Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI II

PRAKTIKUM I
(AKTIVITAS OBAT BERDASARKAN RUTE PEMBERIAN OBAT BERDASARKAN
DOSIS DAN VARIASI BIOLOGI)

Hari, Tanggal Praktikum : Jumat, 15 Desember 2023

Kelas : A7A

Kelompok : I (Satu)

Nama Kelompok : Ni Made Sintya Dian Indrasuari 221021001


Ni Luh Putu Karlina Dewi 221021002
Ni Kadek Dwi Fitria Nanda 221021003
Ni Made Paramita Devi Pebrilia 221021004
Ida Ayu Ratih Krisnayani Dewi 221021005
Ni Putu Maheswari 221021006

Nama Dosen : apt. I Putu Gede Adi Purwa Hita, S.Farm., M.Farm.
apt. Putu Aryati Suryaningsih, S.Farm., M.Farm-Klin.

Nama Asisten Dosen : Ni Komang Ayu Pradnya Paramita

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR

2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .........................................................................................................................................I

BAB I ................................................................................................................................................... 1

1.1 TUJUAN PRAKTIKUM ............................................................................................................ 1

1.2 DASAR TEORI .......................................................................................................................... 1

1.2.1 ETIKA PEMANFAATAN MENCIT ................................................................................... 1

1.2.2 ETIKA PEMANFAATAN TIKUS PUTIH .......................................................................... 2

1.2.3 DOSIS OBAT ...................................................................................................................... 5

1.2.4 RUTE PEMERIAN ............................................................................................................. 6

BAB II .................................................................................................................................................. 9

2.1 ALAT DAN BAHAN ................................................................................................................. 9

2.1.1 Alat Untuk Mencit Dan Tikus ............................................................................................. 9

2.1.2 Bahan Untuk Mencit Dan Tikus ......................................................................................... 9

2.2 PROSEDUR KERJA .................................................................................................................. 9

2.2.1 Cara Memegang Mencit Dan Tikus ..................................................................................... 9

2.2.2 Cara Pemberian Obat ........................................................................................................... 9

BAB III .............................................................................................................................................. 13

3.1 HASIL PENGAMATAN .......................................................................................................... 13

3.2 PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 14

BAB IV .............................................................................................................................................. 16

4.1 KESIMPULAN ........................................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 17

LAMPIRAN ....................................................................................................................................... 18

I
BAB I
PRAKTIKUM I
AKTIVITAS OBAT BERDASARKAN RUTE PEMBERIAN OBAT
BERDASARKAN DOSIS DAN VARIASI BIOLOGI
1.1 TUJUAN PRAKTIKUM
Setelah menyelesaikan percobaan ini Mahasiswa dapat :
1.1 Mengaplikasikan cara penanganan hewan yang baik dan penggunaan hewan yang
sesuai etik
1.2 Mengevaluasi aktivitas obat berdasarkan Rute Pemberian obat, dan Variasi
Biologi.

