Anda di halaman 1dari 38

A.

Materi Pembelajaran

Spesies dan Spesiasi Evolusi

B. Tujuan Pembelajaran

1. Untuk mengetahui konsep speies dalam biologi evolusi

2. Untuk mengetahui spesiasi dalam biologi evolusi

C. Uraian Materi

Spesies

Menurut Mayden (1997) dalam Ariyanti (2003) saat ini ada sekurang-

kurangnya 22 konsep untuk mendefinisikan spesies yang semuanya tampak

berbeda-beda. Itu artinya bahwa para ahli mempunyai sikap dan pandangan yang

berbeda-beda dalam memahami tentang spesies. Menurut Waluyo (2005), spesies

adalah suatu kelompok organisme yang hidup bersama di alam bebas, dapat

mengadakan perkawinan secara bebas, dan dapat menghasilkan anak yang fertil

dan bervitalitas sama dengan induknya.

Saat ini ada sekurang-kurangnya 22 konsep untuk mendefinisikan spesies

yang semuanya tampak berbeda-beda dan tidak semua dari konsep itu dapat

digunakan untuk menghitung biodiversitas (Mayden, 1997). Hal ini menunjukkan

tidak adanya kesepakatan umum tentang apa itu spesies. Para ahli mempunyai

sikap dan pandangan berbeda dalam melihat beranekaragam konsep itu. Sebagian

ahli berpendapat seharusnya ada satu konsep spesies yang berlaku umum yang

dapat menggambarkan biodiversitas yang sebenarnya ada di alam. Ahli lain

cenderung menerima keragaman itu sebagai bagian-bagian yang saling


melengkapi. Pada paper ini dipaparkan latar belakang munculnya beranekaragam

konsep spesies tersebut dan beberapa pendapat para ahli dalam melihat

beranekaragam konsep spesies.

Munculnya keanekaragaman konsep spesies ini dilatarbelakangi oleh dua

alasan mendasar. Alasan pertama adanya perbedaan pemahaman tentang spesiasi

yang merupakan proses munculnya suatu spesies baru. Karena spesiasi bukan

hanya menarik perhatian para ahli evolusi, tetapi juga telah memikat perhatian

dari berbagai disiplin bidang biologi lainnya seperti morfologi, genetika, ekologi,

fisiologi, paleontologi, biologi reproduksi, dan biologi tingkah laku. Alasan kedua

adalah karena spesies merupakan hasil dari proses evolusi yang terus berjalan.

Artinya bahwa konsep spesies yang dibuat berdasarkan proses spesiasi yang

masih sebagian berjalan akan berbeda dengan konsep spesies yang dibuat ketika

spesies itu benar-benar sudah sampai pada akhirnya. Selain itu, bermacam konsep

spesies muncul karena tujuan klasifikasi yang berbeda-beda. Seperti misalnya

untuk tujuan identifikasi yang dilakukan oleh ahli taksonomi tumbuhan seringkali

digunakan konsep spesies fenetik, sedangkan untuk mengamati keragaman

genetikyang diperlukan dalam bidang konservasi digunakan konsep spesies

biologi.

de Queroz 1998 mengemukakan dua alasan timbulnya beranekaragam

konsep spesies. Alasan pertama adalah perbedaan pemahaman tentang spesiasi

yang merupakan proses munculnya suatu spesies baru. Spesiasi memang

merupakan salah satu topik sentral dalam bidang biologi evolusi. Namun
demikian proses ini juga menarik perhatian berbagai disiplin bidang biologi

lainnya seperti morfologi, genetika, ekologi, fisiologi, paleontologi, biologi

reproduksi, dan biologi tingkah laku. Oleh bermacam ahli bidang biologi itu

spesiasi dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda sehingga didapatkan

persepsi yang berbeda-beda yang akhirnya melahirkan konsep yang berbeda-beda

pula. Akibat munculnya bermacam konsep spesies ini memang dapat

menimbulkan interpretasi yang salah tentang apa yang dimaksud oleh para ahli

biologi itu ketika mereka berbicara tentang spesies dan spesiasi. Hal ini layaknya

seekor gajah yang dikerubuti oleh beberapa orang buta. Orang buta yang hanya

meraba bagian telinga gajah memberi gambaran tentang gajah yang berbeda

dengan orang buta yang hanya meraba kakinya. Alasan kedua adalah karena

spesies merupakan hasil dari proses evolusi yang terus berjalan. Konsep spesies

yang dibuat berdasarkan proses spesiasi yang masih separo jalan akan berbeda

dengan konsep spesies yang dibuat ketika spesiesi itu benar-benar sudah sampai

pada ujungnya. Konsep yang dibuat untuk mengelompokkan padi pada tahun 60-

an akan berbeda dengan konsep yang disusun pada masa sekarang.

Beranekaragam definisi spesies dapat dipahami dengan dengan memahami

spesiasi sebagai proses yang sedang berjalan di alam kemudian para ahli

merekamnya pada etape-etape yang dilaluinya. Selain dua hal di atas, bermacam

konsep itu muncul karena tujuan klasifikasi yang berbeda-beda. Suatu konsep

baru muncul sebagai alternatif dari konsep sebelumnya. Untuk tujuan praktis

seperti identifikasi yang dilakukan oleh ahli taksonomi tumbuhan seringkali

digunakan konsep spesies fenetik sedangkan untuk memata-matai keragaman


Konsep spesies yang baik dan diharapkan adalah konsep yang dapat

digunakan secara tepat dan akurat untuk menggambarkan biodiversitas yang ada.

Selain itu konsep tersebut harus mempunyai dasar teori yang kuat dan mudah

penerapannya. Meskipun saat ini ada sekurang-kurangnya 22 konspep spesies

yang berbeda (tabel 1), kebanyakan ahli berpendapat tidak ada di antara konsep

spesies itu yang sempurna.

Ernst Mayr pada tahun 1963 mendefinisikan konsep spesies biologis

(Biological Species Concept/BSC) yang dapat diterima secara luas. Spesies

menurut BSC adalah suatu populasi atau kelompok populasi alami yang secara

aktual memiliki potensi dapat saling kawin (interbreeding) dan menghasilkan

keturunan yang dapat hidup fertil, namun tidak dapat menghasilkan keturunan

yang fertil jika kawin dengan spesies lain. Dengan kata lain, suatu spesies biologis

adalah unit populasi terbesar di mana pertukaran genetik mungkin terjadi dan

terisolasi secara genetik dari populasi kelompok lainnya. Konsep ini didasarkan
pada dua pandangan biologis yaitu reproduksi seksual meningkatkan keseragaman

dalam gen pool melalui rekombinasi genetik dan jika dua kelompok populasi itu

tidak dapat melakukan kawin silang maka di sana tidak terjadi aliran gen (gene

flow) di dalam lungkang gen (gene pools). Ketidakmampuan interbreeding

(perkawinan) akan memunculkan spesies yang berasal dari penggabungan

bersama pada beberapa waktu berikut setelah kondisi telah mengalami perubahan.

Jadi berdasarkan konsep ini, maka kriteria yang menentukan keberhasilan

reproduksi seksual adalah kemampuan untuk menghasilkan keturunan yang fertil.

Konsep spesies ini tidak berlaku untuk organisme aseksual dan hibridisasi

antarspesies.

