Anda di halaman 1dari 19

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 1

“PENGENALAN HEWAN COBA”

LAPORAN PRAKTIKUM

Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mata Kuliah Farmakologi


Toksikologi 1 Jurusan Farmasi Fakultas Olahraga Dan Kesehatan

Oleh

HASRITA SAMUDI
821418014

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI S-1
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWarrahmatullahiWabarakatuh.
Segala puji dan syukur saya ucapkan kehadirat allah swt
yang telah memberikan karunia, rahmat dan hidayah-Nya.
Sholawat serta salam tidak lupa saya sanjungkan kepada
junjungan umat, Rasulullah SAW. Saya merasa bersyukur karena
telah menyelesaikan laporan mengenai “Pengenalan Hewan
Coba” sebagai salah satu syarat mata kuliah Farmakologi
Toksikologi 1. Didalam laporan ini, saya menjelaskan mengenai
pemilihan hewan coba, cara pemberian obat dan pengambilan
spesimen sampel hewan uji.
Saya mengucapkan terima kasih kepada kak asisten Tirta
Aninda Lewo selaku asisten mata kuliah Farmakologi Toksikologi
1 atas bimbingan yang telah diberikan dalam mengerjakan
laporan ini. Saya berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Sami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kata sempurna, maka saya mengharapakan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca. Sekian dan terima kasih.
Wassalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatuh.