1.2 DASAR TEORI


1.2.1 ETIKA PEMANFAATAN MENCIT
Hewan laboratorium atau hewan coba merupakan hewan yang sengaja
dipelihara atau diternakkan untuk mendukung suatu kegiatan penelitian biologi.
Keterlibatan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berlangsung
sejak puluhan tahun yang lalu. Deklarasi Helsinki merupakan pola kebijaksanaan
pembangunan nasional bahkan internasional dalam rangka keselamatan umat manusia
di dunia. Mengevaluasi aktivitas obat berdasarkan Rute Pemberian obat, dan Variasi
Biologi Hal ini menunjukkan bahwa hewan percobaan berperan penting dalam
menunjang keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian (Aske & Waugh,
2017).
Sebanyak 40% studi menggunakan mencit sebagai model laboratorium.
Mencit seringkali digunakan dalam penelitian di laboratorium yang berkaitan dengan
bidang fisiologi, farmakologi, toksikologi, patologi, histopatologi. Mencit banyak
digunakan sebagai hewan laboratorium karena memiliki kelebihan seperti siklus hidup
relatif pendek, banyaknya jumlah anak per kelahiran, mudah ditangani, memiliki
karakteristik reproduksinya mirip dengan hewan mamalia lain, struktur anatomi,
fisiologi serta genetik yang mirip dengan manusia (Fianti, 2017).
Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini akan mengalami
penderitaan, yaitu: ketidaknyamanan, ketidaksenangan, kesusahan, rasa nyeri, dan
terkadang berakhir dengan kematian. Berdasarkan hal tersebut, hewan yang
dikorbankan dalam penelitian yang hasilnya dapat dimanfaatkan oleh manusia patut
dihormati, mendapat perlakuan yang manusiawi, dipelihara dengan baik, dan
diusahakan agar bisa disesuaikan pola kehidupannya seperti di alam. Peneliti yang
1
akan memanfaatkan hewan percobaan pada penelitian kesehatan harus mengkaji
kelayakan dan alasan pemanfaatan hewan dengan mempertimbangkan penderitaan
yang akan dialami oleh hewan percobaan dan manfata yang akan diperoleh untuk
manusia (Ridwan, 2018).
Mencit mempunyai ukuran dan berat badan yang lebih kecil daripada tikus.
Mencit ini merupakan omnivore alami, sehat, kuat, prolific (mampu beranak banyak),
kecil dan jinak. Mencit tidak terlalu agresif tetapi kadang – kadang bisa menggigit bila
seseorang mencoba meraihnya. Mencit sering menunjukan perilaku menggali dan
bersarang. Tingkah laku tersebut membantu mencit mempertahankan suhu tubuhnya
(Rejeki, dkk, 2018).
Klasifikasi sistem orde mencit sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : mus

Spesies : Mus musculus (Rejeki, dkk,2018).

1.2.2 ETIKA PEMANFAATAN TIKUS PUTIH


Hewan laboratorium berikutnya adalah tikus, yang sangat banyak
dimanfaatkan sebagai subjek penelitian dalam pengujian sebelum diaplikasikan pada
manusia. Ratusan jenis model tikus telah dikembangkan untuk menyerupai kondisi
fisiologis dan patologis pada manusia. Tikus adalah spesies mamalia pertama yang
didomestikasi untuk tujuan ilmiah dan berkembang sebagai hewan model dalam
penelitian biomedis, namun sejak berkembangnya teknik manipulasi gen maka banyak
peneliti beralih menggunakan mencit, meskipun tikus memiliki banyak kelebihan jika

2
digunakan dalam penelitian adiksi obat, perilaku sosial dan penelitian kardiovaskular
(Homberg, dkk, 2017).
Tikus putih (Rattus norvegicus) banyak digunakan sebagai hewan coba karena
mempunyai respon yang cepat serta dapat memberikan gambaran secara ilmiah, yang
mungkin terjadi pada manusia maupun hewan lain. Dalam kode etik penelitian
kesehatan dicantumkan bahwa salah satu prinsip dasar riset biomedis, dimana manusia
sebagai subjek harus memenuhi prinsip ilmiah yang telah diakui dan harus didasarkan
atas eksperimen laboratorium dan hewan percobaan yang memadai, serta berdasarkan
pengetahuan yang lengkap dari literatur ilmiah. Tikus putih (Rattus norvegicus)
termasuk hewan nokturnal dan sosial. Salah satu faktor yang mendukung
kelangsungan hidup tikus putih (Rattus norvegicus) dengan baik ditinjau dari segi
lingkungan adalah temperatur dan kelembaban. Temperatur yang baik untuk tikus
putih (Rattus norvegicus), yaitu 19°C–23°C, sedangkan kelembaban 40-70%
(Wolfenshon & Lloyd, 2021).
Penggunaan hewan dalam penelitian dan pengujian dapat meningkatkan
kualitas hidup hewan itu sendiri maupun manusia seperti untuk pengembangan vaksin,
obat, alat diagnosis, uji toksisitas, uji coba klinis obat, perbaikan prosedur bedah dan
lain-lainnya. Penerapan kesrawan dalam industri peternakan diakui berpotensi
meningkatkan produktivitas hewan (Sinclair, dkk, 2019). Dapat dikatakan bahwa
hewan mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu meningkatkan
pengetahuan dan juga memberikan kontribusi dalam menemukan solusi terkait
permasalahan biologis dan biomedis baik pada manusia maupun hewan (Andersen &
Winter, 2019).
Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti harus membuat dan menyesuaikan
protokol dengan standar yang berlaku secara ilmiah dan etik penelitian kesehatan. Etik
penelitian kesehatan secara umum tercantum dalam World Medical Association, yaitu
: respect (menghormati hak dan martabat mahluk hidup, kebebasan memilih dan
berkeinginan, serta bertanggung jawab terhadap dirinya, termasuk di dalamnya hewan
coba), beneficiary (bermanfaat bagi manusia dan makhluk lain, manfaat yang
didapatkan harus lebih besar dibandingkan dengan resiko yang diterima), dan justice
(bersikap adil dalam memanfaatkan hewan percobaan). Contoh sikap tidak adil antara
lain: hewan disuntik atau dibedah berulang kali untuk menghemat jumlah hewan,
memakai obat euthanasia yang menimbulkan rasa nyeri karena harga yang lebih murah
(Stevani & Hendra, 2016).

