“BIOTEKNOLOGI HEWAN”
Kelompok 6
Nama Anggota:
Aswinda Wardani
Liza Luhtfiah
Nadiatul Khairo
Rika Herlyana
Windi Febriatika
Dosen Pengampu:
Dr. Irdawati, S.Si, M.Si
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
A. Hewan sebagai Model dalam Penelitian Dasar
Riset ilmiah dalam bidang medis meliputi penelitian biomedik, epidemologi, sosial,
serta perilaku. Awalnya riset ilmiah dalam bidang medis dilakukan secara in vitro, yakni
memakai model matematik atau simulasi komputer. Jika hasil penelitian akan
dimanfaatkan untuk manusia, diperlukan penelitian lanjutan dengan menggunakan bahan
hidup (in vivo) seperti galur sel dan biakan jaringan. Walaupun demikian, untuk
mengamati, memahami dan menyimpulkan seluruh kejadian pada makhluk hidup secara
utuh diperlukan hewan percobaan. Hewan percobaan dalam penelitian disebut sebagai
semi final test tube. (Ridwan, 2013: 113)
Kegiatan riset ilmiah yang menggunakan hewan percobaan diperlukan untuk upaya
kemanusiaan. Salah satunya adalah upaya pengobatan untuk penyembuhan penyakit pada
manusia yang sebelumnya harus menempuh langkah uji coba. Dalam hal ini, untuk
memastikan keberhasilan suatu bahan uji coba (obat untuk kebutuhan makhluk hidup),
hewan percobaan digunakan sebagai semi final test tube untuk uji keamanan dan
kelayakan bagi kehidupan manusia.
Riset yang menggunakan hewan percobaan dengan dalih untuk kemajuan ilmu
tersebut terjadi di berbagai bidang, antara lain adalah dalam bidang kedokteran umum,
kedokteran hewan, kedokteran gigi, keperawatan, farmasi, ilmu biologi, pertanian, dan
bidang ilmu lainnya. Pengunaan hewan dilakukan jika uji kelayakan tersebut tidak
mungkin dilakukan kepada manusia, sehingga peran hewan sangat dibutuhkan. Hal
tersebut otomatis memerlukan hewan percobaan dengan jumlah sangat besar.
Selama ini, penelitian di berbagai bidang yang menggunakan hewan sebagai objek
percobaan telah menghabiskan sampai 70.000.000 hewan per tahun. Percobaan pada
hewan tersebut sering dilakukan dalam hal pembedahan makhluk hidup atau mutilasi,
yang kemudian banyak mengakibatkan kematian. Selain itu, dalam hal ini hewan juga
sering digunakan untuk kepentingan pendidikan ilmiah dan medis. Dalam kegiatan seperti
ini, hewan sengaja dilukai dalam beberapa hal untuk mengajarkan bagaimana untuk
memperbaiki luka, mengatur patah tulang, dan sebagainya (LaFollette dan Shanks, 1996:
Resnik, 2013: 123).
Meski demikian, terdapat suatu penolakan terhadap objektivitas riset ilmiah dalam
penggunaan hewan percobaan, bahwa dalam pelaksanaannya, riset
tersebut tidak sesuai dalam standar objektif ilmu. Di satu sisi, persoalan objektivitas ilmu
secara positivis memandang bahwa idealitas ilmu dapat dicapai dengan menekankan
unsur nilai epistemik ilmu, yakni langkah metodis dalam pemilihan teori. Di sisi lain,
perkembangan objektivitas ilmu di era kontemporer memandang bahwa objektivitas ilmu
tidak bisa lepas dari pengaruh sistem yang dibentuk oleh manusia, yakni keberadaan nilai
non-epistemik seperti agama, ekonomi, sosial-politik, budaya dan hidup kemasyarakatan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa, ilmu dalam perkembangannya tidak dapat
terlepas dari pengaruh nilai epistemik maupun non-epistemik. Objektivitas ilmu dalam
penggunaan hewan percobaan bidang medis, dalam ranah internal maupun eksternal
memiliki problem nilai dalam pencapaiannya. Aspek metodologis ilmu dalam
pelaksanaanya, maupun persoalan independensi dan orientasi ilmu, adalah kunci
terwujudnya suatu objektivitas ilmu.
Manfaat Penelitian
a. Bagi Ilmu dan Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian dan menambah wawasan serta
pemikiran tentang perkembangan ilmu dalam dunia riset ilmiah melalui sudut pandang
filsafat. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu memberikan konstribusi pemikiran
dalam studi filsafat keilmuan bagi kalangan intelektual dan Masyarakat Ilmiah. Kemudian
dikembangkan dan ditindak-lanjuti pada masa-masa yang akan datang.
b. Bagi Pembaca Awam atau Masyarakat Luas
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi positif serta memberikan
gambaran baru tentang eksistensi penggunaan hewan percobaan dalam riset ilmiah.
Kemudian, dapat mewujudkan kegiatan ilmiah yang bermartabat berdasarkan nilai
objektivitas ilmu.
c. Bagi Perkembangan Bidang Ilmu Filsafat
Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangsih terhadap aspek pengembangan keilmuwan
bidang aksiologi dalam filsafat ilmu. Terutama dapat dijadikan sumber referensi bagi
kalangan mahasiswa filsafat yang akan menyelesaikan karya ilmiah di perguruan tinggi
dengan objek formal atau material yang sama.
Hewan percobaan adalah hewan yang dapat digunakan untuk tujuan suatu penelitian yang
meliputi hewan laboratorium hingga hewan ternak. Penggunaan hewan percobaan dalam
berbagai penelitian biomedikal seperti penelitian toksikologi, nutrisi, mikrobiologi,
imunologi, dilakukan untuk pengembangan obat-obatan, vaksin serta bedah dan produk-
produk khusus misalnya; kosmetik, shampoo, dan pasta gigi. Hewan percobaan juga
digunakan untuk proses pembelajaran dalam dunia pendidikan. Hewan percobaan yang
paling sering digunakan untuk penelitian dapat digolongkon berdasarkan anatomi,
fisiologi, dan behaviour-nya, seperti; Rodensia dan Kelinci, Karnivora, Primata, Ungulata
dan Unggas (Kusumawati, 2004: 1-4).
“Beberapa alasan mengapa hewan percobaan tetap diperlukan dalam penelitian khususnya
di bidang kesehatan, pangan dan gizi antara lain: (1) keragaman dari subjek penelitian
dapat diminimalisasi, (2) variabel penelitian lebih mudah dikontrol, (3) daur hidup relatif
pendek sehingga dapat dilakukan penelitian yang bersifat multigenerasi, (4) pemilihan
jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan hewan terhadap materi penelitian yang
dilakukan, (5) biaya relatif murah, (6) dapat dilakukan pada penelitian yang beresiko
tinggi, (7) mendapatkan informasi lebih mendalam dari penelitian yang dilakukan karena
kita dapat membuat sediaan biologi dari yang maksimum untuk keperluan penelitian
simulasi, dan (9) dapat digunakan untuk uji keamanan, diagnostik dan toksisitas”
(Rustiawan dalam Ridwan, 2013: 114).
Konsep dari cloning ini berdasarkan dari prinsip bahwasanya disetiap makhluk
hidup mempunyai kemampuan totipotensi, jadi pada setiap sel mempunyai kemampuan
menjadi suatu individu. Kloning pada hewan adalah proses duplikasi yang mengambil
seluruh informasi genetik yang berasal dari induk yang akan dikloning. Dalam kasus ini,
hasil kloning tersebut nantinya akan menghasilkan individu yang tentunya memiliki
informasi genetik yang sama dengan induknya, termasuk persamaan DNA, sifat, ciri dan
lain sebagainya. Pada umumnya, kasus kloning ini sebenarnya sudah dapat ditemukan di
alam, hanya saja terjadi pada beberapa makhluk hidup yang reproduksinya secara aseksual
saja.
Secara umum, kloning pada hewan melibatkan 2 pihak, yaitu pihak pendonor sel
somatis yang didapat dari sel tubuh dan pendonor ovum yang didapat dari sel gamet. Ketika
proses kloning terjadi, kehadiran dari sang induk merupakan sesuatu yang mutlak dan tidak
dapat dihindari. Akan tetapi pada proses kloning hewan tidak terjadi fertilisasi & DNA
rekombian gen yang berasal dari sang jantan dan betina seperti yang terjadi pada proses
kloning pada manusia.
2. Hewan Transgenik
seperti konversi pakan, rataan, pertambahan berat badan, mereduksi kandungan lemak,
meningkatkan kualitas daging, susu, wool secara cepat sehingga dapat mengurangi biaya
produksi yang harus ditanggung konsumen.
Isbagio, Dyah Widyaningroem. 1992. Euthanisia Pada Hewan Percobaan. Media Lisbangkes.
II(01): 18-24.
Jaenisch, R. 1988. Transgenic Animals. Science. 240; 14681474.
Margawati, Endang Tri. 2009. Transgenic Animals: Their Benefits To Human. Jakarta: Erlangga.
Obe, Ruth Horison. 1987. Farm Animal Welfare What If Any Progrees. London: Pennant Press.
Resnik, David K. 1998. Ethics of Science. New York: Routlodge.