Gorontalo, April 2020

Hasrita Samudi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum..................................................... 2
1.3 Prinsip Percobaan.......................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 2
2.1 Dasar Teori ......................................................................................... 2
2.2 Uraian Bahan....................................................................................... 7
BAB III METODE PRAKTIKUM.............................................................10
3.1 Waktu Dan Tempat ......................................................................10
3.2 Alat dan Bahan..............................................................................10
3.3 Cara Kerja............................................................................................10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................12
4.1 Hasil....................................................................................................12
4.2 Pembahasan.........................................................................................15
BAB V PENUTUP........................................................................................17
5.1 Kesimpulan.........................................................................................17
5.2 Saran...................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan memang tidak bisa di pungkiri apalagi
di bidang kesehatan terutama pada ilmu kefarmasian , Cabang Ilmu Farmasi,
antara lain farmasetika, teknologi farmasi, farmakologi, farmakologi klinik,
farmakognosi, biofarmasi, farmakinetika, farmakodinamika, farmakoterapi,
toksikologi, farmakoekonomi, farmasi fisika, kimia farmasi, biologi farmasi. dan
ditunjang ilmu-ilmu lainnya. Salah satu cabang ilmu farmasi yang penting untuk
diketahui adalah farmakologi dan toksikologi.
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang obat, farmakologi
berasal dan bahasa Yunani yaitu pharmakon yang berarti obat dan logos yang
berarti ilmu, farmakologi merupakan bagian yang penting bersama kelompok ilmu
yang lain yaitu kimia farmasi, biologi farmasi dan teknologi farmasi dan
toksikologi berkembang luas kebidang kimia, kedokteran hewan, kedokteran
dasar klinik, pertanian, perikanan, industri, etimologi hukum dan lingkungan.
Perkembangan ini memungkinkan terjadinya reaksi dalam tubuh dalam jumlah
yang kecil. Beberapa macam keracunan telah diketahui terjadi berdasarkan
kelainan genetik, gejala keracunan dan tindakan untuk mengatasinya berbeda-
beda.
Pada pengamatan manusia terhadap suatu objek dalam suatu pengamatan
sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukannya suatu alat atau objek tertentu untuk
dapat membantunya dan yang dapat pula di pergunakan sebagai subjek dalam
penelitian,diantaranya dengan mempergunakan hewan-hewan percobaan.
Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah terlebih berjalan
sejak puluhan tahun lalu agar mengetahui bagaimana cara kita sebagai mahasiswa
farmasi maupun sebagai seorang peneliti dalam hal mengetahui tentang
kemampuan obat pada seluruh aspeknya yang berhubungan dengan efek toksiknya
maupun efek samping dan tentunya kita membutuhkan hewan uji atau hewan
percobaan.
Hewan coba adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian
biologis. Hewan tersebut digunakan sebagai uji praktek untuk penelitian pengaruh
bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan yang sering
diguanakan dalam penelitian maupun praktek kimia yaitu kelinci (Oryctolagus
cuniculus), marmut (Cavia parcellus), mencit (Mus musculus) dan tikus (Rattus
novergicus). Hewan coba tersebut akan dilihat tingkat kesehatannya meggunakan
metode BCS (Body Condition Scoring).
Body Condition  Score (BCS) adalah metode untuk memberi nilai kondisi
tubuh ternak baik secara visual maupun dengan perabaan pada timbunan lemak
tubuh di bawah kulit sekitar pangkal ekor, tulang punggung dan pinggul, Selain
dilakukan penilaian terhadap Body Condition Score.
Berdasarkan latar belakang diatas kita dapat mengetahui lebih jelasnya
bagaimana cara memegang mencit yang baik dan bisa mengetahui cara
menentukan nilai BCS pada hewan coba.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengukur tingkat kesehatan dengan menggunakan metode
BCS (Body Condition Scoring)?
2. Bagaimana cara memegang mecit yang baik dan benar?
3. Bagaimana cara pemberian obat pada hewan uji?
1.3 Prinsip Percobaan
1. Pengukuran kesehatan mencit dengan meraba bagian tulang sacroillac (tulang
antara tulang belakang hingga ke tulang kemaluan) dengan menggunakan jari
dan mencocokannya dengan nilai BCS (Body Condition Scoring).
2. Dapat memegang mencit dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan agar
hewan tidak dapat melukai peneliti.
3. Dapat memberikan obat kepada hewan uji dengan berbagai jalur pemberian
obat.
1.4 Manfaat Praktikum
Agar mahasiswa dapat mengetahui lebih jelas bagaimana cara memilih hewan
coba, cara memegang mencit dengan baik dan benar, cara pemberian obat dan
pengambilan sampel spesimen hewan uji dan mengetahui cara untuk mengukur
tingkat kesehatan hewan coba (mencit) dengan menggunakan metode BCS (Body
Condition Scoring).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Mencit (Mus musculus)
Mencit adalah kelompok hewan mamalia rodensia (pengerat) yang masuk