3
Dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba harus
menerapkan prinsip 3R dalam protokol penelitian. 3R merupakan etika standar yang
dapat digunakan sebagai landasan untuk mewujudkan suatu eksperimen yang sesuai
dengan prinsip kesrawan dengan cara mencari alternatif yang memungkinkan untuk
melakukan pengurangan jumlah hewan yang digunakan dalam percobaan, dan
menyempurnakan prosedur untuk meminimalkan atau menghilangkan penderitaan
hewan coba (Popa, dkk, 2015).

Prinsip 3R tersebut terdiri dari : (Ridwan, 2018).

1. Replacement adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah


diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun
literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh
makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. Replacement terbagi
menjadi dua bagian, yaitu: relatif (mengganti hewan percobaan dengan
memakai organ/jaringan hewan dari rumah potong atau menggunakan hewan
dari ordo lebih rendah) dan absolut (mengganti hewan percobaan dengan kultur
sel, jaringan, atau program komputer).
2. Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit
mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Jumlah minimum biasa
dihitung menggunakan rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1) >15, dengan n adalah
jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan.
Kelemahan dari rumus itu adalah semakin sedikit kelompok penelitian, semakin
banyak jumlah hewan yang diperlukan, serta sebaliknya. Untuk mengatasinya,
diperlukan penggunaan desain statistik yang tepat agar didapatkan hasil
penelitian yang sahih.
3. Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi
(humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta
meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan
hewan coba sampai akhir penelitian. Pada dasarnya prinsip refinement berarti
membebaskan hewan coba dari beberapa kondisi.

4
Klasifikasi sistem orde tikus putih sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Klas : Mamalia

Ordo : Rodensia

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus Norvegicus

1.2.3 DOSIS OBAT


Dosis obat adalah jumlah atau takaran tertentu dari suatu obat yang
memberikan efek tertentu terhadap suatu penyakit atau gejala sakit. Dosis maksimum
adalah dosis (takaran) yang terbesar yang dapat diberikan kepada orang dewasa untuk
pemakaian sekali dan sehari tanpa membahayakan. Sebaliknya dosis minimum yang
dapat memberikan respon yang nyata disebut sebagai dosis ambang dan responnya
disebut respon ambang (Anief,2020).
Banyak faktor yang mempengaruhi bagaimana dosis obat tertentu akan
mempengaruhi pasien. Karena tidak semua pasien memiliki ukuran berat, usia, dan
seks yang sama, akan lebih bijaksana jika mempertimbangkan bagaimana faktor-
faktor yang mungkin akan mempengaruhi seberapa banyak obat yang harus diterima
seseorang dan efek obat yang akan terjadi pada pasien. Rekomendasi yang sering
digunakan untuk pengobatan dengan dosis dewasa, seperti yang ditemukan dalam
referensi standar, didasarkan pada asumsi bahwa pasien adalah "normal" dewasa.
Seperti "normal" (atau rata-rata) dewasa dikatakan 5 kaki 9 inci (173 cm) tinggi dan
berat 154 lbs (70 kilogram). Namun, banyak orang yang tidak cocok dengan kategori
ini. Oleh karena itu, faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan ketika pasien
menerima obat yaitu berat badan, luas permukaan tubuh, usia, kelamin, faktor genetik,
kondisi fisik pasien, kondisi psikologi pasien, toleransi, waktu pemberian, interaksi
obat, dan rute pemberian obat (Anief, 2020).
5
1.2.4 RUTE PEMERIAN
Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan
biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda
karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis
yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Rute pemberian obat merupakan faktor
yang sangat penting dalam pencapaian efek dari suatu obat. Rute pemberian obat
berpengaruh pada onset of action dan duration of action suatu obat. Rute pemberian
obat dibagi dua yaitu: intravaskular dan ekstravaskular. Hal-hal ini menyebabkan
bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan
berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzung, B.G, 2019).

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya


obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek
terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik.
Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah,
sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief,
2020).

Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:


a. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal
b. Parenteral dengan cara intravena, intramuskular dan subkutan
c. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru

Efek lokal dapat diperoleh dengan cara:


a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung,
telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru
c. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur,
saluran kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada
keringat badan atau larut dalam cairan badan (Anief,2020)

Berikut cara pemberian obat terhadap hewan percobaan, secara umum terbagi
menjadi dua, yaitu :

6
1. Enteral, Pada cara pemberian obat ini, obat akan melewati saluran
pencernaan (gastrointestinal) kecuali secara per-rektal. Pemberian ini,
diantaranya:
a. Oral, Larutan obat dapat diberikan secara oral dengan jarum oral yang
khas (sonde oral). Untuk tikus dan mencit, hewan tersebut dipegang
dengan sempurna dan jarum oral dimasukkan dalam mulut berdekatan
dengan bagian atas langit-langit mulut (palate). Jarum ditolak perlahan-
lahan keesopagus dan bukan dipaksa masuk. Setelah masuk kedalam
mulut (kira-kira dua inci ke bawah) hewan itu akan menunjukkan keadaan
seperti tercekik. Jarum oral dapat disesuaikan besarnya dengan hewan
tertentu. Cara oral merupakan cara pemberian obat yang paling umum
dilakukan karena mudah, murah, dan aman. Sebaiknya sebelum
memasukan sonde oral, posisi kepala mencit adalah menengadah dan
mulutnya terbuka sedikit, sehingga sonde oral akan masuk secara lurus ke
dalam tubuh mencit dan tikus putih (Anief, 2020).
b. Parenteral, Digunakan untuk obat daya absorbsinya rendah jika diberikan
melalui saluran pencernaan dan untuk obat yang tak stabil dalam saluran
pencernaan .Misalnya insulin. Cara ini juga memberikan kontrol paling
baik terhadap dosis obat sesungguhnya yang dimasukkan kedalam tubuh.
Cara pemberian parental diantaranya:
1. Subkutan, Untuk menyuntik tikus secara subkutan letakkan hewan
tersebut diatas meja. Kemudian letakkan telapak tangan kiri perlahan
di belakangnya dan pegang kulit di tengkuknya dengan ibu jari dan
telunjuk. Dengan tangan kanan memegang jarum suntik, cucukkan
jarum dalam lipatan kulit dengan cepat. Ujung jarum semestinya
bebas bergerak diantara kulit dan otot. Jika panjang jarum yang
digunakan itu sesuai, maka Jarum tidak akan tercucuk terlalu dalam.
Gerak-gerakkan jarum dengan jari telunjuk dan ibu jari untuk
menentukan posisi jarum pada tempat yang tepat, kemudian
suntiklah. Tarik jarum dengan tangan kiri, urut bagian yang disuntik
tadi. Intraperitoneal Untuk menyuntik tikus secara IP, peganglah
kulit leher hewan tersebut dengan jari telunjuk dan ibu jari.
Pegangan yang sempurna akan meregangkan kulit diabdomennya.
Suntik di bagian kuadran bawah abdomen dengan satu tusukan
dengan cepat dan jangan ragu-ragu. Dorong jarum ke bagian dimana
7
jarum tidak menembus hati, buah pinggang, spleen atau kandung
kemih, selanjutnya ditekan perlahan-lahan (Katzung. B.G, 2019).
2. Intravena, Cara penyuntikan IV berbeda dari satu spesies ke spesies
lainnya. Pada mencit dan tikus putih suntikan intravena dilakukan
pada pembuluh darah ekor. Oleh karena pembuluh darah ekor mencit
dan tikus putih mudah diketahui, sehingga suntikan intravena dapat
dilakukan dengan mudah. Keempat-empat pembuluh darah ekor
terletak bilateral, ventral dan dorsal serta dapat dikembangkan
(vasodilatasi) dengan menyentuhkan suhu tertentu pada bahagian
ekor (misalnya dengan meletakkan ekor mencit kedalam air hangat
suhu (45- 50°C), dan penggunaan alkohol atau dengan menekan
ujung ekornya untuk mempermudah penyuntikan. Hewan mula-
mula dimasukkan dalam perangkap tikus menyerupai tabung yang
kedua ujungnya terbuka. Pada kedua ujung ditutup dengan gabus
yang tengahnya berlubang. Ujung ekor yang keluar dari gabus
dipegang dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri dan suntikan
dilakukan dengan tangan kanan. Adalah lebih baik jika bisa
memberikan cahaya pada ekor, hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan penglihatan pembuluh darah dengan jelas, juga
bertujuan untuk memanaskan ekor tikus. Apabila menyuntik dan
terasa tidak ada hambatan, pada tempat penyuntikan ini
menunjukkan jarum telah masuk dengan benar ke dalam pembuluh
darah dan plunger dapat ditekan dengan mudah. Jika jarum tidak
masuk dengan tepat pada pembuluh darah, suntikan itu akan
memberikan kawasan pucat di ujung jarum. Adalah lebih baik
menggunakan sebatang jarum yang halus (Gauge 27,1/2 inch) dan
suntikan dimulai pada ujung ekor supaya beberapa percobaan dapat
dilakukan (Katzung. B.G, 2019).
3. Intraperitoneal, Penyuntikan dilakukan pada rongga perut sebelah
kanan bawah, yaitu diantara kandung kemih dan hati. Cara ini hanya
dilakukan untuk pemberian obat untuk hewan uji karena memiliki
resiko infeksi yang sangat besar. Intraperitoneal akan memberikan
efek yang cepat karena pada daerah tersebut banyak terdapat
pembuluh darah (Anief, 2020).

8
BAB II
METODE

2.1 ALAT DAN BAHAN


2.1.1 Alat Untuk Mencit Dan Tikus
Labu takar 50 ml “pyrex”, beaker glass 100 ml “pyrex”, beaker glass 300 ml
“pyrex”, spuit injeksi 1 cc, sonde mencit dan tikus, hand glove dan masker, tempat
makan dan minum mencit, serbet, kandang tikus dan mencit

2.1.2 Bahan Untuk Mencit Dan Tikus


Mencit dan tikus putih, aquadest, alkohol

2.2 PROSEDUR KERJA


2.2.1 Cara Memegang Mencit Dan Tikus
Ujung ekor mencit dan tikus diangkat dengan tangan kanan, diletakkan pada suatu
tempat yang permukaannya tidak licin (misalnya kawat pada penutup kandang).

Jangan sampai mencit dan tikus stress dan ketakutan lalu dielus elus mencit dan
tikus dengan jari telunjuk kiri.

Kulit pada bagian tengkuk mencit dan tikus ditarik dengan jari Tengah dan ibu jari
tangan kiri, dan ekor dipegang dengan tangan kanan.

Tubuh mencit dan tikus dibalikkan sehingga menghadap ke kita dan ekor dijepit
dengan jari kelingking dan jari manis tangan kiri.

2.2.2 Cara Pemberian Obat


a) Oral

Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang


ujungnya tumpul (sonde).

Mencit dan tikus dipegang dengan menjepit bagian tengkuk dengan ibu jari
dan telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking.

9
Sebelum sonde oral dimasukkan, posisi kepala dan keadaan mulut harus
menengadah atau posisi dagu sejajar dengan tubuh dan mulut terbuka
sedikit.

b) Intra Muscular

Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang


ujungnya runcing.

Mencit dan tikus dipegang dengan menjepit bagian tengkuk dengan ibu jari
dan telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking.

Posisi hewan harus terbalik dan kaki agak ditarik keluar agar paha bagian
belakang terlihat.

Posisi jarum sejajar dengan tubuh/abdomen, disuntikkan pada otot bagian


belakang. Suntikkan tidak boleh terkena pembuluh darah.

Sebelum melakukan suntikan, daerah kulit dibersihkan dengan alkohol 70%.

c) Subkutan

Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang


ujungnya runcing.

Mencit dan tikus dipegang dengan menjepit bagian tengkuk dengan ibu jari
dan telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking.
10
Posisi hewan tetap mengarah ke bawah (tidak terbalik).

Arah suntikan dari depan. Lokasi suntikan pada daerah kulit tipis dengan
terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70%. Suntikkan dilakukan
dengan cepat agar tidak terjadi pendarahan.

d) Intraperitoneal

Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang


ujungnya runcing.

Mencit dan tikus dipegang dengan menjepit bagian tengkuk dengan ibu jari
dan telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking.

Posisi hewan terbalik, kepala lebih rendah daripada abdomen. Posisi jarum
suntik sepuluh derajat dari abdomen berlawanan arah dengan kepala (arah
jarum ke bagian perut).

Lokasi suntikan pada bagian tengah abdomen, pada daerah yang sedikit
menepi dari garis tengah agar jarum suntik tidak terkena kandung kemih dan
tidak teralu tinggi agar tidak penyuntikan pada hati.

Lokasi suntikan terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70%.

e) Intravena
Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang
ujungnya runcing.

11
Dilakukan dilatasi pada ekor mencit dan tikus dengan cara ekornya
direndam dalam air hangat atau diolesi dengan aseton atau eter.

Dibersihkan lokasi suntikan dengan alkohol 70%. Dicari vena dan


disuntikkan larutan obat ke dalamnya, bila terasa ada tahanan artinya jarum
tersebut tidak memasuki vena dan bila piston ditarik tidak ada darah yang
keluar.

12
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 HASIL PENGAMATAN


Berikut Hasil Pengamatan Terlampir……

13
3.2 PEMBAHASAN

Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus dipilih mana
yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan yang akan dicapai. Hewan sebagai model
atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain
persyaratan genetis/keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di
samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi
biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Oleh karena itu, kita dapat dan lebih mudah
menggunakan hewan coba sebagai hewan percobaan (Sulaksono, 2017).
Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian akan mengalami penderitaan, yaitu:
ketidaknyamanan, ketidaksenangan, kesusahan, rasa nyeri, dan terkadang berakhir dengan
kematian. Berdasarkan hal tersebut, hewan yang dikorbankan dalam penelitian yang hasilnya
dapat dimanfaatkan oleh manusia patut dihormati, mendapat perlakuan yang manusiawi,
dipelihara dengan baik, dan diusahakan agar bisa disesuaikan pola kehidupannya seperti di
alam. Peneliti yang akan memanfaatkan hewan percobaan pada penelitian kesehatan harus
mengkaji kelayakan dan alasan pemanfaatan hewan dengan mempertimbangkan penderitaan
yang akan dialami oleh hewan percobaan dan manfaat yang akan diperoleh untuk manusia
(Ridwan, 2018).
Pada praktikum kali ini, kami melakukan teknik pemberian obat kepada hewan uji
yakni mencit dan tikus putih. Mencit dan tikus putih dipilih sebagai hewan uji karena proses
metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga cocok untuk dijadikan objek
pengamatan. Cairan yang diberikan berupa air. Pemberian obat secara peroral yang diberikan
menggunakan jarum berujung tumpul (sonde oral) agar tidak melukai bagian dalam mulut
atau tenggorokan mencit. mencit diberikan air. Cara pemberian secara oral yang pertama
lakukan cara penanganan mencit yang baik, pertama diangkat ujung ekor tikus dengan tangan
kanan. Kedua, letakkan pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin (misalnya rem
kawat pada penutup kandang), jangan sampai tikus stress dan ketakutan lalu mengelus-elus
tikus dengan jari telunjuk tangan kiri. Ketiga, menarik kulit pada bagian tengkuk mencit
dengan jari tengah dan ibu jari tangan kiri, dan tangan kanan memegang ekornya. Keempat,
balikkan tubuh tikus sehingga menghadap ke kita dan jepit ekor dengan kelingking dan jari
manis tangan kiri. Jarum berujung tumpul dimasukkan perlahan – lahan ke dalam mulut
mencit lalu aquades diluncurkan melalui tipe langit – langit kebelakang sampai esofagus dan
bukan dipaksa masuk. Setelah masuk ke dalam mulut, mencit akan menunjukkan keadaan
seperti tercekik. Hasil penyuntikan pada mencit berhasil karena tidak ada cairan yang menetes
keluar dari mulut mencit setelah penyuntikan dilakukan. Tetapi pada tikus putih tidak berhasil,

14
karena kesalahan penanganan pada tikus sehingga tikus menjadi tidak nyaman, berontak dan
susah di tangani.
Hewan coba yang telah diberikan cairan sebaiknya diistirahatkan selama 2 minggu
sebelum digunakan kembali untuk memastikan cairan yang masuk kedalam tubuh telah di
metabolisme dengan baik agar tidak mengganggu hasil pengamatan selanjutnya (Malole,
2020).

15
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 KESIMPULAN

1. Hewan coba atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja dipelihara dan
diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model, dan juga untuk mempelajari dan
mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan
laboratorium

2. Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa sebelum kita melakukan pemberian Oral
pada tikus, tikus harus dalam keadaan tenang (tidak stress), karena pada saat stress tikus
akan sulit untuk disuntik. Kemudian kita harus menguasai dan betul-betul memahami
bagaimana cara pemberian oral pada tikus dengan benar. Pada pemberian secara oral
pada tikus dilakukan dengan alat suntik yang dilengkapi jarum berujung tumpul atau
disebut (Sonde). Pemberian ini dilakukan melalui mulutnya sedikit terbuka, sonde oral
(jarum tumpul) ditempatkan pada langit langit mulut atas tikus kemudian memasukkan
perlahan sampai ke esophagus dan cairan obat dimasukkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Andersen ML, Winter LMF. 2019. Animal models in biological and biomedical research

experimental and ethical concerns. An Acad Bras Cienc. 91:1-14.

Anief, Moh. 2020. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Aske,KC and Waugh, CA. 2017. Expanding the 3 R principles. Embo Report. Vol 18 (9): 14.

Fianti LL. 2017. Efektivitas perasan daun afrika( Vernonia amygdalina Del) terhadap penurunan

kadar glikosa darah mencit (Mus musculus). Bandung: Universitas Pasudan.

Homberg, JR.,Wohr, M., and Alenina, N. 2017. Comeback of the rat in biomedical research.

ACS Chemical Neuroscience. Vol 8 (5): 900-903.

Katzung. B.G. 2019. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan Laboratorium. IPB Ditjen

Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Bogor.

Malole, M.M.B, Pramono. 2020. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan Laboratorium. Bogor:

IPB.

Popa, Lascar I, dkk. 2015. Bioethics in animal experimentation. ARS Medica Tomitana. 4:167-

177.

Rejeki P.S., Putri E.A.C, dan Prasetya R.E. 2018. Ovariektomi Pada Tikus dan Mencit. Surabaya:

Airlangga University Press.

Ridwan E. 2018. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan Dalam Penelitian Kesehatan. Medical

Journal of Indonesia 63(3): 112-116.

Sinclair M, Friyer C, Phillips CJC. 2019. The benefits of improving animal welfare from the

prespective of livestock stakeholders across Asia. Animal.9:123’.

Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi. Jakarta: Kemenkes RI.

Sulaksono, ME. 2017. Peranan, Pengelolaan dan Pengembangan Hewan Percobaan. Jakarta.

Wolfensohn, S., dan LIoyd, M. 2021. Handbook of Laboratory Animal Management and Welfare.

Wiley- Blackwell, West Sussex.

17
LAMPIRAN
Gambar Keterangan

Hewan Coba Mencit

Hewan Coba Tikus Putih

Sonde untuk tikus dan mencit

Proses memegang hewan coba dengan menjepit


bagian tekuk

18
Rute pemberian secara oral pada mencit dengan
sonde oral

Rute pemberian secara oral pada tikus putih


dengan sonde oral

19

Anda mungkin juga menyukai