Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KIMIA KOLOID DAN ANTAR MUKA

PHARMACEUTICALS
Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah Kimia Koloid dan Antar Muka

Dosen Pengampu: Dr. Yusnaidar, S.Si., M.Si

Disusun Oleh
KELOMPOK
XIII
1. SINTA MARLIYA (A1C119002)
2. YIYIN NOVELA (A1C119062)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang
berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami smapaikan kepada Ibu Dr. Yusnaidar, S.Si., M.Si sebagai
dosen pengampu pada mata kuliah kimia koloid dan antar muka yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunna makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini. Kiranya apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi pihak
yang membutuhkan.

Jambi, 26 Maret 2022

Kelompok XIII

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 5
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 6
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 7
2.1 Pengertian Obat ................................................................................................... 7
2.2 Macam-Macam Obat ........................................................................................... 8
2.3 Jenis-Jenis Obat ................................................................................................... 9
2.4 Cara Pembuatan Obat Yang Baik ..................................................................... 14
2.5 Mekanisme Kerja Surfaktan .............................................................................. 17
2.6 Peranan Surfaktan di Bidang Farmasi ............................................................... 20
2.6.1 Biosurfaktan ............................................................................................................... 21
2.6.2 Contoh Emulsi dalam farmasi ................................................................................. 21
2.7 Peranana Surfaktan dalam Obat Obatan ........................................................... 22
2.8 Sistem Koloid dalam Bidang Farmasi .............................................................. 23
2.9 Solusi Terbarukan Dalam Mengatasi Dampak Limbah Obat ........................ 26
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 32
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 32
3.2 Saran .................................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 34

iii
DAFTAR GAMBAR

2.1 Tablet salut gula .................................................................................................... 11

2.2 Cara kerja surfaktan .............................................................................................. 18

2.3 Minyak Ikan .......................................................................................................... 19

2.4 Obat Bromhexine .................................................................................................. 20

2.5 Obat Berbentuk Kapsul ......................................................................................... 21

2.6 Visual Warna pada jam ke 0 ................................................................................ 28

2.7 Hasil analisis TEM dan SEM ................................................................................ 30

iv
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat merupakan komoditi kesehatan yang strategis karena sangat diperlukan
oleh masyarakat. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat dan biaya obat
secara mandiri merupakan biaya terbesar yaitu sekitar 60-70% dari total biaya
pengobatan (Fatokun, 2011; Hassali, 2012). Obat-obatan memainkan peran yang
semakin penting dalam masyarakat dan berkontribusi dalam mengendalikan biaya
kesehatan masyarakat (Aramburuzabala P, 2013). Oleh karenanya, ketersediaan obat
baik dari sisi kuantitas maupun kualitas harus dapat dijamin oleh pemerintahan
(BPOM, 2012). Obat ibarat dua sisi mata uang, dimana satu sisi bisa bekerja sebagai
obat, sebaliknya disisi lain juga bisa bekerja sebagai racun, tergantung kepada takaran
(dosis) yang digunakan. Artinya setiap obat memiliki rasio manfaat dan resiko yang
berbeda-beda dan batasan ini menjadi tolak ukur keamanan dari suatu obat. Oleh sebab
itu, penggunaan obat harus hati-hati apalagi untuk anak-anak. Anak-anak dibandingkan
dengan orang dewasa mempunyai respons yang berbeda terhadap pemberian obat. Hal
ini disebabkan oleh organ fisiologis anak belum berkembang sempurna sehingga kerja
obat dan profil farmakokinetika obat pada anak akan berbeda dengan orang dewasa.
Begitu juga dengan masalah bentuk sediaan obat yang tepat untuk anak tidak tersedia,
sehingga dapat terjadi kesalahan dalam pemberian dosis obat. Kesemuanya itu,
berpotensi terjadinya insiden obat pada anak.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :


1. Apa yang disebut dengan Obat?
2. Apa saja jenis dan macam dari Obat?
3. Bagaimana cara pembuatan obat yang baik?
4. Bagaimana Mekanisme kerja surfaktan?
5. Bagaimana peranan surfaktan di bidang farmasi?
6. Bagaimana peranan surfaktan dalam obat-obatan?
7. Apa saja system koloid dalam bidang farmasi?
8. Solusi terbarukan dalam mengatasi dampak limbah obat?
1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah :


1. Mengetahui jenis dan macam dari obat
2. Mengetahui cara pembuatan obat yang baik
3. Dapat mengetahui manfaat, dosis, standard, resep dan reaksi dari obat
4. Mengetahui Mekanisme kerja surfaktan
5. Mengetahui Bagaimana peranan surfaktan di bidang farmasi
6. Dapat mengetahui peranan surfaktan dalam obat-obatan
7. Mengetahui system koloid dalam bidang farmasi
8. Mengetahui Solusi terbarukan dalam mengatasi dampak limbah obat

5
6

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Obat

Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineralmaupun
zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat
proses proses penyakit dan atau menyembhkan penyakit.
Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan,
menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau
hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badanmanusia
termasuk obat tradisional.
Obat ada yang bersifat tradisional seperti jamu, obat herbal dan ada yang telah
melalui proses kimiawi atau fisika tertentu serta telah di uji khasiatnya. Yang terakhir
inilah yang lazim dikenal sebagai obat. Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau
khasiatnya bisa kita dapatkan.
Obat merupakan salah satu komiditi dalam bidang kesehatan yang penting
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Menurut Permenkes 87 Tahun
2013,Obat adalah bahan atau paduan bahan- bahan yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi termasuk produk biologi. Maka dari itu obat merupakan komponen
penting yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Obat haruslah bermutu dan
aman digunakan serta harganya terjangkau masyarakat umum.
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari
bahan tersebut yang secara turuntemurun telah digunakan untuk pengobatan, dan
dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

2.2 Macam-Macam Obat

Adapun macam-macam obat adalah :


1) Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada
kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan berwarna
hijau. Dalam obat disertai brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat
berkhasiat, indikasi, dosisi dan aturan pakai, nomor batch, nomor registrasi,
nama dan alamat pabrik serta cara penympanannya.