dalam famili Muridae. Hewan ini sering ditemukan di dekat pemukiman dengan
bentuk seperti tikus kecil. Di alam, hewan ini sering dijumpai dengan warna
hitam-keabuan sementara untuk hewan uji, warna tikus ini diseleksi yang albino
(putih). Hewan mencit sebagai hewan percobaan sering digunakan dalam
penelitian biologi, biomedis dan reproduksi.Mencit dipilih menjadi subjek
eksperimen sebagai bentuk relavansinya pada manusia. Walaupun mencit
mempunyai struktur fisik dan anatomi yang jelas berbeda dengan manusia, tetapi
mencit adalah hewan mamalia yang mempunyai beberapa ciri fisiologi dan
biokimia yang menyerupai manusia terutama dalam aspek metabolisme glukosa
melalui perantara hormon insulin. Disamping itu, mempunyai jarak getasi yang
pendek untuk berkembang biak. (Syahrin,2006)
Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah
mengalami pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalam kingdom
animalia, phylum chordata. Hewan ini termasuk hewan yang bertulang belakang
dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam subphylum vertebrata dan kelas
mamalia. Selain itu hewan ini juga memiliki kebiasaan mengerat (ordo rodentia),
dan merupakan famili muridae, dengan nama genus Mus serta memilki nama
spesies Mus musculus L (Priyambodo, 2003).
Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut berwarna
putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit merupakan
hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam hari. Perilaku
mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya faktor internal seperti seks,
perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit ; faktor eksternal seperti
makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Smith dan Mangkoewidjojo,
1998).
Mencit memiliki berat badan yang bervariasi . Berat badan ketika lahir
berkisar antara 2-4 gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20-40 7 gram
untuk mencit jantan dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa. Sebagai hewan
pengerat mencit memilki gigi seri yang kuat dan terbuka. Susunan gigi mencit
adalah indicisivus ½, caninus 0/0, premolar0/0, dan molar 3/3 (Setijono,1985).
Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai
umur 3 tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan umur untuk siap dikawinkan 8
minggu. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus.
Satu induk dapat menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith dan Mangkoewidjojo,
1988)
Mencit dipegang pada ujung ekornya dengan tangan kanan, biarkan
menjangkau/ mencengkram alat yang kasar (kawat kandang). Kemudian tangan
kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat/ setegang
mungkin. Lalu ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking
dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan
kiri dan siap untuk diberikan perlakuan. (Malole,1989)
Tujuan dari pada pemberian tanda pada hewan adalah disamping untuk
mencegah kekeliruan hewan dalam sistem perkembangbiakannya juga untuk
mempermudah pengamatan dalam percobaan. Ada banyak macam cara yang
dipakai dalam identifikasi tergantung pada selera dan juga lama tidaknya hewan
tersebut dipelihara (marking ear puching, too clipping, ear tags, tattocing,coat
colors). (Sulaksono,M E, 1992)
Cara menganastesi hewan coba pertama yang dilakukan adalah
menggunakan masker dan handskun, lalu sediakan kapas yang sudh dibentuk
seperti bulatan-bulatan setelah itu siapkan toples/wadah tang sudah dibersuhkan,
lalu masukkan kapas yang sudah diberi kloroform kedalam toples. Masukkan satu
ekor menci kedalam toples/wadah kemudian tutup toples. Mencit akan hilang
kesadaran kamudian gunakan stopwatch untuk mengetahui berapa lama waktu
yang dibutuhkan pada saat hilangnya kesadaran mencit. Ketika mencit sudah tidak
menunjukkan gerakan sama sekali maka mencit dikatakan telah hilang kesadaran
setelah itu mencit siap diberikan perlakuan selanjutnya.
Menurut setiabudy (2010) mencit yang menghirup kloroform kesadarannya
terus menurun. Semakin lama mencit akan semakin lemah lalu mencit akan
kehilangan kesadarannya setelah tiga menit menghirup kloroform.
2.1.2 Body Condition Scoring (BCS)
Body Condition Scoring adalah metode untuk memberi nilai kondisi tubuh
baik secara visual yang maupun dengan sentuhan pada timbunan lemak tubuh
dibawah lalu disekitar pangkal ekor,tulang punggung dan pinggul
(Susilorini,Sawitri dan Muharlien, 2007). Komite Penanganan Hewan Universitas
McGill (UACC) merekomendasikan penggunaan Penilaian Kondisi Tubuh (BCS)
untuk menilai endpoint klinis hewan. BCS merupakan penilaian yang cepat, non-
invasif dan efektif dalam menilai kondisi fisik hewan. Dalam banyak kasus, BCS
adalah titik akhir klinis yang lebih baik daripada berat badan. Penggunaan berat
badan saja tidak dapat membedakan antara lemak tubuh atau simpanan otot. Berat
badan hewan yang kurang dapat tertutupi oleh kondisi abnormal (misalnya
pertumbuhan tumor, akumulasi cairan ascetic, dan pembesaran organ) atau pada
kondisi normal (misalnya kehamilan). selain itu jika suatu hewan telah kehilangan
berat badan lebih dari 20% namun berdasarkan penilaian BCS kondisinya masih
di nilai 3 (BCS 3) maka mungkin belum perlu dilakukaan euthanasia segera.
Dengan demikian, BCS adalah penanda yang lebih komprehensif dan akurat
untuk kesehatan hewan dibandingkan kehilangan berat badan.
Nilai 1- Mencit kurus

