Anda di halaman 1dari 19

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI 1

“PEMILIHAN HEWAN COBA”

LAPORAN PRAKTIKUM

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mata Kuliah Farmaklogi


Toksikologi 1 Jurusan Farmasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan

OLEH

SITI AZZAHRA Q. PAPUTUNGAN


821418074

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI S-1
2020

1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan rahmat, kemudahan, dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Laporan Praktikum Farmakologi dan Toksikologi 1 sesuai yang
di harapkan.
Dalam proses pengerjaan laporan ini, penulis melakukan praktikum
yang tak lupa mendapatkan bimbingan, arahan dan pengetahuan hingga kami
mampu menyelesaikan laporan ini dengan baik. Maka dari itu, penyusun
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian laporan praktikum ini. Semoga makalah
laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi pembaca, menambah pengetahuan
dan mempermudah percobaan yang hendak dilakukan.
Akhirnya penyusun menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan
dalam penyusunan laporan praktikum ini, baik dari materi maupun teknik
penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penyusun.
Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi
kesempurnaan makalah laporan praktikum ini untuk ke depannya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, Mei 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 4
1.1 Latar belakang............................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 5
1.4 Prinsip Percobaan....................................................................................... 5
1.5 Manfaat ...................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 7
2.1 Dasar Teori................................................................................................. 7
2.2 Uraian Bahan.............................................................................................. 10
2.3 Uraian Hewan............................................................................................. 11
BAB III METODELOGI KERJA .................................................................. 12
3.1 Alat............................................................................................................. 12
3.2 Bahan.......................................................................................................... 12
3.3 Hewan Coba ............................................................................................... 12
3.4 Cara Kerja .................................................................................................. 12
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN ................................ 13
4.1 Hasil Pengamatan....................................................................................... 13
4.2 Pembahasan................................................................................................ 13
BAB V PENUTUP............................................................................................. 16
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 16
5.2 Saran........................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Seriring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kesehatan, sebagai mahasiswa farmasi sudah seharusnya mengetahui hal-
hal yang berkaitan dengan obat baik dari segi farmasetik, farmakodinamik,
farmakokinetik dan juga dari segi farmakologi dan toksikologinya. Farmakologi
atau yang biasa disebut dengan “Ilmu Khasiat Obat” adalah ilmu yang
mempelajari pengetahuan obat dalam seluruh aspeknya baik sifat kimiawinya,
fisikanya, kegiatan fisiologi, reabsropsi dan nasibnya dalam organisme hidup.
Farmakologi sebagai ilmu yang berbeda dari ilmu lain yang secara umum
berkaitan erat dengan fisologi tubuh, biokimia dan ilmu kedokteran klinik yang
membuat farmakologi sangat sulot dimengerti tanpa pengetahuan fisiologi tubuh.
Oleh karena itu diperlukan suatu alat atau obyek tertentu untuk dapat membantu
dan yang dapat pula dipergunakan sebagai subyek dalam penetilitian, diantaranya
adalah dengan mempergunakan hewan coba.
Penggunaan hewan coba terus berkembang sampai saat ini. Hewan coba ini
berfungsi sebagai pengganti dari subyek yang diinginkan, disamping itu juga
dalam bidang farmasi digunakan sebagi alat untuk mengukur besaran kualitas dan
kuantitas dari suatu obat sebelum diberikan kepada manusia atau biasa disebut
dengan uji pra-klinis.
Untuk mendapatkan penelitian ilmiah yang baik, maka semua aspek dalam
protokol penelitian harus direncanakan dengan seksama, termasuk dalam
pemilihan hewan percobaan, penting untuk memastikan bahwa penggunaan
hewan percobaan merupakan pilihan terakhir dimana tidak terdapat cara lain yang
bisa menggantikannya.
Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus
dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan yang akan
dicapai. Hewan sebagai sarana percobaan haruslah memenuhi syarat-syarat
tertentu, diantaranya ialah persyaratan genetis/keturunan dan lingkungan yang
memadai dalam pengelolaannya, di samping faktor ekonomis, mudah tidaknya