2) Obat Bebas Terbatas


Obat bebas terbatas yaitu obat yang digunakan untuk mengobati
penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat bebas
terbatas termasuk obat keras dimana pada setiap takaran yang digunakan
diberi batas dan pada kemasan ditandai denan lingkaran hitam mengelilingi
bulatan berwarna biru serta sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No. 6355/Dirjen/SK/69 tanggal 5 November 1975 ada tanda
peringatan P. No. 1 sampai P. No. 6 dan harus ditandai denganetiket
atau brosur yang menyebutkan nama obat yang bersangkutan, daftarbahan
berkhasiat serta jumlah yang digunakan, nomor batch, tanggal kadaluarsa,
nomor registrasi, nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan,
indikasi, cara pemakaian, peringatan serta kontraindikasi.

3) Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep
dokter, dimana pada pada bungkus luarnya diberikan tanda bulatan dengan
lingkaran hitam dengan dasar merah yang didalamnya terdapat huruf “K”
8
yang menyentuh lingkaran hitam tersebut. Termasuk juga semua obat yang
dibungkus sedemikian rupa yang digunakan secara parental baikdengan
cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek
jaringan.

4) Obat Narkotika dan Psikotropika


Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan kedalam golongan-golongan.
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.

2.3 Jenis-Jenis Obat

1) Pulvis (serbuk)
Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yangdihaluskan,
ditujukan untuk pemakaian luar.

2) Pulveres
Merupakan serbuk yang dibagi bobot yang kurang lebih sama,
dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali
minum.Contohnya adalah puyer.

3) Tablet (compressi)

Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam


bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
a. Tablet salut film
9
Tablet konvensional dapat disalut dengan lapisan film yang terbentuk dari
polimer atau campuran polimer agar mudah ditelan, terlindung dari pengaruh
cahaya atau kelembaban, terlindung dari pengaruh asam lambung, dan
mengontrol laju pelepasan obat. Contoh polimer yang digunakan untuk salut film
antara lain hidroksipropilmetilselulosa, hidroksipropilselulosa, dan Eudagrit
E100.
b. Tablet salut enterik
Tablet salut enterik adalah tablet yang disalut dengan polimer yang tidak larut
dalam kondisi asam (di dalam lambung), namun lapisan penyalut tersebut akan
terlarut dalam kondisi cairan yang bersifat alkali pada usus halus (pH > 4).
Polimer salut enterik dapat menahan pelepasan obat pada lambung sehingga
dapat melindungi obat-obat yang dapat mengalami degradasi pada kondisi asam
(misalnya eritromisin) atau mengiritasi mukosa lambung (NSAID). Polimer
yang dapat digunakan untuk tujuan
tersebut antara lain selulosa asetat ftalat, hidroksipropil metil selulosa suksinat,
dan ko-polimer asam metakrilat (Eudragit®).
c. Tablet Salut Gula
Tablet konvensional disalut dengan lapisan gula konsentrat untuk meningkatkan
penampilan tablet dan menutupi rasa yang pahit dari obat. Penggunaan salut gula
pada tablet konvensional ditujukan untuk alasan yang sama seperti penggunaan
salut film.
Tablet salut gula secara umum terdiri dari tablet inti yang mengandung obat, dan
lapisan yang dideposisikan pada permukaan tablet. Lapisan tersebut terdiri dari
sirup, shellac, dan talk. Tablet salut gula umumnya mengalami peningkatan
bobot sekitar 100%-300%. Penggunaan salut gula saat ini sudah mulai menurun
disebabkan semakin berkembangnya teknik salut film.

10
Gambar 2.1 Tablet salut gula
https://cf.shopee.co.id/file/ec812748ac55878143f01b458ef06fda
d. Tablet kunyah
Tablet kunyah adalah tablet yang ditujukan untuk dikunyah dalam rongga mulut
(bukal) sebelum ditelan. Aplikasi bentuk sediaan ini bertujuan untuk pasien
anak-anak dan dewasa yang mengalami kesulitan menelan tablet konvensional.
Selain itu,

tablet kunyah juga digunakan pada formulasi tablet antasida. Hal ini disebabkan
efikasi netralisasi tablet pada lambung sangat berkaitan dengan ukuran partikel,
sehingga tablet perlu dikunyah terlebih dahulu menjadi granul kemudian ditelan.
Tablet kunyah umumnya diformulasi dengan menggunakan pengisi mannitol
dan flavor untuk meningkatkan aseptabilitas tablet saat dikunyah. Desain
pengembangan sediaan ini tidak dianjurkan apabila bahan obat memiliki
permasalahan dengan aseptabilitas rasa.

4) Pil (pilulae)

Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan


obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang
ditemukan karena tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada
seduhan jamu.

11
5) Kapsul (capsule)

Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras
atau lunak yang dapat larut. keuntungan/tujuan sediaan kapsul adalah :
a. menutupi bau dan rasa yang tidak enak
b. menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
c. Lebih enak dipandang (memperbaiki penampilan)
d. Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis),
dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil
kemudian dimasukan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih
besar.
e. Mudah ditelan

6) Kaplet (kapsul tablet)


Merupakan sedian padat kompak dibuat secara kempa cetak, bentuknya
oval seperti kapsul.

7) Larutan (solutiones)

Merupakan sedian cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang
dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-
bahannya,cara peracikan, atau penggunaannya,tidak dimasukan dalam
golongan produk lainnya. Dapat juga dikatakan sedian cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi
secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang
saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan
larutan topikal (kulit).

8) Suspensi (suspensiones)
Merupakan sedian cair mengandung partikel padat tidak larut
terdispersi dalam fase cair. macam suspensi antara lain : suspensi oral
(juga termasuk susu/magma),suspensi topikal (penggunaan pada kulit)
12
suspensi tetes telinga (telinga bagian luar),suspensi optalmik,suspensi sirup
kering.

9) Emulsi (elmusiones)
Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase dalam sistem
dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam
fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.

10) Galenik

Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari
hewan atau tumbuhan yang disari.

