu stabilitas untuk sekurang-kurangnya beberapa bulan. Akan
tetapi untuk preparat yang terakhir disusun dengan suatu pembatasan dari waktu
penyimpanan.
Sifat khas kualitas yang penting adalah kandungan bahan aktif, keadaan
galeniknya, termasuk sifat yang dapat terlihat secara sensorik, sifat mikrobiologis
dan toksikologisnya dan aktivitasnya secara terapeutik. Skala perubahan yang
diizinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Untuk barang
jadi obat dan obat yang tidak terdaftar berlaku keterangan yang telah dibuat dalam
peraturan yang baik.
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat formulasi sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan
biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama

2
untuk sampai ketangan orang sakit atau pasien yang membutuhkannya. Obat yang
disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengamati pernguraian dan
mengakibatkan hasil uraian dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat
mengalami membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu untuk diketahui faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih
yaitu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum.
Pada waktu dahulu untuk mengevaluasi kestabilan suatu sediaan farmasi
dilakukan pengamatan pada kondisi dimana obat tersebut tersimpan, misalnya
pada suatu temperatur kamar, ternyata metode ini memerlukan waktu yang lama
dan tidak ekonomis. Dengan demikian batas kadaluwarsa suatu sediaan farmasi
dapat diketahui dengan tepat.
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukanlah praktikum farmasi fisika
untuk mengetahui tentang stabilitas suatu obat dan seberapa lama obat dapat
bertahan, sehingga obat tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama
tanpa menurunkan khasiat obat tersebut.
1.2 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan kali ini yakni agar mahasiswa dapat
memahami dan mengetahui cara menentukan stabilitas obat.
1.3 Tujuan Percobaan
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas obat
2. Mengetahui proses pembuatan larutan standar, larutan stok dan larutan
sampel, juga lama masa simpan dari suatu obat
1.4 Prinsip Percobaan
Menentukan stabilitas larutan Paracetamol dengan cara uji stabilitas
dipercepat pada suhu 40°C dan 60°C dengan rentang waktu 10 dan 20 menit, dan
menentukan waktu kadaluwarsa larutan Paracetamol dengan menentukan
tingkat/orde reaksi penguraian melalui metode substitusi dan metode grafik,
energi aktivasi menggunakan persamaan Arrhenius, dan K pada suhu 25°C.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian stabilitas obat
Suatu obat dapat dikatakan stabil jika kadarnya tidak berkurang dalam
penyimpanan. Adapun ketika obat berubah warna, bau, dan bentuk serta terdapat
cemaran mikroba maka dapat disimpulkan bahwa obat tersebut tidak stabil
(Fitriani, 2015).
Stabilitas obat adalah kemampuan obat atau produk untuk mempertahankan
sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat
atau diproduksi. Identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian dalam batasan yang
ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan (Joshita, 2008).
Stabilitas sediaan farmasi tergantung pada profil sifat fisika dan kimia pada
sediaan yang dibuat (termasuk eksipien dan sistem kemasan yang digunakan
untuk formulasi sediaan) dan fraksi lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan
cahaya (Joshita, 2008).
2.1.2 Jenis – jenis stabilitas obat
Beberapa jenis perubahan stabilitas obat atau produk farmasi yang
diperlakukan untuk dipertimbangkan adalah perubahan fisika, kimia, dan
mikrobiologi. Stabilitas fisika meliputi penampilan, konsistensi, warna, aroma,
rasa, kekerasan, kerapuhan, kelarutan, pengendapan, perubahan berat, adanya uap,
bentuk, dan ukuran partikel (Jenkins, 1957).
Stabilitas kimia meliputi degradasi formulasi obat, kehilangan potensi
(bahan aktif), kehilangan bahan-bahan tambahan (pengawet, antioksidan, dan
lainnya). Stabilitas mikrobiologi meliputi perkembangbiakan mikroorganisme
pada sediaan non steril, sterilisasi, dan perubahan efektivitas pengawet (Jenkins,
1957).
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas obat
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat yaitu panas,
cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan bahan-bahan tambahan
yang digunakan dalam formula sediaan obat. Sebagai contoh, senyawa-senyawa