4
diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada
manusia. Oleh karena itu, kita dapat dan lebih mudah menggunakan hewan coba
sebagai hewan percobaan.
Hewan coba adalah hewan yang khusus diternakkan untuk keperluan
biologis. Hewan laboratorium tersebut digunakan sebagai uji praktik untuk
penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Dalam praktikum kali
ini menggunakan mencit sebagai hewan percobaan. Mencit merupakan hewan
yang mudah ditangani dan bersifat penakut fotofobik, cenderung berkumpul
sesamanya dan bersebunyi. Mencit paling banyak digunakan dalam penelitian-
penelitian biomedis seperti toksikologi, uji efikasi dan keamanan, uji reproduksi,
uji behavior/perilaku, aging, teratogenik, onkologi, nutrisi dan uji farmakologi
lainnya. Keuntungan utama pada hewan ini adalah ketenangan dan kemudahan
penanganan (jinak). Sehingga hewan tersebut sering digunakan di dalam
laboratorium berbagai bentuk percobaan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengukur tingkat kesehatan hewan uji Mencit (Mus
musculus) dengan menggunakan BCS (Body Condotion Scoring)?
2. Bagaimana cara memegang dan cara pemberian obat pada hewan uji?
3. Bagaimana cara melakukan anastesi dan euthanasia pada hewan uji yang
memenuhi syarat?
1.3 Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui cara penilaian terhadap hewan coba mencit mengukur
tingkat kesehatan hewan coba berdasarkan nilai BCS (Body Condition
Scoring)
2. Untuk mengetahui cara memegang dan cara pemberian obat pada hewan uji
3. Untuk mengetahui cara melakukan anastesi dan euthanasia pada hewan uji
yang memenuhi syarat
1.4 Prinsip Percobaan
Pengukuran kesehatan mencit dengan meraba sebagian tulang sacroiliac
(tulang antara tulang belakang hingga ke tulang kemaluan) dengan menggunakan
jari dan mencocokannya dengan nilai BCS.

5
1.5 Manfaat Percobaan
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara penilaian terhadap hewan coba mencit
mengukur tingkat kesehatan hewan coba berdasarkan nilai BCS (Body
Condition Scoring)
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara memegang dan cara pemberian obat pada
hewan uji
3. Mahasiswa dapat mengetahui cara melakukan anastesi dan euthanasia pada
hewan uji yang memenuhi syarat

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar teori
Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengnai pengaruh senyawa terhadap
sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran
senyawa tersebut disebut obat, dan lebih menekankan pengetahuan yang
mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat. Karena itu dikatakan farmakologi
merupakan seni menimbang (the art of weighing). Obat didefinisikan sebagai
senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis
penyakit/gangguan, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedeahan hewan
coba. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu
cara membuat, memformulasi, menyimpan dan menyediakan obat (Marjono,
2011).
Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model, dan juga untuk
mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala
penelitian atau pengamatan laboratorik. Animal model atau hewan model adalah
objek hewan sebagai imitasi (peniruan) manusia (atau spesies lain), yang
digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis atau patobiologis (Hau dan
Hoosier Jr, 2003 dalam Hendra Stevani, 2016)
Hewan uji yang akan digunakan pilih berdasarkan umur, jenis kelamin,
berat badan, kondisi kesehatan, dan keturunan. Hewan uji digunakan harus selalu
berada dalam kondisi dan tingkat kesehatan yang baik, dalam hal ini hewan uji
yang digunakan sehat ada pengamatan bobot beratnya bertambah besar atau
berkurang tidak lebih dari 10% tidak ada tingkat kelainan dalam tingkah laku dan
harus diamati satu minggu dalam laboratorium atau pada pemeliharaan hewan
sebelum ujiannya berlansung (Stevani, 2016).
Dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba juga harus di
prinsip dalam protokolon penelitian replacument, reducation, dan racimen.
Replacument gunakan sudah perhitungan secara saksama, baik, dan penelitian
sejenis yang sebelumnya memicu literature untuk menjawab pertanyaan penelitian

7
dan tidak dapat digunakan oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan
jaringan Roplozmon terbagi menjadi dua bagian yaitu reaktif dan absolut
(Stevani, 2016).
Seiring dengan meningkatnya jumlah penggunaan pada hewan coba dalam
studi fundamental dan terapan, Russell dan Burch menemukan bagaimana
keputusan yang harus dibuat jika ingin menggunakan hewan coba. Menurut
Flecknell (2002) dalam Salva dkk (2016), Prinsip 3R yang terdiri atas
Replacement, Reduction and Refinement menurut Russell dan Burch adalah :
a. Replacement
Sering diartikan sebagai penggunaan sistem tidak-hidup (mati) sebagai
alternatif, misalnya, sebuah model komputer atau manekin. Hal ini juga dapat
berarti penggantian vertebrata menjadi invertebrata. Ini juga mencakup
penggunaan kultur sel dan jaringan.
b. Reduction
Reduction berarti menurunkan jumlah hewan coba yang digunakan tanpa
mengurangi informasi yang berguna. Hal ini mungkin dicapai dengan
mengurangi jumlah variabel melalui desain eksperimental yang baik,
menggunakan statistik yang tepat, menggunakan genetik hewan yang
homogen, dan memastikan bahwa kondisi eksperimen terkontrol dengan baik.
c. Refinement
Refinement berarti perubahan dalam beberapa aspek perlakuan yang berpotensi
menimbulkan rasa sakit atau stres jangka panjang, memperlakukan hewan coba
secara manusiawi (humane) dan memelihara hewan coba dengan baik sehingga
menjamin kesejahteraan hewan coba hingga akhir.
Menurut Stevani (2016), beberapa alasan mengapa hewan percobaan,
diperlukan dalam penelitian khususnya dibidang kesehatan, pangan dan gizi
antara lain:
a) Keragaman dari subjek penelitian dapat diminimalisasi
b) Variable penelitian lebih mudah dikontrol
c) Daur hidup relative pendek sehingga dapat dilakukan penelitian yang bersifat
multigenerasi

8
d) Pemilihan jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan hewan terhadap
materi penelitian yang dilakukan
e) Biaya relative murah
f) Dapat dilakukan pada penelitian yang beresiko tinggi
g) Mendapatkan informasi yang lebih mendalam dari penelitian yang dilakukan
karena kita dapat membuat sediaan biologi dari organ hewan yang digunakan
h) Memperoleh data maksimum untuk keperluan penelitian simulasi
i) Dapat digunakan untuk uji keamanan, diagnostic, dan toksisitas
Menurut Hendra Stevani (2016), berdasarkan tujuan penggunaan hewan uji,
maka hewan uji dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Exploratory (penyelidikan) Hewan Uji ini digunakan untuk memahami
mekanisme biologis, apakah termasuk mekanisme dasar yang normal atau
mekanisme yang berhubungan dengan fungsi biologis yang abnormal.
2. Explanatory (penjelasan) Hewan Uji ini digunakan untuk memahami lebih
banyak masalah biologis yang kompleks.
3. Predictive (perkiraan) Hewan Uji ini digunakan untuk menentukan dan
mengukur akibat dari perlakuan, apakah sebagai cara untuk pengobatan
penyakit atau untuk memperkirakan tingkat toksisitas suatu senyawa kimia
yang diberikan.
Pemilihan hewan percobaan untuk uji farmakologi didasarkan pula pada
beberapa faktor antara lain (1) faktor kepekaan hewan terhadap metode uji (2)
faktor kemiripan dengan fisiologi manusia, (3) faktor harga dan (4) faktor
kemudahan perkembangbiakan (Tim dosen, 2018).
BCS merupakan penilaian yang cepat, non invastdan efektif dalam menilai
kondisi fisik hewan. BCS adalah titik akhir klinis yang lebih baik daripada berat
badan. Penggunaan berat badan saja tidak dapat membedakan antara lemak tubuh
atau simpanan otot.

9
2.2. Uraian Obat
1. Eter (Dirjen POM, 1979; Drugbank, 2019)
Nama Resmi : AETHER ANASTHETICUS
Nama Lain : Eter anastesi, efoksierana
Rumus Molekul : C4H10O
Berat Molekul : 74,12 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan transparan,tidak berwarna, bau khas, rasa


manisatau membakar,sangat mudah terbakar.
Kelarutan : Larut dalam 10 bagian air, dapat bercampurdengan
etanol (95%) P dengan kloroform P, minyak lemak,
dan minyak atsiri.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

10
Khasiat/Kegunaan : Anastesi umum.
2.3. Uraian Hewan
2.3.1 Klasifikasi Mencit (Mus Musculus) (Akbar, 2010)
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae Gambar 2.2.1. Mencit
(Mus Musculus)
Genus : Mus
Spesies : Mus Musculus
2.3.2 Karakteristik Hewan Coba (Tim Dosen, 2018)
Mencit (Mus musculus) memiliki karakteristik berupa bentuk tubuh kecil,
berwarna putih, memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5 hari suhu maksimum
perkembangbiakan 30oC, suhu rektalnya 35-39oC, laju respirasi rata-rata 140-
180/menit dengan denyut jantung 600-650 mmHg.
Mencit betina dewasa dengan umur 35-60 hari memiliki berat badan 18 –
35 g, lama hidupnya 1 – 2 tahun, namun dapat mencapai 3 tahun, mencit betina
mempunyai masa reproduksi selama 1,5 tahun menncit betina ataupun jantan
dapat dikawinkan pada umur 8 minggu, lama kebuntingan 19 – 20 hari, jumlah
anak mencit rata – rata 8 – 15 ekor dengan berat lahir 0,5 – 1,5 g.
2.3.3 Patofisiologi Mencit
Mencit memiliki beberapa penyakit diantaranya yaitu memiliki penyakit
antraks, enterbactericeae, pasteurellosis, dan rabies (Tim dosen, 2018).
Adanya pola infeksi dan derajat keparahan usus terhadap infeksi E.coli
merupakan flora yang dominan pada usus yang bersifat fakultatif, beberapa strain
dapat mengembangkan kemampuannya menimbulkan penyakit pada saluran usus,
urin, bahkan sistem saraf pusat (Andiarsa, 2014).
Salah satu penyebab parahnya infeksi E.coli pada usus mencit yaitu
adanya toksin yang dihasikan shiga toxin atau STEC (Andiarsa, 2014).

11
BAB III
METODE KERJA
3.1. Alat
Alat Pelindung Diri, Kandang Mencit, Sarung Tangan dan Timbangan
3.2 Bahan
Alkohol 70%, Aquadest dan Eter
3.3. Hewan Coba
Hewan yang digunakan adalah mencit jantan (Mus Musculus), galur lokal
dengan berat badan 20-30 g berumur antara 6-8 minggu
3.4 Cara kerja
3.4.1 Cara perlakuan mencit (Mus Musculus)
a. Dibuka kandang dengan hati-hati, kira-kira cukup untuk masuk tangan saja
b. Diangakat mencit menggunakan tangan kanandengan cara mengangkat ekor
3-4 cm dari pangkalnya
c. Diletakkan pada kawat atau permukaan yang kasar
d. Dijepit tengkuk mencit menggunakan tangan kiri dengan diantar telunjuk
dan ibu jari dan dipindahkan ekor dari tangan kanan ketangan kiri diantara
jari manis dan jari kelingking dan mencit siap diberi perlakuan.
3.4.2 Cara anastesi mencit
a. Diletakkan eter diatas kapas dan di masukkan kedalam wadah tertutup
kedap
b. Dimasukkan hewan coba kedalam wadah kedap tersebut
c. Dikeluarkan hewan coba apabilah telah kehilangan kesadaran dan hewan
coba siap dibedah
3.4.3 Cara Euthanasia mencit dengan fisik
a. Dipegang ekor mencit kemudian diletakkan pada permukaan yang bisa
dijangkaunya, biarkan mencit meregangkan badannya
b. Ditempatkan suatu penahan pada tengkuk mencit (misalnya pensil atau
batang logam), dipegang dengan tangan kiri
c. Ditarik ekor mencit dengan tangan kanan dengan keras, sehingga lehernya
akan terdislokasi dan mencit akan terbunuh

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil

No. Pengukuran BB
Pengamatan
Mencit (gram) Perabaan

saat diraba masih terasa


Tulang mencit
adanya daging. Tulang
I kelihatan dengan
18,5 pelvic dorsal dapat
jelas
langsung teraba
Tubuh mencit akan tetapi saat diraba
II tidak tampak cukup mudah merasakan
21,6
tonjolan tulang adaya tulang-tulang
Sudah sangat sulit
meraba tulang-tulang,
III
33,5 saat diraba dagingnya
sangat tebal
Saat diraba, tidak Jika dilihat, tampak atas
terasa adanya juga kelihatan sekali
IV 12,1 lemak atau bagian-bagian tubuhnya
daging. tidak berisi daging
Nampak jelas saat diraba agak sulit
lipatan-lipatan merasakan tulang karena
V 30,4 lemak, hewan timbunan lemak atau
kelihataan berisi daging.
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai penanganan hewan coba
mencit dan cara pemberian obat pada hewan coba. Hewan coba yang digunakan
yaitu mencit.Sebelum melakukan percobaan pemberian obat pada hewan coba,

13
harus tahu dulu cara menangani hewan coba. Oleh karena itu, dilakukan
percobaan penanganan hewan coba ini
Langkah awal yang dilakukan yaitu mengangkat ekor mencit dengan
menggunakan tangan kanan lalu diletakkan diatas permukaan yang kasar. Hal ini
sejalan dengan pendapat menurut Hendra Stevani (2016), mencit diangkat dengan
cara memegang ekor ke arah atas dengan tangan kanan lalu diletakkan di
permukaan yang kasar biarkan mencit menjangkau/mencengkram alas yang kasar
(kawat kandang). Tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit
tengkuk mencit seerat/setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan,
dijeoit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit
telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan.
Setalah diketahui cara memegang mencit, selanjutnya dilakukan percobaan
kedua yaitu cara memberikan obat pada mencit. Rute pemberian obat pada mencit
ada 5, yaitu oral, subkutan, intravena, intramuskular dan intraperitonial. Menurut
Hendra Stevani (2016), Cara pemberian Obat pada hewan mencit yaitu,:
a. Oral
Cairan obat diberikan dengan menggunakan sonde oral. Sonde oral
ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit, kemudian perlahan lahan
dimasukkan sampai keesofagus dan cairan obat dimasukkan.
b. Sub kutan
Kulit di daerah tengkuk diangkat dan ke bagian bawah kulit dimasukkan obat
dengan menggunakan alatsuntik 1 ml & jarum ukuran27G/ 0,4 mm. Selain itu
juga bisa di daerah belakang tikus.
c. Intra vena
Mencit dimasukkan ke dalam kandang restriksi mencit, dengan ekornya
menjulur keluar. Ekornya dicelupkan kedalam air hangat (28-30 ºC) agar
pembuluh vena ekor mengalami dilatasi, sehingga memudahkan pemberian obat
ke dalam pembuluh vena. Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum
suntik no. 24.
d. Intramuskular
Obat disuntikkan pada pahaposterior dengan jarum suntik no. 24.

14
e. Intra peritonial
Pada saat penyuntikan, posisi kepala lebih rendah dariabdomen. Jarum
disuntikkandengan sudut sekitar 100 dariabdomen pada daerah yangsedikit
menepi dari garistengah, agar jarum suntik tidakmengenai kandung kemih.
Penyuntikan tidak di daerah yang terlalu tinggi untuk menghindari terjadinya
penyuntikan pada hati.
Percobaan terakhir yang dilakukan yaitu anastesi dan euthanasia. Menurut
Hendra Stevani (2016), anestesi adalah keadaan ketidaksadaran yang diinduksi
pada hewan. Cara-cara anstetesi pada mencit dilakukan dengan anastesi waktu
singkat dengan menggunakan obat anastetika umum yaitu eter. Eter merupakan
cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau, mengiritasi saluran napas, mudah
terbakar dan mudah meledak.
Pada praktikum kali ini, anastesi dilakukan dengan cara diberi eter. Langkah
awal yang dilakukan yaitu diletakkan eter diatas kapas lalu dimasukkan ke dalam
suatu wadah tertutup kedap. Setelah itu dimasukkan hewan ke dalam wadah
tersebut lalu ditutup. Menurut Tan Hoan Tjay (2007), pemberian eter
menyebabkan hewan kehilangan kesadaran, hal ini di karenakan eter dapat
memberikan menekan pernapsan, system kardiovaskular, dan oliguri. Apabila
tikus mengalami efek menggingil setelah pemberian eter hal ini dikarenakan eter
dapat menekan system regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan
(menggigil) pasca-bedah (Tan Hoan Tjay, 2007).
Selain anastesi, dilakukan juga percobaan euthanasia. Euthanasia yaitu suatu
proses dengan cara seekor hewan di bunuh dengan menggunakan teknis yang
dapat diterima secara manusiawi, hal ini berarti hewan mati dengan mudah, cepat,
tenang dengan rasa sakit yang sedikit mungkin (Hendra Stevani, 2016).
Langkah awal yang dilakukan pada percobaan ini yaitu dipegang ekor
mencit lalu ditempatkan pada permukaan yang bisa dijangkaunya, biarkan mencit
meregangkan badannya. Saat mencit meregangkan badannya, pada tengkuk
ditempatkan suatu penahan, misalnya pensil atau batang logam yang dipegang
dengan tangan kiri. Ekornya ditarik dengan tangan kanan dengan keras, sehingga
lehernya akan terdislokasi dan mencit akan terbunuh (Hendra Stevani, 2016)

15
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pemilihan hewan coba dilakukkan dengan cara pemilihan berdasarkan Body
Condition Scoring (BCS) Komite Penanganan Hewan Universitas McGill
(UACC) merekomendasikan penggunaan Penilaian Kondisi Tubuh (BCS) untuk
menilai endpoint klinis hewan. BCS merupakan penilaian yang cepat, non-invasif
dan efektif dalam menilai kondisi fisik hewan. Dalam banyak kasus, BCS adalah
titik akhir klinis yang lebih baik daripada berat badan.
Rute pemberian obat pada mencit ada 5, yaitu: oral, subkutan, intravena,
intramuskular dan intraperitonial.
Menganastesi atau disebut dengan keadaan tidak peka terhadap rasa sakit,
sangat berguna untuk melakukan suatu tindak pembedahan karena agar hewan
tidak menderita dan demi efisiensi kerja, karena hewan menjadi diam sehingga
suatu tindak pembedahan dapat dikerjakan dengan lancar dan aman.
mengeuthanasia disebutkan sebagai kematian dengan carayang baik karena
dilakukandengan meminimalisasikan rasa sakit dan stress.
5.2 Saran
Diharapkan pada saat proses praktikum berlangsung, tetap memberi
perlakuan pada mencit sesuai dengan prosedur kerja sehingga tidak menyakiti dan
tetap memberikan hal yang membuat hewan coba tidak terlalu merasakan sakit.

16
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, B. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi
Sebagai Bahan Antifertilisasi. Jakarta: Adama press UIN.

Andiarsa, D. 2014. Gambaran Kerusakan Mukosa Usus Mencit ( Mus musculus )


Pada Infeksi Escherica coli, jurnal vektor penyakit. vol 8 no.2, 53 – 60:
Kalimantan Selatan.

Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia

Drugbank, 2019. Drugbank: http://www.drugbank.ca/ [online]. Diakses pada Mei


2020

Fleckneel, P. 2002. Replacement, Reduction and Refinement. Altex

Salva, R.Y., Rafi, A.F., dan Djanggan, S. 2016. Prinsip 3R dan Pedoman ARRIVE
pada Studi Hewan Coba. Malang: Universitas Brawijaya

Stevani, H., 2016. Praktikum Farmkologi. Jakarta: Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia

Tim Penyusun. 2018. Penuntun dan Buku Kerja Praktikum Anatomi dan Fisiologi
Manusia. Makassar: Stikes Mega Rezky

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007. Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo

17
LAMPIRAN

18
19

Anda mungkin juga menyukai