Tulang-tulang tubuh sangat jelas kelihatan. Bilamana diraba,


tidak terasa adanya lemak atau daging. Tampak atas juga
kelihatan sekali bagian-bagian tubuhnya tidak berisi lemak
atau daging.
BCS Nilai 2- Mencit di bawah kondisi standart

Tikus tanpak kurus. Tulang-tulang masih kelihatan jelas,


namun bilamana diraba masih terasa adanya daging atau
lemak. Tampak atas sudah tidak terlalu berlekuk lekuk, agak
berisi. Tulang pelvic dorsal dapat langsung teraba,
BCS Nilai 3- Mencit dalam kondisi yang baik

Tubuhnya tidak tampak tonjolan tulang, namun bilamana


diraba cukup mudah merasakan adanya tulang-tulang.
Tampak atas, biasanya sudah lebih lurus tampak berisi.
Tulang pelvic dorsal sedikit teraba.
BCS Nilai 4- Mencit di atas kondisi standart

Tidak tampak adanya tonjolan tulang-tulang dan bilamana


diraba agak sulit merasakan tulang karena tebalnya timbunan
lemak dan daging. hewan kelihaan berisi dan tampak juga
lipatan-lipatan lemak dibawah kulit.
BCS Nilai 4- Mencit obese

Sudah sangat sulit meraba tulang-tulang akibat timbunan


lemak dan daging yang sangat tebal.

2.1.3 Cara Memegang Mencit


BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Pelaksanaan Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 29 April 2020 pada
pukul 07:00-10:00, di Laboratorium farmakologi dan toksikologi, Jurusan
Farmasi, Fakultas olahraga dan kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum hewan coba ini adalah alat pelindung
diri (baju lab,hansdkun, masker), kandang mencit, timbangan (neraca analitik) dan
sarung tangan.
3.2.2 Bahan
Bahan yang diguanakn dalam praktikum hewan coba ini tidak ada.
3.3 Cara kerja
3.3.1 Body Conition Scoring (BCS)
1. Disiapkan 5 ekor mencit
2. Diletakan satu ekor mencit diatas kandang yang terbuat dari kawat.
3. Dibiarkan mencit dalam posisi istrahat
4. Diamat kondisi tulang belakang mencit hingga ke tulang dekat kemaluan
(bokong).
5. Disentuh secara perlahan-lahan (rabalah) bagian tulang bagian belakang
hingga ke tulang bokong.
3.3.2 Cara Memegang Mencit
1. Disiapkan hewan uji coba
2. Diambil mencit dengan cara memegang ekor mencit, setelah itu mencit
diletakkan diatas kandang sampai mencit tersebut tenang.
3. Dilakukan perlakuan selanjutnya setelah mencit tenang barulah kita
memberikan perlakuan selanjutnnya terhadap hewan uji coba yaitu
mengangkat mencit dengan cara memengang tengkuk leher mencit sampai
mencit tidak bergerak.
3.3.3 Cara Pemberian Obat
1. Oral
a.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Pengamatan
No Mencit Berat Kondisi
mencit
1 Mencit 1 18,5 gr Tulang mencit kelihatan dengan
jelas, saat diraba masih terasa adanya
daging. Tulang pelvic dorsal dapat
langsung teraba.
2 Mencit 2 21,6 gr Tubuh mencit tidak tampak tonjolan
tulang, akan tetapi saat diraba cukup
mudah merasakan adanya tulang-
tulang.
3 Mencit 3 33,5 gr Sudah sangat sulit meraba tulang-
tulang, saat diraba dagingnya sangat
tebal.
4 Mencit 4 12,1 gr Saat diraba, tidak terasa adanya
lemak atau daging. Jika dilihat
tampak atas juga kelihatan sekali
bagian-bagian tubuhnya tidak berisi
daging.
5 Mencit 5 30,4 gr Nampak jelas lipatan-lipatan lemak,
hewan kelihatan berisi, saat diraba
agak sulit merasakan tulang karena
timbunan lemak atau daging.