11) Ekstrak (extractum)


Merupakan sediaan yang pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi
zat dari simplisisa nabati atau simplisia hewani menggunakan zat pelarut
yang sesuai.kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga
memenuhi baku yang ditetapkan.
12) Infusa
Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia
nabati dengan air pada suhu 90 derajat celcius selama 15 menit.
13) Imunoserum (immunosera)
Merupakan sediaan yang mengandung imunoglobulin khas yang
diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan
toksin kuman (bisa ular0 dan mengikut kuman/virus/antigen.
14) Salep (unguenta)
Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lendir. Salep dapat juga dikatakan sediaan setengah
padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat
harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.
15) Suppositoria

Merupakan sedian padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang


13
diberikan melalui rektal, vagina atau uretra,umumnya meleleh, melunak
atau melarut pada suhu tubuh. Tujuan pengobatan adalah :
a. Penggunaan local, untuk memudahkan defekasi serta mengobati
gatal,iritasi, dan inflamasi karena hemoroid.
b. Penggunaan sistematik, untuk aminofilin dan teofilin untuk
asma,klorpromazin untuk anti muntah,kloral hidrat untuk sedatif dan
hipnitif,aspirin untuk analgesik antipiretik.

16) Obat tetes (guttae)

Merupakan sediaan cair berupa larutan,emulsi atau suspensi,


dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar. Digunakan dengan cara
meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara
dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan farmakope
indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain : guttae (obat dalam),
guttae oris (tetes mulut), guttae auriculares (tetes telinga), guttae nasales
(tetes hidung), guttae opthalmicae (tetes mata).
17) Injeksi (injectiones)

Merupakan sediaan steril berupa larutan,emulsi atau suspensi atau


serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya agar kerja obat cepatserta
dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui
mulut.

2.4 Cara Pembuatan Obat Yang Baik

CPOB atau Cara Pembuatan Obat yang Baik merupakan bagian dari
sistem pemastian mutu (Quality Asurance/ QA) yang mengatur dan
memastikan obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten
sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang telah
14
ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaan produk disamping persyaratan
lainnya (misalnya persyaratan izin edar), sehingga produk tersebut aman
dikonsumsi dan diterima oleh masyarakat. Penerapan CPOB di industri farmasi
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam proses produksi
obat sehingga tidak membahayakan jiwa manusia.
Ruang lingkup CPOB meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan
dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higienis, produksi, pengawasan mutu,
inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan
kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis
berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi.
Produksi adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan,
mengolah, membuat, mengemas, dan/atau mengubah bentuk sediaan farmasi
dan alat kesehatan. Untuk menjaga mutu obat yang dihasilkan, maka setiap
tahap dalam proses produksi selalu dilakukan pengawasan mutu In Process
Control (IPC). Setiap penerimaan bahan awal baik bahan baku dan bahan kemas
terlebih dahulu diperiksa dan disesuaikan dengan spesifikasinya. Bahan-bahan
tersebut harus selalu disertai dengan Certificate of Analisis (CA) yang dapat
disesuaikan dengan hasil pemeriksaan. Produksi hendaklah dilaksanakan
dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan
CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi dan memenuhi
ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) sesuai dengan
spesifikasinya.
Dalam proses pembuatan obat dibutuhkan bahan baku obat yang
berkualitas. Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat (zat aktif)
maupun tidak berkhasiat (zat nonaktif/eksipien), yang berubah maupun tidak
berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan
tersebut masih terdapat dalam produk ruahan. Bahan baku obat dapat berasal
dari alam (tumbuhan dan hasil laut) maupun dari bahan sintetik. Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam produksi

15
1) Pengadaan Bahan Awal

Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan
memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah
bahan tersisa hendaklah dicatat yang berisi keterangan mengenai pasokan, nomor
bets/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal daluarsa .

2) Pencegahan Pencemaran Silang

Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran
mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat
tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk
yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator.
Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan
yang tepat.

3) Penimbangan dan Penyerahan

Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan
produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan
dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan
produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum
kadaluarsa yang boleh diserahkan.
4) Pengembalian

Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang


penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar.
5) Pengolahan

Semua bahan yang dipakai didalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum


dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa dan
dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan
hendaklah

16
dilaksanakan mengikusi prosedur yang tertulis, tiap penyimpangan hendaklah
dilaporkan, dan semua produk antara hendaklah diberi label yang benar dan
dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu .
6) Kegiatan Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi.


Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk
menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas serta
dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan
pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk.
7) Pengawasan Selama Proses Produksi

Pengawasan selama proses hendaklah mencakup :


a. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal
dan selama proses pengolahan atau pengemasan.
b. Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang
teratur untuk memastikan kesesuaiannyadengan spesifikasi dan memastikan semua
komponen sesuaidengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk.
8) Karantina Produk Jadi

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendaliansebelum penyerahan


ke gudang dan siap untuk didistribusikan.Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke
gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk
dan catatan pengolahan memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan

2.5 Mekanisme Kerja Surfaktan


Cara kerja dari surfaktan sangatlah unik karena bagian yang hidrofilik akan
masuk kedalam larutan yang polar dan bagian yang hirdrofilik akan masuk kedalam
bagian yang non polar sehingga surfaktan dapat menggabungkan (walaupun
sebenarnya tidak bergabung) kedua senyawa yang seharusnya tidak dapat bergabung
tersebut. Namun semua tergantung pada komposisi dari komposisi dari surfaktan
tersebut. Jika bagian hidrofilik lebih dominan dari hidrofobik maka ia akan melarut
kedalam air, sedangkan jika ia lebih banyak bagian hidrofobiknya maka ia akan
17
melarut dalam lemak dan keduanya tidak dapat berfungsi sebagai surfaktan. Bagian
liofilik molekul surfaktan adalah bagian nonpolar, biasanya terdiri dari
persenyawaan hidrokarbon aromatik atau kombinasinya, baik jenuh maupun tidak
jenuh. Bagian hidrofilik merupakan bagian polar dari molekul, seperti gugusan
sulfonat, karboksilat, ammonium kuartener, hidroksil, amina bebas, eter, ester,
amida.Biasanya, perbandingan bagian hidrofilik dan liofilik dapat diberi angka yang
disebutkeseimbangan Hidrofilik dan Liofilik yang disingkat KHL, dari surfaktan.