4
ester merupakan zat yang mudah terhidrolisis dengan adanya lembab sedangkan
vitamin C sangat mudah sekali mengalami oksidasi. Pada umumnya, penentuan
kestabilan suatu obat zat padat dapat dilakukan melalui perhitungan kinetika
kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu lama sehingga cukup praktis digunakan
dalam bidang farmasi (Fitrah, 2012).
Suhu yang tinggi dapat mempengaruhi semua reaksi kimia. Kenaikan suhu
akan mempercepat reaksi kimia suatu obat. Suhu yang terlalu tinggi akan
menyebabkan stabilitas obat menjadi berkurang dan akhirnya menyebabkan
penurunan kadar dari obat tersebut. Adapun pH dapat mempengaruhi tingkat
dekomposisi obat. Obat biasanya stabil pada pH 4 sampai 8. Dengan adanya
penambahan asam ataupun basa dapat menyebabkan penguraian larutan obat
menjadi dipercepat dan menyebabkan obat menjadi tidak stabil (Gokani, H. Rina
D, N. Kinjal,2012).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain
adalah panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan lain-lain
digunakan dalam formula sediaan obat tersebut. Sebagai contoh yaitu senyawa-
senyawa ester dan amida seperti amil nitrat dan kloramfenikol adalah merupakan
zat-zat yang mudah terhidrolisis dengan adanya lembab, sedangkan vitamin C
mudah sekali mengalami oksidasi (Lachman, 1994).
Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang
yang berkaitan dengan bidang kefarmasian, mulai dari pengusaha obat sampai ke
pasien. Pengusaha obat harus dengan jelas menunjukkan bahwa bentuk obat atau
sediaan yang dihasilkannya cukup stabil sehingga dapat disimpan dalam jangka
waktu yang cukup lama dimana obat tidak berubah menjadi zat tidak berkhasiat
atau racun. Ahli farmasi harus mengetahui ketidakstabilan potensial obat yang
dibuatnya. Dokter dan penderita harus diyakinkan bahwa obat yang digunakannya
akan sampai pada tempat pengobatan dalam konsentrasi yang cukup untuk
mencapai efek pengobatan yang diinginkan (Martin, 1993).
Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimaksudkan dalam rantai
peristiwa ini (Martin, 1993) :

5
1. Kestabilan dan tak tercakup proses laju umumnya adalah suatu yang
menyebabkan ketidak aktifan obat melalui penguraian obat, atau melalui
hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kimia yang
kurang diinginkan dari obat tersebut.
2. Disolusi, disini yang diperhatikan terutama kecepatan berubahnya obat
dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.
3. Proses absorbsi, distribusi, dan eliminasi beberapa proses berkaitan dengan
laju absorbsi obat ke dalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh dan laju
pengeluaran obat setelah proses distribusi dengan berbagai faktor, seperti
metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh lemak, dan melalui jalur-
jalur pelepasan.
4. Kerja obat pada tingkat molekular obat dapat dibuat dalam bentuk yang
tepat dengan menganggap timbulnya respon dari obat merupakan suatu
proses laju.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan suatu reaksi yaitu : temperatur,
kekuatan ion dan pengaruh pH. Selain itu dipengaruhi oleh pelarut yang
digunakan konstanta dielektrik dan katalisator lainnya (Lachman, 1994).
Tidak tergantung dari karakter jalannya proses jalannya penguraian
(perubahan kimia, fisika dan mikrobiologis) adalah terpenting untuk mengetahui
waktu yang mana bahan obat atau sistem bahan obat dibawah persyaratan
lingkungan tertentu. Memenuhi tuntutan yang telah dilaporkan. Untuk mendeteksi
perbandingan stabilitas maka dipakai 2 metode yakni tes daya tahan waktu
panjang yang mengantarkan bahwa obat selama ruang waktu yang diminati
disimpan di bawa persyaratan penyimpanan (suhu, cahaya, udara dan
kelembapan) yang dituntut atau diharapkan di dalam lemari pendingin atau ruang
pendingin dan dalam jarak waktu yang cocok dan pada akhir percobaan dikontrol
kandungan bahan obat atau nilai efektifnya, sifat mikrobiologis, maupun sifat
sensoris dan keadaan galeniknya yang dapat dideteksi dengan metode fisika, dan
tes daya tahan dipercepat dilakukan dibawah pembebanan panas, dengan ini
digunakan membuat peraturan kinetika reaksi, lagi pula penguraian dipelajari

6
pada suhu yang lebih tinggi daripada suhu ruang dan kemudian diekstrapolasikan
pada suhu penyimpanan (Voight, 1995).
Salah satu kualitas obat yang paling mengherankan ialah mempunyai
beraneka ragam kerja dan efek pada tubuh. Untuk menjamin stabilitas obat dalam
suatu formulasi dan efektivitas kelanjutannya sepanjang umur obat-obat pada
lazimnya, maka prinsip-prinsip kimia, fisika farmasi, mikrobiologi dan teknologi
farmasi harus diterapkan. Formulasi harus sedemikian rupa sehingga semua
komponennya secara fisik dan kimia terpadu, termasuk pula unsur terapeutik yang
aktif, bahan penolong dalam farmasi dan bahan kemasannya. Formula harus
dijaga agar tidak terurai agar tidak terurai akibat perubahan sifat kimiawinya dan
terlindung dari kontaminasi mikroba serta pengaruh panas, cahaya dan
kelembaban yang merusak (Ansel, 1989).
Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik tersendiri maupun bersama-sama
dengan bahan-bahan formulasi merupakan kriteria yang paling penting untuk
berhasilnya suatu produk obat. Sterilitas obat harus diselidiki berkali-kali pada
suhu penyimpanannya (seperti pada suhu 50°C, 60°C, 70°C) dan dengan adanya
kelembapan oksigen dan pengaruh-pengaruh potensial lainnya yang mengganggu.
Penyelidikan stabilitas obat dengan macam-macam bahan farmasetiknya juga
penting untuk menentukan stabilitas kimia dan fisika serta mempersatukannya
sebelum memformulasikannya menjadi bentuk-bentuk sediaan (Ansel, 1989).
Ada beberapa pendekatan untuk kestabilan dari preparat-preparat farmasi
yang mengandung obat-obat yang cenderung mengurai dengan hidrolisis.
Barangkali paling nyata adalah reduksi atau eliminasi air dari sistem farmasi.
Bahkan bentuk-bentuk sediaan padat yang mengandung obat-obat labil air harus
dilindungi dari kelembaban atmosfer. Ini dapat dibantu dengan menggunakan
suatu penyalut pelindung tahan air menyelimuti tablet atau dengan menutup dan
menjaga obat dalam wadah tertutup kuat (Ansel, 1989).
Penelitian stabilitas tidak dapat dielakkan lagi sejak pada pengembangan
obat baru. Orientasi pertama percobaan, yang dilakukan dengan zat sebagai
larutan, yang bertujuan untuk menjelaskan apakah senyawanya sedemikian stabil,
sehingga kerja pengembangan selanjutnya dapat dibenarkan dan untuk

7
menghindari interpretasi salah dari hasil pengetesan secara farmakologis dan
teknologis. Tahap kedua menggambarkan suatu seleksi untuk mendapatkan
reseptor yang sedapat mungkin optimal. Dari sini diperoleh penjelasan stabilitas
suatu obat dalam keberadaan dari bahan pembentukan dan di bawah pengamatan
teknologi pembuatannya dan jika perlu untuk mendapatkan usaha penstabilan
yang cocok. Akhirnya obat yang telah diformulasikan harus adalah pengujian
stabilitas penutup.
Di bawah stabilitas diartikan adalah bahwa obat, bahan obat, sediaan obat
jika disimpan di bawah persyaratan penyimpanan tertentu di dalam
pengemasannya yang tertentu untuk penyimpanan dan lalu lintasnya, tidak atau
hanya berubah dalam suatu skala yang diizinkan dalam sifat khas kualitasnya
yang penting (Voight, 1994).
2.1.4 Efek tidak diinginkan yang potensial dari ketidakstabilan produk farmasi
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu
sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah besar dan memerlukan waktu yang
lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkan. Obat yang disimpan
dalam jangka waktu lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis
yang diterima pasien berkurang. Adanya hasil uraian zat tersebut bersifat toksik
sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih
pembuatan sediaan yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga.
Adapun efek-efek tidak diinginkan yang potensial dari ketidakstabilan
produk farmasi yaitu hilangnya zat aktif, naiknya konsentrasi zat aktif, bahan obat
berubah, hilangnya keseragaman kandungan, menurunnya status mikrobiologi,
hilangnya kekedapan kemasan, modifikasi faktor hubungan fungsional, serta
faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan cahaya (Joshita, 2008).
Pada umumnya penelitian kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara
kinetika kimia, cara ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga praktis
digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal penting yang diperhatikan dalam
penentuan kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah kecepatan

8
reaksi, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi dan cara penentuannya
(Lachman, 1994).
2.1.5 Waktu paruh obat
Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paruh suatu obat. Waktu paruh
suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan
terurainya obat atau kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-
alkali, oksigen, cahaya, kelembaban dan faktor-faktor lain dapat menyebabkan
rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu
ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua
molekul bertabrakan dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).
Konstanta laju spesifik K yang ada dalam hukum laju yang digabung
dengan reaksi elementer disebut konstanta laju spesifik untuk reaksi itu. Setiap
perubahan dalam kondisi reaksi, seperti temperatur, pelarut atau sedikit perubahan
dari suatu komponen yang mempunyai harga yang berbeda untuk konstanta laju
spesifik berhubungan terhadap perubahan dalam kemiringan garis yang diberikan
oleh persamaan laju (Martin, 1993).
Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa pasien
menerima dosis obat yang diresepkan dan bukan hasil ditemukan degradasi efek
terapi aktif. Farmasi diproduksi bertanggung jawab untuk memastikan ia
merupakan produk yang stabil yang dipasarkan dalam batas-batas tanggal
kedaluwarsa. Apoteker komunitas memerlukan pengetahuan tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi stabilitas bahwa ia benar dapat menyimpan obat-obatan,
pemilihan wadah yang tepat untuk mengeluarkan obat tersebut, mengantisipasi
interaksi ketika pencampuran beberapa bahan obat, persiapan, dan
menginformasikan kepada pasien setiap perubahan yang mungkin terjadi setelah
obat telah diberikan (Parrot, 1978).
Dalam mempertimbangkan stabilitas kimia farmasi yaitu untuk mengetahui
urutan reaksi, yang diperoleh secara eksperimental dengan mengukur laju reaksi
sebagai fungsi dari konsentrasi obat merendahkan. Urutan keseluruhan reaksi
adalah jumlah dari eksponen istilah konsentrasi tingkat ekspresi. Urutan