Campbell (2003) mengemukakan ada beberapa konsep spesies antara lain:

Konsep spesies Biologis mendefinisikan suatu spesies sebagai suatu

populasi atau kelompok populasi yang anggota-anggotanya memiliki kemampua

untuk saling mengawini satu sama lain di alam dan menghasilkan keturunan yang

dapat hidup dan fertil jika kawin dengan spesies lain. Dengan kata lain suatu

spesies biologi adalah unit populasi terbesar dimana pertukaran genetik mungkin

terjadi dan terisolasi secara genetik dari populasi lain semacamnya. Anggota suatu

spesies biologis dipersatukan oleh ciri kesesuaian ciri reproduksi. Semua manusia

termasuk ke dalam spesies biologis yang sama. Sebaliknya manusia dan simpanse

tetap merupakan spesies biologis yang sangat jelas berbeda meskipun hidup di

wilayah yang sama karena kedua spesies itu tidak dapat saling mengawini.
Konsep spesies pengenalan menekankan pada adaptasi perkawinan yang

telah tetap dalam suatu populasi. Menurut konsep ini suatu spesies didefinisikan

oleh suatu kumpulan sikap dan ciri unik yang memaksimalkan keberhasilan

perkawinan ciri molekuler morfologis perilaku yang memungkinkan individu

untuk mengenali pasangan kawinnya. Konsep ini cenderung berfokus pada sifat

dan ciri yang dipengaruhi oleh seleksi alam dan terbatas hanya pada spesies yang

bereproduksi secara seksual.

Konsep spesies kohesi berfokus pada mekanisme yang mempertahankan

spesiesnya sebagai bentuk fenotip tersendiri. Tergantung pada spesies, mekanisme

ini meliputi sawar reproduktif seleksi penstabilan dan tautan antara kumpulan gen

yang membuat zigot berkembang menjadi organisme dewasa dengan ciri khas

yang spesifik. Konsep ini dapat diterapkan pada organisme yang bereproduksi

secara aseksual. Konsep ini juga mengakui bahwa perkawinan silang diantara

beberapa spesies menghasilkan keturunan hibrida yang fertil dan terkadang

hibrida itu berhasil kawin dengan salah satu spesies induknya. Konsep ini

menekankan pada adaptasi yang mempertahankan spesies tetua tetap utuh

meskipun ada sedikit aliran gen diantara mereka. Konsep ini dapat digunakan

pada setiap kasus yang melibatkan hibridisasi.

Konsep spesies ekologis mendefinisikan spesies pada tempat dimana

mereka hidup dan apa yang mereka lakukan dan bukan dari penampakan mereka.

Suatu spesies ekologis didefinisikan oleh peranan unik yang dimainkannya atau

posisi dan fungsi spesifiknya dalam lingkungan. Contohnya dua populasi hewan
yang tampak identik dapat dikatakan merupakan dua spesies ekologis yang

berbeda jika masing-masing hanya ditemukan dalam jenis lingkungan spesifik

(misalnya kolam air tawar dengan kumpulan keadaan kimia, biologi, dan fisik

yang khas).

Konsep spesies evolusioner mendefinisikan suatu spesies sebagai suatu

urutan populasi tetua dan keturunannya yang berkembang secara bebas dari

kelompok lain. Masing-masing spesies evolusioner memiliki peranan yang unik

dan terpisah dalam lingkungan, setiap peran tertentu melibatkan sekumpulan

kekuatan seleksi alam yang spesifik (tekanan selektif). Dengan demikian populasi

yang membentuk suatu spesies dipengaruhi dan disatukan oleh sekumpulan

tekanan selektif yang unik.

Tabel 2. Perbandingan Enam Konsep Spesies

Konsep spesies Keterangan


Konsep spesiesMenekankan isolasi reproduktif, yaitu kemampuan anggota suatu

biologis spesies untuk saling mengawini satu sama lain, tetapi tidak dengan

anggota spesies yang lain


Konsep spesiesMenekankan perbedaan anatomi yang dapat terukur antar spesies.

morfologis Sebagian besar spesies yang diidentifikasi oleh para ahli


taksonomi telah dikelompokkan menjadi spesies terpisah

berdasarkan kriteria morfologi


Konsep spesiesMenekankan proses adaptasi perkawinan yang telah mantap dalam

pengenalan suatu populasi karena individu ”mengenali” ciri-ciri tertentu dari

pasangan kawin yang sesuai


Konsep spesies kohesi Menekankan kohesi fenotipe sebagai dasar penyatuan spesies,

dengan masing-masing spesies ditentukan oleh kompleks gennya

yang terpadu dan kumpulan adaptasinya


Konsep spesies ekologiMenekankan peranan spesies (niche/relung), posisi dan fungsinya

dalam lingkungan.
Konsep spesiesMenekankan pada garis keturunan evolusi dan peranan ekologis

evolusioner

Selain itu dalam Wikipedia, disebutkan bahwa hanyutan genetic yang

merupakan sebuah proses bebas yang menghasilkan perubahan acak pada

frekuensi sifat suatu populasi. Proses ini mencapai puncaknya dengan

menghasilkan spesies yang baru. Dan sebenarnya, kemiripan antara organisme

yang satu dengan organisme yang lain mensugestikan bahwa semua spesies yang

kita kenal berasal dari nenek moyang yang sama melalui proses divergen yang

terjadi secara perlahan ini

Spesiasi adalah pembentukan spesies baru dan berbeda dari spesies

sebelumnya dalam kerangka evolusi. Spesiasi dapat berlangsung cepat, dapat pula

berlangsung lama hingga puluhan juta tahun. Setiap populasi terdiri atas

kumpulan individu sejenis (satu spesies) dan menempati suatu lokasi yang sama.

Karena suatu sebab, populasi dapat terpisah dan masing-masing mengembangkan


adaptasinya sesuai dengan lingkungan baru. Dalam jangka waktu yang lama,

populasi yang saling terpisah itu masing-masing berkembang menjadi spesies

baru sehingga tidak dapat lagi mengadakan perkawinan yang menghasilkan

keturunan fertil. Terbentuknya spesies baru (spesiasi) dapat diakibatkan oleh

adanya isolasi geografi, isolasi reproduksi, dan perubahan genetika.

Diantara sekian banyak konsep tentang spesies, Sterns and Hoekstra

(2003) menyatakan bahwa Ernst Mayr pada tahun 1963 mendefinisikan konsep

spesies biologis yang dapat diterima secara luas. Spesies menurut biological

species concept (BSC) adalah suatu populasi atau kelompok populasi alami yang

secara aktual memiliki potensi dapat saling kawin (interbreeding) dan

menghasilkan keturunan yang fertil, namun tidak dapat menghasilkan keturunan

yang fertil jika kawin dengan spesies lain. Dengan kata lain suatu spesies biologi

adalah unit populasi terbesar dimana pertukaran genetik mungkin terjadi dan

terisolasi secara genetik dari populasi kelompok lainnya. Konsep ini didasarkan

pada dua pandangan biologis yaitu reproduksi seksual meningkatkan keseragaman

dalam gen pool melalui rekombinasi genetik dan jika dua kelompok populasi itu

tidak dapat melakukan kawin silang maka di sana terjadi aliran gen.

Ketidakmampuan penggabungan perkawinan akan memunculkan spesies yang

berasal dari penggabungan bersama pada beberapa waktu berikut setelah kondisi

telah mengalami perubahan. Jadi berdasarkan konsep ini, maka kriteria yang

menentukan keberhasilan reproduksi seksual adalah kemampuan untuk

menghasilkan keturunan yang fertil. Konsep spesies ini tidak berlaku untuk

organisme aseksual dan hibridisasi antar spesies.