Gambar 2.2 Cara kerja surfaktan


https://yulianusi.files.wordpress.com/2013/04/how_surfactants_work1.jpg

Surfaktan biasa digunakan pada beberapa sediaan seperti emulsi yang terdiri dari fase
air dan fase minyak yang sukar bercampur. Untuk mencampurkan kedua fase tersebut, maka
tegangan permukaan antara fase air dan fase minyak harus diturunkan. Turunnya tegangan
permukaan terjadi karena masuknya surfaktan ke dalam fase air dan fase minyak. Surfaktan
memiliki bagian kepala yang bersifat menyukai air atau hidrofilik sehingga bagian kepala
tersebut masuk ke fase air, surfaktan juga memiliki bagian ekor yang bersifat tidak menyukai
air atau hidrofobik sehingga bagian ekor tersebut masuk ke fase minyak. Interaksi kepala dan
ekor surfaktan dengan dua fase tersebut menyebabkan penurunan tegangan permukaan antar
fase.
Ketika bagian-bagian dari surfaktan masuk ke dalam fase air dan fase minyak sesuai
ketertarikannya maka molekul surfaktan akan diserap atau diadsorpsi lebih kuat oleh air
dibandingkan dengan minyak apabila bagian kepala yang lebih menyukai fase air lebih
dominan. Hal ini menyebabkan tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga dapat

18
menyebar dengan lebih mudah. Sebaliknya, jika bagian ekor yang lebih menyukai fase minyak
lebih dominan maka molekul-molekul surfaktan akan diadsorpsi lebih kuat oleh minyak
dibandingkan dengan air dan menyebabkan tegangan permukaan minyak menjadi lebih
rendah sehingga mudah menyebar.
Di bidang Farmasi sendiri Surfaktan berpengaruh pada sediaan cair suspensi yaitu
pada system dispersi dan flokulasi. Dalam suspensi, dispersi partikel padatan dalam suatu
larutan dimana padatan tersebut bersifat tidak larut maka distabilkan dengan menggunakan
lapisan surfaktan ( suspending agent ) pada antar muka antara dua fasa yang menghasilkan
pembatas elektrik sehingga mencegah bersatunya partikel-partikel padatan yang terdispersi.
Dispersi merupakan keadaan yang tidak larut suatu bahan dan seolah-olah bercampur. Metode
dispersi merupakan salah satu metode pembuatan suspensi. Dan surfaktan berfungsi
menurunkan tegangan permukaan antar artikel zat padat dengan cairan atau larutan tersebut
(Syamsuni, 2006). contoh contoh obat obatan yang mengandung koloid (surfaktan) : yaitu
emulsi, koagulasi

Gambar 2.3 Minyak Ikan


https://i0.wp.com/gudangilmu.farmasetika.com/wpcontent/uploads/2018/12/emulsipic.png?fit=531%
2C567&ssl=1&resize=350%2C200

19
Gambar 2.4 Obat Bromhexine
https://www.gooddoctor.co.id/_next/image/?url=https%3A%2F%2Fcms.gooddoctor.co.id%2Fwpcon
tent%2Fuploads%2F2020%2F12%2FBromhexine.jpg&w=1200&q5

2.6 Peranan Surfaktan di Bidang Farmasi


Industri farmasi adalah pengguna surfaktan yang penting karena beberapa
alasan.Mereka penting sebagai alat bantu formulasi untuk pengiriman bahan aktif
dalam beberapa aplikasi tradisional dan nontradisional
Bentuk larutan, emulsi, dispersi, kapsul gel, atau tablet. Mereka penting
dalam hal membantu dalam perjalanan bahan aktif melintasi berbagai membran yang
harus dilalui agar bahan aktif mencapai titik tindakan. Mereka
juga penting dalam persiapan obat-obatan dan rilis yang diberi batas waktu dosis
transdermal. Dan dalam beberapa kasus, surfaktan adalah bahan aktif. Surfaktan
untuk industri farmasi tentu saja harus memenuhi peraturan yang sangat kaku standar
toksisitas, alergi, efek kolateral dan sebagainya
Surfaktan memiliki peran yang cukup besar dalam bidang farmasi karena
seringkali digunakan dalam formulasi sediaan. Seiring berkembangnya zaman
dengan kebutuhan obat-obatan yang semakin beragam dan meningkatnya pula
kesadaran penduduk dunia terhadap limbah dari industri, salah satunya industri
farmasi terkait efek pencemaran dari zat yang tidak dapat diperbaharui dan tidak
ramah lingkungan maka terdapat beberapa penelitian yang membahas seputar
produksi surfaktan dan penggunaan surfaktan alami atau dapat disebut biosurfaktan.

20
Gambar 2.5 Obat Berbentuk Kapsul
http://image1.caping.co.id/news/20160812/0d/1636495285A840A576.jpg_480A0A1A80 jpg

2.6.1 Biosurfaktan
Biosurfaktan adalah surfaktan biodegradable yang dapat diproduksi oleh sel
mikroorganisme (bakteri/fungi) maupun dari bahan alam. Ada banyak keuntungan
menggunakan produk berbasis alami sebagai bahan baku untuk aplikasi surfaktan
yaitu lebih biodegradabel, tidak beracun dan tidak alergenik. Sumber-sumber
terbarukan dari kelompok hidrofilik termasuk karbohidrat, protein, asam amino dan
asam laktat, dan sumber-sumber dari bagian hidrofobik adalah steroid, monoterpena,
asam rosin, asam lemak dan gugus alkil rantai panjang, serta senyawa aromatic.
Contoh biosurfaktan Mikroorganisme :
a. Lipopeptida yaitu senyawa gabungan minyak atau lemak dengan peptida Contoh :
surfactin, daptomicin sebagai antibiotik.
b. Rhamnolipida yaitu senyawa gabungan karbohidrat dengan lipid. Rhamnolipida
dihasilkan oleh Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas fluorescens. Digunakan
sebagai pengolahan limbah minyak bumi, kosmetik sebagai moisturizer, dan bersifat
antibakteri
c. Metil Ester Sulfonat (MES) yang memiliki struktur kimia
RCH(CO2Me)SO3Na (α-MES) yang terbuat dari minyak sawit.

2.6.2 Contoh Emulsi dalam farmasi


Distribusi ukuran droplet dalam emulsi penting dan baik untuk stabilitas krim.
Droplet dengan ukuran yang lebih kecil memberikan stabilitas emulsi yang lebih baik.
21
Distribusi ukuran droplet dipengaruhi oleh karakteristik pengemulsi. Surfaktan non
ionik tidak bermuatan, stabil terhadap elektrolit dan zat ionik yang umumnya bersifat
tidak toksik. Surfaktan non ionik seperti Tween 80 dan Span 80, telah digunakan
secara luas di bidang farmasi yang mempunyai toksisitas dan iritasi relatif rendah.
Stabilitas krim menggunakan surfaktan non ionik dipengaruhi oleh nilai Hydrophile-
Liphopile Balance (HLB). Hal ini disebabkan nilai HLB berpengaruh terhadap ukuran
dan keseragaman droplet. Emulsi tidak stabil disebabkan karena terjadi flokuasi,
koalesen, kriming dan breaking. Nilai HLB yang seimbang antara dua emulsifier
nonionik, dimana salah satu bersifat hidrofilik dan yang lain bersifat lipofilik.
Kombinasi antara nilai HLB suatu agen pengemulsi dapat menentukan tipe emulsinya,
baik tipe minyak dalam air (M/A) yang umumnya mempunyai nilai HLB 9-12 atau
tipe emulsi air dalam minyak (A/M) dengan nilai HLB 3-6. Penelitian ini
menggunakan nilai HLB pada rentang 9-11 karena rentang nilai HLB tersebut
merupakan nilai tengah dimana jumlah gugus hidrofilik dan lipofiliknya seimbang dan
dapat membentuk emulsi tipe minyak dalam air (M/A). Tween 80 dan Span 80
merupakan surfaktan non ionik berupa pengemulsi yang bersifat aman untuk
digunakan dan merupakan turunan sorbitan ester. Tween menghasilkan emulsi tipe
minyak dalam air (M/A) sedangkan span menghasilkan emulsi tipe air dalam minyak
(A/M). Penggunaan Tween biasanya digunakan secara bersamaan dengan Span untuk
membentuk emulsi tipe minyak dalam air (M/A) atau air dalam minyak (A/M) pada
pembuatan salep dan krim sehingga mudah dibilas dan larut dalam air.
https://youtu.be/RqfRjdaAKeo

2.7 Peranana Surfaktan dalam Obat Obatan


Surfaktan dapat ditambahkan dalam formula sediaan tablet orodispersibel.
European Pharmacopeia mendefinisikan tablet orodispersibel sebagai tablet tak
bersalut yang ditujukan untuk diletakkan di dalam rongga mulut hingga tablet
tersebut terdispersi dalam waktu kurang dari tiga menit sebelum tablet tersebut
ditelan. Surfaktan ditambahkan dalam formula sediaan tablet orodispersibel untuk
menurunkan tegangan antar muka antara bahan aktif dan media disolusi.
Penggunaan surfaktan dalam formula tablet orodispersibel dapat meningkatkan
22
solubilisasi obat dari tablet orodispersibel. Surfaktan yang digunakan dalam
formulasi tablet orodispersibel antara lain sodium dodesil sulfat, sodium lauril sulfat,
polioksietilen sorbitan fatty acid esters (Tween), sorbitan fatty acid esters (Spans),
polioksietilen stearat.
Surfaktan non ionik tidak bermuatan, stabil terhadap elektrolit dan zat ionik yang
umumnya bersifat tidak toksik. Surfaktan non ionik seperti Tween 80 dan Span 80,
telah digunakan secara luas di bidang farmasi yang mempunyai toksisitas dan iritasi
relatif rendah. Stabilitas krim menggunakan surfaktan non ionik dipengaruhi oleh
nilai Hydrophile-Liphopile Balance (HLB). Tween 80 dan Span 80 merupakan
surfaktan non ionik berupa pengemulsi yang bersifat aman untuk digunakan dan
merupakan turunan sorbitan ester. Tween menghasilkan emulsi tipe minyak dalam
air (M/A) sedangkan span menghasilkan emulsi tipe air dalam minyak (A/M).
Penggunaan Tween biasanya digunakan secara bersamaan dengan Span untuk
membentuk emulsi tipe minyak dalam air (M/A) atau air dalam minyak (A/M) pada
pembuatan salep dan krim sehingga mudah dibilas dan larut dalam air

2.8 Sistem Koloid dalam Bidang Farmasi


Sifat sifat koloid ada berbagai macam namun yang berguna dalam bidang
farmasi ialah:
1) Absorpsi
Sifat absorpsi partikel-partikel koloid ini dapat dimanfaatkan dalam obat obatan
Serbuk karbon (norit), yang dibuat dalam bentuk pil atau tablet, apabila diminum dapat
menyembuhkan sakit perut dengan cara absorpsi. Dalam usus, norit dengan air akan
membentuk sistem koloid yang mampu mengabsorpsi dan membunuh bakteri-bakteri
berbahaya yang menyebabkan sakit perut.
2) Dialisis
Untuk menghilangkan ion-ion pengganggu kestabilan koloid pada proses pembuatan
koloid, dilakukan penyaringan ion-ion tersebut dengan menggunakan membran
semipermeabel. Proses penghilangan ion-ion pengganggu dengan cara menyaring
menggunakan membran/selaput semipermeabel disebut dialisis. Proses dialisis tersebut
adalah sebagai berikut. Koloid dimasukkan ke dalam sebuah kantong yang terbuat dari
23
selaput semipermeabel. Selaput ini hanya dapat melewatkan molekul-molekul air dan ion-
ion, sedangkan partikel koloid tidak dapat lewat. Jika kantong berisi koloid tersebut,
dimasukkan ke dalam sebuah tempat berisi air yang mengalir, maka ion-ion pengganggu
akan menembus selaput bersama-sama dengan air. Prinsip dialisis ini digunakan dalam
proses pencucian darah orang yang ginjalnya (alat dialisis darah dalam tubuh) tidak
berfungsi lagi dengan alat dialisator. Dalam sistem koloid dikenal istilah emulsi yaitu
sistem koloid di mana zat terdispersi dan pendispersi adalah zat cair yang tidak dapat
bercampur. di dalam industri farmasi, emulsi juga berperan dalam pembuatan obat antara
lain dalam pembuatan minyak ikan, salep dan krim.
https://youtu.be/lB4kNV3nI0A
3) Hidrogel

Hidrogel adalah suatu jenis polimer hidrofilik yang tidak larut dan swelling
(menyerap) dalam air membentuk keadaan setimbang. Hidrogel secara umum dibagi
menjadi 2 yaitu hidrogel alami seperti larutan kental sagu, karagenan, agar, jelli untuk
rambut, dan alginat sedangkan hidrogen sintetik kontak lensa yang dibuat dari 3-Hidroksi
Etil Metakrilat (HEMA). Aplikasi dalam bidang farmasi:
a. Kontak lensa (silicon hydrogel, polyacrilamide)
b. Bahan penyangga dalam pembuatan tissue
c. Bahan penyusun popok yang akan menyerap urin bayi (sanitary napkin)
d. Pengobatan kanker
e. Pembalut luka

4) Mikropartikel

Mikropartikel adalah partikel dengan ukuran mikrometer. Aplikasi dalam bidang


farmasi:
a. Menutupi rasa bau
b. Melindungi obat dari lingkungan
c. Mengurangi ukuran partikel untuk meningkatkan kelarutan obat-obat yang
kelarutannya kurang bagus
d. Penghantaran obat terkendali atau berkelanjutan
e. Enkapsulasi sel
24
5) Emulsi dan mikroemulsi

Emulsi adalah campuran antara partikel-partikel suatu zat cair (fasa terdispersi) dengan
zat cair lainnya, sedangkan mikroemulsi adalah salah satu sediaan mikropartikel dimana
mikroemulsi sama seperti emulsi biasa yaitu dispersi minyak dan air hanya saja
mikropartikel jernih dan transparan serta secara termodinamika stabil. Aplikasi dalam
bidang farmasi:
a. Penghantar obat secara oral, ocular drug delivery, pulmonary drug delivery,
transdermal drug delivery, parenteral drug delivery.
b. Menutupi rasa bau
c. Obat luar

6) Liposom

Liposom atau gelembung lemak adalah suatu bentuk pengembangan dari nano
teknologi dalam bidang farmasi yaitu partikel koloid yang dibuat dengan turunan molekul
fosfolipid dari dari alam maupun sintetik. Aplikasi dalam bidang farmasi:
a. Penghantaran obat
b. Pembawa obat dan antigen

7) Misel

Misel adalah agregat molekul ampifatik dalam air dengan bagian nonpolar berada pada
bagian dalam dan bagian polar pada bagian luar yang terpapar. Aplikasi dalam bidang
farmasi:
a. Pemberian/ penghantaran obat
b. Pembuatan produk kosmetik

8) Nanopartikel

Nanopartikel adalah hasil dari pembaharuan dalam bidang bioteknologi yang mampu
membantu meningkatkan efektivitas kerja obat, terutama yang diberikan secara oral.
Nanopartikel adalah partikel yang berukuran 1-1000 nanometer. Aplikasi dalam bidang
25
farmasi:
a. Meningkatkan bioavailabilitas obat
b. Melindungi obat dari degradasi dalam saluran pencernaan
c. Mengontrol pelepasan obat
d. Dapat bekerja spesifik terhadap target obat
e. Penghantaran obat

9) Nanokristal

Nanokristal adalah penggabungan dari ratusan atau ribuan molekul yang membentuk
kristal, terdiri dari senyawa obat murni dengan penyaluran tipis dengan menggunakan
surfaktan. Aplikasi dalam bidang farmasi:
a. Penghantaran obat
b. Meningkatkan kerja dari antioksidan pada kosmetik

2.9 Solusi Terbarukan Dalam Mengatasi Dampak Limbah Obat

1) Ko-Kristal : Teknik Pembuatan Ko-Kristal

Penulis : Dewi Permatasari, Selma Ramadhani, Iyan


Sopyan, dan Muchtaridi
Volume dan Nomor : Vol 14, No 4
Kokristal dibentuk dari interaksi antarmolekul yang kristal melibatkan
modifikasi susunan kristal dari bahan padat dengan mengubah interaksi
antarmolekul yang mengatur pemutusan dan pembentukan ikatan kovalennon-
seperti ikatan hidrogen, ikatan van der Waals, tumpukkan ikatan π, interaksi
elektrostatik, dan ikatan halogen (Miroshnyk et al., 2009). Pembentukan
kokristal dapat dirasionalisasikan oleh pertimbangan donor ikatan hidrogen dan
akseptor bahan yang akan di kokristal kan dan bagaimana mereka bisa
berinteraksi. Ikatan hidrogen yang kuat termasuk (NH --- O), (OH --- O), (-NH
--- N,) dan (OH --- N). Ikatan hidrogen lemah melibatkan - CH --- O, dan CH -
26
-- O = C (Nair, 2007). Adapun menurut (Cheney, et al, 2011) langkah-langkah
yang terlibat dalam pembentukkan kokristal adalah sebagai berikut 1. Memilih
molekul target (zat aktif); 2. Menemukan gugus fungsional komplementer yang
mampu membentuk ikatan hidrogen dengan zat aktif (pemilihan coformer); 3.
Metode Persiapan. Secara umum, metode atau teknik pembuatan kokristal yang
sudah sering digunakan adalah teknik penguapan secara lambat (slow
evaporation) dan penggilingan (grinding).Oleh karena itu, metode yang lazim
digunakan ini dibagi menjadi solvent- based dan grinding (Weyna, 2009).
Dalam penelitian yang banyak telah dilakukan saat ini, untuk melihat efek dari
pemilihan teknik pembuatan kokristal terhadap sifat kokristal yang dibentuk,
peneliti membandingkan lebih dari satu metode untuk suatu senyawa obat yang
sama.
Modifikasi zat aktif menjadi kokristal dapat dilakukan untuk
memperbaiki sifat-sifat yang dimiliki oleh zat aktif pada obat seperti
meningkatkan kelarutan, laju disolusi, kestabilitan obat, dan bioavailabilitas
obat tersebut sehingga efek teurapetik obat dapat bekerja maksimal. Terdapat
banyak metode pembuatan kokristal seperti solvent evaporation, neat danliquid
assited grinding, slurry conversion, antisolvent addition, hot melt extrusion,
sampai teknologi modern supercritical fluid technology. Teknik pembuatan
kokristal disesuaikan dengan sifat dari zat aktif suatu obat, kokristal former
yang dipilih, serta ketersediaan teknologi yang memadai. Metode yang lazim
digunakan adalah slurry conversion dan liquid assisted grinding karena teknik
pengerjaannya yang mudah, murah, dan hasil yang cukup memuaskan. Setelah
disintesis, kokristal perlu dikarakterisasi yaitu meliputi karakterisasi struktur
(spektroskopi inframerah, Raman spektroskopi,x-ray difraksi), dan sifat fisika
(metode titik leleh, differential scanning calorimetry). Teknologi karakterisasi
kini terus berkembang seperti dengan penggabungan DSC-FTIR, Raman
spektroskopi, dan penggunaan NMR.

27
2) Biosintesis Nanoherbal Ekstrak Daun Bambu Kuning (Bambusa
Vulgaris) Dengan Teknologi Ramah Lingkungan Untuk Pengobatan
Infeksi Saluran Kemih
Penulis : Amelia Arum Prasetya, Prima Aulia Putra, Amalia Humairah, dan
Yandi Syukri
Dari hasil pembuatan larutan asam kloroaurat (HAuCl4) dilakukan
pengujian kandungan emas menggunakan spektroskopi serapan atom dengan
parameter emas (Au) didapatkan jumlah emas (Au) pada larutan asam
kloroaurat didapatkan jumlah Au sebesar 0,5 mM.Dilakukan pembuatan
nanopartikel emas sebanyak 10 formulasi dengan mencampurkan larutan
HAuCl4 dengan ekstrak daun bambu kuning yang dimasukan kedalam
microtube, kemudian diultrasonic selama 2 menit. Pembentukan nanopartikel
emas ditandai dengan perubahan warna pada sampel yang semula berwarna
kuning bening menjadi warna merah muda hingga ungu pada rentang waktu
tertentu.

Gambar 2.6 Visual Warna pada jam ke 0 ekstrak daun bambu kuning dari formula 1 sampai
formula 7
Pada jam ke 0 sampai jam ke 3, pada ekstrak daun bambu kuning dari
formula 1 (900 ul ekstrak) sampai formula 7 ekstrak bambu kuning (1500 ul
ekstrak) mengalami perubahan warna menjadi merah muda keunguan secara
langsung setelah dilakukan ultrasonic. Hasil yang didapat menunjukan bahwa
volume penambahan ekstrak daun bambu kuning berpengaruh terhadap waktu
perubahan warna nanopartikel emas, semakin kecil penambahan volume
ekstraknya maka waktu yang dibutuhkan semakin kecil. Hasil yang didapat dari
Spektrofotometer UV-Vis menunjukan bahwa beberapa formula masih berada
dalam nilai panjang gelombang nanopartikel emas dengan nilai panjang

28
gelombang 500-550 nm, Berdasarkan data perubahan panjang gelombang dapat
disimpukan bahwa pembentukan nanopartikel emas terbentuk dalam 24 jam
berkisar pada panjang gelombang 540-547 nm. Akan tetapi pada formula 7 itu
mendapatkan hasil diluar kisaran yaitu 551 nm. Hasilini juga dapat mendukung
data sebelumnya yaitu pada uji perubahan warna yang semula berwarna kuning
bening menjadi merah muda hingga ungu. Padakonsentrasi ekstrak daun bambu
kuning formula 5 nanopartikel dengan jumlah emas 1000 µl dan ekstrak 1300
µl menghasilkan ukuran partikelterkecil dengan nilai ukuran partikel 95,70 ±
1.00 dan indeks polidispersitas
0.481 ± 0.02. Hasil yang didapat telah masuk kedalam nilai ukuran partikel
yang baik untuk nanopartikel emas yaitu 1-200 nm, sedangkan untuk nilai
indeks polidispersitas mendapatkan hasil < 0,7 yaitu 0.481 ± 0.02.
Pada spektrum IR hasil reduksi dari ekstrak daun bambu kuning dengan
HAuCl4 memperlihatkan adanya pergeseran panjang gelombang spektrum dari
ekstrak daun bambu kuning sebelum dan sesudah mereduksi Lampiran
Pergeseran bilangan gelombang terjadi dari 3452,18 cm1 menjadi 3450,00 cm1
menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara gugus OH dengan nanopartikel
emas, Pada panjang gelombang 2073 cm1 menunjukan gugus fenol, dan pada
panjang gelombang 1634,55 cm1 adanya ikatan C=C alkena dan cincin
aromatis, serta 572,60 cm1 menunjukan adanya gugus fosfat. Sampel yang
digunakan untuk pengujian morfologi partikel nano dengan TEM dan SEM
adalah sampel F5 dengan perbandingan ekstrak daun bambu kuning dan
HAuCl4 (1300 µl : 1000 µl). Sampel F5 dipilih karena memiliki ukuran partikel
terkecil dan nilai indeks polidispersitas yang baik dibandingkan dengan
formula lainnya. Hasil pengamatan TEM pada formula
5 menunjukan rentang ukuran partikel yang terbentuk yaitu berada pada kisaran
41 nm – 71 nm dengan berbagai macam bentuk yaitu segitiga, segi enam dan
lingkaran tidak sempurna Gambar 2. Hasil pengamatan SEM Gambar.3,
menunjukkan morfologi nanopartikel dengan gambaran struktrur spheris yang

29
tidak beraturan dikarenakan nanopartikel emas yang tidak stabil sehingga
nanopartikel emas menjadi menggumpal dapat dimungkingkan karena
penyimpanan yang terlalu lama.

Gambar 2.7 Hasil analisis TEM dan SEM

Uji daya hambat pertumbuhan bakteri dari nanopartikel emas ekstrak


daun bambu kuning pada formula terbaik, yaitu formula 5 dengan perbandingan
ekstrak : HAuCl4 ( 1300 µl : 1000 µl ) terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa. Parameter pengukuran aktivitas nanopartikel emas ekstrak daun
bambu kuning terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa
ditunjukkan dengan luasnya zona hambat dari perlakuan disajikan pada tabel .

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa daya hambat dari


nanopartikel emas ekstrak daun bambu kuning terhadap penghambatan
pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan daya hambat sebesar
0,907 cm.
Hasil penelitian uji fitokimia yang dilakukan telah menunjukkan bahwa
ekstrak daun bambu kuning mengandung senyawa flavonoid. Senyawa-
senyawa tersebut telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya bahwa memiliki
khasiat sebagai antibakteri. Dari penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil
30
bahwa nanopartikel emas ekstrak daun bambu kuning memiliki daya hambat
partumbuhan bateri Pseudomonas aeruginosa sebesar 0,907 cm. dengan adanya
penelitian ini, diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut dalam proses
penghambatan pertumbuhan bakteri khususnya pada bakteri yang dapat
menginfeksi saluran pencernaan.

31
28

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah

1. Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan badaniah dan
rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah
badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional.
2. Macam-macam obat: Obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, Narkotika.

3. Ada berbagai macam manfaat dari obat untuk tubuh.

4. Cara kerja dari surfaktan yaitu pada bagian yang hidrofilik akan masuk kedalam
larutan yang polar dan bagian yang hirdrofilik akan masuk kedalam bagian yang
non polar sehingga surfaktan dapat menggabungkan (walaupun sebenarnya tidak
bergabung) kedua senyawa yang seharusnya tidak dapat bergabung tersebut.

5. Surfaktan memiliki peran yang cukup besar dalam bidang farmasi karena
seringkali digunakan dalam formulasi sediaan salah satunya industri farmasi
terkait efek pencemaran dari zat yang tidak dapat diperbaharui dan tidak ramah
lingkungan maka terdapat beberapa penelitian yang membahas seputar produksi
surfaktan dan penggunaan surfaktan alami atau dapat disebut biosurfaktan.

6. Surfaktan dapat ditambahkan dalam formula sediaan tablet orodispersibel.


European Pharmacopeia mendefinisikan tablet orodispersibel sebagai tablet tak
bersalut Mengetahui system koloid dalam bidang farmasi

7. Sifat sifat koloid ada berbagai macam namun yang berguna dalam bidang
farmasi ialah : Absorps, dialysis, hidrogel , mikropartikel, emulsi dan
mikroemulsi,liposom , Michel , nanopartikel dan nanokristal.
8. Mengetahui Solusi terbarukan dalam mengatasi dampak limbah obat melalui Ko-
Kristal : Teknik Pembuatan Ko-Kristal dan Biosintesis Nanoherbal Ekstrak Daun
Bambu Kuning (Bambusa Vulgaris) Dengan Teknologi Ramah Lingkungan
Untuk Pengobatan Infeksi Saluran Kemih

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam mengupas materi
di dalam makalah ini masih banyak kekurangan, baik dalam hal sistematika maupun
teknik penulisannya. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun penulis
harapkan, sebagai masukan yang berharga demi kesempurnaan penyajian makalah ini
di masa mendatang.
29

DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, A., Dania, H., dan Puspitasari, M. D., 2017, Tingkat Pengetahuan
Penggunaan Obat Bebas Terbatas Untuk Swamedikasi Pada Masyarakat
RW 8 Morobangun Jogotirto Berbah Sleman Yogyakarta, Jurnal Ilmiah
Manuntung, Vol 3. No 2.

Stfi Bandung , 2020, Pembuatan Sediaan Supensi, Teknologi Farmasi,


YouTube, https://youtu.be/RqfRjdaAKeo
Permatasari, D., Ramadhani, S., Sopyan, I., dan Muchtaridi, 2012, Ko-Kristal:
Teknik Pembuatan Ko-Kristal, Farmaka, Vol 14, No 4.

Prasetya, A.A., Putra, P. A., Humairah, A., dan Syukri, Y., 2014, Biosintesisi
Nanoherbal Ekstrak Daun Bambu Kuning (Bambusa Vulgaris) Dengan
Teknologi Ramah Lingkungan Untuk Pengobatan Infeksi Saluran Kemih,
Jurnal Kefarmasian.

Supardi, S., Handayani, R. S., Herman, M. J., Raharni, dan Susyanty, A. L.,
2012, Kajian Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pemberian
Informasi Obat dan Obat Tradisional di Indonesia, Jurnal Kefarmasian
Indonesia, Vol 2. No 1 : 20-27.

Syafitri, I. N., Hidayati, I. R., dan Pristianty, L., 2017, Hubungan Tingkat
Pengetahuan Terhadap Penggunaan Obat Parasetamol Rasional dalam
Swamedikasi, Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol 4,
No. 1

Wijaya, H.T., Issusilaningtyas, E., dan Faiqoh, M., 2019, Analisis Pengaruh
Wadah, Suhu dan Lama Penyimpanan Minyak Hati Ikan Cucut Botol
Terhadap Bilangan Peroksida, Jurnal Ilmiah Kefarmasian : 2579-4329.

Anda mungkin juga menyukai