5.2 Pembahasan
Hewan percobaan atau hewan labolatorium adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model dan juga untuk
mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala
penelitian atau pengamatan laboratorik. Animal model atau hewan model adalah
objek hewan sebagai imitasi (peniruan) manusia (atau spesies lain) yang
digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis atau patobiologis (Hau &
Hoosier Jr, 2003).
Tujuan praktikum pada percobaan ini adalah untuk mengetahui cara untuk
mengukur tingkat kesehatan hewan coba dengan menggunakan metode BCS, cara
pemberian obat pada hewan uji.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat pelindung diri (baju
lab,hansdkun, masker), kandang mencit, timbangan (neraca analitik) dan sarung
tangan.
Dilakukan pemilihan hewan coba dengan mengukur tingkat kesehatan
hewan uji (mencit) dengan menggunakan metode BCS (Body Condition Scoring).
Body condition Scoring (BCS) adalah metode pemberian nilai kondisi tubuh
ternak baik secara visual maupun dengan perabaan pada timbunan lemak tubuh
dibawah kulit sekitar pangkal ekor, tulang punggung dan pinggul (Sulisoriniat al.,
2007). Hal pertama yang dilakukan yaitu menimbang berat badan mencit.
Menurut Smith & Mangkoewidjojo (1988) mengatakan bahwa bobot berat badan
mencit dewasa berkisar 18-35 gram dengan umur 35 hari, kemudian disiapkan 5
ekor mencit dengan berat badan mencit 1 = 18,5 g, mencit 2 = 21,6, mencit 3 =
33,5, mencit 4 = 12,1 dan mencit 5 = 30,4. Diambil mencit pertama dan
diletakkan diatas kandang yang terbuat dari kawat, biarkan mencit dalam keadaan
istrahat untuk memudahkan kita mengamati kondisi dari tulang sacroillac. Setelah
mencit dalam keadaan istrahat, amati kondisi tulang belakang mencit hingga ke
tulang dekat kemaluan (bokong) dan secara perlahan-lahan sentulah (rabalah)
bagian tulang belakang hingga ke tulang dekat kemaluan. Dicatat hasil
pengamatan dan perabaan serta diulangi cara tersebut hingga mencit ke 5.
Hasil pengamatan dan perabaaan yang didapatkan yaitu mencit 1 kondisi
tulang mencit kelihatan dengan jelas, saat diraba masih terasa adanya daging,
tulang pelvic dorsal dapat langsung teraba, mencit 2 kondisi tubuh mencit tidak
tampak tonjolan tulang, akan tetapi saat diraba cukup mudah merasakan adanya
tulang-tulang, mencit 3 kondisi sudah sangat sulit meraba tulang-tulang, saat
diraba dagingnya sangat tebal, mencit 4 kondisi saat diraba, tidak terasa adanya
lemak atau daging, jika dilihat tampak atas juga kelihatan sekali bagian-bagian
tubuhnya tidak berisi daging, dan mencit 5 kondisi nampak jelas lipatan-lipatan
lemak, hewan kelihatan berisi, saat diraba agak sulit merasakan tulang karena
timbunan lemak atau daging.
Hal kedua yang dilakukan adalah perlakuan terhadap hewan uji dengan
melakukan cara memegang hewan uji (mencit) dengan baik dan benar. Dilakukan
dengan ujung ekor diangkat dengan tangan kanan, dan mencit diletakan diatas alas
yang kasar, kemudian mencit dibiarkan mencengkram alas yang kasar kawat,
sehingga tertahan di tempat. Ibu jari dan jari telunjuk kiri menjepit kulit tengkuk
seerat mungkin, ekor dipindahkan, di jepit diantara jari manis dan jari kelingking
tangan kiri, mencit siap diberi perlakuan dengan tangan kanan. Menurut
Kemenkumham (2014), hewan coba sebagai makhluk hidup dapat merasakan
nyeri seperti halnya manusia sehingga perlu diperlakukan dengan baik. Oleh
karena itu, pengunaan hewan coba sebagai obyek percobaan seharusnya
menerapkan replacement, reduction, dan refinement.
Selanjutnya, pemberian obat kepada mencit dilakukan dengan beberapa rute
yaitu oral, subkutan, intravena, intramuskular dan intraperitonial. Rute pemberian