Spesies dalam pandangan modern adalah suatu golongan populasi yang

alami (deme) yang tersendiri secara genetis dan memiliki bersama suatu gene

pool. Suatu spesies adalah unit atau kesatuan terbesar dalam populasi, di

dalamnya terjadi pertukaran gen. Kebanyakan spesies dipisahkan dengan

perbedaan-perbedaan yang nyata secara anatomi, fisologi dan tingkah laku.

a. Evolutionary Species Concept (ESC)

Satu keturunan yang berevolusi secara terpisah dari yang lain dan dengan

kecenderungan dan aturan evolusinya (Simpson, 1962). Satu keturunan dari

populasi yang diturunkan dari nenek moyang yang memelihara identitasnya dari

yang lain, dan keturunan yang memiliki kencedungan dan nasib evolusinya

sendiri (Wiley, 1978). Satu kesatuan yang tersusun dari organisme yang

memelihara identitasnya dari kesatuan lain sepanjang waktu dan ruang, dan yang

memiliki nasib evolusi dan kecenderungan sejarahnya yang bebas (Wiley and

Mayden, 1997).

Konsep ini awalnya diperjuangkan oleh Simpson (1951, 1962) dari

ketidakpuasan umum dengan non-dimensinalitas BSC. Wiley telah

mengembangkan konsep ini lebih lanjut dan telah membuktikan penerapan umum

konsep ini pada sistem biologis. Tidak seperti definisi lain yang telah dijelaskan

disini, ESC sebagian besar telah ditolak sampai baru-baru ini. Beberapa peneliti

telah menjelaskan dan mengembangkan lebih lanjut konsep ini. Mereka beralasan

bahwa hanya konsep inilah yang memiliki kapasitas untuk mengakomodasi semua

tipe keragaman biologi. Berlawanan dengan persepsi dari beberapa peneliti


(Minelli, 1993) ESC tidak mempertimbangkan species sebagai kelas atau berfokus

pada species sebagai kesatuan ekologi. ESC tidak sama dengan EcSC. Sedangkan

Simpson (1961) telah menganjurkan satu konsep keturunan terhadap species dan

divergensi ekologi dan evolusi. Jadi, logika wajar dari konsep ESC Simpson dan

Wiley agak berbeda.

ESC bukan merupakan konsep yang operasional. Akan tetapi, ini

merupakan satu konsep keturunan yang non-relasional. Jadi, kelengkapan dan

pola species dapat diinterpretasikan dengan benar terkait dengan keturunan unik

mereka. Konsep ESC mengakomodasi organisme uniparental, species yang

terbentuk melalui hibridisasi dan nenek moyang species. Tidak diperlukan adanya

batasan kelengkapan tertentu untuk keberadaan species. Akhirnya, isolasi

reproduktif, dipertimbangkan sebagai turunan kelengkapan dari status

plesiomorfik kompatibilitas reproduksi, jadi keberhasilan reproduksi benar-benar

bersifat segaram.

b. Genetic Species Concept (GSC)

Baker (2006) mendefinisikan spesies genetik sebagai kelompok populasi

alami perkawinan genetik kompatibel yang terisolasi secara genetik dari

kelompok-kelompok sejenis. Konsep ini mirip dengan konsep morfologi kecuali

bahwa metode yang digunakan untuk menentukan species adalah ukuran

perbedaan genetic, diduga untuk merefleksikan isolasi reproduksi dan kebebasan


evolusi. Sebagai konsep fenetik, jarak dan kemiripan genetic digunakan untuk

mengidentifikasi species yang berbeda. Kebebasan genetic diuji menggunakan

metode yang beragaman mulai dari kromatografi, elektroforesis sampai

sekuensing.

Ketika nampaknya bersifat operasional, satu masalah mendasar dari GSC

adalah bahwa untuk sebagian besar keragaman tidak ada informasi genetic yang

tersedia. Karena divergensi pada setiap gen tertentu tidak memiliki laju yang sama

(seragam), mungkin sekali tidak pernah ada standar jarak untuk species. Konsep

ini bertahan pada asumsi bahwa pada setiap kejadian spesiasi disana akan ada

perubahan tertentu pada setiap gene. Jika peneliti menguji 200 gen dan mereka

semuanya identik diantara dua species, mereka akan mempertimbangkan mereka

sebagai species yang sama. Namun, gen berikutnya dapat memperlihatkan

perubahan yang sangat besar diantara dua sibling species sebagai hasil kejadian

spesiasi. Jika hanya satu gen dari 200 gene monoalel mengalami divergensi akan

menghasilkan jarak genetik yang dapat disepelekan. Pada satu skala linier,

divergensi tersebut akan menjadi sepele untuk perbandingan species dimana lima

dari 20 gene bersifat divergen. Disini, pada contoh heuristik ini kedua pasangan

species berada sebagai species yang bebas secara evolusi dan secara genetik.

GSC secara esensi adalah pengganti, konsep operasional yang

dikembangkan dari BSC, Derajat divergensi genetik tertentu diasumsikan dapat

menjamin pengenalan species. Namun, definisi operasional ini tidak memiliki

petunjuk bagi peneliti ketika berapa besar perbedaan dianggap cukup untuk
digunakan sebagai batasan species? Hal ini sebagian besar karena divergensi gen

tertentu atau beberapa gen tidak mungkin dapat digunakan untuk menduga

didalam atau antar kelompok taksonomi. Menggunakan konsep non-evolusi ini,

peneliti juga disesatkan untuk percaya bahwa tidak adanya divergensi pada suatu

gen yang semata-mata tersedia karena teknologi menghilangkan realitas

divergensi yang mungkin ada pada setiap karakter. Dengan demikian, kenyataan

species dengan morfologi yang divergen dan dapat diturunkan mungkin secara

naif dipertanyaakan jika divegensi pada gen atau protein yang mudah diuji yang

diinginkan. Ketika konsep ini tersedia sebagai konsep tradisional untuk

mengindentifikasi species, hal ini merupakan kesalahan fatal jika ia merupakan

konsep primer. Kekurangan data secara umum, bersamaan dengan besarnya

variasi genetik yang terobservasi diantara sibling species, validitasnya dapat

dipertanyakan jika semata-mata mendasarkan pada divergensi genetik untuk

memvalidasi species, dan kurangnya prespektif filogenetik didalam

menginterpretasikan variasi telah menghalangi GSC sebagai konsep primer.

Menurut Hull (1997) konsep spesies yang ideal harus memenuhi tiga

kriteria sebagai berikut: dapat berlaku secara umum, mudah diaplikasikan, dan

mempunyai dasar teori yang kuat. Suatu yang berlaku umum dapat bersifat

monistik atau pluralistik. Pandangan monistik cenderung menilai hanya ada satu

cara untuk pengelompokkan dan menempatkan kelompok-kelompok itu dalam

suatu hirarki. Sebaliknya pluralistik berpendapat tidak ada sesuatu yang dapat

menggambarkan alam secara utuh. Pandangan pluralistik menilai sesuatu dari

berbagai perspektif, dan masing-masing perspektif itu adalah benar (legitimate).


Sementara itu kriteria konsep yang mudah diterapkan dan konsep yang dasar

teorinya kuat merupakan dua hal yang cenderung bertolak belakang. Konsep yang

lebih signifikan secara teori seringkali lebih sulit penerapannya, sebaliknya

konsep yang mudah digunakan ternyata tidak didukung oleh teori yang mantap.

Ketiga kriteria ini tidak dapat dijumpai secara lengkap pada suatu konsep

spesies yang manapun. Dengan kata lain tidak ada konsep spesies yang ideal.

Konsep spesies yang mudah diaplikasikan ternyata dasar teorinya kurang dapat

diterima, atau sebaliknya konsep spesies yang memiliki dasar teori yang kuat

tetapi tidak dapat diterapkan secara umum, dan sebagainya.Tidak ada satupun dari

sekian banyak konsep spesies yang ada dapat diterapkan secara optimal pada

penggunakaan yang berbeda-beda. Satu atausekelompok konsep mungkin hanya

tepat atau memuaskan pada periode waktu tertentu atau kelompok ahli biologi

tertentu, tidak ada satupun yang dapat diterima oleh ahli biologi secara

keseluruhan dari waktu ke waktu. Situasi semacam ini telah dikenal sebagai

problematika spesies. Para ahli mengajukan solusi yang berbeda untuk

menyelesaikan problematika spesies itu. Sebagian ahli cenderung memiliki

pandangan monistik, berpendapat seharusnya ada satu konsep spesies yang

berlaku umum yang dapat menggambarkan biodiversitas yang sebenarnya ada di

alam. Pendapat semacam ini dikemukakan oleh Mayden 1997 yang menyusun

beranekaragam konsep itu dalam suatu hirarki dengan satu konsep spesies primer

pada hirarki paling atas dan konsep-konsep spesies sekunder pada hirarki di

bawahnya. Ahli lain cenderung memiliki pandangan pluristik, menerima

keragaman itu sebagai bagian-bagian yang saling melengkapi. De Quiroz 1998


menerima keanekaragaman konsep spesies dengan menyatukannya melalui

konsep spesies general.

1. Hirarki Konsep Spesies untuk Mengakhiri Perdebatan Pandangan monistik

mensyaratkan perlunya evaluasi terhadap kualiatas teori dan operasional dari

beranekaragam konsep spesies yang ada untuk mendapatkan satu konsep spesies

primer. Mayden 1997 telah mengevaluasi sekurang-kurangnya 22 konsep spesies

yang berbeda. Evaluasi ini menghasilkan satu konsep yang memiliki dasar teori

yang kuat dan berkualitas yaitu konsep spesies evolusi. Konsep spesies ini

memenuhi fungsi konseptual sebagai konsep spesies primer yang sangat

diperlukan dalam menyusun ide dan persepsi tentang spesies nyata dan alamiah.

Sementara itu konsep spesies selain konsep spesies evolusi merupakan konsep

sekunder, merupakan acuan defisional dan membentuk suatu (tingkatan) hirarki di

bawah konsep primer. Konsep sekunder ini diperlukan dalam studi spesies dalam

praktek, digunakan sebagai alat operasional dalam melihat variasi keragaman di

alam yang membentuk suatu kesatuan yang sesuai dengan pandangan konsep

primer. Dengan penyusunan konsep-konsep secara teori dan praktek dalam hirarki

ini maka rekonsiliasi dan pemahaman tentang pola dan proses alamiah akan dapat

dicapai. Gambar 1 menunjukkan susunan hirarki konsep spesies primer dan

sekunder. Konsep spesies evolusi yang memiliki dasar teori kuat tetapi

tidakoperasional bertindak sebagai konsep spesies primer. Konsep spesies lain

yang lebih operasional membentuk hirarki di bawah konsep spesies primer dengan

susunan berdasarkan toleransi ataupun persyaratan-persyaratan berhubungan


dengan cara reproduksi, pertukaran gen, monophyly, dan diagnosability. Karena

beberapa konsep menunjukkan versi gabungan dari konsep yang lain maka konsep

itu ditempatkan beberapa kali pada hirarki tersebut.

2. Konsep Spesies General menyatukan Beranekaragam Konsep


Meskipun tampak ada beranekaragam pandangan yang dikemukakan oleh

beranekaragam konsep spesies, perbedaan tersebut tidak merefleksikan perbedaan

yang mendasar dengan suatu konsep spesies general. Semua konsep spesies

modern menyatakan secara eksplisit atau implisit menyamakan spesies dengan

segmen dari garis keturunan (lineage) evolusi pada tingkat populasi. Pandangan

inilah yang menurut de Quiroz 1998 merupakan konsep spesies general dan

selanjutnya dinyatakan sebagai konsep spesies lineage general (the general

lineage concept of species). Keanekaragaman konsep spesies dapat diterima

sebagai bagian-bagian yang saling melengkapi. Problematika spesies yang tampak

tidak ada jalan keluarnya berasal dari kegagalan dalam membedakan antara

pengertian konsep dan kriteria spesies. Ketika perdebatan dihadapkan pada

deskripsi konsep spesies maka tampak tidak pernah tercapai kesepakatan dan

setiap konsep saling berbeda.Namun ketika perdebatan ini diarahkan pada

deskripsi kriteria spesies maka adanya kesepakatan mendasar di antara banyak

konsep spesies itu tampak lebih nyata dan meskipun berbeda-beda, bermacam

konsep itu cenderung saling melengkapi. Setiap kriteria menunjukkan suatu

informasi yang berbeda tentang pemisahan di antara suatu garis keturunan

(lineage), atau mendeskripsikan suatu tahapan yang berbeda dalam pemencaran

suatu lineage. Pada keadaan lain, ada kesepakatan yang hampir universal tentang

kesatuan alamiah secara umum yang disebut spesies. Agar konsep spesies general

mudah dipahami maka dikemukakan terminologi untuk menyatukan konsep yang

dapat memperjelas kesamaan atau kesepakan umum dan perbedaan spesifik di

antara konsep-konsep spesies itu, yaitu istilah konsep spesies dan criteria spesies.
Konsep spesies merupakan suatu ide tentang suatu kesatuan (entitas) yang disebut

sebagai spesies yang digambarkan dengan kategori spesies, sedangkan kriteria

spesies adalah suatu standar untuk menetapkan suatu entitas memenuhi syarat

sebagai anggota kategori spesies, untuk menilai suatu entitas merupakan spesies

atau bukan. Beberapa konsep spesies yang ada memang benar merupakan suatu

ide tentang suatu kesatuan (entitas) yang disebut sebagai spesies yang

digambarkan dengan kategori spesies. Konsep spesies yang lain sebenarnya

bukanlah suatu konsep tetapi suatu kriteria yang digunakan untuk menetapkan

suatu entitas memenuhi syarat sebagai anggota kategori spesies. Namun demikian

semua konsep itu mempunyai satu jiwa yang sama yaitu menerima spesies sebagai

segmen garis keturunan evolusi pada tingkat populasi.

SPESIASI

. Spesiasi sangat terkait dengan evolusi, keduanya merupakan proses

perubahan yang berangsur-angsur, sedikit demi sedikit, secara gradual, perlahan

tetapi pasti terjadi. Spesiasi lebih ditekankan pada perubahan yang terjadi pada

populasi jenis tertentu. Sedangkan evolusi jauh lebih luas, dapat meliputi semua

organisme hidup maupun benda mati yang membentuk seluruh alam semesta ini.

Kebanyakan evolusi diartikan secara sempit sebagai perubahan yang terjadi pada

mahluk hidup, tetapi secara luas dapat meliputi perubahan apapun di jagat raya

ini. Spesiasi adalah suatu proses pembentukan jenis baru. Spesiasi terjadi bila

aliran gen antara populasi yang pada mulanya ada secara efektif telah mereda dan

disebabkan oleh mekanisme isolasi (Hale et al., 1995). Jenis baru dapat terbentuk
dalam kurun waktu sejarah yang panjang maupun pendek tergantung model

spesiasi mana yang dilaluinya. Spesiasi merupakan respon makhluk hidup

terhadap kondisi lingkungannya berupa adaptasi sehingga kelompok ini dapat

bertahan hidup dan tidak punah

Riyanto dalam Mayden ( 1997) dan Ariyanti (2003) mengatakan bahwa

saat ini ada sekurang-kurangnya 22 konsep untuk mendefenisikan spesies yang

semuanya tampak berbeda-beda. Itu artinya bahwa para ahli memiliki pandangan

yang berbeda-beda dalam memahami tentang spesies. Munculnya

keanekaragaman konsep spesies ini dilatarbelakangi oleh dua alasan yang

mendasar. Alasan pertama adanya perbedaan pendapat tentang spesiasi yang

merupakan proses munculnya suatu spesies baru. Karena spesiasi bukan hanya

menarik perhatian para ahli evolusi, tetapi juga memikat perhatian dari berbagai

disiplin ilmu biologi lainnya seperti morfologi, genetika, ekologi, fisiologi,

paleontologi, biologi reproduksi, dan biologi tingkah laku. Alasan kedua adalah

karena spesies adalah hasil proses evolusi yang terus berjalan. Artinya bahwa

konsep spesies yang dibuat berdasarkan proses spesiasi yang dibuat ketika spesies

itu benar-benar sudah sampai pada akhirnya. Berikut peta konsep spesiasi.
RELUNG EKOLOGI

Relung ekologi dikatakan sebagai terminologi yang lebih inklusif, yang

tidak hanya meliputi ruangan atau tempat yang ditinggali organisme, tetapi juga

peranannya dalam komunitas, misalnya kedudukan pada jenjang makanan. Relung

ekologi suatu organisme tidak hanya tergantung di mana organisme tadi hidup,

tetapi juga pada apa yang dilakukan organisme, bagaimana organisme mengubah

energi, bertingkah laku, bereaksi, mengubah lingkungan fisik maupun biologi dan

bagaimana organisme dihambat oleh spesies lain (Heddy dan Kurniati 1994;

dalam Ngamel 1998). Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi

suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto,

2006). Relung ekologi juga mencakup ruang fisik yang diduduki organisme, dan

peran lingkungan tempat tinggalnya, sehingga relung ekologi dapat dikatakan

sebagai relung atau ruangan habitat (Kurniati, 2001; dalam Novarino, 2008).

Relung ekologi dikenl istilah lebih inklusif yang meliputi tidak saja ruang

secara fisik yang didiami oleh suatu makhluk, tetapi juga peran fungsional dalam

komunitas serta kedudukan makhluk itu di dalam kondisi lingkungan yang

berbeda (Odum, 1993). Relung ekologi merupakan gabungan khusus antara faktor

fisik dan kaitan biotik yang diperlukan oleh suatu jenis untuk aktivitas hidup dan

eksistensi yang berkesinambungan dalam komunitas (Soetjipto, 1992). Menurut

Odum (1993), Bahwa; “tidak ada dua spesies yang adaptasinya identik sama

antara satu dengan yang lainnya, dan spesies yang memperlihatkan 2 adaptasi
yang lebih baik dan lebih agresif akan memenangkan persaingan. Spesies yang

menang dalam persaingan akan dapat memanfaatkan sumber dayanya secara

optimal sehingga mampu mempertahankan eksistensinya dengan baik. Spesies

yang kalah dalam persaingan bila tidak berhasil mendapatkan tempat lain yang

menyediakan sumber daya yang diperlukannya dapat mengalami kepunahan lokal.

Dalam memanfaatkan sumber daya yang sama suatu spesies tidak dapat

berkoeksistensi untuk waktu yang tidak terbatas dan bahwa hal ini akan

menyebabkan terjadinya pemisahan relung ekologi dalam pemanfaatan sumber

daya”.

Relung dasar didefinisikan sebagai sekelompok kondisi-kondisi fisik yang

memungkinkan populasi masih dapat hidup, tanpa kehadiran pesaing. Relung

dasar tidak dapat dengan mudah ditentukan karena dalam suatu komunitas

persaingan merupakan proses yang dinamis dan kondisi fisik lingkungan yang

beragam mempengaruhi kehidupan suatu organisme. Relung nyata didefinisikan

sebagai kondisi-kondisi fisik yang ditempati oleh organisme-organisme tertentu

secara bersamaan sehingga terjadi kompetisi.

Kramadibrata, (1996) Relung ekologi belalang merupakan status

fungsional belalang dalam habitat yang ditempati berdasarkan adaptasi, fisiologi,

struktural, maupun perilakunya. Dalam suatu habitat belalang berperan dalam

memanfaatkan sumber daya untuk kebutuhan hidupnya. Belalang jika memiliki

aktivitas yang sama dengan spesies lain akan terjadi kompetisi didalam habitat

tersebut.
Jenis-jenis populasi yang berkerabat dekat akan memiliki kepentingan

serupa pada dimensi-dimensi relung sehingga mempunyai relung yang saling

tumpang tindih. Jika relung suatu jenis bertumpang tindih sepenuhnya dengan

jenis lain maka salah satu jenis akan tersingkir sesuai dengan prinsip penyingkiran

kompetitif. Jika relung-relung itu bertumpang tindih maka salah satu jenis

sepenuhnya menduduki relung dasarnya sendiri dan menyingkirkan jenis kedua

dari bagian relung dasar tersebut dan membiarkannya menduduki relung nyata

yang lebih kecil, atau kedua jenis itu mempunyai relung nyata terbatas dan

masing-masing memanfaatkan kisaran yang lebih kecil dari dimensi relung yang

dapat mereka peroleh seandainya tidak ada jenis lain (Desmukh, 1992).

PENGARUH UTAMA DALAM SPESIASI

Spesiasi atau terbentuknya spesies baru dapat diakibatkan oleh adanya isolasi

geografi, isolasi reproduksi, dan perubahan genetika (Campbell, 2003). Adapun

proses spesiasi ini dapat berlangsung secara cepat atau lama hingga berjuta-juta

tahun.

Spesies merupakan suatu kelompok organisme yang hidup di alam bebas, dapat

mengadakan perkawinan secara bebas dan dapat menghasilkan keturunan yang

fertile dan bervitalitas sama bengan induknya.

Spesiasi merupakan proses pembentukan spesies baru yang berbeda dari spesies

sebelumnya melalui proses perkembangbiakan secara natural dalam kerangka

evolusi. Spesiasi sangat terkait dengan evolusi, keduanya merupakan proses

perubahan yang berangsur-angsur, sedikit demi sedikit, secara gradual, perlahan

tetapi pasti terjadi. Spesiasi lebih ditekankan pada perubahan yang terjadi pada
populasi jenis tertentu. Kecepatan spesiasi maupun kepunahan sebagian

tergantung pada ukuran kisaran geografis dari suatu daerah. Daerah yang luas

cenderung meningkatkan kecepatan spesiasi dan menurunkan kecepatan

kepunahan. Jenis yang terdapat di daerah yang luas akan mengalami spesiasi lebih

cepat, sedangkan menurunnya luas area akan meningkatkan kepunahan suatu

jenis, jadi menurunkan jumlah jenis yang akan mengalami spesiasi.

Spesiasi atau terbentuknya spesies baru dapat diakibatkan oleh adanya isolasi

geografi, isolasi reproduksi, dan perubahan genetika. Adapun proses spesiasi ini

dapat berlangsung secara cepat atau lama hingga berjuta-juta tahun. Faktor-faktor

yang menyebabkan spesiasi antara lain:

1. Isolasi geografis

Gambar 1 : Isolasi geografis


Sumber: http://hisham.id/2015/07/spesiasi-pengertian-dan-contoh.html

Mayoritas para ahli biologi berpandangan bahwa faktor awal dalam proses

spesiasi adalah pemisahan geografis, karena selama populasi dari spesies yang

sama masih dalam hubungan langsung maupun tidak langsung gene flow masih

dapat terjadi, meskipun berbagai populasi di dalam sistem dapat menyimpang di

dalam beberapa sifat sehingga menyebabkan variasi intraspesies. Terdapat tiga

alasan mengapa sistem populasi yang terpisah geografis akan mengalami

penyimpangan sejalan dengan waktu, yakni:


a. Adanya kemungkinan bahwa kedua sistem populasi yang terpisah

mempunyai frekuensi gen permulaan yang berbeda sehingga kedua


populasi tersebut mencapai potensi genetis yang berbeda sejak saat

pemisahannya maka dimasa yang akan datang mengalami jalan yang

berbeda.
b. Kedua populasi yang terpisah mengalami mutasi yang berbeda, mutasi

tersebut terjadi secara random dan besar kiemungkinan beberapa mutasi yang

terjadi didalam satu bagian populasi yang terpisah sedangkan bagian lain tidak

mengalami mutasi.
c. Penyimpangan populasi yang terpisah itu juga dikarenakan adanya

tekanan seleksi dari sekeliling yang berbeda-beda karena menempati

keadaan yang berbeda pula. Sedangkan kemungkinan kedua tempat

tersebut mempunyai keadaan yang sama adalah kecil.

Selain ketiga alasan tersebut, pergeseran susunan genetis juga merupakan

faktor populasi yang penting dalam populasi yang kecil.


2. Isolasi Reproduksi dalam (instrinsik)
Pengaruh isolasi geografis dalam spesiasi dapat terjadi karena adanya

pencegahan gene flow antara dua sistem populasi yang berdekatan akibat faktor

ekstrinsik (geografis). Setelah kedua populasi berbeda terjadi pengumpulan

perbedaan dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga dapat menjadi

mekanisme isolasi instrinsik. Isolasi instrinsik dapat mencegah bercampurnya

dua populasi atau mencegah interbreeding jika kedua populasi tersebut

berkumpul kembali setelah batas pemisahan tidak ada. Spesiasi dimulai dengan

terdapatnya penghambat luar yang menjadikan kedua populasi menjadi sama

sekali alopatrik (mempunyai tempat yang berbeda) dan keadaan ini belum

sempurna sampai populasi mengalami proses instrinsik yang menjaga supaya

supaya mereka tetap alopatrik atau gene pool mereka tetap terpisah meskipun
mereka dalam keadaan simpatrik (mempunyai tempat yang sama). Mekanisme

isolasi intrinsik yang mungkin dapat timbul yaitu isolasi sebelum perkawinan

dan isolasi sesudah perkawinan.


a. Isolasi sebelum perkawinan
Isolasi sebelum perkawinan menghalangi perkawinan antara spesies atau

merintangi pembuahan telur jika anggota-anggota spesies yang berbeda

berusaha untuk saling mengawini. Isolasi ini terdiri dari:

1) Isolasi Ekologi (ecological)


Dua sistem yang mula-mula dipisahkan oleh penghambat luar (eksternal

barrier), suatu ketika mempunyai karakteristik yang khusus untuk berbagai

keadaan lingkungan meskipun penghambat luar tersebut dihilangkan, keduanya

tidak akan simpatrik. Setiap populasi tidak mampu hidup pada tempat dimana

populasi lain berada, mereka dapat mengalami perubahan pada perbedaan-

perbedaan genetik yang dapat tetap memisahkan mereka. Setiap spesies

beradaptasi dengan iklim setempat di dalam batas-batas daerah sendiri dan

iklim dari keduanya sangat berbeda, sehingga setiap spesies tidak mungkin

hidup di tempat spesies yang lain.Jadi, disini terdapat perbedaan-perbedaan

genetik yang mencegah gene flow diantara spesies pada keadaan yang alami.

Contohnya pada pohon jenis Platanus occidentalis yang terdapat di bagian

timur Amerika Serikat dan Platanus orientalis yang terdapat di timur Laut

Tengah, kedua spesies ini dapat disilangkan dan menghasilkan hibrid yang kuat

dan fertil. Kedua spesies ini terpisah tempat yang berbeda dan fertilisasi alami

tidak mungkin terjadi.


Gambar 2: Jenis pohon Platanus occidentali
Sumber:

https://gobotany.newenglandwild.org/species/platanus/occidentalis/

2) Isolasi Tingkah laku (Behavioral)

Gambar 3: Isolasi tingkah laku pada hewan


Sumber:https://get-pets.blogspot.com/2011/01/cara-mempelajari-tingkahlaku-

hewan.html
Tingkah laku berperan sangat penting dalam hal courtship (percumbuan) dan

perkawinan (mating). Tingkah laku juga berperan pada perkawinan acak antar

spesies yang berbeda sehingga perkawinan mendapat hambatan oleh terjadinya

inkompatibilitas beberapa perilaku sebagai dasar bagi suksesnya perkawinan

tersebut. Contohnya pada hewan jantan spesies tertentu memiliki pola perilaku

yang spesifik dalam menarik, mendekati dan mengawini pasangannya. Kegagalan

perkawinan terjadi karena pasangan merasa asing dengan pola perilaku yang

ditunjukkan oleh pasangannya sehingga terjadi penolakan. Selain sekuen perilaku

yang spesifik seperti yang ditunjukkan oleh burung bower di mana hewan jantan

harus mempersiapkan pelaminan yang penuh dengan aksesoris tertentu agar

burung betina mau dikawini. Isolasi perilaku sangat tergantung pada produksi dan

penerimaan stimulus oleh pasangan dari dua jenis kelamin yang berbeda. Jenis
stimulus yang dominan untuk mensukseskan perkawinan, stimulus tersebut

diantaranya adalah:
a) Stimulus visual: Bentuk, warna, dan karakter morfologi lain dapat

mempengaruhi stimulus visual. Beberapa hewan seperti kelompok ikan,

burung, dan insekta menunjukkan bahwa stimulus visual dominan

mempengaruhi ketertarikan pasangan seksualnya. Contohnya pada bebek

liar Amerika Serikat yang simpatrik mempunyai courtship display yang

baik dan disertai dengan warna yang mencolok pada bebek jantan.

Fungsinya adalah untuk memperkecil kesempatan bebek betina memilih

pasangan yang salah.


b) Stimulus adaptif: Bunyi nyanyian atau suara lain yang spesifik

berfungsi sebagai alat komunikasi antar jenis kelamin yang mengarah

pada proses terjadinya perkawinan intra maupun interspesies. Suara-

suara yang dikeluarkan oleh insekta, reptilia, burung, dan mamalia

banyak yang spesifik untuk tiap spesies.


c) Stimulus kimia/feromon: feromon merupakan signal kimia yang

bersifat intraspesifik yang penting dan digunakan untuk menarik dan

membedakan pasangannya, bahkan feromon dapat bertindak sebagai

tanda bahaya. Molekul ini spesifik pada individu betina yang dapat

merangsang individu jantan dan atau sebaliknya sebagai molekul spesifik

yang dihasilkan oleh individu betina untuk menolak individu jantan.

Misalnya pada Drosophila melanogaster feromon mempunyai pengaruh

pada tingkah laku perkawinan, di mana dengan adanya feromon yang

dilepaskan oleh individu betina membuat individu jantan melakuakn

aktivitas sebagai wujud responnya terhadap adanya feromon tersebut.


3) Isolasi Sementara (temporal)
Dua spesies yang kawin pada waktu yang berbeda (hari, musim, atau tahun),

gametnya tidak akan pernah mencampur. Misalnya hewan singung

berbintik (Spilogale gracilis) yang sangat mirip dengan S. putorius ini

tidak akan saling mengawini karena S. gracilis kawin pada akhir musim

panas dan S. putorius kawin pada akhir musim dingin. Hal yang sama

juga terjadi pada 3 spesies dari genus anggrek Dendrobium yang hidup di

musim tropis basah yang sama tidak terhibridisasi, karena ketige spesies

ini berbunga pada hari yang berbeda.

Gambar 4: Isolasi sementara


Sumber:http://nurulita1812.blogspot.com/2015/08/normal-0-false-false-

false-in-x-none-x.html
4) Isolasi Mekanik (mechanical)
Apabila perbedaan struktural diantara dua populasi yang sangat berdekatan

menyebabkan terhalangnya perkawinan antar spesies, maka diantara kedua

populasi tersebut tidak terjadi gene flow. Isolasi mekanik ditunjukkan oleh

inkompatibilitas alat reproduksi antara dua spesies yang berbeda sehingga

pada saat terjadinya perkawinan salah satu pasangannya menderita.

Mekanisme ini sebagaimana terlihat pada Molusca sub-famili Polygyrinae,

struktur genetalianya menghalangi terjadinya perkawinan spesies dalam sub-

famili yang sama. Pada tumbuhan isolasi ini terlihat pada tanaman sage hitam

yang memiliki bunga kecil yang hanya dapat diserbuki oelh lebah kecil.
Berbeda dengan tanaman sage putih yang memiliki struktur bunga yang besar

yang hanya dapat diserbuki oleh lebah yang besar.

Gambar 5: Isolasi mekanik


Sumber:https:///herfen/bedah-kisi-kisi-2017-mekanisme-evolusi

5) Isolasi Gametis (gametic)


Isolasi gamet menghalangi terjadinya fertilisasi akibat susunan kimiawi dan

molekul yang berbeda antara dua sel gamet, seperti spermatozoa yang mengalami

kerusakan di daerah traktus genital organ betina karena adanya reaksi antigenik,

menjadi immobilitas, dan mengalami kematian sebelum mencapai atau bertemu

sel telur. Contohnya pada persilangan Drosophila virilis dan D. americana,

sperma segera berhenti bergerak pada saat sampai pada alat kelamin betina, atau

bila tidak rusak maka sperma akan mengalami kematian. gambaran lain juga yang

terjadi pada ikan, di mana telur ikan yang dikeluarkan dari air tidak akan dibuahi

oleh sperma dari spesies lain karena selaput sel telurnya mengandung protein

tertentu yang hanya dapat mengikat molekul sel sperma dari spesies yang sama.

Gambar 6: Isolasi gametis persilangan Drosophila virilis dan Drosophila

americana
Sumber:http://www.biologionline.info/2017/06/isolasi-gametik.html
b. Isolasi setelah perkawinan
Hal ini terjadi jika sel sperma dari satu spesies membuahi ovum

dari spesies yang lain, maka barier postzigot akan mencegah zigot

hibrida itu untuk berkembang menjadi organisme dewasa yang

bertahan hidup dan fertil. Mekanisme ini dapat terjadi melalui:

1) Kematian zigot (zygotic mortality)


Sel telur yang telah dibuahi oleh sperma spesies lain (zigot hibrid) seringkali

tidak mengalami perkembangan regular pada setiap stadianya, sehingga zigot

tersebut mengalami abnormalitas dan tidak mencapai tahapan maturitas yang

baik atau mengalami kematian pada stadia awal perkembangannya. Di antara

banyak spesies katak yang termasuk dalam genus Rana, beberapa diantaranya

hidup pada daerah dan habitat yang sama, dan kadang-kadang mereka bisa

berhibridisasi. Akan tetapi keturunan yang dihasilkan umumnya tidak

menyelesaikan perkembangannya dan akan mengalami kematian.

Gambar 7: Kematian zigot genus Rana


Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Rana_(genus)

2) Perusakan hibrid (hybrid breakdown)


Pada beberapa kasus ketika spesies berbeda melakuakn kawin silang,

keturunan hibrid generasi pertama dapat bertahan hidup dan fertil, tetapi ketika

hibrid tersebut kawin satu sama lain atau dengan spesies induknya, keturunan

generasi berikutnya akan menjadi lemah dan mandul. Sebagai contoh, spesies

kapas yang berbeda dapat menghasilkan keturunan hibrid yang fertil, tetapi
kerusakan terjadi pada generasi berikutnya ketika keturunan hibrid itu mati

pada saat berbentuk biji atau tumbuh menjadi tumbuhan yang cacat dan lemah.

Gambar 8: spesies kapas yang berbeda


Sumber:https://belajartekstil.wordpress.com/2010/12/18/cotton-alias-kapas/

3) Sterilitas hybrid
Hibridisasi pada beberapa spesies dapat menghasilkan keturunan yang sehat dan

hidup normal akan tetapi hibrid tersebut mengalami sterilitas. Terjadinya sterilitas

ini disebabkan oleh inkompatibilitas genetik yang nyata sehingga tidak dapat

menurunkan keturunannya. Contoh hibrid yang steril antara lain: mule (hibrid

antara keledai dan kuda), cama (hibrid antara onta dan ilama), tiglon (hibrid

anatara macan dan singa), zebroid (hibrid antara zebra dan kuda).

Gambar 9: Hibrid antara kuda dan keledai


Sumber:https://www.aminoku.com/2017/07/perbedaan-antara-kuda-dan-

keledai.html

A. Macam-macam Spesiasi Pada Tingkat Populasi


Gambar 10: Gambar macam-macam spesiasi
Sumber:https://biologigonz.blogspot.com/2011/01/pembentukan-species-

baru.html

Macam-macam spesiasi pada tingkat populasi yaitu:

1. Spesiasi Alopatrik ( Allopatric Speciation)


Spesiasi alopatrik adalah spesiasi populasi yang terbagi dua. Populasi yang

terisolasi kemudian mengalami perbedaan genotipik dan fenotipik mereka

mengalami tekanan selektif yang berbeda atau secara independen mereka

menjalani pergeseran genetik. Ketika populasi kembali ke dalam kontak, mereka

telah berkembang seperti yang mereka reproduktif terisolasi dan tidak lagi mampu

bertukar gen. Pulau genetika, kecenderungan kecil, kolam genetik terisolasi untuk

menghasilkan sifat-sifat yang tidak biasa, telah diamati dalam beberapa keadaan,

termasuk kepulauan dan perubahan radikal di kalangan tertentu di pulau yang

terkenal, seperti Komodo dan Galapagos, yang terakhir setelah melahirkan

ekspresi modern teori evolusi, setelah diamati oleh Charles Darwin.


Terjadinya spesiasi alopatrik banyak dibuktikan melalui studi variasi geografi.

Spesies yang beranekaragam secara geografis dari seluruh karakter dapat

menghalangi pertukaran gen antara spesies simpatrik. Populasi yang terpisah

secara geografis dapat terisolasi oleh kemandulan atau perbedaan perilaku (ketika

diuji secara eksperimen) dibandingkan dengan populasi yang berdekatan. Populasi


yang terisolasi mungkin tidak dapat melakukan interbreeding jika mereka

bertemu, karena bentuknya sangat menyimpang (divergent) dan kemudian masuk

ke dalam simpatrik tetapi tidak terjadi interbreeding. Spesiasi alopatrik merupakan

mekanisme isolasi yang terjadi gradual. Contoh spesiasi alopatrik adalah

pembentukan spesies burung finch di Kepulauan Galapagos yang dikemukakan

oleh Darwin. Spesiasi burung finch termasuk dalam isolasi geografik, spesialisasi

ekologi, serta penyebaran kedua dan penguatan. Fenomena penguatan merupakan

satu di antara sedikit mekanisme spesiasi di mana seleksi alam mengambil peran.

Menurut Darwin bahwa burung finch berasal dari satu nenek moyang burung

yang sama.

Gambar 11: pembentukan spesies burung finch di Kepulauan Galapagos


Sumber: https://www.pinterest.com/pin/697213586032265491/html
2. Spesiasi parapatrik/ Semi geografi
Dalam spesiasi parapatic, spesies baru terbentuk secara terisolasi dapat

membentuk populasi kecil yang dicegah dari gen bertukar dengan penduduk asli.

Hal ini terkait dengan konsep efek pendiri, karena populasi kecil sering

mengalami kemacetan. Genetik drift sering diusulkan untuk memainkan peran

penting dalam spesiasi peripatrik.


Spesiasi Parapatrik merupakan spesiasi yang terjadi karena adanya variasi

frekuensi kawin dalam suatu populasi yang menempati wilayah yang sama. Pada
model ini, spesies induk tinggal di habitat yang kontinu tanpa ada isolasi geografi.

Spesies baru terbentuk dari populasi yang berdekatan. Suatu populasi yang berada

di dalam wilayah tertentu harus berusaha untuk beradaptasi dengan baik untuk

menjamin kelangsungan hidupnya, dan usaha itu dimulai dengan memperluas

daerah ke daerah lain yang masih berdekatan dengan daerah asalnya. Apabila di

area yang baru ini terjadi seleksi, maka perubahan gen akan terakumulasi dan dua

populasi akan berubah menjadi teradaptasikan dengan lingkungan barunya. Jika

kemudian mereka berubah menjadi spesies lain (spesies yang berbeda), maka

perbatasan ini akan diakui sebagai zona hibrid. Dengan demikian, dua populasi

tersebut akan terpisah, namun secara geografis letaknya berdekatan sepanjang

gradient lingkungan.
Spesiasi parapatrkc adalah dua zona populasi divergen yang terpisah tetapi

saling tumpang tindih. Hanya ada pemisahan parsial yang terjadi oleh geografi,

sehingga individu-individu dari setiap spesies bisa masuk dalam kontak atau

saling terhalang dari waktu ke waktu, tetapi keutuhan dapat mengurangi

heterozigot yang mengarah ke seleksi alam untuk perilaku atau mekanisme yang

mencegah perkembangbiakan antara kedua spesies. Jika seleksi menyokong dua

alel berbeda yang berdekatan atau parapatrik, frekuensi sudah dapat ditetapkan.

Dengan cukupnya seleksi pada suatu lokus yang berkontribusi terhadap isolasi

reproduktif, populasi dapat membedakan kepada spesies yang terisolasi secara

reproduktif.
Di dalam spesiasi parapatrik tidak ada barier ekstrinsik yang spesifik untuk

gene flow. Populasi berlanjut, tetapi populasi tidak kawin secara acak, individu

lebih mudah kawin dengan tetangganya secara geografis dari pada individu di
dalam cakupan populasi yang berbeda. Individu lebih mungkin untuk kawin

dengan tetangganya daripada dengan individu yang ada dalam cakupan Di dalam

gaya ini, penyimpangan boleh terjadi oleh karena arus gen dikurangi di dalam

populasi dan bermacam-macam tekanan pemilihan ke seberang cakupan populasi.

Contoh dari spesiasi parapatrik adalah spesiasi pada rumput jenis Anthoxanthum

odoratum. Model lain spesiasi parapatrik adalah model spesiasi stasipatrik dari

White. White mengamati belalang tanpa sayap, suatu populasi dengan rentang

spesies yang luas berbeda dalam konfigurasi kromosomnya. White mengusulkan

bahwa suatu aberasi kromosom–mekanisme isolasi parsial muncul dalam suatu

populasi dan memperluas cakupan/rentangannya membentuk suatu ever-

expanding zona bastar. Tetapi suatu mutasi kromosom yang menurunkan tingkat

kesuburan cukup untuk mempertimbangkan bahwa isolas reproduksi tidak dapat

meningkatkan frekuensi kecuali oleh genetic drift di dalam populasi yang sangat

terbatas atau kecil, tetapi akhirya model spasipatrik tidak dapat diterima secara

luas.

Gambar 12: Spesiasi Parapatrik (Anthoxanthum odoratum dan belalang tanpa

sayap)
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Anthoxanthum_odoratum dan

https://alpha.steepshot.io/post/@heriadi/belalang-unik-tanpa-sayap-2018-02-24-

18-38-33

3. Spesiasi Simpatrik
Spesiasi sympatric adalah spesies yang menyimpang sementara dalam mendiami

suatu tempat yang sama. Sering dikutip contoh dari spesiasi sympatrik yaitu

ditemukan pada hewan serangga yang menjadi ketergantungan pada tanaman

inang host yang berbeda di daerah sama. Namun, keberadaan spesiasi sympatrik

sebagai mekanisme spesiasi yang masih diperebutkan. Orang-orang berpendapat

bahwa bukti-bukti spesiasi sympatric dalam kenyataan adalah spesiasi mikro-

allopatric atau heteropatrik. Spesiasi sympatrik mengacu pada pembentukan dua

atau lebih spesies keturunan dari leluhur spesies tunggal semua menempati lokasi

geograis yang sama.


Spesiasi poliploidi adalah mekanisme yang sering dikaitkan dengan peristiwa

spesiasi yang dapat menyebabkan beberapa di sympatry. Tidak semua poliploidi

secara reproduktif terisolasi dari tanaman induknya, sehingga peningkatan jumlah

kromosom tidak dapat mengakibatkan penghentian lengkap terhadap aliran gen

antara poliploidi baru dengan diploid orang tua mereka (lihat juga spesiasi

hibrida). Poliploidi diamati di banyak spesies kedua tumbuhan dan hewan.

Bahkan, telah diusulkan bahwa semua tanaman yang ada dan sebagian besar pada

hewan, poliploid tersebut telah mengalami suatu kejadian polyploidization dalam

sejarah evolusi mereka. Namun, seringkali oleh reproduksi partenogenesis sejak

hewan poliploid sering steril.


Model spesiasi simpatrik meliputi spesiasi gradual dan spontan. Sebagian besar

model spesiasi simpatrik masih dalam kontroversi, kecuali pada model spesiasi

spontan dan spesiasi poliploidi yang terjadi pada tanaman. Jika bastar antara dua

spesies diploid membentuk tetraploid akan dapat memperbesar isolasi reproduktif

dari tetua yang diploid. Keturunan triploid akibat backcross mempunyai proporsi
aneuploidi yang tinggi, karena gamet membawa cacat bawaan. Pembatasan

interbreeding diantara bentuk diploid dan tetraploid dapat muncul, tetapi tidak

pada poliploidi. Mutasi tunggal atau perubahan kromosom menimbulkan isolasi

reproduktif lengkap di dalam satu tahap tidak akan sukses bereproduksi, kecuali

jika ada perkawinan inbreeding (perkawinan dalam keluarga yang membawa

mutasi baru). Pada hewan secara umum perkawinan inbreeding tidak biasa terjadi,

tetapi pada golongan Chaicidoidea (Hymenoptera) itu biasa terjadi.

Keanekaragaman spesies yang tinggi di dalam kelompok dimudahkan oleh

perkawinan inbreeding. Isolasi reproduktif antar spesies yang berkerabat dekat

pada umumnya dapat dihubungkan dengan adanya perbedaan bukan pada lokus

gen tunggal, tetapi pada banyak lokus. Kebanyakan spesiasi berlangsung secara

gradual, karena tidak sempurnanya gen awal terhadap arus gen (gene flow)

menjadi semakin efektif.

Gambar 13: Spesiasi Simpatrik Chaicidoidea (Hymenoptera)


Sumber: https://www.flickriver.com/photos/69610519@N08/6945759303/html
4. Spesiasi Peripatrik
Spesiasi peripatrik adalah proses spesiasi yang terjadi di daerah

pinggir dari daerah suatu spesies yang paling dekat hubungan

kekerabatannya. Suatu organisme memiliki kisaran toleransi tertentu,

akibatnya jenis tersebut akan menempati daerah tertentu. Semakin jauh

dari pusat penyebarannya, maka lingkungannya pun makin berbeda.

Dengan demikian spesies yang menempati daerah tersebut akan semakin


berbeda dengan spesies yang menempati pusat. Dengan demikian,

interaksi antara populasi tersebut dengan populasi satu spesiesnya

menjadi sangat terbatas.

Anda mungkin juga menyukai