9
sehubungan dengan tiap reaktan itu eksponen dari istilah konsentrasi individu
dalam tingkat ekspresi (Parrot, 1978).
Stabilitas obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat
yang berkhasiat. Batas kadar obat yang masih tersisa 90 % tidak dapat lagi atau
disebut sebagai sub standar waktu diperlukan hingga tinggal 90 % disebut umur
obat. Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode, diantaranya (Martin,
1983) :
1. Metode substitusi
Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi
disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi. Jika
persamaan itu menghasilkan harga K yang tetap konstan dalam batas-batas variasi
percobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde tersebut.
2. Metode grafik
Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde
reaksi tersebut. Jika konsentrasi di plot terhadap t dan didapat garis lurus, reaksi
adalah orde nol. Reaksi dikatakan orde pertama bila log (a-x) terhadap t
menghasilkan garis lurus. Suatu reaksi orde kedua akan memberikan garis lurus
bila 1/(a-x) diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula sama). Jika plot 1/(a-x)²
terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan sama konsentrasi
mula-mula nya reaksi adalah orde ketiga.
3. Metode waktu paruh
Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi awal, a.
Waktu paruh reaksi orde pertama tidak bergantung pada a; waktu paruh untuk
reaksi orde kedua, dimana a = b sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi orde
ketiga, dimana a = b = c, sebanding dengan 1/a². Umumnya berhubungan antar
hasil di atas memperlihatkan waktu paruh suatu reaksi dengan konsentrasi seluruh
reaktan sama.

10
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 ALKOHOL (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, Alkohol
Rumus molekul : C2H5OH
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak, bau khas, rasa panas dan mudah
terbakar
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam klorofom P dan
dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk, dan jauh dari nyala api
Khasiat : Membersihkan luka dan alat-alat medis
Kegunaan : Antiseptik dan Desinfektan
2.2.2 PARACETAMOLUM (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : PARACETAMOLUM
Nama lain : Parasetamol, Asetaminofen
Rumus molekul : C8H9NO
Berat molekul : 151,16 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk tabur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit


Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium
hidroksida 1 N; mudah larut dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya

11
Khasiat : Penurun demam dan pereda nyeri
Kegunaan : Mengurangi produksi zat penyebab peradangan

12
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Farmasi Fisika percobaan Stabilitas Obat dilaksanakan pada hari
Senin, 4 Oktober 2021 pada pukul 13.00 – 14.00 WITA. Praktikum percobaan
Stabilitas Obat ini bertempat pada Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan
Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada saat melaksanakan praktikum percobaan
stabilitas obat ialah batang pengaduk, botol vial, gelas kimia, gelas ukur, lumpang
dan alu, neraca analitik, oven, pipet, pipet mikro, pot salep, dan sudip.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada saat melaksanakan praktikum percobaan
stabilitas obat ialah Alkohol 70%, Alkohol 96%, kertas perkamen, label,
paracetamol 0.01 gram, dan tisu.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Membuat larutan baku
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Dimasukkan paracetamol kedalam lumpang alu
4. Digerus hingga paracetamol halus
5. Dimasukkan paracetamol kedalam pot salep
6. Ditimbang paracetamol menggunakan kertas perkamen sebanyak 0.01 gram
7. Dilarutkan paracetamol dengan alcohol 96% sebanyak 10 mL untuk
membuat larutan dengan konsentrasi 1000 ppm.
3.3.2 Membuat larutan stok
1. Dipipet 2 mL larutan 1000 ppm kedalam pot salep,
2. Ditambahkan alcohol 96% sebanyak 10 mL untuk membuat larutan stok
100 ppm.

13
3.3.4 Membuat larutan sampel
1. Dipipet 1 mL larutan stok 100 ppm kedalam botol vial, kemudian
ditambahkan alcohol 96% sebanyak 10 mL untuk melakukan pengenceran
dengan konsentrasi sebesar 10 ppm
2. Dilakukan hal yang sama untuk membuat pengenceran 20 ppm, 30 ppm, 40
ppm, dengan mengambil 2,3,4 mL dari larutan stok
3.3.5 Mengukur absorbansi sampel
1. Dimasukkan larutan blanko dan keempat hasil pengenceran kedalam kuvet
2. Diukur serapan absorbansi sampel menggunakan spektrofotometer UV-VIS
3. Diambil larutan sampel yang mendekati 0,2 – 0, 8 yaitu sampel 20 ppm
dimana memiliki hasil 2,062 nm
4. Dibagi 2 dan masing masing dimasukkan kedalam vial yang berbeda
5. Dimasukkan kedalam oven pada suhu 40°C dan 60°C
6. Dikeluarkan sampel dalam oven pada menit 10 dan 20
7. Diukur nilai absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri UV-VIS
8. Dilakukan perbandingan absorbansi yang diperoleh

14
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Hasil Pengamatan
a. Tabel konsentrasi absorbansi
Konsentrasi (ppm) Absorbansi (nm)
10 1,800
20 2,062
30 2,167
40 2,267
b. Tabel hubungan waktu dan suhu
Waktu (menit) Suhu 40°C Suhu 60°C
10 0,001 0,076
20 -0,287 -0,093
4.2 Perhitungan bahan
4.2.1 Rumus pengenceran = M1 .V1 = M2 .V2
a. 1.000.000 ppm 1000 ppm larutkan 10 ml alkohol
M1 .V1 = M2 .V2
1.000.000.V1 = 1000 . 10
.
V1 =
. .
V1 = 0,01 ml = 0,01 gram
b. 1.000 ppm 100 ppm larutkan 20 ml alkohol
M1 .V1 = M2 .V2
1000.V1 = 100 . 20

V1 =

V1 = 2 ml
c. 100 ppm 10 ppm larutkan 10 ml alkohol
M1 .V1 = M2 .V2
100.V1 = 10 . 10

V1 =

14
V1 = 1 ml ad 10 ml alkohol
d. 100 ppm 20 ppm larutkan 10 ml alkohol
M1 .V1 = M2 .V2
100.V1 = 20 . 10

V1 =

V1 = 2 ml ad 10 ml alkohol
e. 100 ppm 30 ppm larutkan 10 ml alkohol
M1 .V1 = M2 .V2
100.V1 = 30 . 10

V1 =

V1 = 3 ml ad 10 ml alkohol
f. 100 ppm 40 ppm larutkan 10 ml alkohol
M1 .V1 = M2 .V2
100.V1 = 40 . 10

V1 =

V1 = 4 ml ad 10 ml alkohol
4.2.2 Kurva Baku
Konsetrasi (ppm) Absorbansi (nin) a = 1,69
10 1,800
b = 0,01
20 2,062
30 2,167 r = 0,967
40 2,267

Kurva Baku Paracetamol


3.000
y = 15,06x + 1697,5
Absorban

2.000 R² = 0,9363
1.000 Y-Values
0 Linear (Y-Values)
0 20 40 60
Konsentrasi

15
4.2.3 Perhitungan konsentrasi Paracetamol
a. Tabel konsentrasi paracetamol
Waktu Suhu
(menit) 40°C 60°C
10 0,001 0,076
20 -0,287 -0,093
Untuk suhu 40°C
1. Waktu 10 menit
y = a + bx
0,001 = 1,69 + 0,01x
0,001 – 1,69 = 0,01x
-1,689 = 0,01x
-
x =

x = -168,9
2. Waktu 20 menit
y = a + bx
-0,287 = 1,69 + 0,01x
-0,287 – 1,69 = 0,01x
-1,97 = 0,01x
-
x =

x = -197
Untuk suhu 60°C
1. Waktu 10 menit
y = a + bx
0,076 = 1,69 + 0,01x
0,076 – 1,69 = 0,01x
-1,614 = 0,01x
-
x =

16
x = -161,4
2. Waktu 20 menit
y = a + bx
-0,093 = 1,69 + 0,01x
-0,093 – 1,69 = 0,01x
-1,783 = 0,01x
-
x =

x = -178,3
4.2.4 Perhitungan koefisien korelasi
Waktu Suhu
(menit) 40°C 60°C
10 -168,9 -161,4
20 -197 -178,3
1. Untuk suhu 40°C
Waktu (menit) Konsentrasi (c) Log C 1/C
10 -168,9 -2,23 -0,006
20 -197 -2,29 -0,005
2. Untuk suhu 60°C
Waktu (menit) Konsentrasi (c) Log C 1/C
10 -161,4 -2,20 -0,0062
20 -178,3 -2,25 -0,0056
4.2.5 Penentuan orde reaksi
1. Suhu 40°C
Orde Regresi Hasil
a -140,8
0 b -2,81
r -1
a -2,17
1
b -0,006

17
r -1
a -0,0067
2 b 0,000083
r 1
2. Suhu 60°C
Orde Regresi Hasil
a -144,5
0 b -1,69
r -1
a -2,15
1 b -0,005
r -1
a -0,0068
2 b 0,000059
r 1
4.2.6 Penentuan nilai K pada suhu 25°C dan usia simpan
Suhu
Orde
40°C 60°C
0 -1 -1
1 -1 -1
2 1 1
Keterangan :
a. Suhu (K) = 273 + suhu (°C)
b. Nilai B didapatkan perhitungan orde 2 (regresi antara waktu dan 1/C
pada masing masing suhu)
c. Nilai K untuk orde 0 dan 2 adalah B = K, sedangkan pada orde 1 adalah
K = -b x 2,303

18
Suhu B K
40°C 0,000083 -0,00019
60°C 0,000059 -0,00013
a. Untuk suhu
1. Untuk suhu 40°C
T = 273 + 40
T = 313 K
2. Untuk suhu 60°C
T = 273 + 60
T = 333 K
3. Untuk suhu 25°C
T = 273 + 25
T = 298 K
b. Untuk 1/T
1. Untuk suhu 40°C

x = = 0,0031

2. Untuk suhu 60°C

x = = 0,0030

3. Untuk suhu 25°C

x = = 0,0033

4.2.7 Perhitungan untuk 25°C pada orde 1 dan 2


Suhu Suhu (kl) 1/T (x) K Log k
40°C 313 0,0031 -0,00019 -3,05
60°C 333 0,0030 -0,00013 -3,86
25°C 298 0,0033
untuk dapat nilai K pada suhu 25°C, maka diregresikan antara x dan log K,
didapatkan nilai :

19
a = -28,16
b = 8100
r = 1
y = a + bx
= -28,16 + (1250 x 0,0033)
= -28,16 + 26,73
= -1,43
y = log K
k = anti log y
k = anti log –1,43
k = 0,037
4.2.8 Perhitungan paruh waktu
Pada hasil didapatkan mengikuti orde dan orde. Jadi didapatkan hasil untuk
paruh waktu pada suhu 25°C
Co = 0,01 gram / 20 ml
= 500 ppm
a. Untuk orde reaksi 1

t =
k

= 247,5 menit
b. Untuk orde reaksi 2

t =
x
= 1,22 menit
4.2.9 Waktu lama penyimpanan

t 90 =
k

= 37,5menit

20
= 0,625 jam
= 0,026 hari
= 0,00087 bulan
o
t 90 = x
k

= x

= 19841,26 menit
= 330,68 jam
= 13,78 hari
= 0,46 bulan

21
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, untuk Uji stablitas obat, kami melakukan pengujian
stabilitas yang dipengaruhi oleh jenis pelarut dan suhu. Pengujian ini bertujuan
agak dapat mengetahui pada suhu berapa obat dapat stabil dan berapa lama suatu
obat dapat di simpan.
Pada praktikum Uji stabilitas obat yang kami lakukan, kami menggunakan
paracetamol sebagai sampel obat yang akan kami uji. Dilakukan penentuan
stabilitas obat paracetamol menggunakan metode grafik berdasarkan nilai
konstanta kecepatan reaksi, waktu paruh (t 1/2), dan waktu kadaluwarsa (t 90),

untuk penentuan umur simpan sediaan tablet paracetamol dan menggunakan


speektrofotoemeter, untuk mengukur serapan absorbansi, juga menggunakan oven
dengan suhu yang berbeda yaitu 40oC dan 60oC.
Langkah awal sebelum melakukan praktikum uji stabilitas ini, kami
menyediakan alat dan bahan yang akan digunakan, dan membersihkan alat-alat
yang akan digunakan dengan alkohol 70%. Menurut Pratiwi (2008), alkohol
berfungsi sebagai antiseptik, yang berfungsi sebagai pembunuh kuman yang baik.
Selanjutnya, menggerus paracetamol sebanyak, dan ditimbang dineraca analitik
sebanyak 0,01 gram, kemudian dilarutkan dengan etanol 96% sebanyak 10 ml.
Menurut trifani (2012), Etanol atau alkohol bersifat polar sehingga dapat
digunakan sebagai pelarut. Larutan yang telah diencerkan tadi, akan digunakan
pengenceran 1000 ppm. Berikutnya larutan 1000 ppm tersebut dipipet 2 mL lalu
dimasukkan kedalam botol vial lalu ditambahkan etanol 96% sebanyak 10 ml
untuk dijadikan larutan stok 100 ppm. Larutan stok tersebut dipipet sebanyak 1, 2,
3 dan 4 ml lalu dimasukkan kedalam masing-masing vial, dan ditambahkan etanol
96% sebanyak 10 ml pada tiap-tiap vial untuk membuat larutan 10, 20, 30 dan 40
ppm. Keempat larutan dan larutan blangko dimasukkan kedalam kuvet untuk
mengukur serapan absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-
Vis. Larutan sampel yang mendekati range 0,2-0,8 dibagi 2 untuk dimasukkan
kedalam vial masing-masing. Terdapat 3 sampel yang konsentrasi hasilnya
berada dalam range, yaitu 2,062, 2,167, 2,267 nm. Langkah berikutnya, larutan

22
tersebut dimasukkan kedalam oven selama 10 dan 20 menit dengan suhu masing-
masing 40oC dan 60oC. Setelah selesai dioven larutan tersebut dikeluarkan untuk
diukur kembali nilai absorbansinya dengan menggunakan spektorfotometer, dan
dibandingkan dengan metode-metode kurva, penentuan orde reaksi, perhitungan
paruh waktu, dan K pada suhu 25oC.
Pada percobaan kali ini, kami menggunakan orde 1 dan 2, dan didaptakan
hasil untuk paruh waktu pada suhu 25 oC. dam waktu lama penyimpanan pada
orde reaksi 1 adalah 37,5 menit dan 0,625 jam. Namun pada penyimpanan orde
reaksi 2 didapatkan 19841,26 menit dan 330,68 jam

23
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Salah satu contoh faktor penting yang dapat mempengaruhi stabilitas suatu
obat adalah suhu
2. Ketetapan kestabilan paracetamol dengan menggunakan jenis pelarut etanol
96% pada suhu 40oC dan 60oC pada waktu 10 dan 20 menit sebesar 0,001
pada suhu waktu 10 menit, 0,076 pada suhu 60oC dan pada waktu 10.
Sedangkan 20 menit didapatkan hasil -0,287 pada suhu 40oC dan –0,093
pada suhu 60oC. Tingkat atau orde reaksi suatu larutan paracetamol yaitu
pada orde 1 dan 2 dengan waktu lama penyimpanan pada orde reaksi 1 ialah
37,5 menit dan 0,625 jam. Dan pada penyimpanan orde reaksi 2 didapatkan
19841,26 menit dan 330,68 jam
6.2 Saran
6.2.1 Untuk Asisten
Untuk asisten agar lebih memperhatikan kembali waktu serta informasi
yang diberikan kepada praktikan, agar tidak terjadi miskomusikasi antar praktikan
dan asisten.
6.2.2 Untuk Jurusan
Diharapkan agar fasilitas yang di gunakan pada saat praktikum lebih di
perhatikan, dengan melengkapi alat-alat yang masih kurang seperti timbangan
karena pada saat praktikum para praktikan selalu mengantri dan bisa terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan.
6.2.1 Untuk laboratorium
Diharapkan kepada asisten agar lebih mengawasi dan membimbing
praktikan terutama yang belum paham tentang konsep farmasi fisika di bidang
stabilitas obat.

24
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh
Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, Jakarta: UI Press
DIRJEN POM, 1995. farmakope indonesia edisi IV. Jakarta : DEPKES RI
Fitrah, Muh., dkk. 2012. “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”. Makassar: UIN
Alauddin Makassar
Fitriani A.A. 2015. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Foot Ulcer Di Instalasi Rawat
Inap Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Tahun 2014, Surakarta: Skripsi,
Fakultas Farmasi, ed., Universitas Muhammadiyah Surakarta
Gokani., Desai., N. Kinjal., Rina. H. 2012. Stability Study: Regulatory
Requirenment. International Journal of Advances in Pharmaceutical
Analysis,
Jenkins. . Scoville’s The Art Of Compounding.9th Edition. London: The
Blankiston Division MC Graw Hiill Book Company.
Joshita. D, MS. 2008. Kestabilan Obat, Program S2 Ilmu Kefarmasian,
Departemen Farmasi FMIPA, Universitas Indonesia, Berdasarkan acuan
Drug Stability,
Lachman, L., & Lieberman, H. A. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Kedua, Jakarta : UI Press
Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi
III. Jakarta: UI Press
Martin, A., Swarbrick, J., dan Cammarata, A. 1983. Farmasi Fisik,
diterjemahkan oleh Yoshita dan Iis Aisyah, Edisi III, Jakarta : UI Press
Moechtar. 1989. Farmasi Fisika Bagian Larutan dan Sistem Dispersi,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh
Soendari Noerono, Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Voight, R. 1994. Buku Pengantar Teknologi Farmasi diterjemahkan oleh
Soedani, N., Edisi V, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
LAMPIRAN – LAMPIRAN
Lampiran : alat dan bahan
1. Alat
No. Nama Alat Gambar Fungsi

1
Mencampur cairan

Batang pengaduk dengan bahan kimia


untuk keperluan praktek
di laboratorium

Sebagai tempat
Botol vial penampung sampel atau
bahan penelitian.

3
Sebagai tempat
mereaksikan bahan dan
Gelas kimia tempat melarutkan bahan
dan tempat memanaskan
bahan.

Sebagai alat untuk


Gelas Ukur
mengukur volume larutan
5

Sebagai pengalas untuk


Lap Halus
meletakkan sediaan

Sebagai pengalas dasar


Lap Kasar
untuk meletakkan sediaan

Untuk menggerus obat


Lumpang Alu dalam bentuk padatan
seperti tablet

Mengukur massa kecil


Neraca analitik dalam rentang sub-
miligram
9

Wadah pot plastik untuk


Pot salep
menaruh obat puyer

10

Untuk memindahkan
Pipet mikro cairan dalam jumlah kecil
secara akurat

11

Untuk mengambil obat


Sudip
yang di dalam mortir

2. Bahan
No. Nama bahan Gambar Fungsi

Alkohol 70% Untuk membersihkan alat


yang akan digunakan
2

Alkohol 96% Sebagai pelarut

3
Sebagai alas timbangan
dalam proses menimbang
Kertas perkamen
bahan obat dalam jumlah
kecil.

Penurun panas dan


Parasetamol
pereda nyeri (Analgesik)

Untuk membersihkkan
Tisu
alat
Lampiran Ii : Diagram Alir

Pembuatan larutan baku


-
- Disiapkan alat dan bahan
- Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
- Dimasukkan paracetamol kedalam lumpang alu
- Digerus hingga paracetamol halus
- Dimasukan paracetamol kedalam pot salep
- Ditimbang paracetamol menggunakan kertas perkamen
sebanyak 0.01 gram
- Dilarutkan paracetamol dengan etanol 96% sebanyak 10 mL
untuk membuat larutan dengan konsentrasi 1000 ppm.
Larutan baku

Pembuatan larutan baku


-
- Dituangkan larutan konsentrasi 1000 ppm kedalam pot salep
- Dipipet 2 mL larutan 1000 ppm kedalam pot salep,
- Ditambahkan etanol 96% sebanyak 10 mL untuk membuat
larutan stok 100 ppm.

Larutan stok
Pembuatan larutan 10
ppm
-
- Dipipet 1 mL larutan stok 100 ppm kedalam botol vial
- Ditambahkan etanol 96% sebanyak 10 mL untuk melakukan
pengenceran dengan konsentrasi sebesar 10 ppm

Larutan sampel 10 ppm

Pembuatan larutan 20
ppm
-
- Dipipet 2 mL larutan stok 100 ppm kedalam botol vial
- Ditambahkan etanol 96% sebanyak 10 mL untuk melakukan
pengenceran dengan konsentrasi sebesar 20 ppm

Larutan sampel 20 ppm

Pembuatan larutan 30
ppm
-
- Dipipet 3 mL larutan stok 100 ppm kedalam botol vial
- Ditambahkan etanol 96% sebanyak 10 mL untuk melakukan
pengenceran dengan konsentrasi sebesar 30 ppm

Larutan sampel 30 ppm

Pembuatan larutan 40
ppm
-
- Dipipet 4 mL larutan stok 100 ppm kedalam botol vial
- Ditambahkan etanol 96% sebanyak 10 mL untuk melakukan
pengenceran dengan konsentrasi sebesar 40 ppm

Larutan sampel 40 ppm


Lampiran : Skema Kerja

a. Pembuatan larutan baku

Dibersihkan Alat Dimasukkan Dimasukan dalam


menggunakan paracetamol pot salep dengan
alkohol 70% kedalam lumpang
sudip
alu, dan gerus

Dilarutkan sampel dengan Ditimbang


alkohol 96% sebanyak 10 menggunakan
mL (larutan 1000 ppm) kertas perkamen
sebanyak 0.01
b. Pembuatan larutan stok
gram

Dipipet 2 mL larutan Ditambahkan alcohol


1000 ppm dari dalam 96% sebanyak 10 mL
pot salep
untuk membuat larutan
stok 100 ppm.
c. Pembuatan larutan sampel
1. Larutan 10 ppm

Dipipet 1 mL ditambahkan Dihasilkan larutan


larutan stok alcohol 96% dengan
konsentrasi 10
kedalam vial, sebanyak 10 mL
ppm
ukan pengenceran
2. Larutan 20 ppm
(10 ppm)

Dipipet 2 mL ditambahkan Dihasilkan larutan


larutan stok alcohol 96% dengan
konsentrasi 10
kedalam vial, sebanyak 10 mL
ppm
ukan pengenceran
3. Larutan 30 ppm
(10 ppm)

Dipipet 3 mL ditambahkan Dihasilkan larutan


larutan stok alcohol 96% dengan
konsentrasi 10
kedalam vial, sebanyak 10 mL
ppm
ukan pengenceran
(10 ppm)
4. Larutan 40 ppm

Dipipet 4 mL ditambahkan Dihasilkan larutan


larutan stok alcohol 96% dengan
konsentrasi 10
kedalam vial, sebanyak 10 mL
ppm
ukan pengenceran
(10 ppm)

Anda mungkin juga menyukai