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik
lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat
dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda;
enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut
berbeda (Katzug B.G, 1989).
Pertama dengan cara oral hal ini dilakukan dengan bantuan jarum suntik
yang ujungnya tumpul atau berbentuk bola (jarum sonde). Jarum sonde di
masukan kedalam mulut, secara pelan-pelan melalui langit-langit kearah belakang
esophagus, kemudian cairan dimasukan. Jika terasa ada hambatan mungkin
melukai saluran nafas. Maka dari itu jarum sonde di tarik dan dimasukan kembali
hingga taka da hambatan. Kedua pemberian intraperitoneal yaitu penyuntikan
pada bagian perut dimana jarum disuntukan dengan kemiringan 30-450 dengan
abdomen agak ke garis tengah. Ketiga pemberian intravena yaitu dilakukan
dengan cara memasukan hewan uji kedalam holder atau sangkar selanjutnya
celupkan ekornya ke air hangat (dilatasi vena lateralis).Setelah vena mengalami
pelebaran pegang ekor hewan coba tersebut, diaman posisi vena berada di
permukaan sebela atas. Tusukan jarum suntik dengan ukuran yang sesuai sejajar
vena kemudian alirkan secara perlahan-lahan zat yang terdapat di alat suntik.
Keempat intramuscular yaitu penyuntikan dilakukan dalam otot misalnya,
penyuntikan antibiotika atau dimana tidak banyak pembuluh darah dan saraf,
misalnya otot pantat dan lengan atas. Kelima subcutan/Hipodermal yaitu
penyuntikan di bawah kulit, obatnya tidak merangsang dan larut dalam air atau
minyak. Efeknya agak lambat dan dapat digunakan sendiri (Priyanto, 2008).
Berdasarkan penjelasan diatas kita dapat mengetahui cara untuk mengukur
tingkat kesehatan hewan coba dengan menggunakan metode BCS, cara pemberian
obat pada hewan uji.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat simpulkan bahwa:
1. Dalam melakukan praktikum terhadap suatu hewan uji terlebih dahulu
untuk mengukur tingkat kesehatan hewan uji (mencit) dengan
menggunakan metode BCS (Body Condition Scoring) dengan meraba
bagian tulang sacroillac (tulang antara tulang belakang hingga ke tulang
kemaluan) dengan menggunakan jari dan mencocokkannya dengan nilai
BCS.
2. Dalam melakukan praktikum terhadap suatu hewan uji dituntut untuk
mampu memegang dan mengendalikan hewan uji dengan benar, hewan uji
terlindung dari rasa sakit dan cedera yang didapat bila hewan tersebut
dipegang dengan benar, selain itu bila hewan tersebut tidak dipegang
dengan benar, maka hewan tersebut dapat melukai manusia.
3. Dalam melakukan praktikum terhadap suatu hewan uji, untuk mampu
memberikan obat kepada hewan uji dengan berbagai rute pemberian. Rute
pemberian yang dilakukan pada praktikum ini yaitu melalui oral (mulut),
subkutan (kulit bagian tengkuk), intarvena (ekor), intramuskulas (paha)
dan intraperitonial (abdomen perut). Kemampuan ini diperlukan agar
hewan coba terlindung dari rasa sakit.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Asisten
Kepada asisten agar tetap sabar dalammengajarkan ilmu kepada para
praktikan agar semakin menambah ilmu baik kepada praktikan maupun asisten
sendiri.
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium
Diharapkan pada pelaksanaan praktikum ruangan yang digunakan tetap
dalam kondisi yang bersih agar praktikan dan asisten merasa lebih nyaman
selama pelaksanaan praktikum.
5.2.3 Saran Untuk Jurusan
Diharapkan agar fasilitas yang digunakan pada praktikum dan lebih
diperhatikan, dengan melengkapi alat-alat yang masih kurang untuk digunakan
pada praktikum seperti timbangan analitik karena pada saat praktikum para
praktikan selalu mengantri dan bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai